Pertemuan rutin Selasa sore Institut Drawing Bandung.
Foto: Ima


Flash Mob Drawing
Hari Minggu tanggal 29 September 2019, Institut Drawing Bandung (IDB) akan diselenggarakan Flash Mob Drawing di Car Free Day Dago.  Acara berlangsung dari jam 07.00-09.30 WIB.  Rencananya peserta berkumpul jam 07.00 WIB, lalu dibagi kertas ukuran A3 yang difasilitasi oleh Artmedia.  Peserta harus bawa alas gambar dan alat gambar sesuai kebutuhan.  Mereka yang sudah datang, bisa langsung mencari tempat duduk yang nyaman. 

Flash Mob Drawing ini dimulai dari pertemuan rutin setiap Selasa sore di YPK (Yayasan Pusat Kebudayaan Bandung) oleh IDB.  Beberapa kali seniman-seniman IDB, yaitu, Isa Perkasa, Yus Arwadinata, Rendra Santana, Ratman DS, Setiyono Wibowo, Hawe Setiawan, Andy Yudha, Ahmad Nurcholis, Nurlita Ita, Yoyo Hartanto kerap diskusi mengenai drawing, teknik drawing, hingga perkembangan drawing di era percepatan teknologi.  Sampai akhirnya menginisiasi acara Flash Mob Drawing karena banyak manfaat yang didapatkan dari aktifitas ini. 

Tujuan diadakannya Flash Mob Drawing ini menarik sekali. Mengajak orang-orang untuk mendapatkan manfaat aktifitas drawing.  Selain dapat mengasah kepekaan hati juga banyak yang melakukan aktifitas drawing ini untuk self healing.  Hidupnya jadi lebih seimbang dan merasa bahagia. 

Peserta tidak terbatas usia maupun profesi.  Mereka akan mengapresiasi model yang akan jadi objek gambar, yaitu Bapak Sariban.  Beliau adalah warga Bandung yang rajin mencabuti paku di pohon-pohon, menyapu jalanan, sehingga IDB terinspirasi menjadikan Bapak Sariban jadi objek gambar sebagai tokoh peduli lingkungan hidup.  

IDB mengajak masyarakat untuk merayakan kebebasan menggambar dalam mengapresiasi lingkungan terdekat.  Mengolah diri, merasakan lingkungan sekitar lalu dituangkan ke dalam media kertas. Selanjutnya gambar-gambar peserta ini, akan dipamerkan di Gedung YPK Naripan Bandung. 


Kisah Holis Menggambar
Rasa bahagia, gembira, terbukti pada Ayah-Holis.  Perubahan mental Ayah yang harus melakukan proses pengobatan panjang.  Bukan penyakit yang seminggu sembuh, tapi (ternyata) berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.  Jadi, di tengah pengobatan, bolak balik rawat inap dan rawat jalan, selain istirahat di rumah, drawing  menjadi kegiatan yang bisa mengalihkan pikiran, hati yang gelisah atas kesadaran diri bahwa di dalam tubuhnya ada penyakit. 

Semua dimulai dari Januari 2014,  Ayah terkena kejang dan sejak saat itu tidak ada yang bisa dikerjakan selain tidur, makan, nonton, mengaji, shalat. Tubuh dan mentalnya tidak bisa beraktifitas layaknya orang normal. Jalan kaki harus perlahan, kalau cepat sedikit nafasnya jadi pendek-pendek lalu muncul aura kejang.  Main-main sama anak-anak sama saja, berinteraksi dengan orang-orang tidak bisa terlalu lama karena bisa bikin lelah lalu drop bahkan ikut masak pun langsung lemas.  Pegang handphone dan laptop tidak bisa karena radiasi tinggi yang berpengaruh pada kondisi otak Ayah. Kondisi Ayah seperti telur mentah yang mudah retak. Harus diperlakukan hati-hati.

Proses mural di Cikapundung, Oktober 2018.
Foto: Ima

Aktifitas paling berat adalah baca buku, itupun isinya harus ringan dan jenis hurufnya besar-besar. Aktifitas yang paling lama bisa dikerjakan hanya mengaji, selebihnya nonton.  Melihatnya begitu terus setiap hari, berminggu hingga berbulan saya merasa gelisah dan khawatir. 

