Tanggal 16 Juni saya ulang tahun.  Kemarin, ulang tahun ibuku.  Jarak usia kami yang jauh namun tanggal kelahiran berdekatan.  Jangan-jangan hal ini yang membuat kami sering berbeda pendapat.

Usia.  Kadang menipu.  Tidak seorang mampu berkembang sesuai dengan usianya, ada yang lambat tapi ada juga yang mempunyai kemampuan lebih dari usianya.  Ada yang berubah ada yang tidak berubah.  Setiap satu tahun perjalanan hidup itu, seperti menghabiskan satu gelas kopi.  Kadang enak di lidah kadang pahit, menyembunyikan banyak misteri atas beragam hidup yang membuat jadi candu.  Ada yang hanya sekedar tiup lilin lalu harapan itu ikut terbang dan menghilang bersama asapnya.

Juni, saya suka dengan bulan ini karena pertengahan tahun.  Saya tidak pernah minta lahir di bulan ini, atau bisa jadi saya lupa pernah memintanya.  Alasanya sederhana, dia ada dipertengahan tahun, seperti posisi pertengahan bulan berbentuk sabit, seperti ying dan yang, seperti alam yang selalu menyesuaikan dengan perubahan.  Seperti juga matahari yang selalu menyesuaikan diri tingkat kehangatanya, tidak pernah datang dan pergi tiba-tiba, semua bergerak dengan ketukan yang sama, bersinar hangat, panas dan lembab membuat tumbuhan, manusia, hewan, air, batu, pasir saling tarik menarik.  Alam selalu bergerak konstan, teratur, tertib, bergerak susuai fungsi dan mengisi ruang-ruang kosong.  Berubah dan bergerak dengan komposisi yang tepat, mereka menganut sebab akibat, tarik menarik, atas bawah, mengecil membesar.  Alam menyesuaikan dengan perubahannya usur alamnya yang lain.  Bergerak dan berubah secara harmoni.

Pertambahan usia pada manusia semestinya bisa berharmoni dengan perkembangan jiwa, fikiran dan tubuhnya.  Tapi tidak semua manusia mampu berharmoni dengan unsur-unsur yang baik, karena jiwanya tidak bergerak konstan.  Banyak hal yang kita lihat, dengar, rasa, di dunia ini yang bisa dipelajari dari  kondisi alam dan sosial yang melahirkan banyak budaya.  Tingkat kedewasaan, cara pandang dalam mensikapi hidup pun berbeda-beda.  

Ulang tahun kali ini, bukan lagi kebahagiaan seperti masa anak-anak dan remaja selalu menantikan kado, nyanyian dan makanan enak.  Rupanya, ucapan selamat dan doa terasa melahirkan banyak makna.  Saat membaca setiap doa teman-teman di dinding facebook, begitu berarti dan hangat.  Seolah tengah terjadi pertukaran nasib buruk pada nasib baik, seperti memperkuat tiang-tiang kelelahan.    Menginjak usia 35 tentu bukan angka yang sedikit, ia punya cerita yang ratusan bab. Usia pertengahan, antara refleksi dan menunjukan sikap yang lebih stabil. 

Satu tahun berlalu, satu tahun melangkah kedepan.  Kita tidak bisa bilang tidak karena waktu terus bergerak.  Dan kita selalu diberi pilihan untuk menggunakan waktu dengan beragam pergerakan.  Menciptakan dan mengolah diri menjadi penuh makna. 

Terimakasih atas kehidupan.  Atas kesalahan.  Atas kebengalan.  Atas kegagalan.  Atas kekeliruan. Atas pertemuan.  Atas kata.  Atas tanda.


Bandung. I.am.ima. 16 Juni 2013
Siapa yang tidak mau anaknya tumbuh menjadi anak yang baik, mandiri, kreatif, cerdas, pintar, peka, bertanggung jawab atas dirinya maupun orang lain dan sukses dunia-akhiran.  Duh, tampak muluk banget, yah.  Tapi saya yakin, apapun mungkin asal dipelajari ilmunya dan dijalani.   Ini bisa jadi berat (atau mungkin juga mudah) untuk mencapainya. Setiap orang tua, mempunyai cara sendiri dalam menerapkan pola asuh menghadapi kepribadian anak.  Anak harus dibekali ilmu hidup, agar jiwanya kuat dalam menghadapi hidupnya kelak saat dewasa.  Pengenalan hidup itu dimulai dari aktifitas sederhana hingga pengetahuan lingkungan sekitarnya.  Dan semua ini berawal dari rumah.  Bagi saya sendiri, rumah adalah sekolah pertama bagi anak.

