Games itu menyenangkan, setiap unsurnya membuat penasaran, asik dan memicu adrenalin. Ketika kita menang, kita merasa paling berarti dan hebat. Ketika kita menjadi tokoh hebat dan mendapat pengakuan dari lingkungan orang-orang pemain games, kita merasa dihargai. Rasa dihargai dan mendapat pengakuan ini memberi kebahagiaan ilusi, sementara di dunia nyata, kondisinya berbanding terbalik. Adiksi di dunia games ini terjadi karena kurangnya perhatian dan kehangatan orang tua sehingga si anak merasa sunyi, merasa kesepian, kurang dipahami sehingga anak mencari penghargaan dan kesenangannya di dunia games.

Paparan ini saya dengar begitu gamblang oleh anak muda bernama Mumu di acara launching Gerakan Gadget Sehat (GGS), pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2016, di ruang Auditorium FK UNPAD Jl, Eyckman Bandung. Gerakan ini sebuah upaya untuk menyelamatkan generasi berikut dari dampak games. Melalui acara GGS ini, didatangkan 2 (dua) orang pembicara untuk menguatkan pentingnya perhatian orang tua pada anak ketika mereka mulai tertarik atau mungkin sudah adiksi pada games. Mereka adalah Mumu panggilan dari Muhamad Nur Awaludin, S.Kom (Co founder Kakatu) dan Ibu Elly Risman, Psy (dari Yayasan Kita dan Anak), keduanya menjelaskan pentingnya orang tua memahami dan melindungi anak dari bahaya dibalik kecanduan game. Kang Mumu, nama panggilan dari pembicara pertama, menceritakan dari sisi sebagai mantan adiksi games dan kini dia menjadi penggagas dan creator aplikasi untuk melindungi anak dari konten aplikasi berbahaya. Dia sangat runut menjelaskan proses mengenal game hingga menjadi adiksi dan merusak mentalnya selama belasan tahun. Sementara Bu Elly Risman, Psy. sebagai pakar parenting dan keluarga, menjelaskan efek dan solusi permasalahan game yang meracuni perkembangan pola hidup anak.

Jenis-jenis Games yang Perlu Ortu Tahu


Sebelum melangkah pada kenapa dan bagaimana cara melindungi anak dari bahaya games, kita sebagai orang tua dan orang sekeliling anak-anak, mau tidak mau harus mengetahui beragam jenis games. Kalau bisa kita pelajari dulu, browsing dulu, dan lihat ada label dewasa atau tidak, biasanya di ujung cover ada tulisn 17+ dan dewasa. Dengan semakin tinggi tingkat teknologi kini, maka kreatifitas pembuat games pun pesat dan melahirkan beragam games, tapi kita tidak bisa membatasi dan hak mereka membuat kretaifitas itu. Tinggal kita yang harus menanamkan pola didik di rumah dan pengontrolan jenis games yang dimainkan. Ini dia jenis alat games yang biasa digunakan oleh para gamers, diantaranya:

1. Console Games (biasanya dihubungkan ke TV), seperti, nintendo, nintendo wifi, sega, playstation, Xbox.

2. PC Games, seperti, PC, laptop.

3. Mobile Games, seperti, hanphone atau PDA.

4. Handled Games (dimainkan di Console Portable/bisa dibawa kemana-mana), seperti, N-Gage, PSP, Nintendo DS, dsb.

Dibawah ini diurai tingkat adiksi dikaitkan dengan jenis games yang digunakannya. Daftar jenis game ini bisa jadi perhatian orang tua agar anak-anak tetap bisa terkendali tingkat penggunaan game-nya. Berikut jenis-jenis games dengan tingkat adiksi buat para pemainnya:

1. Level adiksi tingkat tinggi:

a. RPG (Role Playing Games), contoh: DOTA 2, World or Warcraft, Regnarok, League of Legend, Final Fantasy, dll.

b. RTS (Real Time Strategy), contoh: Age of Empires, COC (Clash of Clans), Warcraft, Command & Conquer, dll.

c. Game Shooter, contoh: Point Blank, Counter Strike, Call of Duty, Conflict Vietnam, dll.



