Saya dan suami senang mengeksplore tempat-tempat baru sambil jalan kaki, naik angkot atau bermotor.  Kami bisa menikmati pepohonan, matahati terbit, berkunjung ke beberapa tempat bersejarah.  Tak hanya jalan-jalan saja, tapi kesukaan kami membuka berbagai macam informasi tempat makan yang khas dan menarik dicoba.  Entah itu atas rekomendasi teman, tak sengaja kami temukan di perjalanan, dan beberapa informasi di media online.    


Beberapa tahun lalu, sambil suami ngajar di beberapa universitas, kami bersama-sama kelola rumah desain dan printing di sudut rumah.  Pekerjaan ini seringkali memaksa kami terjaga sampai larut malam.  Kadang saat malam hari, badan kami jadi cepat lelah dan butuh menyegarkan semangat.  Kami berdua pun pergi keluar lalu makan di warung mie rebus, restoran fast food atau sekedar makan bubur kacang dan teh hangat.
Ambil waktu rehat sejenak sambil makan di luar, seperti memberi jarak dan menyarik oksigen yang kami hirup.  Di tengah seperti itu, seringkali mengalir perbicangan yang asik, seolah ‘mengisi baterai’ yang mulai menipis.  Obrolan seperti setengah brainstorming tentang berbagai situasi yang melahirkan ide dan langkah-langkah yang paling mungkin bisa dilakukan.  Bisa jadi kondisi ini membuat hormon serotonin meningkat, gairah kembali tinggi dan muncul rasa bahagia sehingga memancing ide-ide segar.  
Tak hanya itu, cukup sering kami intuitif melakukan pergi keluar rumah selepas shalat subuh.  Berkeliling Bandung dari mulai jalan Setiabudhi, Siliwangi, Dago, Merdeka, Wastukencana, Cihampelas, Cipaganti lalu kembali ke Setiabudhi.  Menikmati beberapa jalan sepi yang sepi, masih berkabut, lampu-lampu kota yang redup, udara segar, lalu singgah sebentar untuk melahap pisang goreng hangat dan segelas teh tarik di seputaran Dipati Ukur, lalu pulang, kembali ke rumah dan menjalani segala rutinitas.
Buat kami, keliling-keliling dan menikmati alam dan makan membuat tubuh, otak, hati terasa lebih tenang, ringan dan siap menghadapi hari.  
Keadaan berganti ketika suami sakit.  Aktifitas ini berganti jadi proses rutin pulang pergi rawat inap maupun rawat jalan ke Rumah Sakit.  Situasi ini “memaksa” kami lepas dari kebiasaan kami yang suka jalan-jalan, mengekplore tempat dan melakukan kuliner.  Kondisi sakitnya ini istimewa, sehingga saya selalu merasa “dituntut” kreatif mencari kegiatan buat suami agar hatinya tetap optimis dan semangat berkarya meski geraknya terbatas.   


Ketika harus berhadapan dengan prosedur rumah sakit dan berbagai situasi yang membuat jantung berdegup kencang.  Kadang saya selalu merasa perlu untuk meredakan situasi dengan melahap makanan maupun minuman yang agak spesial.  Oleh karena itu, saya seringkali mengenali tiap sudut ruang di rumah sakit dan sekitar rumah sakit.  Selain mengenali setiap ruang-ruang fasilitas kesehatan, biasanya saya suka menghibur diri dengan mencari kantin mapun food corner dengan menu makanan yang enak namun hemat di kantong.  Apalagi keadaan keuangan yang tidak stabil, saya rasa kita perlu cermat berhemat memilih menu dan harganya.    
Di zaman fasilitas informasi yang serba mudah di dapat, saya suka memanfaatkan media online untuk cari voucher diskon restoran.  Sesekali boleh dong jalan ke tempat makan yang nyaman, menikmati makanan lezat, bersih dan mendapat pelayanan yang baik.   Sayangnya, makan di restoran kadang-kadang harganya kurang bersahabat.  Tapi menariknya kalau suami saya ajak keluar lalu kuliner, seringkali dia terlihat segar dan senang.
Saking seringnya saya berurusan dengan rumah sakit, saya selalu membuat variasi kegiatan agar suasana tetap beragam rasa.  Kalau yang pernah mengalami situasi seperti saya, berhubungan dengan rumah sakit itu cape luar dalam. Tak hanya menguras tenaga namun mental. Pikiran bercabang-cabang dan memelihara hati agar tetap stabil.
Tapi saya selalu bertekad, saya tidak mau cape luar dalam, saya mau menikmati berbagai situasi.  Kalaupun mulai bosan, otak saya selalu berusaha mencari kegiatan yang bisa membuat proses-proses itu terasa ringan.  
Smartphone bisa jadi teman saya pergi kemana-mana.  Jadi kalau seharian pergi ke rumah sakit, diupayakan batrei smartphone terisi penuh.  Banyak manfaatnya, seperti menulis di aplikasi word, motret-motret, nonton, mencari berbagai informasi job, lomba menulis, ngobrol dengan teman-teman di aplikasi chat dan mencari informasi makanan-makanan yang sedang diminati.  
Sambil antri sana sini, saya suka senang melihat-lihat foto makanan, interior rumah, foto-foto alam, mencari restoran terdekat dan voucher diskon di mesin pencari.  Biasanya, voucher diskon makanan dan minum bisa sampai 30%-40% di berbagai restoran.  Melalui internet, kita pun bisa melihat-lihat menu beserta harganya.  
Mungkin, saya dan suami tidak lagi melakukan eksplor berbagai tempat.  Tapi situasi ini membuat kami menikmati setiap momen, salah satunya kuliner seputar restoran dekat rumah sakit dengan memanfaatkan voucher diskon.  

