“Ciri sabumi cara sadesa.”

Peribahasa Sunda ini sebuah pengajaran etika yang memiliki makna bahwa setiap lingkungan memiliki adat dan ciri khas berbeda-beda. Dengan begitu peribahasa ini memberi bekal untuk manusia agar bisa beradaptasi dengan cara memahami, menyadari, menerima cara berkomunikasi dan bersikap di sebuah lingkungan.

Setiap lingkungan pasti memiliki ritme hidup dan aturan etika yang harus dihormati. Peribahasa Sunda ini memberi pelajaran untuk terampil dan lugas dalam berbahasa/bersikap saat harus berinteraksi dengan berbagai aturan maupun etika yang berbeda. Saat kita masuk ke dalam lingkungan baru, mau tidak mau kita harus bisa beradaptasi dengan keadaan sosial di tempat tersebut.

Begitu pun dalam ayat Quran Al Hujurat ayat 13, yang artinya:

“Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”

Maksud ayat ini memaparkan tentang manusia itu pada dasarnya diciptakan berbeda-beda. Agar manusia bisa mempelajari nilai hidup setiap suku bangsa. Dengan begitu antar individu yang berbeda bisa saling menghormati dan bekerjasama untuk berbuat baik dan memelihara kehidupan.

Dari sumber ini, pada dasarnya manusia diciptakan beragam, mulai dari suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat. Meskipun berbeda, pada dasarnya tipe kepribadian manusia itu sama, ada yang tipe plematis, melankolis, sanguinis, koleris. (Sumber di sini)

Keberagaman ini mengajarkan manusia untuk berfikir agar bisa membuat kesepakatan sosial baik tata krama, etika, kebijakan yang saling menjaga hak dan kewajiban tiap individu dalam berinteraksi dalam komunitas masyarakat.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari berbagai elemen bermasyarakat. Baik lingkungan keluarga, tetangga, teman sekolah, teman kerja, komunitas hobi, klien, pelanggan bahkan jaringan pertemanan antar negara. Jangankan perbedaan karakter antar suku, individu yang dilahirkan dari satu Ibu pun memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter yang berbeda ini akan memunculkan perbedaan pandangan dalam menyikapi persoalannya.




Meski perbedaan ini disadari, dalam kenyataan sosial tidak semua orang sanggup beradaptasi, memahami dan menerima tipe kepribadian emosi khas setiap individu. Situasi ini bisa menjadi faktor yang menyebabkan perselisihan. Baik beda pendapat, saling menyalahkan, merasa paling benar, terjadi salah faham, ego dan emosi masing-masing individu yang menghambat kesepakatan dan saling memahami satu sama lain dalam mencapai tujuan yang sama.

Dalam beberapa kejadian di sebuah organisasi maupun tempat kita bekerja, sangat mungkin terjadi perselisihan. Baik antara atasan-bawahan, antar rekan kerja yang seringkali tidak sejalan lagi. Penyebab konflik bisa banyak faktor, seperti perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. (Manajemen Konflik dan Stres oleh Ekawana-menurut Gibson-2021. Sumber di sini)

Oleh karenanya, kita perlu mempelajari teknis berkomunikasi asertif yang tepat agar bisa menghadapi berbagai situasi. Sebuah sikap yang bisa mengatasi perbedaan sudut pandang antar individu maupun kelompok. Karena persoalan mau tidak mau harus dihadapi agar menjaga hak dan kewajiban kelompok.

Secara garis besar, komunikasi asertif adalah suatu bentuk komunikasi yang mencerminkan sikap tegas, jelas, dan terbuka tanpa melanggar hak atau perasaan orang lain (sumber: klik di sini ). Meskipun begitu, seringkali sikap asertif ini pun kadang-kadang sulit diterima oleh sebagian kelompok yang sulit menerima teguran atau merasa diperlakukan tidak adil.

Berdasarkan di atas, sikap asertif ini terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya:

1. Asertif Positif
Komunikasi yang melibatkan ekspresi tegas dan jelas, tapi tetap menjaga suasana positif terhadap lawan bicara.

2. Asertif Responsif
Jenis komunikasi yang mendorong seseorang untuk melakukan dialog terbuka dan saling mendengarkan satu sama lain.

3. Asertif Pribadi
Jenis komunikasi yang berfokus pada kebutuhan, hak dan perasaan pribadi seseorang. Individu seperti ini menggunakan komunikasi asertif untuk menyampaikan batasan pribadi dan mengungkapkan keinginannya tanpa jadi agresif.

