Lalu apa sih kaitannya burnout di tengah pandemi? Situasi pandemi banyak memungkinkan memicu burnout. Alasannya, pertama, kita harus beradaptasi bekerja dari rumah, kegiatan yang menimbulkan kerumunan diberhentikan, mengajarkan anak-anak belajar di rumah, dengan berbagai perubahan pola interaksi. Setiap hari begitu, berulang. Manusia terbiasa berinteraksi langsung dengan manusia, biasa bertemu tatap muka, kemungkinan besar akan kesulitan beradaptasi mengatasi perubahan pola hidup. Begitupun orang-orang yang masih harus bekerja keluar, mengalami dilemma antara mengerjakan kewajiban dan cemas dengan kondisi kesehatannya.
Sebetulnya saya tidak merasakan burnout selama pandemi, justru saya merasa lebih menerima mengikuti semua protokol kesehatan ditengah pro kontra dan tarik menarik situasi pandemi. Bukan menikmati ketegangannya, hanya saja semakin merasa baik-baik saja bekerja di rumah saja tanpa perlu perlawanan lagi. Meski beberapa situasi pandemi ini cukup menekan, jadi saya fikir yang perlu kami lakukan yaitu mengerjakan sesuatu yang menggembirakan, yang paling mungkin, yang paling bisa. Nikmati apa yang paling bisa dikerjakan dalam berbagai situasi yang serba terbatas. Ya, mirip-mirip konsep bermain sambil belajar, bermain sambil bekerja.
Kami berdua, saya menulis dan Ayah menggambar. Setiap anak-anak belajar, kami pun ikut belajar bersama anak-anak, saat kami merawat rumah maka anak-anak pun ikut terlibat juga. Agar suasana rumah bervariasi, kami melakukan berbagai kegiatan yang disepakati bersama.
Semesta seperti membuka jendela hidup bahwa bekerja, bermain, menikmati hal sederhana jadi istimewa dari rumah itu sangat mungkin. Walaupun sering kotar katir kekurangan, tapi ya kan rezeki kita semua sudah dijamin sama Allah. Jadi ya sudah keep it on aja, terus menulis, terus menggambar, terus mempromosikan usaha orang-orang lewat tulisan saya. Percaya The power of aksara dan the power of medsos bisa jadi bagian dari amal jariah yang terus mengalir (amin) dan rezeki mah insyaAllah ada, Allah pasti mengapresiasi semua usaha kita. Jadi gimana nih, tentang burnout? Oke, sebentar.
Katanya stress itu wajar, karena dengan stress membantu otak kita berfikir cepat dan bersegera mengambil langkah/keputusan-keputusan. Namun jika stress terus menerus tanpa jeda, lama-lama sistem syaraf akan terluka. Dalam kondisi kita bekerja pada bidang yang kita cinta pun ada masanya mengalami burnout. Saya fikir wajar, tapi akan menjadi tidak wajar jika situasi burnout berlarut-larut dan tidak segera teratasi.
Jadi saya mau berbagi sedikit pengalaman upaya self healing untuk menyelamatkan dari burnout yang ya mungkin bisa saja cocok sama teman-teman:
1. Beri jeda antara diri sendiri dengan pekerjaan kita.
Beri waktu pada diri untuk bernafas lega dengan cara mengalihkan pikiran pada hal lain. Caranya, olah nafas, lalu kerjakan sesuatu yang membuat kamu rehat sebentar. Katakanlah kamu sudah merasa enek ditengah pekerjaan yang tak kunjung selesai, maka hentikan saja, beri waktu 30 menit untuk betul-betul buat diri sendiri.
Katakanlah ambil kopi arabika kesukaan kamu, lalu seduh kopi, nikmati dengan menyadari penuh rasa kopi, pada proses seduh membayangkan pegunungan pepohonan kopi, lalu duduk tenang menikmati pepohonan di teras rumah. Sambil tutup mata dan nikmati berbagai suara di sekita tanpa perlu melawan atau merespons balik
Semesta seperti membuka jendela hidup bahwa bekerja, bermain, menikmati hal sederhana jadi istimewa dari rumah itu sangat mungkin. Walaupun sering kotar katir kekurangan, tapi ya kan rezeki kita semua sudah dijamin sama Allah. Jadi ya sudah keep it on aja, terus menulis, terus menggambar, terus mempromosikan usaha orang-orang lewat tulisan saya. Percaya The power of aksara dan the power of medsos bisa jadi bagian dari amal jariah yang terus mengalir (amin) dan rezeki mah insyaAllah ada, Allah pasti mengapresiasi semua usaha kita. Jadi gimana nih, tentang burnout? Oke, sebentar.