Saat itu saya merasa punya keyakinan, pasti ada deh aktifitas lain yang variatif dan bisa membuat hidupnya tidak monoton sekalipun kondisi fisiknya yang terbatas.  Saat itu coba distimulasi dengan memainkan gitar.  Kunci yang yang ringan-ringan dan sederhana.  Ternyata efeknya mudah lelah. 

Diajak menulis pun sama, dia tak bisa berfikir terlalu keras atau dibawah tekanan. Meski berdasar perkembangan kesehatan mingguannya, daya nalar maupun pemikirannya masih tajam.  Ayah suka diskusi, kritis malah, tapi untuk dituangkan ke dalam sebuah tulisan tidak membuatnya terlihat bersemangat.  Ayah suka juga menulis, tapi sekali-kali saja. 

Saya kembali menganalisa proses hidup Ayah, bidang yang dia suka.  Tidak berkaitan dengan teknologi, bukan aktifitas fisik berat, tentu bisa dikerjakan di rumah, kegiatan yang paling mungkin dikerjakan dengan kondisi fisik dan mental dia saat itu. 

Lalu saya ingat aktifitas dulu saat baru melahirkan anak pertama, yaitu membuat post card buatan sendiri dan saling kirim ke teman-teman yang punya passion yang sama.  Akhirnya, saya coba beli pensil warna, kertas tebal dipotong ukuran post card. Saya ajak dia bikin post card dengan gambar buatan sendiri.  Ya, tidak hanya Ayah, saya pun ikut menggambar agar dia merasa punya kekuatan mengerjakan kegiatan yang sama bersama-sama. 

Ya, Ayah berhasil menyelesaikan gambar itu dengan cukup tertatih-tatih.  Satu buah post card diselesaikan dalam waktu 2 hari.  Lalu, Ayah tertarik untuk menggambar di event Inktober, 1 hari 1 gambar yang di posting di instagram.  Dia terlihat bersemangat.  Tiap hari dia punya aktifitas memotret tangan dengan berbagai simbol bentuk tangan, lalu menggambarkannya ke dalam kertas ukuran A3. 

Berbulan-bulan kemudian, Ayah coba menggambar potrait dengan teknik grid. Rupanya, menggambar dengan cara ini membuat dia lebih enjoy dan bahagia. Ada kegembiraan tersendiri ketika dia menggambar, hidupnya terasa lebih bermakna.

Akhirnya, setelah operasi otak (Maret 2015), saya coba setting ruang tamu jadi studio dia dan saya. Biar ada semangat bahwa dia punya ruang berkarya, ruang hidup, ruang berdaya. Meski sering kepayahan kalau terpapar udara dingin dan situasi anak-anak kalau tidak kondusif.  Karena Ayah tidak memungkinkan beli bahan-bahan gambar, jadi saya yang pergi mencari kebutuhan Ayah atas media gambar seperti kertas, pensil, charcoal, dan lain-lain saya yang berangkat.  Setidaknya, saya jadi tahu tempat alat-alat gambar yang unik, beragam.  Mulai toko yang menyediakan alat gambar yang mahal hingga yang paling murah. 

Bertahun-tahun kemudian dengan kondisi fisik yang kerap naik turun, saya menemukan dia masih terus melakukan studi arsir di atas kertas dengan garis yang detil, bergaai objek ekspresi wajah.  Ayah terlihat lebih konsisten berkarya dan bahagia.

Ketika Ayah mulai menggambar, saya sebetulnya tidak pernah berharap lebih.  Ayah akan menjadi apa atau akan bagaimana hidup kedepan.  Saya hanya berfikir ketika dia ada aktifitas sudah merasa senang dan pencapaian yang luar biasa. Setidaknya Ayah ada jeda untuk melupakan sakitnya.