2. Level adiksi tingkat sedang:

a. Game Adventure, contoh: GTA, Devil My Cry, Assasins Creed, Tomb Raider, God of War, Resident Evil.

b. Game Racing, contoh: Need for Speed, Burnout, DIRT 2, Asphalt.

c. Fighting Game, contoh: Street Fighter, Smack Down, Mortal Kombat.

d. Arcade, contoh: Tetris & Zuma, Temple Run, Angry Birds, Flappy Bird.

e. Sport Games, contoh: Sepak bola, Winning Eleven, PES, FIFA, Tenis, Basket.



3. Level adiksi tingkat kurang:

a. Duolingo bahasa

b. Toddler kids puzzles puzzingo

c. Game belajar mewarnai

d. Mengenal binatang-binatang

Daftar jenis game ini diurai dengan sangat detil oleh pembicara yaitu Muhamad Nur Awaludim, S. Kom (Mumu), karena dia adalah mantan korban pecandu game. Dia mengalami sendiri pertama kali mengenal dan pelaku game dari sejak SD hingga SMA dan 2 tahun setelah SMA, seluruh waktunya digunakan untuk main games tanpa kuliah. Setiap hari menghabiskan waktu di kamar pribadi hanya untuk main game, bahkan untuk makan pun dia melakukannya di kamar. Dia merasakan efek adiksi ini membuat dia menjadi sosok pembohong, pencuri, berjudi, adiksi pornografi dan kesehatannya menurun.



Kenapa Adiksi Game Harus Diatasi?

Seperti yang telah diurai diatas, game ini beragam, ada yang memberi dampak baik tapi banyak pula memberi dampak buruk. Pengaruhnya jangka panjang dapat terasa pada perkembangan mental dan merambat pada kondisi fisik, sayangnya games yang berbahaya bagi anak lebih banyak, bisa merusak mental anak dan menimbulkan adiksi. Makin kesini, jenis game bertambah banyak dan berkembang, semua unsur creator bisa jadi profesi termasuk pemainnya. Tidak ada salahnya dengan para pembuat games ini, hanya saja, sebagai orang tua hasus bisa menyortir konten games yang akan dimainkan oleh anak dan membatasi waktunya. Sifat anak selalu penasaran dan cepat bosan, jadi jika dia sudah addict, dia akan mencari games yang baru dan bisa jadi mendapatkan games yang mengandung konten tak sesuai. Bahkan, saat ini banyak sekali game yang mengandung kekerasan, saling bunuh bahkan mengandung konten dewasa. Selain itu, beberapa game online bisa menjadi kesempatan mendapatkan uang, karena dibeberapa games jika kita menang akan mendapat hadiah dengan nilai dollar. Jika orang tua membiarkan, tidak dikendalikan dan pengaruhnya menguasai setiap unsur syaraf otak, maka semua orientasi hidup bisa berantakan dan ini berbahaya buat perkembangan mental.

Ini mitos yang sering terjadi dalam pikiran orang tua ketika mereka membiarkan anak main game:

1. Daripada anak mabuk, stress, ga jelas, mending main game aja di rumah.

2. Cuma main game doing ini kok.

3. Di rumah ini, kok, jadi bisa diawasi setiap saat.

4. Mana bisa anak lepas dari gadget

5. Benar kan anteng kalau dikasih game.

Alasan ini semua adalah MITOS. Karena, anak bisa bersunyi diri di depan computer/laptopnya dan bisa saja mengakses segala hal dibalik permainan game racingnya. Ketika si anak main game yang seru, tiba-tiba muncul iklan dengan ikon dengan tampilan dewasa dibalik karakter kartunnya. Banyak jebakan yang membuat anak selalu mencari dan dibuat penasaran sehingga masuk pada jarring laba-laba dunia games yang membuatnya tak bisa lepas. Dampaknya, ia tidak bisa membedakan dunia nyata dan ilusi dari game. Bahkan, masalah yang timbul lainnya, dia tidak punya kecakapan etika dan bersosialisasi.

Sementara di era sekarang, semua kebutuhan aplikasi tersedia di smartphone. Gadget yang kita miliki mudah diakses -termasuk anak kita- untuk mendapatkan beragam aplikasi games tanpa batasan. Dengan ikon yang menarik, anak yang belum bisa membaca pun asal melihat gambar dan warna yang sesuai dengan kesukaan mereka, semua berlangsung dengan cepat dan mudah. Sementara anak adalah manusia yang ngulik dan mudah mempelajari tanpa rasa takut sehingga dia bisa download sembarangan. Selama ini, saya sebagai orang tua sering merasa gelisah ketika anak-anak mulai ngulik smartphone dan dengan mudah mendowload beragam aplikasi game tanpa ada sensor. Meskipun setiap saat kita bersamanya, tingkat kecerdasan anak-anak itu sangat cepat, tiba-tiba mereka sudah bisa klik sana klik sini dan menemukan banyak hal. Smartphone kita menjadi bentuk yang berbeda di tangan mereka.

