Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label budaya. Tampilkan semua postingan



Beberapa hari lalu, aku dapat buku yang baru saja dilahirkan oleh Kang Dudi Rustandi berjudul Digital Public Relations. Buku terbitan Simbiosa Rekatama Media pada bulan April 2024 ini memaparkan era fungsi digital informasi yang mempengaruhi gaya hidup komunikasi saat ini. Isinya mengurai dunia digital yang berkaitan membangun reputasi, digital pubic relation (PR) dari era 0.1 hingga 0.5, konsep dasar PR, elemen penting dalam digital PR, strategi hingga digital branding.

Melalui buku ini memetakan fungsi digital dan cara membangun komunikasi digital yang tepat. Sehingga kita semakin memahami kebutuhan dan perkembangan ekonomi, digital PR memberi kekuatan karakter antar individu maupun kelompok di tengah berbagai segmen masyarakat.

Komunikasi di ranah digital saat ini, bisa menghadirkan karakter tertentu. Kedekatan digital PR dapat terbangun dengan baik antar individu, individu dengan publik, publik dengan individu. Saat ini situasi keterhubungan komunikasi digital cenderung lebih cepat dan dekat, yang dapat meringkas ruang dan waktu.

Kalau kita melihat perkembangan ke belakang, media komunikasi dan informasi dibagi berdasarkan metode pengirimannya dan disusun dalam tipe-tipe perusahaan yang berbeda. Penerbit untuk koran, majalah dan buku. Studio untuk rekaman dan gambar hidup. Stasiun untuk radio dan televisi. Kini, dengan adanya internet menyampaikan berbagai media cetak, siaran, film, musik yang dapat dikelola, digunakan bahkan kita dapat mengapresiasinya tanpa batas.

Buku ini mencatat sejarah berbagai teknologi yang mempengaruhi cara berkomunikasi dengan publik yang dapat mempengaruhi reputasi perusahaan maupun individu. Bagaimana setiap generasi ternyata terpengaruh dan berdaptasi dengan cepat dengan pelbagai perkebangan teknologi. Ada yang mampu mempelajari dan mempelajari cara-cara mengelola jaringan dengan kekuatan internet. Namun, tak sedikit yang tetap merasa nyaman mencari informasi dalam sistem media cetak.


 

Seperti yang tertera dalam buku tersebut, pada tahun 1970-an, kita mendapatkan media komunikasi dan informasi berdasarkan sistem penyampaiannya. Kalau media yang berbentuk kertas yang dicetak, saat itu namanya bulletin, koran, majalah, tabloid, buku. Kemudian media yang menggunakan antena, membawa siaran melalui sinyal yaitu radio dan televisi. Lalu musik dan film, membutuhkan kaset, disket, piringan hitam agar kita bisa mengapresiasinya.

Buat generasi Y dan millenial, teori perkembangan teknologi komunikasi tumbuh bersama usianya. Membaca buku PR Digital ini seperti membaca sejarah diri yang beradaptasi secara otodidak, trial and error dalam mempelajari kebaruan berkomunikasi dan membangun diri dalam berbagai platform dan dunia cyber lainnya. Informasi yang hanya dari televisi, radio, koran, lalu terus berubah wujud berkomunikasi menggunakan media sosial berupa aplikasi whatsapp, telegram sampai website yang menampung berbagai informasi dan hiburan.

Saya sendiri termasuk yang tertarik mengeskplore dan mencoba berbagai perkembangan alat komunikasi dan informasi. Mulai dari satu saluran televisi sifatnya central yang mulai menyala hanya dari jam 17.00-23.00 WIB, mencari informasi ke perpustakaan atau berburu majalah bagus ke pasar buku bekas di Cikapundung, hingga kini bisa mendapatkan informasi dari manapun, dari siapapun. Karena semua orang bisa mengolah cerita, berita, tulisan di micro blog dan media sosial. Dari situasi yang banyak upaya hingga begitu mudah mendapatkan berbagai pelajaran dari berbagai platform. Sifatnya meringkas waktu dan tempat.

Buat generasi Y dan millenial, mengalami berbagai evolusi informasi dan komunikasi di tengah masyarakat dunia. Terlebih ketika akhir tahun 2019, masyarakat dunia melewati pandemi corona yang membuat kita berkomunikasi tanpa tatap muka. Mulai dari menjaga hubungan keluarga, pekerjaan, perputaran ekonomi hingga pendidikan semua sistem komunikasi diantisipasi secara online. Semua orang beradaptasi tetap di rumah tapi tetap bisa berkomuniasi dan mengolah diri.

Penulis buku ini dikenal sebagai dosen Prodi Ilmu Komunikasi Telkom, memaparkan dengan lugas dunia digital. Karena selain mempelajari, beliau juga mempraktekan sebagai pengelola persola blog dan tergabung dalam berbagai komunitas blog. Terlihat jelas dalam bukunya, setiap bab menerjemahkan berbagai fungsi digital yang dikelola dengan tepat oleh PR sehingga dapat diterima oleh public yang tepat.

“Kini blogging menjadi salah satu aktivias dan bagian tidak terpisahkan dari pekerjaan Public Relation (PR). PR sadar akan pentingnya eksistensi dan reputasi perusahaan melalui kata kunci positif pada media digital. Oleh karena itu, salah satu yang menjadi mitra kolaborasinya adalah blogger.” (Digital Public Relation, hal. 157)

Begitupun ketika saya bisa mewujudkan kesukaan menulis di media blog. Saat itu tahun 2002, saya baru mempelajari dan menggunakan media sosial sekaligus blog yang bernama Friendster. Beberapa teman yang usianya di atas saya, masih merasa rigid dengan new media komunikasi ini. Merasa canggung dan geli bisa membangun jaringan dengan cara online. Situasi teknologi yang menghadirkan euphoria ilmu pengetahuan yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat.

Sesuai usia lahirnya blog saya ini, saya kelola dan isi dalam rangka latihan menulis pada tahun 2002. Ditulis sendiri, diapresiasi sendiri, pembacanya juga kalangn teman-teman dan saudara. Saya jadi asik sendiri dengan dunia menulis yang aku impikan sejak kecil. Blog menjadi titik cerah buat saya yang tidak punya dasar pendidikan di dunia menulis.

Kembali pada tahun 2001, paska keruntuhan pemeritahan Soeharto pada tahun 1998 muncul semacam situasi euphoria kebebasan berpendapat, bersikap, keberanian menjual berbagai buku yang sempat dilarang oleh pemerintah saat itu. Bahkan tak sedikit orang-orang berani menelurkan buku-buku terbitan sendiri dan menghidupkan ruang-ruang kreasi yang sifatnya memfasilitasi kebutuhan komunal. Kalau dulu, kalau ada perkumpulan yang sifatnya komunal, kerap menimbulkan kecurigaan akan menciptakan gerakan yang bisa membahayakan negara.

Masuk tahun 2019 dimana orang-orang diajak untuk melek teknologi karena faktor pandemi corona. Semua generasi termasuk babyboomers mau tidak mau mempelajari teknik berbagi informasi mulai dari aplikasi whatsapp, telegram hingga berbagai aplikasi yang berkaitan dengan file pekerjaan.

Buat generasi Z yang tumbuh di era serba digital, serba cyber, menganggap bahwa teknologi komunikasi internet menjadi makanan sehari-hari. Proses pembacaan dan komunikasi mereka pun punya ciri khas sendiri. Generasi yang sudah dipenuhi banyak informasi dan mengenal banyak kehidupan sosial hampir semua kalangan. Menembus batas ruang, yang terbiasa mengenal sosial budaya antar daerah bahkan negara.

Bagi pengelola digital PR, fenomena percepatan revolusi industri ini menjadi tantangan tersendiri. Pada Bab 5 tentang memahami media digital, kita diajak mengenal lebih jauh tentang karakter audience berinteraksi, bagaimana kita bisa terhubung satu dengan lain. Situasi yang harus diakrabi agar kita bisa berstrategi dan mengelola diital PR dengan tepat agar dapat diterima oleh audiens.

