Cooperative Fair Jabar Ke-16

Bandung-buat saya- memberi energi yang melimpah untuk berbuat, berlaku. Di kota ini saya belajar mencinta terhadap seni, budaya dan produk-produk yang dihasilkannya. Kota yang bisa terbuka terhadap berbagai bidang. Sehingga setiap orang sangat mungkin bisa berkembang dalam bidang apapun yang dikerjakannya. Dari profesi ilmiah, kreatif, pendidikan, produk, kuliner juga jasa.

Hal ini saya simpulkan ketika datang ke acara Cooperative Fair Jawa Barat 2019 di Mall Trade Centre (MTC) Metro Indah Mall Bandung. Masyarakat Jabar kerap mengeksekusi ide berani, masyarakatnya pun selalu memberi respons yang baik. Hanya dalam beberapa jam keliling stand-stand, saya seperti dibawa keliling daerah sehingga menambah beragam khasanah karya masyarakat Jabar. Begitu masuk ke tenda putih raksasa, disana saya menemukan “harta karun” yang indah-indah. Kegiatan ini dilakukan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah untuk meningkatkan daya saing, kreativitas, produktivitas dan kemandirian. 

Batik dari Garut.  Foto: Ima

Rupanya, Cooperative Fair ini pertama digelar pada tahun 2004 di lapangan Gasibu Bandung. Sebelumnya saya pernah datang ke acara serupa, lupa tahun berapa. Tapi saya ingat, waktu itu diundang sahabat dari dari Cianjur. Produk yang dia pamerkan berupa aksesoris dari bahan baku batu. Kreativitas dan pemilihan bahan bakunya ini menghasilkan desain yang sangat menarik dan unik. Selain aksesoris dari bahan batu, di stand lain terdapat produk unggulan daerah yang bagus-bagus dengan citra rasa lokal yang jarang ada di pasaran.

Begitupun waktu saya datang ke Cooperative Fair Jabar 2019 yang berlangsung tanggal 23-25 Agustus 2019, begitu masuk ke tenda raksasa, disana saya seperti menemukan harta karun. Sayangnya, beberapa produk hanya sanggup dilihat saja dan tidak bisa dimiliki. 

Kain katun di kasih motif daun.  Foto: Ima

Ada beberapa hasil perburuan yang akhirnya tidak sanggup di tolak. Seperti teh hijau, kopi, batik dan hampiiiir beli aksesoris. Sebetulnya saya tadinya hanya ingin mencari inspirasi dan melihat perkembangan produk lokal. Tapi ternyata ‘pertahanan’ saya luluh terhadap produk lokal yang terlampau memikat.

Ada 27 pelaku koperasi dan KUMKM kabupaten/kota di Jawa Barat yang pameran disana. Produk yang dipamerkan merupakan hasil kurasi oleh Dinas Koperasi. Mungkin itu sebabnya, saya mendapatkan produk-produk yang digelar banyak yang bagus, menarik, berkualitas dengan harga yang nyaris ramah di kantong pengunjung.



Berasa Keliling Jawa Barat

Pertemuan pertama begitu masuk ke gerbang yaitu ketika melihat stand Teh Arafa. Saya menemukan kejutan menarik, disana ibu pemilik produk menyediakan berbagai jenis dan hasil olahan teh. Saya akhirnya coba teh seduhan yang sudah disediakan di dalam poci kaca. Saya coba teh hijau, teh hitam, cokelat teh, opak cokelat. Semua yang saya coba enak-enak, tapi pilihan akhirnya jatuh pada teh hijau untuk dibawa pulang. Saya membayangkan teh hijau ini hanya diseduh untuk momen-momen khusus saja, karena harganya-buat saya-cukup spesial. Mungkin teh ini jenis yang sama dengan teh yang dikirim ke kerajaan Inggris. Karena menurut kabar, bahwa teh-teh yang berkualitas bagus justru dikirim ke Eropa.

Teh hijau yang nikmat.  Foto: Ima

Jalan-jalan lanjut ke stand Kota Sukabumi. Produk yang ditawarkan ada tas dari kain goni. Unik sekali. Desain tas-nya bermacam-macam, dari bentuk tas goodie bag, selempang dan tas ransel. Tidak hanya itu, Sukabumi pun memajang pernak pernik, hasil kerajinan dan makanan khas-nya. Apalagi kalau bukan moci dalam berbagai kemasan dan rasa. 

Stand Sukabumi.  Foto: Ima

Di wilayah tenda indoor, terdapat stand-stand dari utusan Kabupaten/Kota Jawa Barat. Begitu masuk di stand pertama, disambut oleh stand dari Majalengka, begitu seterusnya berjajar menjadi 2 lorong di masing-masing sisi. Kedua stand saling berhadapan. Sehingga pengunjung bisa melihat stand sisi kiri dan kanan.

Saya jatuh cinta pada berbagai batik tulis dengan warna-warna yang cerah dan terlihat klasik. Rupanya batik tersebut dibawa dari Cirebon. Setiap kota/kabupaten memajangkan produk unggulan yang sesuai dengan kondisinya. Hampir setiap stand, selain memanjangkan produk fashion, kain, maupun aksesoris, ada bagian yang memajangkan jenis-jenis camilan khas lokal. Setiap pengunjung yang lewat dapat kesempatan mencoba hasil olahan anggotanya. Saya pun mencicipinya untuk menuntaskan rasa penasaran. 