Di acara ini, menjawab semua kegelisahan saya, bahkan saya tidak menyangka bahwa adiksi games bisa merusak mental menjadi sejauh itu, mereka akan tumbuh menjadi pribadi pembohong, pencuri, perjudian dan adiksi pornografi. Kerusakan mental ini berakar kemana-mana, lebih jauh lagi bisa menimbulkan kejahatan yang lebih berbahaya seperti perampokan. Bagaimana ini bisa terjadi? Misalnya, ketika si anak mulai suka dan ingin meneruskan permainannya, sementara dia kehabisan uang sementara harus menyewa, bayar warnet, membeli alat, membeli CD. Jika sudah adiksi, semua bisa dilakukan, seperti keberanian mencuri uang untuk memenuhi keinginannya main game. Lalu perjudian bisa terjadi baik di tempat warnet maupun di dunia online, ketika dia menjadi sangat jago, biasanya kumpul orang-orang untuk memasang taruhan dan terjadilah perjudian. Satu per satu game menjadi petualannya sendir dan lebih berbahaya lagi ketika si anak di dunia mudanya menemukan game yang mengandung konten pornografi.

Ketika anak-anak sudah kena BLAST, maka ia bisa melakuan hal ini:

1. Pornografi

2. Seks suka sama suka

3. Pacaran

4. Masturbasi

5. Oral Seks

6. Merokok

7. Miras

8. Narkoba

9. Pornografi



Lalu, Apa yang Harus dilakukan Orang Tua?


Di era digital, segala paparan konten positif maupun negatif saling berkejaran, orang tua lah mau tidak mau harus mau belajar, berdamai dengan perkembangan teknologi dan memperbaiki pola asuh pada anak. Karena seringkali orang tua tidak menyadari bahaya yang mengancam anak adalah orang tua sadari bahwa itu adalah bahaya. Agar anak-anak kenal teknologi tapi kebutuhan batin yang paling tuama adalah kekuatan keluarga, kita harus menyeimbangkan gizi fisik, jiwa dan spiritual anak. Hubungan Ayah, Ibu dan Anak tetap terjaga, kita harus dekat dengan anak kita, memberi perhatian, memberi kehangatan dalam keluarga dan tentu saja selalu memantau aktifitasnya. Sebagai orang tua, kita harus pintar membaca tubuh anak, fahami kebutuhannya lalu ciptakan kegiatan-kegiatan bersama seperti piknik, trekking ke alam. Lakukan kegiatan-kegiatan bersama yang menyenangkan, jika sedang bersama, usahakan kurangi ketergantungan kita dari gadget sendiri.

Lalu, bagaimana tindakan kita sebagai orang tua ketika anak sudah teramat kecanduan dan baru disadari. Ingatlah, bahwa keluarga adalah the best therapist. Langkah orang tua dalam mengatasi pengasuhan anak yang sudah adiksi game:

1. Berunding dengan pasangan.

2. Lihat kebelakang bersama: temukan akar masalahnya bagaimana awalnya anak mulai kecanduan games.

3. Minta maaf dan jelaskan kepada anak dengan hati tentang kekeliruan pengasuhan selama ini.

4. Hargai pikiran dan perasaannya.

5. Perbaiki komunikasi agar bisa diselesaikan dulu masalah yang menyangkut harga dan kepercayaan diri anak.

Lakukanlah “HELP, HEAL, HOPE”, maksudnya cari cara dan cari pertolongan yang bisa menyembuhkan anak kita dari adiksi game. Sebagai orang tua, terima amanah Allah dan penuhi tugas dan tanggung jawab kita sebagai orang tua, benahi kehidupan spiritualnya, lalu rumuskan ulang tujuan pengasuhan anak dan sepakati, seimbangkan gizi fisik-jiwa-spiritual anak kita dan pulangkan ayah ke rumah dan hadirkan ayah dalam pengasuhan. Sadari, sudah berapa tahun anak kecanduan, sudah berapa banyak info tentang kekerasan, pornografi, judi, berbohong, mungkin masturbasi dan pekerjaan maksiat lainnya yang sudah dilakukan anak harus ditemukan pelan-pelan dan atasi. Orang tua, tetaplah menjadi orang tua, kita harus faham dan siap mendampingi, meluruskan. Tingkatkan diri, carilah ilmu dan tingkatkan keterampilan lalu jelaaskan tentang kerusakan otak dan aturan agama dengan cara penyampaian yang sangat ramah. Lakukan penyembuhan jiwanya bersama-sama, dan teruslah berharap, jangan putus harapan atas rahmat Allah.

Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua:

1. Harus ada kekuatan kehendak anak untuk: SEMBUH.

2. Sepakati frekuensi dan intensitas anak bermain games.

3. Kurangi secara bertahap waktu bermain games.

4. Usahakanhanya bermain dalam waktu yang terbatas.

5. Minta bantuan lingkungan terdekat untuk membantu menjauh dari games.

6. Ganti kegiatan dengan yang lebih bermanfaat.

7. Lakukan kegiatan bersama: piknik, pecinta alam

8. Bicarakan dan minta tolong keluarga dekat.

9. Benar-benar kurangi sementara kedekatan dengan gadget

Langkah ini harus dilakukan secara konsisten, hindari mengasuh anak tergesa-gesa, sanati dengan beban sekolah anak, susun langkah bersama, tentukan konsekuensi, libatkan sekolah dan anak untuk mencapai sebuah harapan.


Pengalaman Mumu Menjadi Manfaat

Berdasarkan pengalaman Mumu, akhirnya Mumu dan teman-teman, membuat dan mengembangkan sebuah aplikasi yang membantu orang tua bernama Kakatu. Kakatu ini sebuah aplikasi untuk smartphone yang bisa jadi sahabat para orang tua yang dapat membantu dan bermanfaat mengendalikan anak-anak dalam mengakses aplikasi dengan konten yang tidak sesuai. Selain itu, orang tua bisa mengatur waktu penggunaanya dan memberi kunci yang hanya orang tua saja yang tahu.

Cara mendapatkannya aplikasi Kakatu sangat mudah, sama seperti kita mendapatkan aplikasi yang lain. Kita tinggal masuk ke google play, lalu cari kata kunci “Kakatu” lalu tinggal pasang. Ini salah satu upaya dan bentuk perang terhadap paparan aplikasi game yang merusak mental anak. Dengan ada aplikasi ini, smartphone/gadget kita akan lebih sehat, karena kita bisa mengendalikan jenis aplikasi yang didownload oleh anak-anak. Apalagi yang kita tunggu, selamatkan generasi kita dari paparan aplikasi game yang tidak sehat agar mereka menjadi pribadi yang tangguh.

@imatakubesar
Bandung, 19 Januari 2016







“Setiap mahluk hidup pasti mati tapi kita tidak pernah tahu kapan, selama kita masih bernafas, saat itu pula kita wajib memaksimalkan upaya, masalah hasil terserah Allah.“ Suatu hari disebuah perbincangan kecil saya pada suami.

Tanggal 18 Februari 2016, Indonesia akan melahirkan kembali sebuah film berjudul “I am Hope” dan dapat segera diapresiasi di bioskop-bioskop ternama. Sebuah film yang menyentuh dan mengasah kepekaan pada sesama manusia.  Film ini terinspirasi dari gerakan solidaritas yang dilakukan oleh “Gelang Harapan”, sebuah upaya membangkitkan harapan hidup dalam segala hal. Berdasarkan info dari media Uplek, saya bisa melihat teaser film “I am Hope”di youtube.  Setiap adegan di teaser ini berhasil memeras hati dan mengambil ingatan saya kembali ke masa lalu ketika dokter menyatakan bahwa suami saya kena cancer otak. Sebuah kasus yang nyaris sama, karena dalam film I am Hope menceritakan tentang perempuan muda bernama Mia yang terkena cancer. Dia perempuan kreatif yang sedang menggarap pertunjukan teater, begitu mendengar dirinya terkena penyakit berat, seolah semua mimpinya terenggut, seluruh hidupnya seolah selesai. Pertunjukannya tidak akan terwujud, dan kondisi keluarga pun ikut merasa terluka seolah tinggal menunggu waktu berpisah.
Teaser film I am Hope bisa dilihat disini:



Terinpisirasi melihat satu persatu adegan dalam teaser tersebut, saya hanya ingin sedikit berbagi pengalaman harapan dan keyakinan untuk terus bertahan, berjuang dan memaksimalkan upaya selama suami sakit.  Ketika, seketika kehidupan kami berubah dan sangat dramatis, yang membuat kami tetap bertahan adalah harapan, doa, yakin. 