Kalau dibandingkan kondisi Ayah hari ini dibandingkan tahun 2014 hingga 2018, sangat jauh berbeda.  Kadang, ketika awal-awal Ayah mulai bisa ikut aktifitas di DKM Nurul Huda Ledeng, saya senang tapi khawatir kondisi fisik Ayah.  Bahkan makin lama, Ayah semakin mandiri bisa ikut terlibat ngemural di dinding Masjid Nurul Huda, ngemural di dinding sungai Cikapundung, diajak mengajar seminggu sekali di Indigrow, pameran drawing bertajuk Seniman Ngaji. 

Proses drawing dari tahun 2014.
Foto: Ima

Satu sisi tanggung jawab saya terasa lebih ringan, tapi satu sisi saya merasa kehilangan fungsi.  Karena ketika suami sakit, saya menyiapkan segala seuatunya.  Dari bangun tidur hingga tidur lagi.  Mulai obat hingga kebutuhan makan-minum, baju dan segala rupanya.  Kemana-mana Ayah harus ditemani, bahkan saya menemani dia di halaman masjid kalau harus shalat Jumat.  Sebuah proses adaptasi perubahan kebiasaan yang sudah berlangsung bertahun-tahun.  Lalu tiba-tiba Ayah kembali mandiri. 

Hari Minggu ini, Ayah kembali menggarap Flash Mob Drawing bareng Institut Drawing di Car Free Day Dago Bandung. Itu melampaui harapan saya, sangat menggembirakan.  Di Institu Drawing Bandung ini, Ayah dipertemukan dengan seniman-seminan yang hebat dan menyenangkan.  Sebuah situasi yang membuat Ayah berebergi dan semangat berkarya.

Saya takjub sendiri bisa mengikuti proses tubuhnya yang seperti bunga tumbuh. Seperti pohon layu lalu disiram, dipupuk, pohon itu kembali segar, daunnya lebat, dan berbuah.


Drawing adalah Terapi Hati
Rupanya dengan menggambar sambil tetap mengonsumsi obat rutin seumur hidup, semangat hidupnya bagus, emosinya terkendali dan keadaanya semakin membaik. Aktifitas drawing yang dia lakukan setiap hari, setiap saat, sambil diselingi shalat, mengaji, murajaah, makan, tidur, selebihnya menggambar dan menggambar. Menggambar membuka kehidupan yang lain, bertemu dan dipertemukan seniman-seniman drawing yang hebat, baik, terbuka, senang berbagi ilmu sehingga ikut membentuk wawasan proses berkarya.

Jadi, besok, kawan, tanggal 29 September 2019 di Car Free Day (depan SMAK Dago), kami mengajak siapapun untuk ikut serta menggambar bersama, ikut merasakan manfaat dari menggambar atau ikut menikmati orang-orang sedang menggambar: intinya bergembira, bahagia.

Ima. September2019
Foto: Ahmad Nurcholis

Pagi
Pagi tak biasa. Cahaya matahari membalut sisa hujan di kulit pepohonan. Setengah gelas teh manis mulai dingin, menangkap sisa kepingan lalu. Jiwa yang tenggelam berganti rasa manis berlapis-lapis. Serupa menahan hangat yang menyusut perlahan.

Hari ini beda dari berpuluhan tahun lalu. Kami bertemu lagi. Masing-masing sudah membangun cinta dan ketentraman. Bentuk rindu yang ringan hadir pada ruang jiwa. Tak ada lagi celah untuk menyelusup.

Bertahun belajar atasi takut atas kekurangan, kelaparan, perpisahan, ketidakpastian. Terbangkan luka, memaafkan diri yang kerap menuai luka, berdamai dengan saat ini.


Sabtu
Sabtu ini kian cerah, ada ruang hidup di setiap sudut. Anak-anak berlarian menendang bola, sekelompok kaki-kaki remaja bergerombol menuju kampus, ketukan paku pada dinding memantulkan suara dramatis, nyaring burung yang mulai senyap. Oh, sudah lama tak ada suara tongeret. Kemana mereka pergi?

Tirai ditarik, jendela-jendela dibukakan, debu-debu dikibaskan dari atas sofa, meja juga tumpukan buku. Saya kembali meruang memainkan tuts huruf menjadi kumpulan kata. Ayah kembali mengolah gambar di pinggir jendela studio. Wangi kopi menyertai arsiran charcoal di atas kertas 200 gsm. Wajah dengan garis-garis muka menyimpan banyak kisah yang dilewatinya.