Foto-foto: Ima


Bandung, 21 Oktober 2017

@imatakubesar
Di ujung barat, semburat orange berselancar menembus sela-sela awan abu. Kawasan Dago, langit cukup tentram setelah beberapa hari yang lalu hujan mengguyur deras. Undangan datang dengan mendominasi baju hitam menuju Kapulaga Bistro di seputar Dago. 




Di ruang belakang Kapulaga Bistro, terhampar rumput, ruang temu, alunan musik, wangi masakan dan perbincangan seputar medali Starwars diantara masing-masing penyukanya. Beberapa pohon menampakan diri serupa daun-daun rindang pun bunga-bunga yang bermekaran. Ada rasa yang meruang, dalam setiap nafas dan tawa riang. Genggam hangat dan peluk satu sama lain, memberi ruang-ruang hidup diantara semua. 





Di tengah ramah tamah, tawa riang, di panggung musik mengalun melengkapi suasana sore. Beberapa komunitas hadir, tentu saja Komunitas Starwars Bandung dan beberapa influencer seperti Komunitas Emak Blogger, Blogger Bandung dan member Alfamart. 





Di sore yang lembut, beberapa undangan memainkan handphone, kamera DLSR, kamera poketnya mengarah pada koleksi Medali Starwars yang dikeluarkan oleh Alfamart. Tersusun apik dan indah 35 desain dengan beragam karakter Starwars. Starwars merupakan film fiksi ilmiah yang dirilis sejak tahun 1977 dalam berbagai produksi, film, buku, games,s erial televisi dan berbagai produk lainnya. 




Diantara koleksi itu, ada 3 desain yang masing-masing tinggal 1 medali di seluruh dunia. Dan itu ada di Kota Bandung Indonesia. Tak heran, di hari spesial ini Alfamart akan menggelar lelang medali tersebut. Antusias komunitas terlihat tinggi.

Acara dibuka dengan santai dan hangat oleh MC, menghantarkan seorang perempuan dengan baju adat. Perempuan seniman tari Teh Aci dari Komunitas Dancer Alfamart menari Jaipongan Waledag dengan berenergi. Pembukaan acara yang unik untuk acara Starwars Medallion launching.

Menurut Mba Rani Wijaya (Marketing Communication Alfamart), pihak Alfamart memasarkan produk Medallion Starwars karena tingkat reaksi masyarakat terhadap Starwars sangat tinggi. Beberapa event muncul karena kecintaan mereka pada film ini. Alfamart ikut mengapresiasi energi ruang-ruang ramai ini. 




Di acara peluncuran medali terbaru yang akan dipasarkan sampai 31 Desember ini menjadi magnet para pecinta Starwars datang dari belahan kota. Diantaranya dari Surabaya, Jakarta dan Bogor. Tak hanya itu, mereka pun ikut menjadi peserta lelang. Dari 3 medali yang masing-maisng tinggal satu ini, menarik banyak minat. Awal ditawarkan harganya Rp 500.000, kemudian dinaikan Rp 250.000 dari harga asal, beberapa orang pun gugur hingga bertahan di angka Rp 1.500.000 di satu desain dan satu desain lainnya bertahan di angka Rp 1.750.000.