Batik Cirebon.  Foto: Ima

Seperti stand dari Purwakarta, hal menarik dari stand ini karena memajangkan beragam jenis camilan dengan tas dan hiasan lemari. Sehingga kita tahu, bahwa setiap tempat menghasilkan produk yang khas dan bisa lebih dikenal oleh masyarakat luas. Lain dengan Garut, stand ini memamerkan kain batik dengan beragam motif dan warna. Membuat saya betah berlama-lama di stand ini. Sementara di stand perhutanan, memajangkan berbagai kripik, madu hutan, air gaharu, kripik jamur hutan dan banyak lagi. Dinas Kelautan dan Perikanan beda lagi, perwakilannya menata berbagai macam olahan dengan bahan baku ikan. Masing-masing utusan dari kabupaten/kota utusan membawa produk unggulan anggotanya. 

Stand Purwakarta.

Stand Perhutani.


Masih diantara stand-stand dengan tenda putih, di sana terdapat panggung yang cukup besar. Rupanya acara pameran ini tidak hanya menggelar produk saja tapi acara-acara yang menarik untuk diapresiasi. Diantaranya atraksi seni dan budaya, helaran arak-arakan fashion on street, komunitas reptil, cosplay, musik, lomba mewarnai dengan tema Koperasi untuk Milenial Jabar Juara.

Saat saya datang, sedang ada lomba perwakilan milenial dari masing-masing daerah untuk mempresentasikan produk lokalnya. Upaya ini bagus sekali sebagai upaya menggaet milenial memahami fungsi koperasi untuk mengolah daya masyarakat dalam mengembangkan usahanya. 



Dalam momen ini, Dinas Koperasi menjadi kesempatan untuk para pelaku usaha mendapatkan konseling perkoperasian (pendirian koperasi, konsultasi koperasi, dll), perijinan usaha untuk UMKM, seminar mengenai koperasi dan UMKM. Upaya ini rupanya disambut baik oleh peserta pameran, kesempatan ini dimanfaatkan oleh mereka berkonsultasi dengan para ahli wirausaha. Diharapkan dengan program ini kualitas para pelaku usaha pun semakin meningkat.




18 Agustus 2019 kemarin, saya dan teman-teman anggota Komunitas Emak Blogger (KEB) Bandung dapat kesempatan kumpul komunitas bareng di acara Arisan Ilmu. Program Arisan Ilmu yang digarap KEB kali ini berlangsung di Crowne Plaza Hotel Bandung yang letaknya di Jalan Lembong. Saya mau sedikit cerita tentang pengalaman mengais ilmu dari Vlogger keren dan selayang pandang tentang tempatnya yang bagus. Banget.

Saya suka sekali dengan pemilihan tempat acara yang dipilih oleh pengurus KEB. Tepatnya kejutan banget buat saya yang biasa nongkrong pagi-pagi di lontong sayur Padang di Dipati Ukur. Selaian dapat ilmu, saya dapat pengalaman menikmati ruang temu dan layanan dari Crowne Plaza Hotel. Begitu masuk ke hotel ini, saya ngerasa spesial sekali. Wangi hotel yang khas, bersih, interior mewah dan indah memberi suasana hati yang menyenangkan.



Selain suasana interior yang membangun suasana hati jadi adem, pelayanan hotel juga membuat saya tidak canggung. Meski sebelum masuk hotel, saya harus melewati mesin metal detector barang bawaan. Beres melewati pintu itu, saya diarahkan menuju posisi lift berikut dibantu tekankan tombol lantai tempat acara yang akan saya tuju.

Suasana hari itu segar sekali, selain cuaca cerah kami menggunakan pakaian warna pink. Buat saya agak kagok menggunakan baju pink, kalau kerudung warna pink saya masih pakai begitupun baju warna peach. Begitu lihat pantulan saya di dinding lift, saya sempat ngerasa pangling sama diri sendiri,eh, ternyata, saya cocok juga pakai baju warna soft ini. Hehe... (nada narsis). 



Hotel bisnis mewah bintang 5 ini tidak hanya terasa di lantai dasar, tapi begitu sampai di lokasi acara saya dapat suasana yang berbeda. Begitu tiba di lantai 6, ternyata tempat berlangsungnya acara Arisan Ilmu KEB dengan Sisternet ini semi outdoor.

Di lantai itu ada kolam renang, kursi-kursi lucu, lantai marmer, sebagian lain yang dekat kolam renang ada lantai kayu dan pohon merambat. Di bagian lain ada Kids Zone yang keren dan asik bikin anak-anak betah dan terpancing kreativitasnya. Di sisi lain ada tempat barbeque dan cafee tempat kami kumpul.

Saya membayangkan, kalau suatu hari menginap di Crowne Plaza Hotel, bakal asik banget. Memanjakan pengunjung yang bisa melakukan bisnis sekaligus istrahat bersama di hotel itu tanpa perlu cari tempat yang lain. Misalnya, sebelum anak-anak berenang, bisa main di kids zone dulu lalu berenang. Sambil nunggu anak-anak bermain, kita bisa menikmati barbeque daging, sosis dan sajian lain. Bisa santai-santai sambil baca dan ngemil-ngemil. Liburan tengah kota yang menghasilkan hormon endorfin banget ini.