Begitupun saya, dia, kamu. Kami saling tersenyum dan berbagi tawa, sekilas ingatan menggaris pada setiap lipatan mata, lipatan kening, garis senyum. 


Foto: Ima

Denyut
Denyut adrenalin beberapa hari ini bermain-main pada tiap pergantian waktu. Pada gerakan daun, tarian angin, kilau cahaya, menarik ingatan-ingatan pada suatu masa. Berlari, tersendat, berjalan pelan bersama waktu yang terus berputar cepat.

Masa. Ketika telapak kaki begitu kokoh. Di atas genangan air, tumpukan kerikil. Tanah datar juga bergelombang. Begitu cepat kita bergerak, selekas itu jiwa menyebar ke berbagai ritme. Kau ambil waktuku atas kebodohan yang berulang. Berulang kebodohan mengambil waktu. Keputusan-keputusan yang kerap diambil ketika gelisah atau ketika takut atau tidak percaya diri atau ketidaktahuan. Desir dingin mengalir mengisi setiap urat darah disekujur tubuh. Kebodohan demi kebodohan terlewati, lalu, akupun mengerti, pada akhirnya jalan pun terang benderang. Entah terlambat, entah memang begitu baiknya. Untuk sebuah hidup yang terasa utuh dan terang.


Jalan
Jalan hidup setiap orang itu selalu unik. Sepertinya hidup ini terlalu berharga jika langsung disajikan. Sehingga kita diajak untuk menelusuri perlahan, dikenalkan tiap kelokan, tanjakan, turunan, benturan, bebatuan, rerumputan, kerlip yang mengintai, dan seterusnya dan setetusnya dan hingar bingar diantaranya.

Kita, aku, sering tergesa dan kerap bertanya seperti Musa. Kegelisahan atas ketergesaan pada sebuah jawaban. Sampai akhirnya Penggenggam Hati memang begitu tenang membimbing jiwa jiwa gelisah menjadi tenang dan tentram dalam menyusur dan meneruskan setiap jalan.


Masa
Masa konsisten bergerak, tepat pada setiap ketukan yang berulang-ulang. Begitupun manusia, bertumbuh bersamanya. Setiap luka mengajarkan kekuatan, setiap kekuatan mengajarkan kesabaran, setiap kebodohan mengajarkan pemahaman. Pada pagi, pada siang, pada sore, pada malam, pada dini hari, pada subuh, merupakan ruang-ruang makna untuk memahami ribuan Cinta-Nya atas berbagai peristiwa.

Tak ada lagi jarak, sehingga Kita menjadi begitu dekat. Pada doa pada setiap waktu.

Ima.September2019
Salah satu produk pesantren.  Foto: Imatakubesar

Mungkin kebanyakan masyarakat seperti saya baru dengar program OPOP (One Pesantren One Produk) yang digulirkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat. OPOP merupakan salah satu dari 17 program unggulan pemerintah Jawa Barat bertajuk “Pesantren Juara”. Program ini langsung mendapat respons positif dari berbagai kalangan. Melalui cara ini diharapkan dapat menciptakan pesantren mandiri.

Pesantren Mandiri? Pesantren mandiri dan survive yang saya tahu yaitu Daarut Tauhiid (DT) letaknya di Gegerkalong Girang. Waktu saya masih remaja, pesantren ini awalnya masjid kecil dikawasan padat penduduk, sering mengadakan pelatihan-pelatihan SSG (Santri Siap Guna). Saya pernah ikut pesantren ini tahun 1995 bertepatan kenaikan kelas 3 SMA. Menginap, makan, mengikuti rangkaian ilmu sambil berhimpitan di masjid DT. Saat itu kami berdoa bersama agar bisa beli tanah di seberang masjid untuk dijadikan supermarket.