Pada adegan pertama, diperlihatkan Mia seorang perempuan kreatif tiba-tiba jatuh pingsan dan begitu diperiksa ke dokter bagian dalam, hasilnya tenyata cancer.

Suami saya adalah seorang dosen DKV, pembuat web desain dan gitaris. Bulan Januari 2014, suami saya terserang kejang mendadak, kejadiannya baru beberapa menit tidur, ia pun kejang dalam keadaan tak sadar. Awalnya dia tidak mau tes karena takut dan menganggap penyakitnya ini akan sembuh dengan sendirinya. Akhirnya, saya membawanya ke dokter syaraf di rumah sakit terdekat dan disarankan untuk segera tes CT Scan dan CT Scan Contras di bagian radiology. Ditemukan ada benjolan di permukaan otak tapi tidak bisa dipastikan jenisnya apa, lalu kami disarankan untuk MRI dan MRI contras, tapi kami tidak melakukannya. Lalu, satu persatu kejadian terjadi, suami saya kejang berulang-ulang hingga dia tidak sanggup mengatasinya lagi sampai ia masuk ICU dalam keadaan koma. Keluar ICU, ia tidak bisa jalan dan suaranya hilang, volume suaranya hanya sanggup berbisik.

Karena kejadian ini, suami pun baru melakukannya MRI bulan Februari 2014. Ketika hasil radiology keluar, ternyata benjolan di permukaan otak suami ini suami terdapat high grade glioma, sejenis kanker yang tidak jinak tapi tidak juga ganas. Tapi untuk lebih pasti lagi, benjolan ini harus dikeluarkan dan diperiksa di laboratorium. Solusi yang mereka tawarkan adalah operasi otak namun resiko paska operasi adalah kelumpuhan di organ tubuh sebelah kanan dan tak mampu berkomunikasi. Saat saya dengar penjelasannya, baru kali itu lutut saya bergetar, tubuh dan hati hampa, rasanya angin topan meratakan seluruh kehidupan kami. Rasanya semua kehidupan selesai dan kami terjebak dalam sebuah cerita yang tak juga usai. Suara sekitar seperti senyap dan waktu seperti tak bergerak. Sampai dokter bedah syaraf mengatakan,

”Silahkan duduk disekitar sana dan fikirkan dulu. Hmm… sebaiknya, beri tahu keluarga suami Ibu dan segera datang menghubungi saya, agar saya bisa menjelaskan juga.” Tanpa banyak kata, saya pun melangkah menelusuri lorong, satu persatu orang yang tengah besuk menjadi seperti angin, mendengar hasil diagnosanya rasanya harapan begitu tipis, seolah tinggal menunggu waktu perpisahan. Saya merasa, lorong rumah sakit ini lebih panjang, orang-orang tersenyum pun terasa pahit dan hampa. Tak mudah membangun keyakinan ketika antara hidup dan mati terasa begitu tipis.

Dalam adegan berikutnya, ketika bapaknya Mia marah pada David agar dia tidak memupuk harapan pada Mia. 

Teringat ketika kami memutuskan untuk membawa suami ke Tangerang Selatan untuk melakukan perawatan dan pengobatan. Bukan tak ada rumah sakit di Bandung, tapi cuaca dingin di Bandung sangat mengganggu kondisi fisik suami saya. Ketika saya memutuskan membawanya pergi, pro kontra keluarga sangat tinggi. Hal ini membuat beban saya bertambah berat karena menumbuhkan pandangan ini itu karena tiba-tiba pergi dari rumah.

Dalam teaser berikutnya terjadi adu mulut antara Maia dan Mia ketika Mia memilih untuk menyerah.  Sementara Mia harus melewati proses pengobatan dan harus semangat hidup. Terlihat Sekali dukungan dari Maia agar Mia tetap kuat. Maia mengatakan, kalau memang Mia tahu akan mati, seharusnya dia bisa memanfaatkan hidup.  Meskipun kita tidak pernah tahu kapan tubuh kita berhenti menunaikan tugasnya untuk hidup. 