Setiap anak itu istimewa, ia tumbuh dan berkembang dengan kepribadian yang berbeda-beda.  Dan setiap persoalan yang baru ini, kembali saya buka beragam referensi.  Doa adalah cara yang paling ampuh untuk menyelesaikan persoalan.  Dari setiap doa yang bergulir, selalu saja, katakanlah “alam” mengarahkan solusi.  Jawabanya bisa didapat dari internet, buku-buku, diskusi dengan orang lain dan tentu saja Al-Quran.  Proses pencarian ini yang menarik, setiap masalah selalu mengarahkan pada pembekalan diri yang selalu kembali merasa kosong.  Seperti kata teman saya Ummy Amalia, dia bilang, ternyata hidup itu sekolah yang tidak ada akhirnya.  Kalimat ini sungguh mengena dan dalem.

Sampai suatu pemikiran, manusia yang pintar itu akan memuliakan lingkungan jika jiwanya baik tapi sebaliknya seseorang itu akan merusak bumi dengan memanfaatkan kepintarannya.  Jadi solusinya adalah, anak harus dikenalkan Al Quran sejak dini.  Bahkan harus hafal dan memahami isi Quran.  Karena Quran adalah pola pengajaran hidup yang selama ini dicari, saripati setiap ilmu yang kita pelajari selama ini.  Sering kita mengabaikan, menjadi anti bahkan takut memegang Al Quran karena tidak mengetahuinya, tidak mendalaminya.

Dengan dikenalkan sejak dini, saya berharap anak-anakku akan lebih mengenal dan mencintai Quran.  Menjalani hidup yang luas ini dengan tenang dan leluasa.  Dengan hafal Qur’an dan menjalani pengajaranya, saya ada keyakinan apapun profesi yang ia jalani kelak tentu akan membawa kebaikan. Kami memang ada harapan, anak saya hafal Quran apapun kelak profesinya, apakah perupa, musisi, desainer, dosen, penulis, apapun, asal hafal dan memahami dan menjalankan isi Quran, dia akan maju dan mulia.  Karena untuk menjalankan hidup itu semua panduan ada dalam Al Quran.  Untuk menciptakan prinsip ini, saya ada keyakinan bahwa kebiasaan baik itu berawal dari rumah, tempat ia tinggal. 

Sedikit demi sedikit, saya kenalkan pada huruf-huruf hijahiyyah, do’a-do’a pendek dalam setiap aktifitasnya, dan mengenalkan sedikit demi sedikit juz ‘amma.  Saat dia lengah maupun saat dia bermain.  Hanya saja persoalan baru sekarang muncul, media kini seolah menjadi orangtua kedua,  seperti televisi, games, fitur-fitur yang ada di laptop sangat menarik perhatian anak.  Memang kekuatan visual dan audio lebih menarik perhatian anak dan sangat mudah diterima oleh anak.  Ini membuat kami sebagai orang tua kewalahan.  Sempat beberapa kali kabel televisi dicabut, sekring listrik dimatikan, laptop disembunyikan, agar media ini tidak selalu menghipnotisnya.  Lalu kami mulai gambar-gambar hijahiyyah sendiri, lama-lama ia bosan dan kembali mencari-cari televisi dan laptop.


Setelah browsing sana sini mencari alternatif media bacaan dan cara mengenalkan Quran, ternyata di facebook saya menemukan https://www.facebook.com/QuranCentrumStore.  Horeee… ternyata ada Syaamil Al-Qur’an for Kid’s, Al-Qur’an yang dikemas dengan desain menarik, cocok dikonsumsi untuk anak seusia anak saya.  Banyak warna, fitur-fitur menarik, visual secara keseluruham akan mudah diterima dan diserap oleh selera anak.  Saya tidak sabar untuk segera mendapatkan dan mengenalkan pada Devdan dan De Bayan.  Saya langsung memburu web yang bisa jual beli online, praktis dan tidak perlu cari ke toko buku.  Semangat rasanya, webnya ternyata ada disini: http://pusatalquranonline.com/ .  

Saya bukan penghafal Quran, jadi ini peluang buat saya sebagai si emak-cuek untuk memulai menghafal Quran berbarengan dengan anak saya.  Saya yakin saya tidak sendirian saat tahu ada https://www.facebook.com/SemangatQuran, yes, I’m not alone.  Bahkan sesekali saat buka twitter, sesekali ilmu-ilmu Quran itu bisa dibagi di link twitter https://twitter.com/Syaamil_Quran.


Niatpun kembali kukuh, menghafal satu hari satu ayat, sambil mengenalkan Quran pada anak tapi sebetulnya dengan adanya anak membuat saya diajarkan kembali mengenal Quran.    Tak ada kata terlambat untuk menghafal dan mempelajari segala sesuatu yang baik, setiap orang diberi waktu untuk memperbaiki kesempatan.   

Alhamdulillah,

Ledeng. Ima. 12 Juni