Menyubuh pergi ke Pasar Modern, mengingat stok buah-buahan untuk sarapan udah habis.  Saya dan Teh Embay berangkat deh kesana.  Di luar bulan purnama tampak penuh, jendela mobilpun dibuka lebar-lebar, rasanya sayang udara segar tidak dinikmati.  Sampmai di pasar: sepi.  Hanya satu kios makanan yang buka, kios Serabi Notosuman yang sudah sibuk memasak satu persatu  adonannya.  Kata Teh Embay,”Eh, serabi itu enaknya mkan di tempat ya, panas-panas, pinggirannya masih kering.”  Hmm… boleh juga sih dicoba.  Di pasar impres sdi Bandung, saya kadang suka menikmati pagi setelah beli sayuran di pasar duduk-duduk bentar di tukang surabi dan menikmati satu surabi manis sama teh pait: paduan yang pas. 

Di dalam ruangan pasar, rupanya para pedagang sudah ramai, masih beres-beres, tapi pembeli masih sedikit.  Pola yang sangat berbeda dengan kondisi pasar tradisional.  Saya yang lahir dan pernah hidup di pasar sebenarnya agak kaget sama pola ini.  Biasanya jam 1 malam di pasar tradisonal, para pedagang sudah ramai, pembelipun tidak kalah ramainya.  Rata-rata pembeli di malam hari untuk para pedagang juga untuk mengolah makanan di restoran atau warung nasinya.

Nah, setelah beli sayuran ban buah-buahan, mampilah kami di kios surabi notosuman yang hangat.  Disana berjejer alat membuat surabi-surabi.  Saya agak asing dengan dengan bentuk surabi yang satu ini, dalam benak sayaserabi itu tebal dan bentuknya seperti mangkuk.  Serabi yang berasal dari kota Solo ini beda, tengahnya penuh, agak tipis dan basah santan, pinggirannya kering mirip kue ape.  Bedanya, kue ape tengannya menggelembung dan dagingnya sedikit, kalau surabi notosuman dagingnya lebih banyak dan tebal.  Rasanya: ENAAAAK!  Panas dan tepung beras dan leyuran santannya meleleh di mulut.  Pertama makan, surabi bertoping cokelat lalu karena penasaran saya coba surabi yang original, ternyata rasanya lebih enak, gurih santannya lebih kerasa.  Kalau yang cokelat, sama gurih tapi terlalu pekat jadi rasa cokelatnya agak membiaskan rasa aslinya. Teh Embay beli beberapa untuk dimakan di rumah, di kantung plastik saya lihat, dia punya  4 cabang, 3 diantaranya di Solo, Sragen, Sukoharjo dan salah satunya di Tangerang di Pasar Modern.




Jadilah, pagi ini gagal makan buah-buahan, tapi pas bangun tidur engga lewat minum jeniper alias jeruk nipis perasan.  Ya, sudah yang jelas engga berlebihan dan tetap makan buah-buahan hehehe…  Enjoy and be happy, katanya itu juga bisa mengeluarkan zat enzim di dalam perut.  So, enjoy and don’t feel guilty.
Beberapa kali ke BSD (Bumi Serpong Damai) di propinsi Tangerang Selatan belum sempat main-main ke pasarnya.  Padahal, kalau kamu pergi ke sebuah daerah, pasar mestinya menjadi kunjungan wajib, karena di pasar itu kita bisa mengenal kondisi sosial dan budaya.

Sekarang, sudah 41 hari saya dan suami tinggal di rumah kakaknya suami di Serpong tepatnya di daerah Ciater.  Di Bandung, Ciater itu tempat wisata air panas, kalau disini banyak pemukiman penduduk yang bentuknya sama atau disebut Cluster. Tujuan ke pasar, sekolah, rumah sakit, mall, atau disebut fasilitas publik lengkap dan cukup menarik.  Sekarang ini, pasar menjadi salah satu tempat yang wajib didatangi, perhatian saya lebih pada makanan segar untuk diolah.  Disini ada pasar yang namanya Pasar Modern, tidak jauh dari tempat tinggal teteh.  Memang kadang agak ribet kalau harus pergi ke pasar, karena harus keluar perumahan dulu dan mencari ojeg atau sang ojeg bisa di telepon.  Sebenernya untuk mencapai beberapa tempat memang harus punya kendaraan sendiri tapi nelepon ojeg buat antar sana sini seru juga.

Sejak suami saya sakit, jadi saya lebih perhatian dalam mengolah makanan yang sehat dan tapi tetap enak untuk disantap suami.  Pola makan food combining menjadi pilihan untuk ikut membantu memperbaiki sel dalam tubuh suami.  Buah-buahan, sayuran dan ikan menjadi pilihan untuk dikonsumsi.  Tidak hanya suami, sayapun jadi ikut-ikutan menyantap sayur mayur dan sarapan  buah-buahan.  Awalnya merasa berat karena harus keluar dari kebiasaan lama: kalau pagi makan nasi goreng, mi goreng, bala-bala, ketoprak sekarang makan buah-buahan dan perbanyak minum air mineral.  Hmmm... yah, oke, paling berat memang saat melihat warung penjual gorengan setalah lari pagi.  huhuhu...

Nah karena itulah, saya menjadi begitu akrob dengan Pasar Modern.  Pertama kali ke pasar ini, membuat saya takjub karena pasar yang saya kenal biasanya becek, sampah bertumpuk dimana-mana menjadi pemandangan yang biasa.  Tapi di pasar ini, lantainya keramik, bersih dan tertib.  Beragam sayuran segar bertumpuk, ikan-ikan segar dan besar bertumpuk dan menyenangkan untuk dipilih.  Banyak sekali pilihan makanan segar yang sungguh asik untuk diolah.  Tapi karena food combining, jadi pengolahannya pun sederhana, kulub, kukus, kulub, kukus. Ya, saya harus terbiasa dengan itu, untuk aman dan sehat.  Otak masak saya jadi bermain di seputar penggunaan jahe, sereh, bawang putih, bawang merah, kecap, tapi ternyata rasanya juga cukup menarik dan segar.  Lain kali, saya coba bagi beberapa makanan versi terbaru atau buat kalian engga baru juga tapi buat saya memang baru sih.

Di Pasar Modern layaknya pasar yang lain cukup lengkap menyediakan kebutuhan dapur kita.  Tapi buat ibu-ibu juga bisa having fun melihat beberapa kios menjual kerung, pakaian dewasa dan anak atau menikmati jajanan pasar seperti kue-kue basah, makanan siap saji dan beragam makanan yang lain.  Cuma untuk muslim sebaiknya berhati-hati karena beragam kultur hidup di kota ini, jadi di pasar juga tidak semua halal.  Ada kios makanan yang memang menyediakan makanan yang berbahan dasar babi. Jadi, pilih-pilih saja, ya.

Ya, sudah, ini waktunya masak.  Suami saya engga boleh telat makan, kalo telat maaghnya akan kambuh dan efeknya badannya nge-drop lagi.  Ga mau!. See U...