Revolusi ini menghadirkan percepatan gaya hidup akibat digital. Belanja di pasar menggunakan note tablet, pertanian menggunakan smartfarming, pengelolaan keuangan menggunakan akuntansiku, berkomunikasi lewat whatsapp, rapat menggunakan zoom, kursus melalui Udemy, investasi menggunakan crypto, mengais rezeki lewat youtube, membuat konten menggunakan AI (artificial intelligence). (Hal. 76)

Buku ini menarik dipelajari oleh pengelola digital, baik perusahaan maupun individu. Biasanya kita mempelajari berbagai perkembangan digital di berbagai akun youtube, micro blog/website, bahkan reels IG. Tapi jika kita mau mempelajari secara komprehensif, buku yang disusun Kang Dudi Rustandi menjadi media panduan agar kita bisa lebih memahami new media yang jadi bagian revolusi komunikasi saat ini.



“Ciri sabumi cara sadesa.”

Peribahasa Sunda ini sebuah pengajaran etika yang memiliki makna bahwa setiap lingkungan memiliki adat dan ciri khas berbeda-beda. Dengan begitu peribahasa ini memberi bekal untuk manusia agar bisa beradaptasi dengan cara memahami, menyadari, menerima cara berkomunikasi dan bersikap di sebuah lingkungan.

Setiap lingkungan pasti memiliki ritme hidup dan aturan etika yang harus dihormati. Peribahasa Sunda ini memberi pelajaran untuk terampil dan lugas dalam berbahasa/bersikap saat harus berinteraksi dengan berbagai aturan maupun etika yang berbeda. Saat kita masuk ke dalam lingkungan baru, mau tidak mau kita harus bisa beradaptasi dengan keadaan sosial di tempat tersebut.

Begitu pun dalam ayat Quran Al Hujurat ayat 13, yang artinya:

“Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”

Maksud ayat ini memaparkan tentang manusia itu pada dasarnya diciptakan berbeda-beda. Agar manusia bisa mempelajari nilai hidup setiap suku bangsa. Dengan begitu antar individu yang berbeda bisa saling menghormati dan bekerjasama untuk berbuat baik dan memelihara kehidupan.

Dari sumber ini, pada dasarnya manusia diciptakan beragam, mulai dari suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat. Meskipun berbeda, pada dasarnya tipe kepribadian manusia itu sama, ada yang tipe plematis, melankolis, sanguinis, koleris. (Sumber di sini)

Keberagaman ini mengajarkan manusia untuk berfikir agar bisa membuat kesepakatan sosial baik tata krama, etika, kebijakan yang saling menjaga hak dan kewajiban tiap individu dalam berinteraksi dalam komunitas masyarakat.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari berbagai elemen bermasyarakat. Baik lingkungan keluarga, tetangga, teman sekolah, teman kerja, komunitas hobi, klien, pelanggan bahkan jaringan pertemanan antar negara. Jangankan perbedaan karakter antar suku, individu yang dilahirkan dari satu Ibu pun memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter yang berbeda ini akan memunculkan perbedaan pandangan dalam menyikapi persoalannya.




Meski perbedaan ini disadari, dalam kenyataan sosial tidak semua orang sanggup beradaptasi, memahami dan menerima tipe kepribadian emosi khas setiap individu. Situasi ini bisa menjadi faktor yang menyebabkan perselisihan. Baik beda pendapat, saling menyalahkan, merasa paling benar, terjadi salah faham, ego dan emosi masing-masing individu yang menghambat kesepakatan dan saling memahami satu sama lain dalam mencapai tujuan yang sama.

Dalam beberapa kejadian di sebuah organisasi maupun tempat kita bekerja, sangat mungkin terjadi perselisihan. Baik antara atasan-bawahan, antar rekan kerja yang seringkali tidak sejalan lagi. Penyebab konflik bisa banyak faktor, seperti perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. (Manajemen Konflik dan Stres oleh Ekawana-menurut Gibson-2021. Sumber di sini)

Oleh karenanya, kita perlu mempelajari teknis berkomunikasi asertif yang tepat agar bisa menghadapi berbagai situasi. Sebuah sikap yang bisa mengatasi perbedaan sudut pandang antar individu maupun kelompok. Karena persoalan mau tidak mau harus dihadapi agar menjaga hak dan kewajiban kelompok.

Secara garis besar, komunikasi asertif adalah suatu bentuk komunikasi yang mencerminkan sikap tegas, jelas, dan terbuka tanpa melanggar hak atau perasaan orang lain (sumber: klik di sini ). Meskipun begitu, seringkali sikap asertif ini pun kadang-kadang sulit diterima oleh sebagian kelompok yang sulit menerima teguran atau merasa diperlakukan tidak adil.

Berdasarkan di atas, sikap asertif ini terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya:

1. Asertif Positif
Komunikasi yang melibatkan ekspresi tegas dan jelas, tapi tetap menjaga suasana positif terhadap lawan bicara.

2. Asertif Responsif
Jenis komunikasi yang mendorong seseorang untuk melakukan dialog terbuka dan saling mendengarkan satu sama lain.

3. Asertif Pribadi
Jenis komunikasi yang berfokus pada kebutuhan, hak dan perasaan pribadi seseorang. Individu seperti ini menggunakan komunikasi asertif untuk menyampaikan batasan pribadi dan mengungkapkan keinginannya tanpa jadi agresif.

4. Asertif Bisnis
Merupakan komunikasi yang melibatkan penyampaian pendapat atau kebutuhan dengan professional dan tegas. Komunikasi ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang efisien dan produktif.

5. Asertif Sosial
Kemampuan berkomunikasi dalam konteks sosial, seperti dalam pertemanan atau kelompok. Individu yang asertif secara sosial dapat menghormati kebutuhan dan pendapat orang lain sambil tetap setia pada nilai dan prinsip sendiri.

6. Asertif Negosiasi
Kemampuan komunikasi untuk mencapai kesepakatan yang adil dengan saling menghormati kebutuhan dan perspektif masing-masing pihak.


Keterampilan sikap asertif ini bisa terwujud dengan cara mengelola mental kita. Sikap tegas dan berani mengungkapkan masalah bisa terwujud jika dilengkapi dengan rasa percaya diri, berani, empatinya kuat, terampil berkomunikasi dan lingkungannya mendukung. Meski tidak mudah, tapi ketika kita berada di tengah kelompok, artinya kita harus bisa mengendalikan diri sendiri agar bisa bernas melihat persoalan dan mengurainya secara objektif.

Buku Aksara-Aksara di Nusantara 
seri ensiklopedia. (Foto: Evi Sri Rezeki)

Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) lewat program Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN
) mengadakan acara menarik, mereka bincang-bincang tentang aksara-aksara di Nusantara. Perbincangan yang membawa ingatan kita kembali pada pelajaran sejarah masa sekolah. Saat itu rasanya ilmu pengetahuan di masa lalu menjadi kuno dan tidak relevan lagi dengan kebutuhan komunikasi tulisan zaman sekarang. Banyak ditemukan tulisan-tulisan zaman dulu menggunakan jenis sistem logosilabaris adalah aksara yang berupa simbol, seperti tulisan Mesir dan Cina. Lalu media penulisannya banyak ditemukan di gua, batu dan kulit.


Pengenalan ini menyadarkan kita bahwa penggunaan aksara dari zaman ke zaman melalui proses panjang peradaban ilmu pengetahuan bersamaan dengan situasi sosial, budaya dan perpolitikan. Dengan mengetahui sejarah, kita akan lebih menghargai bahwa apa yang terjadi hari ini melalui berbagai fase.

Malam Sabtu kemarin, saya ikut menyimak obrolan bergizi seputar aksara-aksara di Nusantara. Perbicangan ringan namun membuka jendela zaman ini ditayangkan secara live oleh akun IG @merajut_indonesia dan akun IG @writingtradition.id. Kang Ridwan Maulana sebagai narasumber dari Writing Tradition, telah meneliti aksara Nusantara selama 2 tahun ini. Awalnya Kang Ridwan melakukan ini untuk kepentingan pribadi, namun beriringan dengan itu, penelitian itu justru melahirkan buku dan website yang manfaatnya jauh lebih luas.

Evi Sri Rezeki dan Ridwan Maulana 
di Bincang Aksara-Aksara di Nusantara.


Ridwan menerangkan, ada cabang ilmu pengetahuan untuk mempelajari aksara, khususnya sistem tulisan pada masa lampau untuk penelitian sejarah, diantaranya:

1. Paleografi

2. Epigrafi

3. Filologi

Penelitian ini patut diapresiasi, karena membantu mendokumentasikan artefak budaya Nusantara yang bisa saja punah. Dengan tersebarnya pengetahuan mengenai aksara Nusantara, lambat laun masyarakat menyadari bahkan bisa menggunakan kembali warisan aksara dari leluhurnya.

