Punya teman dan saudara yang sehati itu menyenangkan,
rasanya apapun ingin kita bagi. Dari hal
yang menyenangkan hingga yang tidak enak.
Saya jadi inget jaman kecil, suatu hari di televisi ada konser Michael Jackson,
kakak Ima-Ila- ketuk kamar Ima sampai benar-benar bangun biar kita bisa nonton
bareng. Dari iklan, acara televisi,
berita-berita, pas salah satu sedang nonton pasti kita bakal memanggil dengan
antusias,”Ini ada acara A.” atau “Cepet sini, iklannya keburu habis.” Kalau kita sama-sama nonton rasanya senang,
karena bisa menikmati dan itu dia berbagi kesenangan. Pernah juga kejadian, pas kakak saya-Agus-
suka pergi ke pasar, setiap malam dia mengirimkan ayam pesanan pelanggan Bapak ke rumah makan-rumah makan. Biasanya ada saja pelangan Bapak suka ngasih nasi dan ayam kecapnya yang sedap. Sekitar jam 00.00 WIB ke atas, Agus suka
mampir sebentar ke rumah dan tentu saja kami sudah tidur, kami dibangunkannya yang senang tidur di kursi depan
televisi,”Hey, hudang, buruuuu…. Ieu aya hayam jeung sangu haneut, buru dahar
heula sakeudeng, ngenah, geus itu sare deui.”*
Kami pun bangun, sambil ngantuk kami makan dan disuapi oleh Agus. Beres makan, Agus pun kembali ke pasar meneruskan pekerjaannya dengan Bapak. Momen masa kecil yang setiap saat merasa harus berbagi.
- By Ima Rochmawati
- On Juni 28, 2015
- 5 comments
Ruang Baca Popo Iskandar |
“GSPI.” Begitu
teman-teman menyebut Griya Seni Popo Iskandar saat mengajak saya untuk melihat
performance art dan pameran karya seni di tempat itu. Waktu jaman kuliah, sekitar tahun 1996 keatas
dan senang bermain teater, di GSPI sering ada pameran seni rupa, performance
art maupun workshop. Datang ke acara-acara
seperti ini, banyak membantu melatih kepekaan rasa terhadap lingkungan, sudut
pandang dan memancing semangat berkarya.
Kebetulan lokasi GSPI ini di jalan Setiabudi Bandung, tak jauh dari
rumah saya yang di belakang terminal Ledeng, hanya memakan waktu 2 menit kalau
naik angkot dan bisa juga jalan kaki. Sekarang
tempat ini sudah berubah wujud jadi hotel dan GSPI pindah ke seberang terminal
Ledeng, masuk jalan kecil sedikit. Tempat
yang sekarang sebetulnya tidak asing lagi, malah saya merasa lebih akrab dengan
griya yang sekarang yang saya tahu rumah putih ada gambar bulatan hitam dan
persegi panjang miring berwarna merah.
Logo ini membayang dan terekam kuat di ingatan masa kecil saya yang
sering lewat di wilayah rumahnya.
- By Ima Rochmawati
- On Juni 22, 2015
- 5 comments
Seumur-umur, saya tidak pernah punya kendaraan sendiri,
kecuali punya Amih-Bapak dan pinjam kakak.
Alasannya, selain tidak punya cukup uang untuk membeli sendiri,hehe…
tidak ada motivasi untuk punya sendiri karena tidak bisa mengendarainya. Kalau punya uang lebih, saya dan suami lebih
memilih untuk traveling dan makan.
Barangkali karena waktu itu kami belum punya anak, jadi feel free
aja. Sampai akhirnya, dorongan ingin
punya motor timbul ketika punya anak pertama-Alif- yang sering menjadi ‘penonton’
pengguna motor yang lewat di depan rumah.
Lama-lama, dia bilang “Mah, pengen itu.”
Maksud ‘itu’ adalah motor. Watir
pisan lihat ekspresi dan nada Alif ini pas bilang begitu, rasa bersalah itu
muncul, ah menyebalkan. Saya sampai
berfikir apakah perlu kredit motor, kan lama-lama juga lunas, karena tadinya
kami pengen punya motor bukan dengan cara kredit. Jadi saya fikir, selama ada angkot ya
manfaatkan saja, kami seperti pecinta angkot atau angkotan umum atau bahasa
inggrisnya public transportation biar kesannya gaya. Yah, sama saja artinya kendaraan umum. Kami kemana-mana lebih memilih angkot walupun
suka ngetem, jalannya bak naik jet
coaster dan suka di rem mendadak. Alasan
lain tidak punya mobil/motor, yak karena tidak ada keinginan punya motor maupun mobil, aneh,
ya? Saya juga heran sendiri padahal kan
gaya, yah.