4. Asertif Bisnis
Merupakan komunikasi yang melibatkan penyampaian pendapat atau kebutuhan dengan professional dan tegas. Komunikasi ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang efisien dan produktif.

5. Asertif Sosial
Kemampuan berkomunikasi dalam konteks sosial, seperti dalam pertemanan atau kelompok. Individu yang asertif secara sosial dapat menghormati kebutuhan dan pendapat orang lain sambil tetap setia pada nilai dan prinsip sendiri.

6. Asertif Negosiasi
Kemampuan komunikasi untuk mencapai kesepakatan yang adil dengan saling menghormati kebutuhan dan perspektif masing-masing pihak.


Keterampilan sikap asertif ini bisa terwujud dengan cara mengelola mental kita. Sikap tegas dan berani mengungkapkan masalah bisa terwujud jika dilengkapi dengan rasa percaya diri, berani, empatinya kuat, terampil berkomunikasi dan lingkungannya mendukung. Meski tidak mudah, tapi ketika kita berada di tengah kelompok, artinya kita harus bisa mengendalikan diri sendiri agar bisa bernas melihat persoalan dan mengurainya secara objektif.




"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan." Quran surat Al Ankabut ayat 57

Beberapa minggu lalu, kita dikejutkan dengan meninggalnya artis senior Marissa Haque tanpa sakit dulu atau kejadian yang luar biasa. Memberi pembelajaran untuk siapapun, bahwa kematian merupakan kejadian yang pasti, bisa datang kapan saja. Kita tidak bisa memastikan bahwa seseorang akan mati jika sakit, jika melakukan perjalanan jauh, jika berenang di laut ataupun berbagai situasi lain yang berbahaya.  

Artinya, kita harus siap kapan pun Allah memanggil kita.

Semua manusia sadar dan tahu bahwa setiap mahluk yang bernyawa akan mati. Tanpa kecuali. Bagi setiap muslim, harus meyakini ada saatnya kita akan mati. Untuk waktunya, kita tidak diberi tahu kapan dan bagaimana cara matinya.

Hanya saja kita sering sibuk urusan dunia, terlena hingga lupa bahwa tugas hidup manusia itu sementara. Bahkan banyak situasi yang membuat kita lupa bahwa apapun yang dilakukan akan menjadi lembaran yang akan bermanfaat atau merusak bagi kehidupan. Apakah kita menjadi bisa menjadi manusia yang dapat menjalani tugas memelihara, berbuat baik atau hanya membuat kerusakan di dunia. Pada dasarnya tugas manusia di dunia adalah menjadi pemimpin bagi kehidupan.

Seperti yang tercantum dalam ayat Qur’an berikut:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).” Qur’an surat Al Anbiya ayat 107.

Maksud rahmatan lil alamin itu artinya bahwa kaum muslim seharusnya hidup di dunia dapat memberi, manfaat, kedamaian dan kasih sayang pada alam dan manusia tanpa melihat latar belakang.

Kalau direnungkan, dari sejak kita lahir ke bumi ini, manusia dihadapkan dari kenyamanan rahim ibu lalu harus menghadapi tantangan di bumi. Dari bayi kita dihadapkan untuk beradaptasi dan mengenal situasi sekitar. Mengenal cuaca, suara, benda-benda, belajar berjalan, berbicara. Proses tumbuh kembang manusia yang tidak mudah untuk menjadi manusia yang utuh.

Manusia menjalani hidup dengan fase yang bertahap. Begitulah Allah SWT yang maha lembut, sehingga ujian dari Allah SWT seringkali tidak terasa. Ada yang diuji dengan kesulitan dan ada juga yang diuji dengan kemudahan. Pola ini membuat manusia dapat mengasah hati, pikir, perilaku dan sikap kita dalam menghadapi situasi.

Dari ujian ke ujian ini sebagai cara Allah SWT mengajarkan dan mengasah manusia bertambah ilmunya dalam mengenal Allah SWT. Semakin kita mengenal Allah SWT, kita pun akan mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, manusia akan lebih sadar penuh, bahwa apapun yang dilakukan sebagai bentuk menjalankan fungsi manusia untuk beribadah. Lahirlah ketaatan dan menjalankan proses hidup dengan ikhlas.