Usaha ini sebagai upaya agar DT menjadi pesantren mandiri, tidak tergantung pada lembaga manapun. Justru langkah ini bisa memberi dampak baik secara ekonomi dan sosial bagi masyarakat luas. Sekarang jenis usaha Daarut Tauhiid banyak lini produknya, mulai dari makanan, minuman, percetakan, hotel, supermarket, pesantren, radio, travel, dan memang memberi banyak memberdayakan masyarakat luas. 

Suasana pertemuan penyerahan Penguatan Modal dan MOU untuk pesantren
yang terseleksi di The Trans Luxury Hotel Bandung.  Foto: Imatakubesar


Tentu tidak hanya Daarut Tauhiid pesantren yang mampu mandiri. Ada nama-nama pesantren lain yang dapat mengelola bidang pendidikan dan usaha, diantaranya Al Ittifaq Ciwidey, Nurul Iman Bogor, Husnul Khotimah Kuningan, dan Al-Idrisiah Tasikmalaya. Dimana bisnis usaha bisa jalan beriringan dengan berjalannya gerakan pendidikan Islam. Sehingga visi pendidikan dapat jalan terus dan kebutuhan operasional pesantren pun terpenuhi.

Beberapa hari lalu-tepatnya tanggal 2-3 September 2019, ada 1074 pesantren se-Jawa Barat berkumpul di IBIS Hotel. Mereka adalah pesantren-pesantren yang terjaring seleksi untuk mendapatkan fasilitas Temu Bisnis dan Penguatan Modal Usaha dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dari program One Pesantren One Product (OPOP).

OPOP adalah One Pesantren One Product, maksudnya, setiap pesantren menelurkan satu buah produk untuk dikelola dan dikembangkan. Langkah ini diharapkan dapat mendorong usaha yang dijalankan Pesantren menjadi mandiri secara ekonomi, sosial juga untuk memacu pengembangan skill, teknologi produksi, distribusi dan pemasaran yang inovatif.

Display produk-produk pesantren di depan ballroom ruang pertemuan.
Foto: Imatakubesar

Setiap pesantren yang harus mereka lewati yaitu tahap seleksi kelengkapan admistrasi dan data. Dari 1565 pesantren yang medaftar online di link OPOP, tersaring 1338 pesantren yang dinilai lengkap persyaratan administrasi. Lalu dari jumlah 1338 pesantren diundang untuk mengikuti seleksi audisi tahap 1. Ternyata yang hadir ada 1287 pesantren yang ikut audisi.

Sampai akhirnya dari yang hadir ikut audisi terjaring 1074 pesantren yang berhak melaju lolos ke tahap selanjutnya dan mendapat hadiah dari Pemprov Jabar melalui Dinas Koperasi dan Usaha Kecil UPTD Pendidikan dan Pelatihan Perkoperasian dan Wirausaha Provinsi Jawa Barat. Audisi terakhir ini melibatkan juri yang kompeten di bidangnya. Ada juri dari kalangan akademisi (SBM ITB, UNPAD, Ikopin), kalangan pengusaha sukses dan pesantren yang maju di bidang pendidikan dan sukses berbisnis. Jadi kredibitas juri dapat dipertanggung jawabkan hasilnya.

Satu ruangan Ballroom The Trans Luxury Hotel penuh oleh ribuan peserta. Sementara di luar ballroom, produk-produk disusun rapi di atas meja yang berjajar dari masing-masing pesantren. Produknya beragam, ada percetakan, kripik, produk oleh-oleh, kerajinan, bata merah, dll. Dalam bayangan saya, produk ini tidak hanya dikerjakan oleh intern. Tapi bisa melibatkan santri maupun masyarakat sekitar yang bisa berdampak pada kesejahteraan ekonomi. 

Beberapa produk yang lolos seleksi penjurian.
Foto: Imatakubesar

Sesaat Gubernur Jabar menuju ruangan, peserta ribuan itu mengumandangkan shalawatan bersama. Merinding. Ada energi yang hangat menelusup ke sela-sela jiwa. Langkah yang dilakukan pemerintah menjadi energi positif dan memberi peluang besar bagi setiap pesantren untuk memanfaatkan kesempatan ini digunakan secara optimal. Sehingga tujuan menciptakan pesantren mandiri ini dapat terwujud sesuai yang diharapkan.