Buku dan website dapat dikonsumsi oleh publik, dapat menjadi referensi yang bisa membuka pandangan kita berkaitan antara aksara dengan situasi bermasyarakat di Nusantara saat itu. Di era digital sekarang, aksara-aksara di Nusantara dapat diakses melalui aksaradinusantara.id.

 
Web file aksara di Nusantara. 2021


Di dalam situs ini, mereka menyediakan berbagai 12 font aksara-aksara di Nusantara yang bisa kita download. Diantaranya aksara Bali, Batak, Iban, Incung, Jangan-Jangan, Jawa, Kawi, Lampung, Lontara, Lota, Malesung, Mbojo, Minangkabau, Pallawa, Pagon/Jawi, Rejang, Sunda.

Sehingga kita dapat menggunakan aksara yang telah disediakan di perangkat digital untuk meluaskan manfaat. Seperti untuk menulis maupun diolah menjadi karya-karya dengan menggunakan aksara yang telah disediakan di perangkat digital. Seperti yang dilakukan oleh desainer grafis yang mengolah aksara-aksara tersebut jadi desain kaos.

Keseriusan Ridwan Maulana dalam mencari bentuk-bentuk aksara Nusantara membuahkan hasil. Buku seri ensiklopedia ini tentu dapat mencerahkan pandangan banyak komunitas masyarakat. Selama ini kita sering mendengar nilai-nilai budaya, sosial dan cerita daerah didapatkan secara lisan atau dari mulut ke mulut. Selama ini budaya menuliskan kembali situasi maupun kisah-kisah sulit didapatkan karena penggunaan aksara yang terbatas dikalangan atau kasta masyarakat tertentu.

Lalu kenapa aksara-aksara di Nusantara bukan aksara-aksara di Indonesia? Nah, Bahasa-bahasa di Nusantara ini termasuk ke dalam rumpun besar bahasa Austronesia yang cangkupannya membentang dari pulau Formosa (Taiwan) di utara, Madagaskar di barat, Selandia Baru di selatan, dan pulau Paskah di timur. Cangkupannya melingkupi wilayah-wilayah kepulauan termasuk Nusantara (kecuali Papua, hanya sebagian kecil sisi utaranya), Filipina, Semenanjung Malaya, dan kepulauan Pasifik.

Istilah Nusantara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kepulauan Indonesia, sedangkan dalam Kamus Dewan bahasa Melayu Malaysia, Nusantara berarti kepulauan Melayu. Sementara itu secara harfiah, istilah Nusantara ini dalam bahasa dan konteks asalnya, bahasa Kawi, adalah kepulauan lainnya (Zoetmulder dan Ronson, 1982, dalam Evers, 2016).

Jika dilihat dari situasi saat ini, maka Nusantara mencangkup semua wilayah Indonesia modern, Malaysia, Singapura, Brunei dan sedikit Filipina selatan.

Dalam kaitannya dengan buku yang disusun oleh Ridwan Maulana, aksara-aksara di Nusantara bermakna aksara-aksara yang berkembang, pernah atau sedang digunakan di kawasan Nusantara, yang wilayahnya adalah seluruh Indonesia ditambah dengan negeri-negeri Melayu diseputarannya.

Lalu, menyambung dengan bahasa, bahasa ini direpresentasikan melalui bentuk lisan, isyarat, dan tulisan. Maka terdapat dua istiah yang hadir merupakan representasi bahasa melalui tulisan, diantaranya aksara dan sistem tulisan.

Aksara adalah unit yang terkecil yang menjadi alat yang diatur melalui ortografi dan sistem tulisan. Menurut Cook et al. (2009), aksara atau script adalah implementasi bentuk fisik dari suatu sistem tulisan, misalnya sistem tulisan bahasa Melayu menggunakan aksara Latin dan aksara Jawi.

Sementara itu, sistem tulisan berkenaan dengan bagaimana cara masyarakat menerapkan pengetahuan kebahasaan kedalam bentuk simbol-simbol tulisan yang paralel secara fonologi dan fonetik dengan pengetahuan bahasa berbentuk lisan. Sistem tulisan adalah istilah untuk bagaimana simbol-simbol tulisan terhubung dengan bahasa dan mewakili unit-unit bahasa secara sistematis (Coulmas, 1999, dalam Cook et., 2009). Istilah ini juga berarti sebuah sistem dan aturan spesifik untuk menuliskan bahasa.



Evolusi aksara setiap daerah dipengaruhi oleh banyak hal, percampuran budaya hingga peperangan. Seperti di Nusantara, setiap daerah mempunyai aksara sendiri. Berdasarkan sumber buku Aksara-Aksara Nusantara terdapat 32 aksara yang terdata, berikut ini: Aksara Bali, Batak, Bilang-bilang, Bima (kuno dan baru), Balaangmongondow, Buda, Dunging, Gagarit, Gangga Malayu, Gayo, Gorontalo, Hangeul (cia-cia), Incoung, Jangan-jangan, Jawa, Jawi (Pegon dan Serang), Kanayatn, Kanung, Kawi, Lampung, Latin, Lontara, Lota Ende, Malesung, Minangkabau, Palembang, Pallawa, Pra-nagari (Siddhamatrka), Sunda (Baku, Bubun), Rikasara Cirebon, Satera Jontal, Surat Ulu.

Aksara-aksara yang berkembang di Nusantara ini turunan Pallawa. Tradisi tulis berakar dari India (termasuk aksara Pallawa) memiliki cabang besar dengan nenek moyang aksara Brahmi. Maka, aksara-aksara tradisional Nusantara merupakan aksara rumpun Brahmik bersama aksara-aksara bersistem abugida lainnya dikawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara. Aksara ini masuk ke Asia Tenggara seiring penyebaran agama Hindu-Buddha. Kemudian aksara ini menjadi induk cikal bakal tradisi literasi Asia Tenggara (Nusantara pada khususnya).

Aksara yang berakar dari Brahmi disebut juga aksara Brahmik/Indik (indie-India). Namun tidak semua tulisan di Nusantara berakar dari India, sehingga dibagi beberapa kategori, diantaranya:

1. Aksara Indik

Aksara keturunan Pallawa/Brahmi bersistem abugida, memiliki kkemiripan struktur atau struktur yang dapat diperbandingkan.

2. Aksara non-indik

Aksara yang tidak memiliki akar turunan aksara Pallawa/Brahmi ataupun ciri-cirinya.



Dari dua kategori ini dibagi menjadi 4 golongan:

1. Aksara asing: aksara yang diadopsi dari kebudayaan lain.

2. Aksara tradisisional: aksara yang berkembang dari tradisi Nusantara yang penggunaannya diwariskan.

3. Aksara buatan: aksara yang secara jelas diketahui penciptanya dan sejarahnya, dan diakui sebagai aksara tradisional (tidak termasuk aksara yang digunakan secara individual)

4. Aksara lainnya: tidak/belum diketahui asal usulnya secara jelas akasara yang diklaim sebagai aksara tradisional namun masih dalam perdebatan asal usul dan minim bukti temuan historis.

Oleh karena itu, dalam buku Aksara-Aksara di Nusantara ini menerangkan bahwa aksara di Nusantara mengalami perkembangan, pernah atau sedang digunakan di kawasan Nusantara. Wilayahnya adalah seluruh Indonesia ditambah negeri-negeri Melayu lainnya.

 
“Literasi terhadap aspek finansial menjadi salah satu hal paling penting yang sebetulnya wajib Millennial & Gen Z pahami. Untuk itu, Fortune ingin menjadi sumber informasi yang lengkap, akurat, dan terpercaya, serta membantu membuka perspektif baru terkait fokus mereka pada aspek finansial.”  Ungkap Winston Utomo, CEO IDN Media.

Langkah yang dilakukan oleh IDN Media dengan menggaet Fortune Indonesia ini menarik.  Seperti yang diungkapkan oleh Winston Utomo, literasi menjadi aspek penting dalam menjalani bisnis.  Saya fikir Fortune Indonesia akan menjadi sumber media yang penting untuk mengasah pengetahuan dalam mengelola usaha.  Karena selama ini saya sering kekurangan referensi dan informasi seputar wilayah bisnis.