- By Ima Rochmawati
- On Juni 21, 2015
- 4 comments
Dulu, waktu masih kecil, menyambut hari raya Idul Fitri
identik dengan pakaian baru dan perangkat baru lainnya. Rumah dibersihkan bahkan di cat ulang,
halaman rumah di rapi kan, pepohonan dipercantik, kue-kue kecil disiapkan, menu
makan besar pun di rancang. Beli baju
baru untuk hari raya seperti sudah diwajibkan, bahkan bisa beli beberapa helai
untuk berbagai acara, seperti baju untuk takbiran di masjid, baju tidur, baju shalat
ied lalu baju setelah shalat ied. Jadi
ngerasa lucu kalau inget ini. Malam
takbiran, saya dan teman-teman biasanya bermain dan ikut takbiran di masjid,
lalu besoknya setelah pulang shalat ied kami berlarian ke rumah masing-masing
untuk ganti pakaian. Dan waktu itu, kami
senang sekali pamer memperlihatkan keistimewaan masing-masing pakaian baru,
aneh sekali, kalau dipikir sekarang, kenapa harus begitu ya? Sungguh tidak penting. Hehhee…
Eh, tapi, ritual beli baju baru ini bisa jadi termasuk langka dan
menyenangkan. Kalau dulu, pusat
perbelanjaan menjadi lebih penuh dari biasanya, sekarang pun sama penuh tapi
mulai terpecah dengan adanya teknologi toko online yang semakin menjamur. Meskipun ritual hangout tetap dijalankan, karena,
di momen ini, kami sekeluarga bisa pergi bersama ke satu tempat lalu memilih
baju, saling meminta pendapat tentang baju yang kami pilih. Biasanya, beli sesuai selera yang bisa
nantinya saling tukar baju dan bisa saling mix max baju. Modus biar bisa saling pinjam baju.
Serunya menjelang Idul Fitri, dari anak hingga cucu biasanya
pergi bersama, bisa dibayangkan Amih biasanya menggiring anak-anaknya. Oke, saya punya kakak 15 orang, saat masih
kecil sekitar tahun 1985-1990-an, beberapa kakak sudah menikah dan sebagian
lain sudah remaja dewasa, sementara saya masih setingkat SD-SMP-lah. Anak-anak yang belum menikah seperti saya,
Dede, Ila, Agus, Usep, Teh Bibo, ke toko baju dekat rumah atau ke
alun-alun. Biasanya, kami mengandalkan Teh
Bibo sebagai tes selera, pilihan dia biasanya suka keren dan nyeni. Seleranya bisa diandalkan, lah. Kalau tidak bawa Teh Bibo kami biasanya suka
jadi tidak pede memilih baju. Haha…
Biasanya, pas lagi asik memilih ada beberapa kakak yang sudah berkeluarga yang
tiba-tiba “tersesat” ditempat kami belanja, seolah-olah ketemu di tempat kami
belanja padahal mereka sudah tahu hari itu kami punya jadwal belanja. Maksudnya, modus biar nebeng beli baju dan
dibayarin Amih. Amih memang ibu budiman,
dia mah seru-seru aja, yang penting anak-anaknya senang. Udah.
Nah, kalau sekarang kayanya engga begitu, ya. Baju baru jadi tidak terlalu penting. Ada pakaian yang masih layak pakai dan bersih
dan masih terlihat bagus, masih oke juga dipakai buat hari istimewa ini. Alasannya bisa macam-macam, termasuk malas berpenuh-penuh ria di pertokoan
yang pasti mulai dijejali manusia untuk berbelanja, lebih kalem menghadapi
perayaan dan efektifitas anggaran keluarga, hehe... Untuk urusan pilihan berbelanja, kini saya
seringkali melirik toko online sebagai pilihan berbelanja. Di toko ini, banyak pilihan yang menggoda
dan lucu-lucu, seperti pakaian, sepatu, kerudung, pashmina, kaos kaki,
kacamata, kue, makanan-makanan, baju anak, peralatan rumah tangga, dan banyak
lagi. Hal ini lebih memudahkan buat
orang-orang yang seringkali tak punya waktu untuk berbelanja. Dari smartphone yang kita tenteng
kemana-mana, sudah bisa belanja apa saja.
Kita tinggal tunggu di rumah dan jreng! Jreng!, produk dipesan sampai di
tempat.