Lalu mata saya diberi pemandangan yang luas sekali, mungkin di lantai itu serasa berada di atas awan. Langit terasa begitu dekat, awan-awan putih bertumpukan, sesekali ada burung kecil serupa titik-titik hitam beterbangan diatara bangunan. Ah, kotaku. Bandungku. Jiwaku.



Energi Positifnya Dapet Banget

Acara kemarin menarik sekali, kami anggota KEB mendapat fasilitas tempat bagus dan makanan lezat. Mengais ilmu Vlog jadi tidak rudet tapi terasa asik dan nyaman. Di lantai 6, kami perempuan-perempuan Blogger dengan baju pink berkumpul.

Cukup banyak teman-teman yang sudah saya kenal secara online maupun offline. Sehingga tak canggung lagi, enak dan nyaman berbincang-bincang sambil menikmati sajian khas Crowne Plaza Hotel. 



Teman ngobrol kami banyak sekali, mulai dari kopi, jus apel, kue-kue dengan bentuk lucu imut dan enak. Ada pula roti, pancake, coco crunch, waffle plus ice cream, seperti sajian khas breakfast ala hotel. Menikmati sajian ini, semacam, berasa rehat dari rutinitas dan kewajiban sehari-hari. Obrolan pun mengular di seputar makanan, icip-icip kopi dan kesehatan.



Arisan Ilmu KEB

Keputusan saya datang ke acara Arisan Ilmu kemaren bikin pandangan terhadap dunia digital bertambah. Ini semua tentang bagaimana mengeksekusi ide, mengolah kreatifitas dalam menghasilkan karya digital, dalam hal ini video untuk di upload di media sosial seperti youtube. 



Saya sendiri selalu senang kalau dapat undangan seperti ini. Selain dapat ilmu perkembangan zaman digital, juga bisa ketemu dengan blogger lain yang mempunyai frekuensi “persoalan” yang mirip-mirip. Mulai dari mengatur waktu menulis dengan mengerjakan tanggung jawab beres-beres, masak, mengurus anak-anak hingga mengembangkan ide menulis dalam berbagai media. Sehingga dengan adanya pertemuan langsung itu ada energi positif, intensitas menulis, dan kadang obrolan jadi seputar masalah pribadi.

Rupanya, Arisan Ilmu ini sudah keliling ke beberapa kota. Bandung merupakan kota ke-5 yang dikunjungi oleh para pengurus KEB dan bekerjasama dengan pengurus KEB masing-masing kota. Di Bandung, ada Efi Fitriyah, Nchie Hanie dan Alaika Abdulah yang garap acara ini. 



Alasan saya daftar ke acara ini karena tema yang diangkat menarik, yaitu Optimasi Media Sosial Dengan Vlog dengan nara sumber Yasinta Astuti. Dia pengelola akun Keponih yang subscribernya udah buanyak banget dengan pengaruh tinggi.

Kebetulan saya lagi merasa asik ambil-ambil video pakai hape untuk digabung-gabung dan jadi rangkaian video 1 menit. Inginnya bikin video terus menerus sampai makin layak, asik dinikmati oleh orang-orang dan maunya (aaamiiin) bisa menghasilkan rezeki. 

Kemaren-kemaren sempat terpicu bikin video lagi karena dengar free music archive di sebuah website. Lalu bermunculan visual-visual di kepala. Musik-musik itu sangat menginspirasi dan menyentuh hati saya. Kebanyakan musik-musik indie, unik dan memberi energi berbeda-beda. Begitu mendengar satu musik, terbayang visual kota, bayangan, suasana alam dikemas jadi sebuah satu karya video art.

Sampai akhirnya tergerak juga membuat video art dari alat yang saya punya, yakni, HANDPHONE. Editnya pun menggunakan yang tersedia di playstore. Ya, hasilnya karyanya berupa visual keseharian, sederhana, terdekat disekitar kita. Pergerakan di sekitar di rekam, edit dikit dan beri musik yang keren. Sampai akhirnya saya coba bikin video saat nunggu antrian BPJS dan dokter di Rumah Sakit Santosa. Hasilnya seperti ini: 



Banyak yang diungkapkan oleh Yasinta tentang bagaimana proses kreatif dia dalam berkarya. Buat saya yang tidak mendalami membuat video, penuturannya memberi catatan panjang buat saya. Dari alat-alat sederhana, teknis pengambilan suara, aplikasi yang digunakan hingga bagaimana mengumpuplkan ide dan mengeksekusinya secara konsisten. Energi saya begitu mengumpul. Bahagia sekali bisa dapat tips dan bagaimana membuat video yang enak dinikmati oleh orang-orang dan mendapat banyak subscriber. 




Inilah enaknya masuk ke dalam komunitas yang punya satu frekuensi. Saya suka mendapatkan ilmu-ilmu baru dari orang-orang di dalam komunitas itu sendiri. Memicu diri jadi mau belajar lagi, mencoba lagi, pas semangat lagi drop suka dapat energi tambahan dari teman yang suka berbagi. Sekalipun pekerjaan saya kebanyakann interaksi di dunia online, tapi bersentuhan secara langsung itu perlu. Ada proses yang berbeda kalau belajar langsung. Itulah saya percaya, bahwa ilmu manusia hanya setetes ditengah lautan yang luas.