Seperti kita tahu, pertumbuhan bisnis di dunia selalu mendapat kejutan-kejutan di tengah bisnis yang sudah ada.  Kita melihat dinamika masyarakat dalam menghadirkan karya menarik, inovatif hingga kolaborasi cukup berani dan unik.  Begitupun dengan upaya pemerintah menggerakan Usaha Kecil Menengah (UKM) di tengah masyarakat kita beberapa tahun kebelakang.  Mulai dari pengajuan proposal, mengelola promosi hingga pendampingan bagi wirausaha baru. 

Saat ini masyarakat millennial dan Gen Z berada pada masa memiliki banyak kemungkinan dan kesempatan dalam menjalani bisnis (wirausaha) di berbagai lini produk dan jasa.  Hanya saja kesempatan dan semangat ini harus terus dipupuk oleh berbagai informasi mengenai pola bisnis, financial, ekonomi, perbankan, investasi, market research dan keuangan.   



Melalui Fortune Indonesia ini akan membekali proses merintis maupun melanjutkan usaha yang sedang dijalankan Millennial dan Gen Z.
 

1.    Akses pada informasi yang berkualitas 

Selama ini Fortune memiliki target pembaca para pebisnis professional.  Meskipun begitu, IDN Media berharap akan memberi energi dan efek positif bagi para para Millennial dan Gen Z.  Berbagai hal sudah dipertimbangkan sebelum resmi memutuskan membawa Fortune ke Indonesia. 

Dengan hadirnya Fortune, diharapkan akan memperkaya ekosistem bisnis di IDN Media.  Jenis yang disediakan oleh para publisher pun bergam dengan tingkat akurasi dan kredibilitas informasi yang dapat memperkaya wawasan dan pengetahuan para Millennial dan Gen Z.

2.    Literasi terhadap aspek financial penting bagi Millenial dan Gen Z

Dari masa ke masa, seseorang atau kelompok manusia yang kuat literasi dapat menguasai informasi dan pengetahuan sehingga mereka bisa menghadirkan kekuatan yang berbeda.  Literasi yang dipelihara dalam pendidikan formal harus diasah oleh informasi yang berkualitas agar memperkaya wawasan dan pengetahuan seseorang. 

Iklim sosial dunia ini dinamis, harus terus diiringi oleh berbagai informasi yang lengkap, akurat dan terpercaya.  Sehingga Fortune dihadirkan di Indonesia agar Millennial dan Gen Z bertumbuh menjadi masyarakat yang memiliki perspektif baru dalam mengelola aspek finansial.

3.    Millennial dan Gen Z, kolaboratif dan berjiwa wirausaha

Saat ini Millennial dan Gen Z merupakan kelompok masyarakat yang mengambil resiko.  Banyak pengaruh yang mempengaruhi impian mereka membangun langkah finansial.  Mewakili IDN Media, Winston Utomo berpendapat bahwa dia percaya bahwa generasi ini kerap melakukan langkah kolaborasi untuk memperkokoh langkahnya di bidang wirausaha. 

“… mereka akan menggunakan kinerja tim sebagai landasan dalam membangun bisnis.” Demikian lanjut Winston.

Mereka memiliki kecerdasan berkomunikasi dan kerap menambah wawasan sebagai satu kesatuan yang dapat mewujudkan kolaborasi yang efektif.  Sebuah pepatah memberi gambaran bahwa kolaborasi menjadi elemen penting:

“Collaboration allows teachers to capture each other’s fund of collective intelligence.” 

Oleh karena itu, untuk membangun kerjasama dengan Millennial dan Gen Z beri #PositifImpact dengan menghadirkan Fortune Indonesia di tengah mereka.  Perkembangan dan percepatan bisnis di dunia ini begitu tinggi yang dipengaruhi oleh berbagai hal, terutama kekuatan kreatifitas, teknologi dan informasi.  Fortune Indonesia akan menjadi literasi penting yang bisa mengolah situasi dinamika bisnis yang terjadi.



 Setiap karya menghasilkan sentuhan yang berbeda-beda karena melibatkan jati diri atas proses hidup masing-masing. –Art Space Humanika


Pertama kali saya memanfaatkan blog sebagai proses menulis saat bekerja di Tobucil (Toko Buku Kecil), sebuah toko buku alternatif berbasis komunitas.  Disana saya bertemu dan berinteraksi dengan beragam orang dari berbagai komunitas.  Salah satunya kenal dengan salah satu komunitas Food Not Bom yang kerap menyuarakan Do It Yourself yaitu melakukan kegiatan dan memenuhi kebutuhan sendiri dengan membuat sendiri.  Banyak program yang mereka lakukan mulai dari musik sampai mengolah sisa makanan layak makan dari beberapa dapur hotel, dll. 


Melalui mereka saya jadi faham fungsi blog dan bagaimana efektivitas blog bisa menghubungkan pesan dan memperkuat jaringan komunikasi antar komunitas yang memiliki vibrasi yang sama.  Tahun-tahun itu, sekitar 2002-2005 saat saya bergerak aktif di sana, komunitas menjadi wadah yang menarik dalam menampung “para pemimpi” yang kerap bergerak mengikuti kata hati dianggap minoritas di tengah masyarakat saat itu.  Seperti menjadi musisi, penulis, handmader, perupa, penggiat teater dimana peminatnya segelintir orang bahkan fasilitas pendidikan di bidang tersebut masih sedikit.



Selama beraktivitas di Tobucil, saya pun aktif latihan untuk pertunjukan teater.  Meskipun saat itu saya lulusan Ekonomi Manajemen, aktivitas saat di unit kegiatan mahasiswa membawa jiwa saya berlari pada gerbong seni pertunjukan teater.  Dengan iklim teater di Bandung-agar saya bisa bertahan hidup-harus diimbangi dengan bekerja freelance.  Karena, latihan teater pun seringkali dilakukan berjam-jam, sama halnya pekerjaan pada umumnya, mulai dari siang ke sore bahkan dari sore ke larut malam.  Saya sering pulang malam, bisa karena selesai latihan atau karena ada acara diskusi buku yang kerap diadakan sore hingga malam hari di toko.


Kalau pendapat kebanyakan orang, proses ini adalah sekadar kegiatan atau hobi, tapi buat saya proses ini bagian dari pilihan pekerjaan yang saya ambil.  Selepas beres kuliah, saya kerap diajak oleh beberapa kelompok teater yang mengasah kemampuan analisa naskah, karakter, olah sukma dan olah raga dalam mewujudkan sebuah peran/tokoh.  Pola ini terus menerus dilakukan, beres pertunjukan satu lanjut pada pertunjukan yang lain, otomatis proses ini kerap membuat otak dan hati mampu mempertajam berbagai situasi.



Bisa proses menganalisa ini banyak terpengaruh oleh kebiasaan mata saya menangkap beragam kejadian sejak kecil.  Amih sering ajak saya ke pasar atau saya memaksa Amih ikut berdagang ayam di Pasar Baru.  Menangkap riuh rendah pasar, warna suara, mengenal beragam kulit, pembawaan orang-orang yang memberi nada pergerakan berbagai karakter manusia.  Cahaya sendu dari lampu-lampu bohlam di tiap los pasar dililit sarang laba-laba menghitam dan tebal.  Sesekali laba-laba menerkam lalat yang gagah berani terbang disekitarnya, terjebak lekat, lalu perlahan kehabisan nafas. 


Sementara mata berganti pandang pada laki-laki berbadan pendek kokoh mengangkut belanjaan seorang nyonya.  Diantaranya penjual makanan dan tukang kopi berkeliling menawarkan sarapan pada tiap pedagang.  Ada yang menolak, ada yang menikmati.  Sebuah pertunjukan yang berulang, berganti peran tiap babaknya.


Wajah Bapak bergantian frame dengan wajah Amih menjadi pusat perhatian pedagang di tengah pasar, mendengung, merayap, bergerak serupa sarang tawon.  Saya kecil duduk terkesima kadang menyelusup diantara mereka untuk menyusur setiap lorong pasar yang becek, warna lampu yang temaram, bau sampah bercampur bau daging, ikan, sayur dan beragam rempah.  Beberapa sudut mengeluakan wangi makanan serupa gudeg dan kare.  Saya lebih memilih berdesakan dengan ibu-ibu yang memilih kue-kue basah.  Lalu segera kembali ke jongko ayam Bapak, kembali duduk menikmati kue basah di sebelah tolombong.