Kalau pengalaman beli-beli produk cara online ini, saya
sendiri cukup puas bahkan suka merasa
amazing. Produk suka pas sesuai pesanan,
sambil melakukan sesuatu saat ada waktu kosong sedikit bisa memilih produk, misalnya
pakaian lalu klik! Ikutin semua petunjuknya dan produk sampai di rumah. Waktu 24 jam menjadi waktu yang sangat lapang
karena bisa melakukan banyak hal. Cukup
efektif dan asik.
Bandung, 21 Juni 2015
Imatakubesar
#CatatanRamadhan2015
- By Ima Rochmawati
- On Juni 20, 2015
- 5 comments
Hari ini tidak terlalu baik, sepertinya saya cape sekali dan
tiba-tiba saya mengeluarkan emosi yang tidak biasa sampai saya lari sambil
menangis ke dapur dan menyiram muka sendiri agar tenang. Awalnya sederhana, anak-anak saya rebutan seperti
biasa, saya berhasil melerainya. Situasi
rebutan ini berkali-kali, salah satu teriak dan menangis, biasanya saya menarik
nafas panjang, berfikir apa yang harus dilakukan dan menggendong salah satu
agar tidak terjadi pertumpahan emosi. Tapi
memang kebetulan di rumah banyak anak-anak tetangga juga yang sedang main ke rumah. Biasanya saya biasa saja, malah lebih tenang
kalau kondisi rumah ramai. Siang tadi
berbeda, ketika saya sedang membuat pesawat terbang dalam rangka membujuk agar
tidak berebut, anak saya yang kecil mukul sepupunya dan sepupunya ini teriak
sambil menangis. Tiba-tiba, saya spontan
teriak sampai saya sendiri lari sekuat tenaga menarik tubuh saya agar pergi
dari situasi itu dan mencuci muka. Tubuh
dan hati masih berada dalam tanda-tanda amarah, saya pegang tangan dan leher,
terasa tegang, saya sendiri aneh. Aduh, ini tidak beres, langsung Bayan yang
tengah menangis saya gendong dan cepat-cepat dititip ke Ceu Emi yang bantu
beres-beres di rumah. Saya segera lari
ke rumah Teh Ida dan tiba-tiba saya menangis sejadi-jadinya.
- By Ima Rochmawati
- On Juni 19, 2015
- 6 comments
Ramadhan tahun 2015 ini, saya baru saja menginjakan hari ke-2
di usia ke-37 tahun. Amih dan kakak
bilang, dia fikir usia saya masih 25 tahun, jangan dulu protes, bukan karena
awet muda tapi dia selalu menganggap anaknya atau adiknya ini masih anak remaja
yang bandel. Padahal sudah menjelang 40
dan sudah punya anak, sambil bercanda kakak saya bilang,”Hirup teh tereh
eungeusan,nya.”* Bagi mereka, saya selalu menjadi anak kecil, mungkin karena
saya adik yang paling kecil, saya tidak pernah memusingkan hal ini yang penting
tetap saling sayang. Usia kakak saya ada
yang sudah mencapai 65 tahun, 60 tahun, 59 tahun, 55 tahun, 50 tahun… hmmm… waktu
cepat sekali lewat, rasanya baru kemarin kami melewati banyak hal, tawa, muda,
makan, becanda, berantem, iri-irian, pundung, marah, kesel, sayang lagi.
When The Loves Began, Drawing By Cholis |
- By Ima Rochmawati
- On Juni 10, 2015
- 5 comments
Hari MS
Hari Rabu tanggal 27 Mei 2015, saya datang terlambat,
sekumpulan orang dengan memakai kaos berwarna orange tengah mendengarkan tiga
pembicara di muka. Saya mendatangi acara
Peringatan Hari Multiple Sklerosis (MS) Sedunia di Bandung Indah Plaza (BIP)
tanggal 27 Mei 2015. Semua tampak serius
menyimak para pembicara di muka, berdiri pun di belakang kursi-kursi peserta tepat
ketika Mba Kanya Puspokusumo memberi statement ini:
“Jalankan hobimu dengan sungguh-sungguh, karena dengan
melakukan hobi kamu akan merasa bahagia, dengan bahagia kamu akan terbebas dari
stress, jika kita bebas dari stress maka imun tubuh pun akan membaik. Karena MS ini belum ada obatnya jadi belum
bisa disembuhkan, cara menanganinya adalah mengendalikan emosi dan menjaga
kondisi tubuh agar membaik.”
Pengidap dan dokter MS |