Chemistry Quran


Proses chemistry saya dengan Quran itu prosesnya cukup panjang. Ada momen yang membuat saya dengan Quran ini tidak bisa dilepaskan. Saya merasa ‘aman’ kemana-mana bawa Quran. Saat itu saya benar-benar merasa cemas dan merasa tak berdaya. Kalau mengandalkan diri sendiri dan orang lain, rasanya tidak mungkin, setiap sudut rasanya pengap.

Setiap perasaan itu muncul, yang dilakukan membuka Quran lalu segera membaca setiap ayat perlahan dan terus menerus hingga saya merasa nyaman. Tak hanya hati yang merasa nyaman, tapi ditengah kesulitan itu ada saja kemudahan yang saya dapatkan. Mungkin karena ini, rezeki kami seringkali hampir semua tidak masuk akal kalau dihitung secara logika. Kalau dihitung pengeluaran kami yang bertumpuk dan dihitung angkanya, kebutuhan dan pemasukan bulanan tidak akan mencukupi. Allah menggerakan semua ini sehingga kebutuhan kami terpenuhi. Bukan karena saya beriman, tapi Allah yang begitu baik sekali padahal dosa saya sangat banyak.



Mungkin itu yang membuat saya sulit menahan air mata begitu masuk ke pabrik percetakan Quran Syaamil Group di Jl. Babakan Sari I No. 71 Kiaracondong Bandung. Sebuah percetakan Quran terbesar se-Indonesia. Mesin-mesin yang bergemuruh, lembar-lembar Quran yang keluar dari mesin cetak seperti berubah wujud dan membawa saya ke masa Rasulullah saat menyebarkan firman Allah. Seolah disana Rasulullah tengah berkumpul dengan para sahabatnya di ruang-ruang pertemuan.

Di ruang produksi itu, imajinasi saya seolah melihat para sahabat Nabi penghafal Quran dan sahabat Rasul yang menuliskan di atas kulit, daun, batu. Bagaimana sahabat mengumpulkan tiap ayat, surat, sehingga berjuz-juz. Hingga bertahun-tahun Quran tetap terjaga dan sampai di genggamanku, menjadi penyembuh setiap luka, meredakan rasa takut dan sedih.



Kampung Quran
Tanggal 12 Agustus 2019, tepat 1 hari setelah hari raya Idul Adha saya dapat kesempatan datang ke acara Launching Wisata Kampung Quran di Syaamil Group di bawah pimpinan Bapak Riza Zacharias. Program kampung wisata Quran ini menarik, gerakan yang diinisiasi oleh Syaamil kemudian didukung oleh Camat Kiaracondong-Dra. Rina Dewi Yanti M.Si-mempunyai visi sejalan. Ngahiji, Geulis, Wisata, Sejahtera, Juara dan Agamis. 




Suasana pagi di halaman Syaamil cukup rame, karena sekalian menyembelih kambing, potong-potong, memilah dan mengolahnya. Tak hanya itu, beberapa wartawan online dan lokal juga hadir, karena program Wisata Kampung Quran ini di resmikan oleh Wakil Walikota Bandung Bapak H. Yana Mulyana, S.E.

“Saya berharap kampung wisata in imenjadi model bagi kecamatan-kecamatan lain, karena potensinya selain dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan umat kepada Allah SWT, juga diandalkan sebagai pencetak generasi-generasi masa depan yang cerdas, berkualitas dan ber-akhlakul kharimah.” Ungkap Bapak Yana Mulyana.

Para undangan yang hadir diajak untuk keliling ruang redaksi, ruang produksi dan pabrik. Kantornya sangat menarik, hangat dan ramah. Bapak Riza terus menemani Bapak Wali Kota dan menjelaskan proses produksi dan proses kreatif buku-buku gendre Islam agar bisa diserap oleh berbagai usia. Di ruang redaksi, pengunjung diperlihatkan Al Quran dengan menggunakan pena. Pena ini ditempelkan di salah satu ayat lalu keluar suara yang menjelaskan isi ayat tersebut.



Melalui Bapk Riza saya baru tahu, rupanya program factory visit yang dilakukan oleh Syaamil ini sejak tahun 2013. Pengunjung bisa datang dan melihat proses produksi, keliling melihat tahapan panjang cetak Quran dan tata tertib karyawan saat harus bersentuhan dan melakukan proses produksi Quran.

Pengunjung bisa dari anak-anak TK, SD, Remaja, dewasa asal datangnya berombongan dan harus membuat jadwal dulu. Karena pada dasarnya factory visit ini pengunjung bisa mendapat penjelasan proses produksi dan melihat bagaimana karyawan Syaamil bekerja, jadi jadwal factory visit ke Pabrik Quran Syaamil itu hari Rabu dan Kamis. 



Factory visit ini menjadi salah satu program yang memang sudah jalan sejak lama, lalu menjadi inspirasi menciptakan program Kampung Wisata Quran sehingga memberi efek yang lebih luas bagi lingkungan. Langkah ini sebagai upaya mengimplementasikan daerah Kiaracondong ini menjadi Agamis dan menajdi destinasi wisata tematik melalui program Kampung Wisata Al Quran.