“Mumpung jadi Gubernur, saya ingin berbuat banyak untuk pesantren dengan membuat program untuk memajukan pesantren. Saya ingin dia akhir kepemimpinan saya husnul khatimah.” Ungkap Gubernur Jawa Barat-Ridwan Kamil sebelum menyerahkan simbolis hadiah dan penandatangan MOU.


Penyerahan penguatan modal usaha.
Foto: OPOP Jabar

Setelah melewati tahap seleksi administrasi, audisi, dan sudah mendapatkan penguatan modal. Selanjutnya pesantren yang sudah lolos seleksi melalui tahap selanjutnya, yaitu:

1. Pelatihan dan pemagangan

2. Pendampingan usaha

3. Promosi produk (Pameran, dll)

Menurut salah satu pendamping pesantren, Kang Adrian-Owner Kaos Gurita, salah satu syarat untuk jadi pendamping pesantren yang lolos seleksi harus pengusaha. Dengan begitu, selain bisa menularkan teori bisnis yang tertib administrasi, tapi bisa lebih memahami seluk beluk dinamika dunia usaha yang naik turun. 

Bersama salah satu pendamping pesantren-Kang Adrian.
Foto: Imatakubesar

Berdasarkan informasi dari Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Provinsi Jabar, setelah proses tahap 1 menyebar berita hoax, bahwa setelah seleksi tahap 1 da pesantren yang lolos tapi tidak mendaftar dan tidak mengikuti audisi. Berita yang disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.

Semua proses ini dilalui berdasarkan hasil pleno tim juri menilai dan meloloskan 1074 Pondok Pesantren secara profesional, independen, dan tanpa tekanan dari manapun.

Tahap selanjutnya, Pondok Pesantren akan di audisikan sehingga menghasilkan 108 yang terbaik tingkat kabupaten/kota dan lalu akan dikompetisikan kembali dan menghasilkan 10 Pondok Pesantren dengan kategori produk terbaik tingkat provinsi.
Sudut kursus di Wall Street English (WSE)

Wall Street English meresmikan cabang baru, yaitu di Jl. Sulanjana No, 3 Dago Bandung. Lokasi yang dekat Jalan Juanda yang bisa dijangkau dimana-mana. Jenis pusat kota yang tetap nyaman untuk jalan kaki, banyak pohon tempat kuliner, sekolah, kampus-kampus, hotel dan mall.

Biasanya kita bisa temukan lokasi Wall Street English di mall-mall, di Bandung beda sendiri. Meski tetap mengusung konsep ruang belajar yang nyaman dan strategis dijangkau. Kamu akan menemukan berbagai ruang dan sudut yang keren untuk belajar bahasa Inggris. Desain interior yang memberi semangat, enak duduk-belajar berlama-lama. Situasi ruang yang membuat kita senang dan konsep ini bisa mendukung kondisi belajar jadi lebih menyenangkan. 

Era global seperti ini, bahasa menjadi media penting dalam beriteraksi untuk menyampaikan gagasan, konsep, ide hingga daya tawar kualitas seseorang. Belajar pada film Bumi Manusia, saya melihat pribumi yang pintar berbahasa Belanda mempunyai daya tawar tinggi untuk masuk pada lingkungan yang dianggap lebih beradab dan bisa menigkatkan kualitas pekerjaan. Saat itu, tidak semua orang punya kesempatan belajar yang sama.

Sekarang, 74 tahun Indonesia merdeka, semua orang punya kesempatan belajar yang sama. Sekolah dan belajar dimanapun bisa kita dapatkan. Berbagai konsep dalam mempelajari sesuatu bisa kita temukan. Dengan meningkatnya keterampilan berbahasa dan cara berkomunikasi yang baik, daya guna dan kreativitas individu lebih meluas. Ruang dan bentuk pekerjaan zaman sekarang pun semakin beragam dan unik. Banyak profesi baru sekarang muncul dikarenakan perkembangan sosial dan teknologi.