Tak hanya di pasar, hampir tiap hari rumah kedatangan tamu silih berganti.  Kadang saya mengambilkan makanan juga mendengarkan perbincangan mereka.  Kadang tamu itu menangis, kadang cerita tanpa koma dan titik.  Amih dan saya hanya mendengarkan, tak lama Amih pergi, lalu kembali sambil menyelipkan beberapa lembar kertas yang diselipkan saat salaman ketika tamu itu pamit.


Saya arahkan pandangan ke halaman rumah kerap ramai teriakan teman-teman bermain.  Segera berlari dari kedatangan tamu yang lain dengan menggunakan sandal swallow lalu ikut permainan galah asin, sorodot gaplok, disambung permainan lain di Ci Iim.  Sementara di tempat lain sekumpulan orang dewasa kerap mengolah kegiatan keagamaan untuk anak-anak, mengenalkan huruf dan mengenalkan alam.  Suasana dan kecenderungan beragam kelas komunitas ini menghadirkan karakter individu-individu yang bersifat kolektif.  Mulai dari gesture, gaya bicara, berpakaian, hingga kecenderungan sudut pandang dalam mengatasi keadaan. 


Mata, telinga, rasa, terbiasa melihat dan menganalisa hal-hal sederhana terlihat asik, dramatis bahkan romantis. 





Ditengah gegap gempita kehidupan, mata ini pun kerap ditarik meredakan diri di sawah, jalan-jalan setapak, riuh pepohonan, bambu, angin, bermain air di mata air.  Melalui nyanyian tongeret di pagi kadang sore hari, tubuh ini, hati ini, pikiran ini, pergerakan ini selalu dibangunkan dari tidur lelap bahwa diri bagian dari pergerakan alam.  Dua dunia yang ramai dan dunia yang tenang mengisi ruang-ruang kosong. 


Tubuh manusia tak lebih makhluk yang bergerak, diberi jalan karena doa-doa, harapan-harapan, mimpi yang pelan-pelan menjelma pada setiap bentuk pada waktu yang tepat pada saat jiwa kita sudah dianggap kokoh layaknya pohon yang matang bertumbuh melahirkan buah.  Kelebihan kita sebagai manusia, diberi keleluasaan untuk berfikir, meraup ilmuNya dan bagaimana melahirkan bentuknya menjadi apa.


Alam dan manusia yang bergerak diantaranya kerap memberi pembelajaran tak berkesudahan.  Semakin dipertanyakan semakin dicari lalu bergerak didalamnya.  Kejadian-kejadian pun memberi berbagai gambaran mengenai langkah yang harus dilakukan saat menghadapi kegelisahan, ragu, dilematis.  Kadang kehilangan kendali, bertentangan hingga akhirnya mengerucut pada sebuah pertemuan pada pertemuan yang sesuai pandangan diri.



Menulis di blog memberi ruang keleluasan dalam berekspresi.  Ketika saya berhenti beraktivitas teater dan berhenti bekerja, hati saya berontak, ada sesuatu yang kurang.  Kalau kembali lagi berkarya teater, rasanya tidak mungkin karena tanggung jawab domestik masih sulit ditebak.  Kondisi kesehatan saya pun masih harus dijaga karena melahirkan cesar.  Sementara kerja teater merupakan kerja kolektif jika ada satu pemain yang tidak bisa latihan efeknya produksi teater akan tersendat. 


Lalu saya mulai merunut berbagai kesukaan, hal yang bisa saya lakukan dan proses yang pernah dilakukan dengan situasi yang paling mungkin.  Rupanya proses-proses itu berakhir pada dunia menulis di media blog.  Blog menjadi wadah buat saya mengekspresikan berbagai pandangan dan sebagai laboratorium berkarya.  Dia menjadi bagian dari proses pembelajaran diri, belajar pada kesalahan diri yang berulang, kebodohan pun belajar terhadap situasi sosial yang dinamis dan beragam.


Sempat saya sendiri sering merendahkan proses-proses hidup yang dijalani dan kerap merendahkan diri.  Cenderung merasa biasa-biasa saja.  Namun setelah ada kejadian yang “luar biasa” selama bertahun-tahun sehingga saya merasa kehilangan “hidup”.  Justru ingatan masa kecil, ingatan saat berteater, ingatan kegiatan-kegiatan lain di masa lalu menjadi referensi dan memperkokoh dalam menyerap berbagai tanda lalu hadir dalam bentuk semangat-semangat hidup lalu melahirkan tulisan.


Saya cenderung pelupa, tulisan-tulisan di blog cukup sering membatu dalam proses merunut dan menganalisa masalah dalam melahirkan beragam solusi.  Tak hanya merumuskan masalah, namun langkah dan tindakan yang harus dilakukan kerap melibatkan intuisi dan memahami waktu yang pas dalam mengambil langkah.  Proses-proses itu justru yang menggiring dan membantu saya bertahan dan proses menulis kembali.


Hey, pencipta blog dan orang-orang yang berhasil bertahan dengan nge-blog, selalu berkarya dan terus belajar pada hidup. 

Salam.


Berkarya, ikuti kata hati, jadi diri sendiri.
Foto: Ima, 2019

Saya selalu merasa jalan hidup setiap orang unik sesuai kondisi zaman. Berkelok-kelok dan penuh “kejutan”. Salah satu keunikan itu kerap  dipertemukan dengan orang-orang yang berani menjalani hidup apa adanya, berkarya dan berekspresi tanpa kepura-puraan. Kenapa berani? Karena orang-orang yang berani menjalani hidup apa adanya, biasanya mereka punya karakter, visi yang jelas, state of mind, selalu berkarya pada bidang yang disukainya, berekspresi tanpa kepura-puraan dan tanpa syarat ketentuan. Mereka adalah orang-orang yang berani hidup dan berkomitmen pada pilihan hidupnya.

Perlu diakui, tidak semua generasi muda tahu pilihan hidup yang diinginkannya apa. Mudah goyah dan kerap menciptakan ruang hidup yang mudah diterima oleh lingkungannya. Sehingga berkesan terburu-buru dan instan dalam berkarya, hasilnya pun tidak sesuai dengan pribadinya. Apalagi zaman media sosial seperti sekarang ini, banyak yang memanipulasi diri, penuh kepura-puraan, mendapatkan follower palsu untuk menciptakan hidup semu. Padahal setiap orang punya potensi yang beragam dan masing-masing bisa menciptakan karya sesuai kapasitas. 


Jadi diri sendiri dan nikmati setiap momen.
Foto: Cholis


Di era media sosial, setiap orang seolah berburu pengakuan. Perlu diakui, mendapatkan pengakuan dari teman-teman di jejaring media sosial itu menyenangkan. Sayangnya, tak sedikit orang-orang membuat pencitraan tanpa kapasitas diri yang sesungguhnya. Pencitraan dalam frame tertentu memang dibutuhkan, namun kondisi ini akan menjebak diri sendiri jika tidak sesuai kapasitas, melakukan kepura-puraan, banyak basa basi, ada modus, bahkan mendapatkan follower palsu untuk tujuan tertentu.

Era sekarang adalah era keterbukaan informasi yang tanpa tedeng eling-eling. Semua permasalahan bisa ditelisik dan bisa ditelusuri dengan mudah jejaknya. Hal yang harus disadari sepenuhnya bahwa setiap orang bisa menjadi apreasiator, komentator yang artifisial atau jujur dalam menyikapi karya kita. Lebih jauh lagi kumpulan komentator ini ketika bersatu bisa saja menyebarkan “petisi” untuk menjatuhkan siapapun. Mungkin itulah netizen, ruang yang samar tapi ada.

Oleh karena itu, sangat penting jujur menjalani, mengasah dan mempelajari bidang yang kita minat agar menghasilkan karya-karya yang punya karakter. Selain itu, kita mesti memahami pola komunikasi di ranah media sosial agar mental tidak mudah patah ketika menghadapi iklim tuntutan dan pencapaian orang-orang sekeliling kita. 


Jalani pilihan hidup yang kita minati dan jangan berhenti.  Lihatlah, satu persatu setiap pintu akan terbuka menuju jalan yang tidak disangka-sangka sesuai kapasitas diri.