Ada langkah besar untuk mewuudkan program ini yaitu rumah Syaamil Quran, wakaf 1 juta Al Quran, program Semua Bisa Ngaji dengan tagline ‘kampung bebas buta huruf Al Quran, melahirkan hafidz Quran di setiap kelurahan dan yang paling populer adalah Wisata Quran.

Wisata alam dan kuliner banyak ditemukan di berbagai daerah, namun Wisata Kampung Quran ini memberi ruang pengalaman yang unik. Tak hanya pengetahuan tentang cetak mencetak, tapi ada nilai lebih yang mengisi jiwa. 


Kontak Factory Visit Wisata Quran:
Jl. Babakan Sari I/No. 71
Kiaracondong Bandung
Phone. 022-7208298
Foto: Holis


Pepesan

Siang ini begitu teduh. Suhu udara hanya 23 derajat. Mereda dari tanggung jawab antar jemput anak-anak, menyiapkan makan siang, dan begitu lihat tumpukan baju yang belum dilipat, saya alihkan menyalakan laptop, musik dan membuka microsoft word. Memaafkan diri sendiri karena belum tuntas membereskan tumpukan baju.

Beberapa hari lalu ada obrolan menarik antara saya dengan Ayah (suami), tentang memilih teman hidup. Tentang betapa ajaibnya proses berjodoh antara saya dan dia. Bertahun-tahun kami berteman, justru memutuskan lebih dari sekedar berteman hingga menikah hanya hitungan bulan.

Saya bilang sama Ayah, kita berdua pernah mengalami situasi mencintai seseorang. Mungkin beberapa kali. Kami pernah mengalami diantara yang pernah dekat, ada yang kita cinta tapi ada diantaranya cocok diajak nikah dan tidak cocok diajak nikah. Cinta iya, tapi jika menikah saya punya keyakinan dengan kepribadian dan situasi masing-masing keluarga tidak akan bisa asik melewati masalah dengan baik. Sama halnya seperti berteman, dari sekian teman ada yang asik diajak diskusi, ada yang cocok untuk curhat, hanya diajak jalan-jalan, bahkan ada teman yang senang-senang saja. Diantara beberapa orang itu, paling ada satu atau dua orang yang benar-benar kita nyaman dan terbuka dalam segala hal.

Begitupun dalam memilih pasangan hidup, ada orang yang kita cinta tapi setelah berproses saya menemukan beberapa sifat yang saya fikir dengan sifat dia dan saya, kami tidak akan sanggup melewatinya ketika ada dalam ikatan pernikahan. Seolah batin saya mengatakan, dia tidak akan bisa menghadapi situasi masalah “X” dan ini tidak akan menjadi baik hubungan saya dan dia.

Cinta-buat saya-menjadi alasan penting. Dengan cinta berbagai interaksi dapat dijalankan dengan tulus, ikhlas. Sama seperti mencari ilmu yang disuka, kita akanbersungguh-sungguh mempelajarinya meskipun berat dan bekelok. Tapi memang ada situasi ketika bertemu dengan seseorang yang kita cinta tapi kalau dianalisa ulang tidak akan baik jika menikah dengannya. Melepaskan menjadi keputusan yang baik, karena saya punya prinsip cinta itu pun harus logis terutama masalah akhlak (karakter), mental dan bekal agamanya.

Oh ya, dulu setiap saat saya mulai merasa yakin dengan seseorang, saya suka mengajaknya ke rumah dan mempertemukan dengan keluarga. Alasannya sederhana, saya anak ke-16 dari 16 bersaudara dengan pembawaan masing-masing. Karakter keluarga yang kompleks dan gaya hidup yang pastinya berbeda. Dari sana saya bisa menganalisa apakah dia percaya diri, equal, menyatu dengan keluarga, atau terlihat kaku/berjarak, bahkan malah mundur.

Melihat kondisi ini, saat itu saya keukeuh jika menikah nanti, pernikahan tidak hanya menyatukan saya dan dia tapi menyatukan keluarga kami. Energinya terlalu besar jika dihabiskan untuk memperkokoh rasa percaya diri pasangan dan mendorong-dorong untuk maju. Padahal yang dibutuhkan fondasi mental yang kuat antar saya dan dia, prinsip hidup yang sama. Persoalan yang mungkin terjadi dalam pernikahan itu bisa dari dalam dan dari luar. Sehingga ketika ada persoalan dari luar, saya dan dia bisa menyelesaikan bersama.



Proses

Begitu Ayah saya ajak ke rumah (saat itu masih penjajakan), ada kejadian yang menarik, langka terjadi. Ayah bisa ngobrol dengan salah satu kakak saya yang paling pendiam dan terlihat (agak) judes. Ternyata mereka bisa lho diskusi tentang berbagai hal dan tertawa bersama. Ini membuat saya heran sekaligus senang. Tidak hanya saya yang heran tapi Amih saya juga heran. Tak hanya itu, begitu bertemu dengan keponakan saya yang masih kecil-kecil. Keponakan saya langsung bisa lengket dan main tebak-tebakan. Ini semacam, Alhamdulillah... akhirnya. Ini menjadi poin tinggi untuk berkata, iya, kita lanjut.