Melihat perkembangan zaman serba cepat dan kreatif, Wall Street English Indonesia ikut jadi bagian mengembangkan potensi masyarakat agar lebih terampil berbahasa Inggris. Bahasa Inggris merupakan bahasa umum digunakan di dunia. Wall Street Englis bersama-sama membangun masyarakat yang kompeten, percaya diri berbicara maupun menulis bahasa inggris.

Hasil survey ke beberapa negara di dunia, lebih dari 60% dengan kemampuan bahasa inggris bisa menambah jenjang karir dan prospek mereka. Mereka yang mampu berbahasa Inggris mempunyai peluang lebih dibanding mereka yang tidak mampu berbahasa Inggris.


Begitu masuk gerbang Wall Street English, semua orang harus berbahasa Inggris. Disana tidak ada yang akan mengetawakan sekalipun kosa kata kita terbatas dan susunan kalimatnya berantakan. Semua prihal pembiasaan dan menciptkan rasa percaya diri member Wall Street English.

Bahasa Inggris merupakan bahasa umum digunakan di dunia, ungkap Kish Gill-. Wall Street English bersama-sama membangun masyarakat yang kompeten, percaya diri berbicara maupun menulis bahasa inggris. Hasil survey ke beberapa negara di dunia, lebih dari 60% dengan kemampuan bahasa inggris bisa menambah jenjang karir dan prospek mereka. Mereka yang mampu berbahasa Inggris mempunyai peluang lebih dibanding mereka yang tidak mampu berbahasa Inggris. 



Fakta kedua, dari hasil riset, bahwa dari 82% dari hasil survey mereka yang bisa berbahasa inggris membantu seseorang mendapatkan kerja yang tidak didapat. Rupanya ada fakta yang menarik, bahwa masyarakat Indonesia kedua setelah Chile selalu ingin belajar dan mengembangkan berbahasa Inggris. Uniknya tiga alasan orang Indonesia yang ingin belajar bahasa inggris adalah personal development, ingin jalan-jalan keliling dunia, ingin meningkatkan jenjang karier.

Rata-rata orang indonesia belajar bahasa Inggris dari televisi/movie show. Dari hasil riset 3 setial tivi yang memberi kontribusi dalam belajar bahasa inggris adalah Friends, Sherlock, Games Of Thrones. Banyak masyarakat Indonesia belajar bahasa Inggris dari mendengar musik. Tiga besar musisi yang membuat masyarakat Indonesia belajar bahasa Inggris adalah Coldplay, Miller Smith, Ed Sheeran.

Dengan bergabung dengan WSE metode belajar bahasa Inggris yang akan dibangun adalah kepercayaan diri untuk bicara bahasa Inggris. Banyak milenial Indonesia sudah mengerti bahasa Inggris secara pasif tapi tidak punya kepercayaan diri dalam mempraktikannya. Keutamaan belajar bahasa Inggris di WSE adalah waktu yang fleksible dalam menentukan jadwal belajar di aplikasi WSE.

Tempat belajar bahasa Inggris seperti WSE ini unik dan menarik sekali. Kita tidak masuk ruang lalu duduk seperti di kelas dan ada whiteboard di satu dinding seperti sekolah-sekolah formal pada umumnya. Di tiap ruang bersih dan terdapat AC, tersedia satu meja dengan 5 kursi busa yang nyaman. Di tempat yang lain ada meja yang dilengkapi dengan komputer dan earphone, disisi yang lain ada kursi-kursi busa warna warni untuk duduk-duduk untuk diskusi santai sambil mempraktekan bahasa Inggris member.-membernya 



WSE membangun lingkungan member percaya diri berbincang bahasa Inggris. Disana setiap orang dikondisikan berbicara bahasa Inggris. Setiap di WSE ada acara party, kumpul komunitas bahkan pergi bersama-sama ke museum, member akan ditelepon untuk ikut serta. Karena dengan begitu, mereka akan mempraktikan kemampuan berbahasa Inggris. Karena pada intinya setiap orang harus sering mempraktikanya agar luwes dan percaya diri. Karena berbahasa itu yang paling penting adalah terus berlatih agar terbiasa dan tidak lupa.