Katanya stress itu wajar, karena dengan stress membantu otak kita berfikir cepat dan bersegera mengambil langkah/keputusan-keputusan. Namun jika stress terus menerus tanpa jeda, lama-lama sistem syaraf akan terluka. Dalam kondisi kita bekerja pada bidang yang kita cinta pun ada masanya mengalami burnout. Saya fikir wajar, tapi akan menjadi tidak wajar jika situasi burnout berlarut-larut dan tidak segera teratasi.
Jadi saya mau berbagi sedikit pengalaman upaya self healing untuk menyelamatkan dari burnout yang ya mungkin bisa saja cocok sama teman-teman:
1. Beri jeda antara diri sendiri dengan pekerjaan kita.
Beri waktu pada diri untuk bernafas lega dengan cara mengalihkan pikiran pada hal lain. Caranya, olah nafas, lalu kerjakan sesuatu yang membuat kamu rehat sebentar. Katakanlah kamu sudah merasa enek ditengah pekerjaan yang tak kunjung selesai, maka hentikan saja, beri waktu 30 menit untuk betul-betul buat diri sendiri.
Katakanlah ambil kopi arabika kesukaan kamu, lalu seduh kopi, nikmati dengan menyadari penuh rasa kopi, pada proses seduh membayangkan pegunungan pepohonan kopi, lalu duduk tenang menikmati pepohonan di teras rumah. Sambil tutup mata dan nikmati berbagai suara di sekita tanpa perlu melawan atau merespons balik
2. Kerjakan hobi yang kamu suka.
Hobi setiap orang beda-beda, ada yang nonton film, merawat bunga, membaca buku, membuat kue, menggambar, membuat puisi, olah raga, dll. Lakukan tanpa perlu merasa bersalah, tubuh kamu butuh “nutrisi” agar bisa beraktifitas dengan riang gembira dan penuh energi.
Kalau kamu suka jalan kaki, maka lakukan. Nikmati diri sendiri sambil bawa handphone. Ketika jalan kaki menemukan objek menarik, maka tak perlu segan mengambil fotonya, dengarkan keinginan tubuh dan hati kamu. Ketika merasa sudah cukup puas, pulang dan susun lagi rencana hari itu, lalu kerjakan satu satu pekerjaan. Dengan kesadaran penuh bahwa lama-lama semua pekerjaan itu akan selesai juga.
3. Bersyukur atas tubuh yang sehat
Di tengah pandemic seperti ini apa yang paling kita syukuri? Ya, udara dan tubuh yang mampu mengerjakan sesuatu. Baik itu pekerjaan orang ataupun pekerjaan rumah. Tidak semua orang mendapat kesempatan seperti itu. Hari ini berarti, lalu kerjakan apapun sisa-sisa yang kita bisa kita lakukan.
4. Tulis atau ingat-ingat hal menyenangkan meski sederhana
Seringkali kita merasa lelah dan perasaan cemas lainnya karena berfikir berlebih bahkan berfikir pada sesuatu yang belum tentu akan terjadi. Cobalah untuk mengingat kejadian lucu, asik, sederhana namun sering kita abaikan karena ingatan negative kerap menguasai pikiran. Misalnya anak-anak bisa mandi sendiri dan menyimpan baju kotor di tempatnya, lalu ketika beli sayur mendapat diskon 1000, senang bisa menjemur badan sambil ngobrol dengan Ibu, senang karena berhasil membersihkan kulkas, dan sebagainya. Tanpa disadari ternyata persoalan kita hanya 1 dan situasi yang menyenangkan bisa jadi lebih banyak.
5. Tidur
TIdur? Iya, tidak semua orang bisa tidur dalam keadaan banyak masalah. Maka upayakan tidur sekitar 30 menitan saja. Nyalakan alarm agar tidak terlalu lama. Katanya, tidur adalah obat meredakan stress yang paling mujarab, karena syaraf kita akan dibuat istirahat.
6. Lakukan permainan anak-anak
Gunting, batu, kertas! Bikin permainan anak-anak dengan orang rumah, gunakan waktu secukupnya, biarkan jiwa anak-anak kamu keluar lalu gunakan kesempatan untuk bergembira.
7. Berhenti ingin di apresiasi oleh rekan kerja
Lakukan saja pekerjaan kamu semampu kita, karena tanpa kamu semua itu tidak akan terwujud.
Ketika pikiran kita kembali santai dan sederhana, pekerjaan yang setumpuk dan penuh tekanan itu jadi terasa ringan dan kembali berenergi. Perlu disadari juga, bahwa setiap manusia memiliki fungsi masing-masing. Ketika salah satu berfungsi, maka tujuan bersama akan terwujud dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan komentar Anda. adv