Mungkin kamu merasa, saat ini bidang yang kita jalani seolah kecil dan tidak bermakna.  Tapi suatu hari kita akan mengerti, bahwa hari ini dipersiapkan untuk sesuatu yang lebih besar. Mungkin bukan besar, tapi berharga dan memberi ruang penuh di hati: bahagia dan rasa tenang.  Kita tidak tahu ada perubahan zaman apa di masa depan, berkaitan dengan sosial, budaya, politik, bahkan kondisi alam yang bisa berpengaruh pada kehidupan sosial. 

Wall text pertama untuk sebuah pameran di Galeri Pusat Kebudayaan.
Foto: Cholis, 2019


Tahun 1996 ketika media informasi masih terbatas, banyak pilihan profesi yang sepi peminat namun kini punya ruang hidup, dinamis dan membuka banyak kesempatan yang menjanjikan. Seperti profesi penulis, pelukis, wartawan, photografer, pemain teater, pemain longser, pembuat film, musisi dan bidang kreatif lainnya. Jangan tanya pembuat iklan, saat itu masih terbatas dan rumah produksi pun hanya dikuasai oleh beberapa kalangan. Karena saat itu orang yang menguasai seni kreatif banyak yang belajar di luar negeri, karena di Indonesia tidak ada sekolah yang memfasilitasi bidang studi seni kreatif yang bisa diterima oleh industri seperti sekarang.

Namun saat itu, muncul orang-orang yang tangguh, terus belajar meskipun otodidak sehingga menghasilkan karya-karya yang menarik. Meski bidang yang mereka pilih menjadi golongan minoritas dikalangan masyarakat. Energi itu rupanya menciptakan jejaring kelompok kecil yang membuat pola “belajar” dengan ruang diskusi namun kaya energi yang melahirkan karya-karya keren dari orang-orang yang punya dedikasi tinggi. Karya dan gerakannya kerap hadir, tumbuh dan menumbuhkan meski saat itu hanya dinikmati dan fahami oleh kalangan terbatas. 



Sebuah acara Festival Reader Festival yang lahir
sekelompok minoritas komunitas yang cinta pada dunia literasi.
Foto: Ima


Sehingga sekitar tahun 2000-an, muncul komunitas-komunitas kecil yang terus bergerak dan memberi nafas pada kaum minor.  Saat itu perlahan muncul penerbit buku indie, mereka (para penulis) menerbitkan buku sendiri mulai dari menulis, editing, cetak hingga distribusi yang disebarkan melalui jaringan terdekatnya. Biasanya buku ini disebar melalui jejaring tertentu. Lalu muncul zines/majalah kecil yang diproduksi dengan di foto kopi. Saat itu dikeuarkan oleh komunitas sebagai upaya mendokumentasikan gerakan, campaign, maupun aktifitas yang dilakukan untuk visi sosial, perdamaian, DIY, dll. Muncul juga film indie dengan durasi sekitar 15 menit yang bisa dinikmati di ruang-ruang galeri, komunitas maupun ruang budaya. Pertunjukan-pertunjukan kecil pun kerap menghangatkan tiap sudut penikmatnya, mulai dari longser, monolog perempuan, performance art hingga pertunjukan-pertunjukan yang kerap menghangatkan gedung pertunjukan.

Gerakan dan langkah-langkah kecil terus dipelihara oleh orang-orang ini, percaya pada bidang yang dipilihnya akan terus hidup, bergerak apa adanya sehingga lahir karya-karya jujur yang inspiratif dan memberi energi lebih. Energi ini agak sulit diterima lingkungan masyarakat kita, namun berdasarkan bergerakan waktu dan jiwa yang terus berkarya dan percaya pada apa yang dilakukannya, langkah ini dapat menembus jejaring antar negara yang mempunyai visi dan perhatian yang sama.

Saat itu bidang studi yang minoritas begitu sulit dimengerti pola kerjanya oleh orang-orang terdekat kita. Baik oleh keluarga, saudara, teman bahkan tetangga. Karena kita mudah menerima pekerjaan maupun hasil karya dengan pola-pola kerja yang hitungan penghasilan yang jelas dan waktu kerja tetap. Ketika pola kerja dan pendapatan hasil kerja tidak jelas dengan waktu kerja tidak menentu, terlalu sulit meyakinkan orang terdekat bahwa bidang yang dipilih bisa menjamin hidup kita. 

Karya jujur mudah menyentuh hati.  
Foto ini di sebuah pameran di Galeri Nasional Jakarta
Foto: Cholis, 2018

Namun percayalah ketika kamu menjalani hidup apa adanya lebih fokus berkarya maka semesta akan mendukungmu. Saat ini mungkin kamu akan merasa sendirian. Suatu saat nanti, semakin diselami bersama proses dan berjalannya waktu akan banyak pintu yang akan membawa karya kamu pada orang-orang yang tepat.

Zaman sekarang bergerak begitu cepat, berbeda dari 20 tahun yang lalu dimana proses efek domino pencitraan diri maupun karya bergerak begitu lamban. Sejak adanya internet dan maraknya berbagai aplikasi media sosial, siapapun menjadi sangat mungkin bergerak menciptakan diri atau mengekspresikan diri tanpa kepura-puraan.  Dengan sendirinya karya yang berkarakter dan jujur, akan mendatangkan followers yang mengapresiasi karya kita dengan tulus dan suka rela.  Kita bahagia mengerjakannya, followers pun senang dan menanti karya/postingan selanjutnya.  Jadi, setiap karya akan bertemu tempatnya.

Tulisan ini terinspirasi dari tema yang digaungkan oleh IM3 Ooredoo untuk anak-anak muda sekarang. Tidak mudah menjadi diri sendiri di tengah iklim pencitraan dan selera umum. Padahal setiap anak muda itu unik dan harus berani mengungkapkan identitas diri apa adanya sehingga karya-karya yang dihasilkannya pun terasa jujur, beragam dan unik. Seperti yang bisa kamu lihat di link ini:







Video art ini menarik sekali, sangat berenergi. Seolah ingin mengajak generasi muda lebih mengenal diri sendiri lalu berani mengekspresikan dalam karya dan menikmatit prosesnya.


Zaman sekarang beragam kemudahan fasilitas yang tersedia, karya bisa terhubung ke berbagai titik dengan menggunakan media layanan telekomunikasi yang simple, bebas syarat ketentuan berlaku seperti Freedom Internet. Media telekomunikasi menjadi bagian yang penting dan tak terpisahkan. Agar karya-karya kita mendapat perhatian luas, sangat penting memilih media telekomunikasi yang tepat agar lebih produktif.

Banyak hal yang bisa kita manfaatkan dengan jaringan internet diantaranya kita bisa mendapatkan informasi yang sesuai dengan kebutuhan karya, jejaring yang tepat hingga proses komunikasi dengan berbagai komunitas yang bisa saling support dan memajukan satu sama lain.


Teruslah berkarya sesuai kata hati, berani hidup apa adanya, kelak karyamu akan menemukan tempatnya sendiri.

Ima, 2020


Usia 72 tahun bagi Ati Sriati seolah hanya sekadar angka. Karena di usianya yang terbilang tidak muda lagi, membuat beliau tetap produktif berkarya di dunia seni dan budaya. Alunan suara soprano memenuhi ruang. Tiap nada menari-nari seolah melipat garis-garis senja. Suara lengking dan gurat-gurat matang dalam setiap fibrasinya memberi energi dan imajinasi personal pada setiap penonton. 

Hari Minggu tanggal 3 November 2019 lalu, di tengah udara dingin Bandung IFI begitu ramai oleh pecinta musik klasik atau bahkan pecinta Ibu Ati (panggilan akrab Ibu Ati Sriati). Pertunjukan Konser Amal malam itu menarik dengan tajuk Nada-Nada Nan Tak Bertepi rupanya menjadi magnet dan menyentuh hati pecinta musik klasik, selain menikmati musik penonton pun tergerak melakukan amal.

Melalui kecintaannya Bu Ati pada seni ini, memberi jalan menggerakan masyarakat melakukan penggalangan dana untuk membantu Pusat Pengembangan Potensi Anak (PUSPPA) Surya Kanti Bandung. Lembaga ini merupakan badan sosial non-profit yang bergerak di bidang kesehatan anak, khusus bidang deteksi dan intervensi dini pada anak 0-5 tahun yang mengalami gangguan kesulitan belajar sehingga dapat meningkatkan potensi anak. Kegiatan utama PUSPPA Surya Kanti ini diantaranya melakukan sosialisasi konsep, seminar bagi orang tua dan penyuluhan bagi tenaga TK juga kelompok bermain.