Sehingga dalam menjalani hidup pun tidak sekadar mendapatkan pencapaian duniawi tapi mendapatkan nilai ibadah karena dijalankan dengan taat. Ilmu taat ini yang membuat kita menjalani berbagai hidup dengan tenang.

Setelah Marissa Haque meninggal, banyak postingan tentang beliau yang memberitakan kehidupannya. Kisah tentang hubungan dengan suaminya, mengelola keluarga, sikap dan prinsip hidupnya dalam mencari dan berbagi ilmu. Betap kita semua disuguhi perjalanan penuh cinta dan dicintai oleh keluarga dan murid-muridnya.

Kita mengenal beliau sebagai aktor film, tapi ternyata beliau pembelajar dan pengajar dengan prinsip sebagai media bermanfaat dan jalan ibadah. Semakin disadari bahwa setiap manusia sebagai mahluk pembelajar apapun bidangnya. Allah SWT selalu memberi kesempatan bagi manusia untuk mengelola diri dengan cara-Nya.

Semakin disadari, setiap proses kita menjadi bagian dari mendapatkan ilmu hidup dari Allah SWT. Tidak ada yang sia-sia, semua proses termasuk kesalahan yang dilakukan menjadi bagian yang dipersiapkan buat kita menjalankan tugas dan fungsi masing-masing.

Setiap orang pasti akan melalui proses yang melelahkan. Ada yang diuji dengan mencari ilmu, sakit, mencari uang, mengurus keluarga. Bila ujian-ujian ini bisa dilewati dengan doa dan sabar, kita akan dipertemukan dengan lautan ilmu Allah SWT. Kita manusia bagian dari mikrokosmos kehidupan makro. Setiap mikro menopang dan saling melengkapi mikro kehidupan yang lain. Itu sebabnya kehidupan ini menjadi seimbang.

Proses ini yang membuat kita diberi jalan menjadi Ibu, guru, penulis, petugas kebersihan, pengelola perpustakaan, dokter, seniman, elemen pemerintah negara, petugas rumah sakit, pedagang bahan pangan dan banyak lagi. Sehingga kesadaran menjalani profesi apapun bisa dijalankan dengan nikmat dan bernilai ibadah.




Lalu bagaimana mempersiapkan diri dalam meghadapi kematian? Seperti yang sudah diuraikan di atas, perlu disadari penuh bahwa dengan mengenal diri kita bisa menjalankan fungsi diri sebagai manusia dengan penuh cinta dan kasih sayang. Menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi dan punya tugas masing-masing.

Belajar pada pertunjukan teater, para guru selalu menekankan bahwa tidak ada peran besar dan peran kecil dalam menjalankan produksi teater. Semua unsur penting, baik sutradara, penata make up, aktor, penata panggung, pengelola tiket, dokumentasi, dll. Begitu beberapa fungsi tidak ada maka pertunjukan tidak akan utuh.

Oleh karena itu, kembali pada fungsi kita sebagai manusia harus dijalani dengan sungguh-sungguh dan diniatkan untuk ibadah. Allah SWT tidak melihat tinggi rendah kedudukan, besar kecil penghasilan, tapi melihat apapun yang kita lakukan dari ketaatannya. 

Sehingga, apapun yang kita jalankan harus dilakukan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.   Karena yang kita anggap besar-kecil tindakan yang dilakukan, amal jariahnya akan terus mengalir karena memberi manfaat bagi kehidupan.  Karena rahmat Allah Maha Luas.


Pembahasan Blank spot di sini bukan mengenai wilayah tanpa jaringan, tapi tentang bidang ilmu yang tidak ada peminatnya. Lalu apa yang bisa kita lakukan ketika kita menyadari bahwa potensi, minat dan kemampuan kita berada di dalam kategori blank spot. Sebetulnya situasi ini kesempatan untuk terus asah kemampuan, lama-lama kita akan bertemu dengan orang-orang dengan antusias yang sama dan bidang lain yang membutuhkan kolaborasi untuk saling menguatkan.

Kembali pada tahun 1996-an, salah satu bidang seperti jurnalistik dan seni rupa, kurang banyak peminat. Saat itu orang-orang takut mengambil jurusan tersebut karena ada anggapan masa depannya tidak jelas. Kini, ilmu-ilmu jurnalistik dibutuhkan untuk mengisi berbagai platform, media sosial sebagai upaya menyebaikan informasi. Kemudian, jurusan perfilman maupun desain komunikasi visual pun sama, dulu hanya bagian kecil dari mata kuliah di jurusan teater dan fakultas komunikasi.