Foto: Sugi

Memutuskan Ayah menjadi pasangan hidup itu bukan karena harta, kedudukan, atau lainnya bersifat duniawi. Karena saat itu, melihat kondisi dia sama sekali tidak mapan. Secara sumber penghasilan pun tidak ada yang bisa diperhitungkan yang jelas untuk menjamin kelangsungan hidup kami.

Alasan menerimanya mungkin terbilang klise, ada dorongan rasa percaya yang cukup kuat membuat saya memutuskan dia jadi pasangan hidup saya. Rasa yakin itu juga diperkuat karena saat itu saya menjalani shalat hajat selama beberapa hari. Tepat setelah shalat hajat di hari ke-6, Ayah mengirim saya sms, tepat di hari ke-6 bulan Syawal, sms itu mengajak saya menikah. Entah itu jawaban dari doa-doa saya atau bukan, tapi setelah saling berkirim sms itu saya segera membuka Al Quran ternyata pas di surat Ar Rahman. Saya baca semua, seolah Allah tengah berdialog,”Ima, nikmat apalagi yang kau dustakan?”



Syukur

Mungkin karena kami berteman cukup lama, melihat beberapa poin karakter dari Ayah terlalu sayang untuk ditolak. Dia terlalu baik, dia sosok yang menyenangkan. Saat itu saya sangat dilematis, tapi niat saya ingin hidup lebih baik sehingga saya begitu yakin bahwa saya bisa hidup aman, nyaman, menyenangkan, bersama Ayah. Sekarang sering menyadari, bahwa Ayah penyembuh cerita panjang luka-luka saya.

Kalau masalah finansial jadi bahan pertimbangan, ada beberapa yang mau dijodohkan dengan kondisi yang sudah (tampak) jelas, baik dari pekerjaan maupun penghasilannya yang stabil. Bahkan ada yang menjanjikan akan membawa saya umrah setelah menikah. Herannya hati saya tidak tergerak, karena pernikahan bukan sekedar masalah keuangan sekalipun itu menjadi poin penting. Saat itu saya percaya, saya harus suka, tenang dan nyaman dengan orang tersebut. Sebagai partner hidup keduanya akan menjalankan masing-masing fungsi suami istri dengan ikhlas.


                                 
                                                               Foto: Ima



Baiklah, mungkin saya terlalu berteori dan melibatkan perasaan. Prinsip saya waktu itu bahwa menikah prihal membangun jiwa dan kehidupan yang nyaman di dalamnya. Keduanya harus saling ikhlas, ini maksudnya harus ada cinta di dalamnya. Saya ingin menikah dengan partner hidup bukan menganggap bahwa dia pemimpin dan saya pengikut. Kami sejajar.

Buat saya menikah artinya hidup bersama partner hidup untuk membangun kehidupan bersama, saling menguatkan, saling memajukan, teman bicara, bercerita, teman diskusi, teman yang tidak hanya bisa hidup bersama dalam keadaan senang tapi juga dalam keadaan sebaliknya. Dengan begitu fondasi keluarga akan berdampak kemana-mana, spiritual, hubungan kedua pasangan, hubungan sosial dengan keluarga maupun lingkungan dan dampak finansial. Ternyata prinsip saya dan Ayah sama, bahwa dia mencari partner hidup.

Saat itu saya fikir dalam pernikahan pasti akan mengalami susah dan senang, siapapun bisa menerima dalam keadaan senang, tapi tidak semua orang bisa menerima ketika dalam keadaan susah. Jadi saya butuh teman hidup yang bisa menyelesaikan masalah bersama-sama dan melewati suka-kesulitan dengan hati luas. Semua orang bisa diajak senang bersama tapi tidak semua bisa melewati kesulitan bersama. Saat sulit, disinilah keduanya diuji untuk saling menguatkan. Saya punya keyakinan, pernikahan itu dua orang manusia yang hidup satu rumah. Tidak hanya fisiknya, tapi keduanya bisa bergerak bersama, saling memberi kenyamanan.

Tak hanya itu, saya dan Ayah juga mencoba bicara masalah sumber penghasilan yang akan menghidupi kehidupan kami nanti. Meski awalnya agak canggung, kami berdua mulai membangun rencana dan tentu menjalankan usaha yang sudah ada. Dia lalu merunutkan beberapa yang sedang dia lakukan dan usaha yang akan dilakukan. Mulai studio desain yang sedang dia bangun bersama temannya, hingga keinginannya mengajar di beberapa kampus. Lihat semangatnya yang diikuti langkah nyata saya percaya bahwa kami bisa saling dukung dan bertahan.

Ini semakin saya sadari ketika sekarang saya berada di dalam kehidupan pernikahan sekarang. Kami selalu saling dukung impian masing-masing. Kadang sering saya syukuri bahwa dibalik luka di masa lalu merupakan cara Allah menguatkan jiwa dan menyelamatkan hidup masing-masing menjadi lebih baik.



Prinsip=Doa

Prinsip saya mungkin berlebihan, permintaan saya terlalu banyak sama Allah. Tapi saya percaya, Allah Maha Kaya dan Maha Pemilik Cinta. Saya percaya setiap kita memikirkan sesuatu, Allah akan kasih tanda dengan memberi berbagai masalah maupun keadaan yang membuat kita mengolah masalah itu jadi langkah yang mesti kita putuskan dan jalankan.