Kita mengetahui Ibu Ati merupakan salah satu tokoh pemain teater perempuan yang aktif dan kerap menghidupkan pertunjukan-pertunjukan teater. Di bawah Studi Klub Teater Bandung (STB), beliau menjadi energi dan memberi daya lebih memelihara seni-budaya di tengah kehidupan masyarakat. 



Seni teater memiliki ikatan yang intim dengan seni musik. Seseorang pernah mengatakan bahwa seni teater adalah seni ‘rakus’. Karena ketika kamu berada di lingkungan teater, kamu akan mempelajari berbagai unsur kesenian agar menjadi satu pertunjukan panggung yang utuh. Semua unsur seni hadir, mulai dari kebutuhan make up, kostum, musik, pencahayaan, artistik, hingga kekuatan vokal-jiwa-tubuh akting si-aktor.

Dalam pertunjukan konser musik klasik yang dibawakan oleh Bu Ati, penonton mendapatkan kenikmatan semua unsur panggung itu. Kerjasama konser Bu Ati dengan Main Teater menjadi satu kesatuan kemasan pertunjukan musik yang indah. Setiap satu lagu ke lagu yang lain memberi kisah dan membawa imajinasi penonton dari satu ruang menuju ruang emosi yang berbeda-beda. Karena setiap sesi penyajian lagu, dilengkapi dengan tampilan multimedia, pergantian artistik pada setiap lagu dan pencahayaan yang membuat energi panggung menjadi berenergi. Sehingga penonton mendapatkan panggung pertunjukan musik yang berkisah.

Kesetiaan dan konsistensi Bu Ati pada musik klasik selama puluhan tahun patut mendapat apresiasi dan dukungan berbagai pihak. Prestasinya sejak remaja sebagai bintang radio dan televisi zaman ’70-an masih terjaga ketika saya mendengarkan setiap lagu yang dibawakan sebanyak 13 judul. Seperti mendengarkan satu buah album dalam satu momen dan merasakan langsung lagu-lagu yang dibawakan tanpa mixing maupun editing.

Dalam beberapa lagu, Bu Ati tidak tampil sendiri. Beliau duet dengan penyanyi yang serius mempelajari seni pertunjukan musik klasik di Belanda. Dengan suara tenornya, Farman Purnama kolaborasi dengan Bu Ati membawakan lagu Un Di, Felice, Eterea (Giuseppe Verdi) kemudian All I Ask of You (musical The Phnatom of The Opera-Andrew Lloyd Webber) dan Musica Proibita (Forbidden Music-Stanislao Gastaldon).

Bagai lengkingan burung kutilang, suara Bu Ati memeluk rasa rindu para pecinta musik seriosa. Dengan dentingan piano jemari lihai Yohanes Siem memberi jiwa. Ikut membahasakan setiap lagu lewat permainan pianonya yang khas. Dari lagu ke lagu, Heliana Sinaga berperan membawakan narasi yang mampu membuat penonton berkontemplasi pada kisah yang terjadi pada setiap lagu. 



Sebuah judul pertunjukan Nada-Nada Nan Tak Bertepi ini seperti mencerminkan proses Bu Ati yang tidak ada habisnya. Gerakan yang beliau lakukan tidak hanya sebagai bentuk karya seni, namun bisa memberi pengaruh baik pada lingkungan dan siapapun yang terlibat disekelilingnya.

Langkahnya melakukan amal pada Pusat Pengembangan Potensi Anak Surya Kanti Bandung memberi pesan yang kuat, bahwa melalui anak-anak lah kehidupan akan diteruskan. Sehingga perhatian dan pendidikan pada perkembangan anak harus mendapat perhatian lebih. Dengan cinta, kehidupan dapat dipelihara melalui potensi dan kemampuan yang kita miliki, bahkan melalui seni.
Tulisan ini menjadi pengantar atau istilahnya "wall text" di acara Pameran Flashmob Drawing di galeri Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) Bandung.  Silakan:


Foto: Ima

Tentang Pameran

Flashmob Drawing baru saja dilaksanakan pada tanggal 29 September 2019 di Car Free Day Dago. Acara ini diinisiasi oleh Institut Drawing Bandung (IDB) yang ternyata melampaui harapan kami. Terdapat 300 lebih peserta terlibat dalam acara. Peserta yang mengikuti acara tidak dipungut biaya dan mendapat kertas dari panitia. Mereka tinggal bawa alat dan alas gambar, datang ke lokasi kemudian menggambar sesuai waktu acara.

IDB mengangkat tema Lingkungan Sekitar dan mengajak Bapak Sariban untuk jadi model gambar para peserta Flashmob Drawing. Langkah ini merespons upaya Bapak Sariban yang kerap mengajak orang-orang menjaga kebersihan lingkungan dengan caranya yang unik. Pemilihan Bapak Sariban sebagai model gambar, menjadi ikon kebersihan Kota Bandung. Sejak tahun 1983, beliau kerap keliling Bandung untuk memungut sampah dan mencabut paku-paku di pepohonan. Langkah ini mencuri perhatian banyak pihak, tak hanya masyarakat Kota Bandung namun mendapat perhatian media asing. 



Foto: Ima

Flashmob Drawing dan Pameran Flashmob Drawing ini merupakan rangkaian pertemuan rutin IDB tiap hari Selasa sore di Yayasan Pusat Kebudayaan (YPK) Bandung. Langkah ini untuk mewujudkan aktivitas pelatihan seni rupa-khususnya drawing untuk peminat drawing, baik seniman, mahasiswa, publik umum dan anak-anak.

IDB sendiri terbentuk di YPK atas usulan seniman seni rupa untuk menghidupkan aktifitas pelatihan seni rupa di Jawa Barat dan Bandung-khususnya. Setelah berproses beberapa bulan ini, IDB akan secara resmi mengadakan kegiatan rutin tiap hari Selasa. Untuk sementara ini kegiatan tersebut dijalankan secara sosial, lalu jika peminatnya meningkat maka akan dikelola secara profesional.

Terdapat beberapa catatan menarik dan situasi manis terekam selama proses acara Flashmob Drawing. Banyak peserta ikut merasakan kegembiraan dan semangat atas terselenggaranya acara ini. Terlihat dari sebagian besar masyarakat yang mendaftar tidak hanya seniman dan mahasiswa seni rupa, namun banyak peserta punya profesi lain. Tak hanya itu, domisili peserta pun tak hanya dari Bandung, tapi menarik minat peserta dari kota lain untuk datang-hadir mendrawing bersama di Car Free Day Dago. Mereka ada yang dari Tangerang, Bogor, Garut, Cianjur, Majalengka bersemangat berkarya di tengah keriuhan kota.

Sepertinya peserta terlebih penyelenggara mendapat ruang 'hidup' dan kegembiraan mendrawing bersama di ruang terbuka di tengah keriuhan Car Free Day. Ketika individu-individu ini berkumpul dan melakukan kegiatan yang sama, memberi kekuatan tersendiri dan memberi jeda dari rutinitas sehari-hari. Lalu ketika waktu Car Free Day sudah selesai, sehingga jalanan kembali dipenuhi kendaraan kembali, sebagian peserta masih duduk-duduk mendrawing.



Foto: Ima

Oleh karena itu, hasil karya peserta dikumpulkan lalu direspons oleh IDB dengan menyelenggarakan Pameran Flashmob Drawing. Dimana semua karya-karya peserta dipamerkan di Galeri YPK Bandung. Langkah ini dilakukan sebagai bentuk apresiasi pada peserta Flashmob Drawing yang bersemangat merayakan kegembiraan menggambar bersama. Bisa jadi, pameran yang dilaksanakan ini menjadi pengalaman pertama bagi sebagian peserta. Sehingga diharapkan bisa memotivasi peserta untuk terus berkarya dan meningkatkan semangat hidup atau bahkan bisa ikut workshop dan pelatihan drawing di Institut Drawing Bandung.

Proses penerimaan masyarakat yang tinggi terhadap acara ini bisa jadi dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan yang serba cepat. Dimana pola fikir masyarakatnya lebih terbuka dan memberi banyak memungkinan untuk mengeksekusi ide. Proses kondisi sosial budaya dinamis seperti ini, dipengaruhi oleh tingkat referensi dan kreativitas masyarakatnya.