Sering kita beropini, bahwa bidang-bidang yang tidak jelas, maka masa depannya juga tidak jelas. Padahal namanya ilmu itu sangat luas, bukan bidangnya yang tidak jelas tapi belum terkelola celah dari potensi ilmu tersebut. Kita sering terjebak bahwa kesuksesan bisa diperoleh secara instan. Padahal apapun kalau dipelajari ada prosesnya, disana akan menemukan celah manfaat. Setiap ilmu yang dipelajari dengan sungguh-sungguh, akan menemukan jalur manfaatnya sendiri.

Bagi sebagian orang, berada dalam bidang blank spot jadi mudah melempem dan terpatahkan oleh opini orang. Situasi ini sering kita temukan dalam berbagai bidang, oleh karenanya kita harus bisa belajar mengelola mindset agar kreatif dan yakin pada pilihan bidang yang kita pelajari.

Dalam menjalani sebuah bidang, ada beberapa fase yang akan terlewati. Yaitu fase antusias, lelah, ragu-ragu, yakin, konsisten. Dalam fase-fase ini, biasanya kita akan dipertemukan dengan berbagai pengetahuan dan bidang lain yang lebih memikat. Apalagi kalau dikaitkan dengan karir, profesi, penghasilan zona nyaman. Di tengah proses biasanya kita akan dihadapkan pada kegelisahan dan berbagai pertanyaan mengenai pilihan hidup yang kita ambil, melanjutkan proses, beralih pada bidang yang berbeda atau berhenti.

Biasanya pandangan kita akan jauh terbuka ketika banyak orang yang berhasil pada bidang yang ditekuninya. Seperti halnya sekarang, kita melihat bidang-bidang ilmu yang menjadi blank spot pada masa 1996-an, justru menjadi bidang yang memikat, berkembang dan dibutuhkan pada tahun 2010-an.

Dulu kesadaran mempelajari bidang-bidang tersebut biasanya harus autodidak atau belajar ke luar negeri. Tapi saat ini banyak para ahli yang menyadari, sehingga beberapa fasilitas pendidikan membuka jurusan yang jadi blank spot.

Bila kita mempelajari situasi di Indonesia selama 28 tahun berjalan ini, seringkali kita terpatahkan oleh ketakutan dan keraguan opini pribadi, opini orang-orang sekitar bahkan pemerintahannya sendiri. Dalam menghadapi situasi tersebut, perlu adanya visi misi dan prinsip yang kuat, keberanian memulai, konsisten, dan terus berkembang di bidang tersebut. Dengan sendirinya pelan-pelan kita akan membuka satu persatu jendela kehidupan.

Bedanya dengan tahun 2010-an ini, manusia dimudahkan dengan berbagai informasi dan teknologi. Kita bisa mengakses dan membuka jaringan untuk mengembangkan bidang blank spot melalui percepatan teknologi. Meski begitu, situasi tahun 90-an maupun sekarang di era kemudahan informasi, selalu saja ada bidang yang kategori bank spot. Ada yang terus bertahan atau ditinggalkan karena alasan-alasan finansial dan alasan logis lainnya.

Munculnya teknologi sambil terus berkiprah di bidang blank spot memiliki tantangan tersendiri. Akan membantu jika si-manusia-nya mau belajar dan memanfaatkan teknologi sebagai media belajar dan mengembangkan diri.

Seperti halnya bidang seni rupa, biasanya hasil karya bisa terjadi transaksi jual beli di galeri. Dengan perkembangan teknologi, kita bisa melihat beberapa seniman yang melek teknologi dapat membuat konten tentang teknik menggambar, ilustrasi dan sebagainya. Tidak hanya itu, saat ini ada beberapa pilihan flatform online untuk menjual karya seni, seperti: Etsy, eBay, artspace, dll. Baik lukisan orisinal, maupun dalam bentuk print. Bahkan bisa membuat privat menggambar online tak kenal jarak.

Oleh karena itu, kalau kita yakin dengan pilihan bidang dan mengenal potensi diri. Apapun bidang ilmu yang kita pelajari akan menemukan ritme dan dunianya. Karena setiap bidang ilmu yang kita pelajari dan tekuni akan menemukan jalurnya sendiri.