Adegan itu terjadi pada kami, saat itu saya bilang ke suami,”Ayah, sebenarnya hal yang paling kita takutkan sekarang adalah perpisahan, tapi setiap yang hidup pasti mati, tapi apapun kondisi kita, kita tidak pernah tahu kapan kita meninggal dan dengan cara apa, bisa jadi bukan karena penyakit ini. Berdoa terus menerus, ikhtiar sedang dijalankan, sudah!.  Masalah hasilnya seperti apa bebaskan ke Allah. Sekarang, saya-kamu masih bernafas, itu artinya kita masih dikasih ruang untuk memaksimalkan kesempatan hidup, memperbaiki segala hal. Lakukan apapun yang paling bisa dan paling mungkin dilakukan. Apakah ngulik gitar, motret, menggambar. Ayah bilang, hidup harus bermanfaat, lakukan apapun yang membuat Ayah bahagia. Dengan bahagia, tubuh kita akan ikut sehat.” Sebenarnya, saya tidak hanya memberi semangat suami, tapi sedang menguatkan diri dari ketakutan kehilangan dirinya.

Dialog di akhir teaser, sangat menyentuh, “Dalam harapan terdapat keberanian.” Gelang yang tersemat di tangannya, sebuah simbol keberanian pan. Ketika ia takut, ia melihat gelang lalu tumbuh keberanian dan harapan. 

Gelang harapan dalam film ini, mengingatkan saya pada sahabat-sahabat pengajarnya dan mahasiswanya di DKV UNIKOM. Mereka melakukan gerakan “Solidaritas Untuk Sahabat”, kegiatannya berupa pasar semut dan seminar yang dilakukan oleh para teman-teman dosen sebagai bentuk rasa peduli pada suami saya. Seorang sahabatnya membuat sebuah gelang yang terbuat dari kulit dengan tulisan “Pasar Semut” . Setiap kami pergi ke rumah sakit, gelang ini tak lupa saya pasangkan di pergelangan tangannya. Entahlah, saya merasa kekuatan dan kehangatan sahabat-sahabatnya terkumpul di gelang itu. Kadang, kami bergantian memakainya, saya merasa, mereka ikut mengantar kami dan menjadi pilar semangat dan harapan hidup.  Seperti theme song I am Hope ini, memberi kekuatan untuk percaya bahwa dalam gelap harapan kan datang:




Seringkali dalam setiap proses perjalanan pengobatan, saya bertanya tanya tentang akhir cerita kami yang seperti menaiki wahana halilintar yang tak juga usai. Ketika mulai membaik ada saja benturan lagi dan lagi yang menguras pikiran dan hati kami. Dua tahun kami mejalankan proses upaya pengobatan dan mengontrolan di rumah sakit Borromeus di Bandung, pengobatan herbal di Jakarta, akupunktur di Depok, akupunktur dan herbal di Ciledug. Hampir setiap hari kami bolak balik dari Serpong ke tempat-tempat itu mengupayakan pengobatan. Sampai akhirnya melakukan operasi di RSCM Jakarta dan hasil laboratorium menyatakan bahwa benjolan itu bukanlan jenis cancer tapi tuberkulosa otak dan bisa diobati. Bahagia ini teramat sulit diungkapkan.

Saya berharap, akhir cerita film I am Hope ini pun mempunyai akhir cerita yang menyenangkan. Dengan kekuatan harapan dan kesungguhannya untuk sembuh, bisa membuahkan hasil yang manis. Dengan kehidupan barunya, Mia menjadi pribadi yang lebih tangguh dan menjadi perempuan yang menghasilkan karya-karya seni pertunjukan yang inspiratif bagi kehidupan.  Bahkan, Mia membuat komunitas yang mengedukasi pasien yang terkena cancer.  Seperti banyak cerita teman-teman yang mengidap penyakit cancer, dia mampu memaksimalkan kehidupannya, bermanfaat untuk orang bahkan sembuh sama sekali. Dengan kekuatan hope-harapan, tubuh pun akan ikut mendukung ke arah sehat. Bahkan bisa jadi, dia lebih sehat dan lebih hidup dari orang yang tampak sehat dan baik-baik saja. 


Saya berharap kita dapat kesempatan dan meluangkan waktu untuk mengapresiasi film ini tanggal 18 Februari 2016.  Banyak kesempatan amal dan berbagi kebahagiaan.  Mengingat jalan ceritanya yang inspiratif, memberi makna hidup yang tinggi sehingga kita bisa memanfaatkan hidup lebih berarti.