Begitu Abah (saat itu calon mertua) menanyakan prihal mas kawin, saya bilang terserah Ayah punyanya berapa. Saya ikuti nasehat Amih, karena menurut Amih jangan minta dan menuntut calon pasangan kita dengan mas kawin dengan jumlah tertentu. Saya tidak mengerti maksud Amih apa. Hanya saja memang tak lama setelah hari pertemuan dengan Abah, Ayah dapat pekerjaan membuat CD Interaktif dengan bayaran yang cukup tinggi dan mendapat pekerjaan mengajar. Ayah langsung memberi semua hasil projek itu ke saya untuk beli mas kawin, tapi saya tidak menerima semua, saya kembalikan beberapa juta rupiah untuk dia pegang sebagai simpanan buat kebutuhan dia dan tabungan kami paska menikah.

Setiap orang pasti punya proses berbeda dalam menemukan jodohnya. Saya termasuk sulit dapat jodoh yang sesuai prinsip sehingga mungkin ini yang membuat saya telat menikah. Tapi satu sisi, proses yang panjang itu memberi banyak hikmah pelajaran hidup yang bisa kita petik. Cara Allah memang luar biasa, polanya selalu unik bagaimana Dia menguatkan hati serta membangun persepsi dalam menghadapi situasi.
Foto: Ima

Mungkin buat kalian kejadian yang baru saja saya alami kemaren-kemaren biasa saja, karena level memaafkan kalian sudah lewat. Tapi buat saya, ini momen berharga sekali. Saya mau sedikit berbagi pengalaman “spiritual” yang efeknya enak banget ke pembawaan diri, hati, pikiran dan tubuh. Berasa plong, lega sehingga beban di dalam diri seperti terangkat begitu saja.

Biasanya ketika saya sedang sendiri, di dalam kendaraan sambil lihat jalan atau bahkan sedang shalat pun pikiran suka terbawa kemana-mana. Ingatan menyakitkan dimasa lalu suka tiba-tiba muncul begitu saja seperti slide. Seperti rekaman kejadian muncul adegan per adegan lalu saya jadi emosional. Kondisi hati saya jadi negatif, bisa sampai nangis atau hanya muncul perasaan kesal pada orang yang bersikap seenaknya lalu hati jadi ada rasa perih sekali. Reaksi tubuh jadi kacau, jantung berdegup kencang disusul lambung tidak nyaman dan nafas pendek-pendek.

Misalnya, tiba-tiba ingat ‘adegan’ reaksi  tidak nyaman berupa kata-kata maupun sikap tubuh seseorang, baik penolakan maupun ejekan.  Sehingga tidak ada yang bisa diajak bicara, saat kondisi tertentu tak ada dukungkan dari keluarga maupun teman-teman, dll. Sehingga muncul perasaan merasa tersudutkan, dikucilkan, tidak adanya penghargaan, perasaan negatif lain yang menyebabkan tidak semangat maupun tidak percaya diri dalam menjalani pilihan hidup. Meski saat berhadapan dengan orang yang menyakiti, saya hanya berusaha menahan diri, membebaskan perasaan dan menghibur diri agar semangat kembali. Ini berlangsung berkali-kali, berulang-ulang, tak terselesaikan lalu menumpuk. Sebalnya, sekalipun saya sudah membebaskannya, rasa sakit itu seringkali muncul kembali kalau ‘adegan’ tersebut teringat lagi.

Sampai suatu hari selepas shalat Asyar rakaat terakhir setelah salam kedua, slide-slide menyakitkan hati itu muncul satu persatu. Ada rasa geram, kesal, sedih, perih mengaduk-aduk hati. Saya lalu mengadu pada Allah, saya tidak mau perasaan sakit hati ini terus menerus membayangi dan mengganggu pikiran dan hati saya. Perasaan yang tidak nyaman, melelahkan dan menyakiti tubuh saya. Kemudian saya ingat-ingat kebaikan orang-orang yang pernah menyakiti itu, mereka juga pernah kok berbuat baik pada saya bahkan sering berbuat baik dari pada sikap menyebalkannya.

Daripada saya meminta mereka meminta maaf, tentu masalah itu tidak akan selesai. Saya fikir justru akan menimbulkan masalah baru: permusuhan yang tidak akan pernah usai. 