Hidup di tengah dinamika masyarakat urban kerap diuntungkan, karena sering mendapat kesempatan menjadi bagian sebuah pergerakan kreatif. Satu individu dengan indvidu lain bisa saling mempengaruhi, saling dukung untuk menciptakan budaya-ruang berkreasi-di tengah pergerakan kehidupan sosial masyarakat. Tak jarang keadaan ini dapat menjadi inspirasi dan menghadirkan tren/gaya hidup di tengah masyarakat. Pergerakan masyarakat urban pun tidak monoton, ruang 'kerja' kreatif ini bisa membuka warna tersendiri.

Oleh karena itu, IDB yang menghadirkan aktivitas kreatif di YPK, berharap banyak dukungan pihak Taman Budaya selaku penanggung jawab YPK. Dengan mewujudnya Pameran Flashmob Drawing ini diharapkan aktivitas seni dan budaya di Kota Bandung tetap terpelihara.


Ima Rochmawati

Setiap shalat shubuh, beberapa para laki-laki sudah berkumpul di sudut Masjid Nurul Huda. Dengan segelas kopi panas, beragam gorengan yang masih hangat khas Warung Kopi Ace yang ada di Terminal Ledeng. Berdialog ringan tentang harapan meningkatkan kondisi lingkungan masyarakat yang lebih baik dengan membaca beragam potensi yang ada. Dari beberapa obrolan ringan itu tumbuh ide membuat mural di sepanjang gang, dinding masjid dan bebenah jalan. Dasar pemikiran ini hadir karena DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) ingin menjadikan keberadaan masjid tidak hanya menyelenggarakan aktifitas keagamaan, tapi aplikasi nyata dalam bentuk menciptakan lingkungan yang lebih baik. 

Gerakan dimulai dari membuat mural di lingkungan masjid mendapat respons baik dari masyarakat dan berdampak pada hubungan sosial yang lebih menarik. Satu persatu warga ikut serta membersihkan jalan, ikut serta mencat dinding sampai beres. Pendekatan kesenian ini tidak hanya membuat lingkungan menjadi lebih cerah, tetapi sekarang masyarakat tergerak aktif dalam menjalankan program-program masjid. Salah satu contoh gerakan kecil di lingkungan masyarakat Ledeng ini rupanya menjadi inspirasi buat beberapa lapisan masyarakat lain. 


Apresiasi dan kreativitas anak muda ini tidak hanya mural, tapi beragam gerakan yang dilakukan oleh anak-anak muda yang mendalami bidang visual dan desain. Sehingga mereka kerap mengolah koten dan produktif membuat karya dengan memanfaatkan media online yang ada. Seperti Youtube dan medsos. Sehingga masyarakat mempunyai alternatif hiburan, pengetahuan dengan mencari konten-konten positif yang meramaikan jagat dunia maya. Pertumbuhan dan kreativitas anak muda ini semakin masif dan membumi. 





Kreativitas anak muda itu seperti tidak terbatas dan selalu berenergi. Mereka bisa memberi setiap ruang lebih hidup dan terjadi banyak perubahan lebih baik terhadap berbagai unsur sosial. Situasi ini ditangkap oleh berbagai pemimpin dunia, salah satunya Bung Karno pernah mengatakan:

“Beri aku 10 pemuda, maka akan ku guncang dunia.” 

Energi pemuda yang berpengetahuan selalu kritis, tajam dan mempunyai keberanian lebih untuk menyalurkan energinya ke suatu karya dan melakukan gerakan-gerakan positif bagi lingkungannya. Sehingga potensi pemuda itu bisa beragam kemungkinan:

1. Kreator

Kreator ini adalah anak muda yang kerap menciptakan karya dan konten tertentu dan memberi efek dan menstimulasi berbagai perubahan. Seperti blogger, start up, penulis buku, pembuat mesin, dll.

2. Peduli

Mereka yang kerap melakukan gerakan peduli sosial. Seperti: pengelolan yayasan anak yatim, pengelola yayasan lingkungan hidup, dll.

3. Orang biasa

Orang-orang yang bertujuan bekerja di lembaga swasta atau pemerintahan untuk tujuan menjadikan kehidupan lebih baik.

4. Pahlawan

Mereka yang ingin membantu kehidupan lingkungan keluarganya lebih baik dengan bidang yang ia bisa, seperti: atlet, tim sar, dll.

5. Cendekiawan

Kelompok orang yang senang belajar dan selalu studi dengan mengasah diri di dunia pendidikan. Seperti: guru, dosen, ustadz, kyai, dll.

6. Eksplorer

Kelompok orang yang punya apresiasi lebih terhadap alam dan senang melakukan banyak perajalanan. Seperti: traveler, pecinta alam, dll. 





Kalau kita mampu menangkap masalah yang ada di masyarakat pasti ada jalan untuk meramu jalan keluarnya. Setiap orang bisa menjadi kreator dan menjalankan berbagai misinya dan menyebarkan gerakannya ke dalam media sosial. Masyarakat leluasa dan kreativitasnya tersalurkan dalam berbagai media.

Celah untuk melakukan kegiatan yang bisa membuat lingkungan lebih baik itu tidak melulu jadi seniman mural, pecinta alam, dokter, musisi, dll. Semua bidang studi yang kita suka bisa menjadi alat untuk mewujudkan media kita untuk berkarya, berdaya dan bermanfaat bagi lingkungan.

“Lakukan dan tekuni terus bidang yang kamu lakukan sekarang, jangan pernah berhenti.”

Karena setiap orang bisa berkontribusi apapun bentuknya, baik dalam bentuk karya film, musik, vlog, youtuber, blogger, dokter, seniman tradisi. Semua ini satu persatu bermunculan dan menjadi kekuaatan sendiri bagi negara.

Banyak faktor yang membuat kreativitas masyarakat dapat terwujud, mulai dari lingkaran pertama yaitu keluarga. Lingkaran kedua yaitu lingkungan pertemanan dan lingkaran ketiga yaitu pemerintah. Semua ini membuka berbagai peluang kreatifitas itu terwujud dan memberi dampak luas. Tapi yang pealing utama yaitu keinginan diri untuk membuka dan mengasah diri dan menangkap berbagai peluang untuk berkarya. 





Bisa jadi semua ini bermula dari dunia pendidikan yang memfasilitasi berbagai bidang yang menjadi apresiasi masyarakat. Bayangkan sekitar tahun 1990-an, belum ada universitas yang mengajarkan DKV (Desain Komunikasi Visual), perfileman, penulisan, kriya dan bidang lainnya. Bahkan kalaupun ada jurusan seni rupa, teater dan seni musik, kurang diperhatikan dan dianggap tidak penting oleh pemerintahan pada zaman itu. Sehingga beberapa kalangan masyarakat Indonesia yang beruntung secara ekonomi, mencari ilmunya harus ke luar negeri.

Dengan meningkatnya informasi Tak sedikit para seniman rupa, teater yang kerap melakukan pameran lukisan, pertunjukan teater, pertunjukan wayang golek di luar negeri.

Sekarang ini saya menangkap banyak sekali kemajuan fasilitas dalam berbagai bidang. Orang-orang bisa mendapatkan ilmu dan belajar apapun dari konten internet. Baik dari para kreator yang kerap membagikan informasinya di website, YouTube, media sosial yang dikemas dengan cara yang unik dan mudah dicerna oleh berbagai kalangan.

Kemajuan yang kita lihat sekarang, mulai dari interet dan perkembangan dari media ini dalam bentuk bermunculannya aplikasi yang mampu memfasilitasi kebutuhan masarakat. Mulai dari kebutuhan transportasi online, jual beli online (e-commerse), pelatihan online, jejaring komunitas blogger yang saling berbagi ilmu, informasi beasiswa, dan pertumbuhan-pertumbuhan yang diakibatkan oleh gerakan online lainnya yang berakibat masif.

Dengan meluasnya pengetahuan dan wawasan masyarakat sekarang ini, membuka siapapun yang mempunyai potensi masyarakat berlaku kreatif.

Selamat berkarya dan kembangkan potensimu.




"Tulisan ini ikut serta dalam acara Flash Blogging 2018: 4 Tahun Indonesia Kreatif 
yang dilaksanakan oleh Kominfo di Ara Duta Bandung 23 Nopember 2018"