“Selama kita masih bernafas, saat itu pula Tuhan memberi kita kesempatan untuk memaksimalkan waktu. Sakit bukan hambatan, karena dengan semangat dan harapan, jalan kehidupan pun akan mendekati dan kita akan memetik buah manis makna kehidupan.”

Peluk hangat,

@imatakubesar


“PRE SALE @IAmHopeTheMovie yang akan tayang di bioskop mulai 18 februari 2016. Dapatkan @GelangHarapan special edition #IAmHope hanya dengan membeli pre sale ini seharga Rp.150.000,- (untuk 1 gelang & 1 tiket menonton) di http://bit.ly/iamhoperk Dari #BraceletOfHope 100% & sebagian dari profit film akan disumbangkan untuk yayasan & penderita kanker sekaligus membantu kami membangun rumah singgah .
Follow Twitter @Gelangharapan dan @Iamhopethemovie
Follow Instagram @Gelangharapan dan @iamhopethemovie
Follow Twitter @infouplek dan Instagram @Uplekpedia
#GelangHarapan #IamHOPETheMovie #BraceletofHOPE #WarriorOfHOPE #OneMillionHOPE #SpreadHope”
Beberapa hari lalu kami dapat kabar tentang pengumuman pemenang sebuah lomba.  Saya kalah (lagi).  Dalam beberapa saat saya kecewa karena kalah, ada perasaan sedih tapi itu hanya sebentar.  Saya fikir wajar saja kecewa dan sedih, berani ikut lomba artinya siap menghadapi kemenangan juga siap menghadapi kekalahan.  Kondisi ini bisa disembuhkan dengan mengakui atas kepiawaian mereka dalam menulis, dan saya selalu percaya Allah menjamin rezeki semua mahluk bernyawa di bumi.  Tidak hanya yang percaya Allah sebagai Tuhannya, tapi mahluk yang tidak percaya pun diberi rezeki selama ia mau bergerak. 

Berita Itu

Malam itu saya mimpi, ruang tengah rumah berubah menjadi seperti aquarium, tinggi airnya dari lantai hingga atap, tinggi sekali. Di dalam air berwarna biru gelap terdapat rombongan ikan berenang-renang dan agak jauh ada 2 ekor ikan hiu. Saya agak was-was khawatir ikan hiu itu akan mendekat, tapi rasa takut itu berkurang karena seolah ada yang bilang bahwa ikan itu tidak akan melukai saya. Aku lekatkan telapak tangan ke aquarium itu, ternyata tak ada kaca yang membatasi, karena tangan saya masuk ke dalam airnya, saya rasakan airnya dan memainkan sebentar lalu ditarik kembali. Mungkin ibarat kisah Nabi Musa yang membelah laut dengan tongkatnya, tapi air ini begitu tenang. Tiba-tiba ada setumpuk ikan di dekat kaki saya. Sesaat, saya pun bangun dari mimpi, agak kaget dengan mimpi yang terjadi, mimpi yang tidak biasa. Semoga mimpi ini pertanda baik.



Jam dinding menunjukan pukul 04.30 WIB, saya segera pergi ke WC dan shalat shubuh. Mimpi itu masih terbayang-bayang, tapi saya coba berikan sugesti baik. Pada salam kedua shalat shubuh, ringtone smartphone saya bunyi. Firasat yang berbeda, biasanya suami nelepon paling pagi jam 05.30 WIB. Kebetulan, saat itu Cholis sedang ada di BSD-di kediaman rumah tetehnya Cholis karena harus nunggu hasil EEG dan Abah-Bapak mertua saya sedang dirawat di RS OMNI BSD. Kebetulan selama ini, rumah Teh Embay dan Da Alwis selalu dijadikan basecamp-tempat singgah buat suami dan Abah yang sedang melakukan pengobatan. Kebetulan, saat itu saya sedang di Bandung harus mengurus sekolah Alif (TK, 6 tahun), ditambah tanggal 17 Desember ada pembagian rapotnya. Dilayar, ringtone muncul bersamaan dengan nama suami saya, sejenak menangkan diri, tarik nafas panjang lalu dihembuskan kembali. Saya berbisik,”Allahuakbar, Allah, beri saya kekuatan, lahaola walakuata illabillah.” Saya sentuh layar smartphone, dibalik smartphone itu suara Ayah,”Assalamualaikum, Mah…”