Foto: Holis

Frame adegan muncul satu persatu, raut muka dan situasi seperti kembali pada kejadian yang sama. Saya bilang sama Allah,”Ya Allah saya memaafkan sikap si A ketika menyuruh anak saya pulang padahal dia ingin ikut sementara sepupunya yang seumuran anak saya diajaknya.” Saat itu tiba-tiba hati saya hangat, menangis, perih tapi ada perasaan lega selega leganya. Saya coba lagi mengingat hal yang menyakitkan, muncul lagi frame adegan lain, saya bilang sama Allah”Ya Allah, saya maafkan dia yang selalu membandingkan saya, membuat saya tidak berharga, saya memaafkannya, ubahlah prilaku saya jadi lebih baik.” Tiba-tiba seperti ada sesuatu yang tercerabut dari tubuh dan saya pun kembali menangis. Adegan baru muncul lagi dalam ingatan, saya bilang lagi,”Ya Allah, saya memaafkan dia yang selalu mempermalukan saya di depan teman-temannya sambil tertawa sehingga harga diri saya hilang, pernah meludahi, pernah memarahi saya di depan umum.” Lagi-lagi seperti ada akar yang terserabut dari tubuh lalu terbang entah kemana. Muncul lagi adegan dalam ingatan, nangis yang semakin bertambah kuat,”Ya Allah, saya memaafkan siapapun dia yang selalu mengambil barang-barang saya di rumah.” Lalu,”Ya Allah, saya memaafkan dia yang bersikap sinis.” Lalu, “Ya Allah, saya memaafkan dia yang menduga bahwa hidup saya enak dan serba dijamin oleh Amih dan keluarga suami.” Kemudian,”Ya Allah, saya memaafkan dia yang seolah telah mengadu domba dan memosisikan saya jadi salah, karena dia menjelekan seseorang ternyata seseorang itu adalah sahabatnya.” Lalu,”Ya Allah, saya memaafkan mereka yang menganggap bahwa, hidup saya enak walaupun suami sakit, karena katanya hidup saya dijamin oleh keluarga.”, Kemudian,”Ya Allah, saya memaafkan dia yang pernah membicarakan saya di belakang padahal perkataannya tidak benar.” Sampai sesegukan dan hanya mampu bilang,”Ya Allah, hatur nuhuuuuun... saya lega sekali.” Refleks muka saya tersenyum lega. Legaaa sekali. Tubuh dan hati terasa lebih ringan. Keluhan-keluhan di perut, pundak, punggung seperti mereda. Otot muka saya lemas. Lalu ngantuk. Lalu saya peluk suami. Lalu saya cerita sama dia sambil tersenyum. Lalu dia bilang, “Selamat, Ima.”

Wangi sore itu terasa beda. Lebih baik.  Hati terasa sangat enak.


Foto: Ima

Setelah sore itu, hari-hari dijalani dengan jiwa dan tubuh yang lebih baik. Ada rasa yang berbeda. Enak dan nyaman. Hati dan pikiran terang, seterang pagi. Hangat dan menentramkan. Ah, mungkin klise. Tapi ini terjadi.

.

.

.

Saya percaya dibalik riang gembira dari seseorang, pernah mengalami perlakuan tidak enak dari orang lain. Ada luka-luka yang terkumpul satu persatu dan tidak disembuhkan. Luka yang bersumber dari lingkungan terdekat (keluarga bahkan orang tua sendiri), pertemanan, bahkan dari orang yang tidak dikenal. Seringkali pada saat-saat tertentu, ingatan itu muncul lagi sehingga mengganggu perasaan.

Ada luka yang kembali muncul dan perih. Menumpuk dan membuat tumpul perasaan kita untuk memutuskan sesuatu yang lebih baik bagi kehidupan diri. Sikap kita tidak hanya menyakiti orang lain tapi membalik menyakiti diri sendiri. Perasaan sakit yang mengendap lama, menyimpan luka, sehingga membentuk sikap laku terhadap orang sekitar terlebih pada orang yang pernah menyakiti.

Kenyataannya meskipun sudah saling memaafkan secara lisan, kalau hati tidak benar-benar memaafkan maka disaat-saat tertentu bisa jadi biang masalah dengan mengungkit kejadian di masa lalu. Disadari atau tidak, luka yang belum diobati ini sebenarnya jadi racun bagi jiwa, racun bagi tubuh sendiri sehinga hal ini berpangaruh banyak terhadap sikap dan laku. Perasaan yang mengendap ini, membuat kita mudah kesal, sulit berbuat baik dan tidak dapat bersikap adil pada orang yang tidak disukai. Begitu ingat kejadian yang tidak enak, hati menjadi perih, pikiran jadi terbatas, setiap langkah yang dilakukan pun jadi penuh “amarah”.

Buat beberapa orang, proses memaafkan dengan sungguh-sunggguh (membebaskan hati) itu bisa jadi bagian sulit atau bahkan mudah. Rasa benci dan rasa sayang itu hasil dari proses kita berinteraksi, sehingga membentuk persepsi dalam melihat sebuah masalah dan bagaimana menyikapinya. Ada yang butuh waktu proses penyadaran dengan rentang waktu yang panjang ada juga hanya dalam waktu singkat hatinya benar-benar memaafkan.

Saya sendiri, harus melewati berbagai ruang, berbagai pintu, berbagai jembatan, musim sampai akhirnya saya dipertemukan dengan kalimat yang menyembuhkan ini. Tidak mudah memahami dan kemudian langsung dapat ke hati. Perlu berkali kali memahami clue dibalik setiap kalimat yang runut lalu dikaitkan dengan kehidupan saya. Ini isinya:

... dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” An Nur 24:22 

Untuk merenungi, memahami dan menjadikan kalimat ini menyatu dalam sikap laku saya, prosesnya cukup lama. Sampai akhirnya hati benar-benar bulat, benar-benar paham, tidak sekedar slogan, bahwa saya ternyata bisa memaafkan mereka yang pernah menyakiti hati saya sehingga membebaskan diri dari perasaan keruh dan sempit.

Terima kasih, Allah.



Bandung, 3 Agustus 2019