Menurut pihak Alfamart, segmen pembeli di sana kebanyakan para Ibu muda. Namun tak dipungkiri yang menyukai medali ini banyak juga, dari anak-anak hingga dewasa. Mengingat Film Starwars merupakan film tahun 1977 hingga kini masih di produksi dengan berbagai perkembangan. Tak hanya menarik memori masa kecil, namun memelihara rasa suka.

Alfamart menjadi salah satu tempat belanja yang mudah, nyaman dan praktis. Medali Starwar yang unik ini bisa kamu dapatkan di sana dengan harga Rp 15.000 berisi 3 medali. 2 berisi desain karakter Starwars dan 1 medali Alfamart berisi hadiah-hadiah berupa makanan, setrika, ricecooker hingga mobil. Jadi, jangan ketinggalan, ya.


Foto-foto: Ima

Bandung, 20 November 2017

@imatakubesar
4

Waktu menunjukkan pukul 02.35 wib. Deru mesin bis meninggalkan letih juga kantuk. Lampu-lampu redup di perempatan jalan sunyi dan menyisakan sampah. Beberapa menumpuk, tertidur. Di pinggir jalan beberapa laki-laki saling berteriak dan tertawa. Sementara itu wajah-wajah letih meski tidak jiwanya, turun di atas bis menggerakan kaki menuju mobil bercat hijau, pulang. Beberapa membawa tas berukuran besar, beberapa yang lain tas selempang. Di ujung malam, terjaga, saling menjaga, memelihara kewarasan. Pulang pada rindu, pulang pada pelukan, pulang pada tawa riang.

Foto: Ima.  2017


1

Perjalanan 2,5 jam tidak terasa. Di luar, langit lebih kelam dari biasanya, nyaris hujan tapi tidak. Awan menaburkan petir sesekali, beberapa kelelawar menyembunyikan diri di bawah dedaunan rindang. Sebuah bis dengan beberapa lampu menyala, menjadi satu-satunya cahaya yang bergerak kencang. Sementara lampu-lampu rumah menjadi tanda pemiliknya tengah terlelap di balik selimut, diatas karpet atau di ujung ruang tamu meredakan lelah.

Kursi kecil, ujung lutut menempel pada jok kursi depan. Suara dengkur di tiap kursi, ada yang lembut ada yang keras. Ku coba menutupkan mata, melemaskan bahu juga syaraf-syaraf kepala. Desir musik tahun 90-an membawa ingatan, memelihara jiwa yang sama. Wangi mesin bis, wangi debu dan wangi matahari yang menempel di setiap bahu. Semangat yang sama di usia 20-an dan kini menuju 40 meski visi berbeda. Hati tidak selembek dulu, kini belasan luka, mata-mata tajam, mulut-mulut berbisa tak lagi membuat air mata tumpah, bahkan tak lagi membuat jatuh tersungkur.

Air botol mineral dan kripik rasa rumput laut, membawa dua perempuan berbincang tentang hidup. Jarum kompas membawa kami menuju beragam ruang, beragam kepentingan, beragam warna. Ada keriput di sudut matanya, ada luka di senyum kecilnya. Memahami, menganalisa, menuliskan pada setiap kata, melebur, menyatu. Setiap huruf, setiap jari, setiap deru nafas, setiap jiwa menjadi ruang-ruang hidup. Tulang rusuk menjadi fondasi, lupa merawat kulit, tak lagi akrab dengan lulur.

Tapi. Hidup haruslah terus berjalan. Menghidupkan hidup, meluaskan raga, meleburkan rasa.

Segala hal telah dipertaruhkan, tak perlu lagi ada keluh apalagi mundur, karena waktu tetaplah maju, entah sampai kapan.



2

Di balik jendela, gelap. Hanya bayangan penumpang yang tengah meredakan diri. Sesekali matanya gusar. Tak ada yang diingat dari raut wajahnya selain tangannya yang melindungi jantung dari AC yang berhembus kencang.

Ah, aku lupa bawa earphone mendengarkan dentingan gitar dan membuat suasana tengah malam di dalam bis tidak begitu menggemuruh. Perempuan dengan sejuta pikiran, nyenyak. Mungkin juga tak sepenuhnya nyenyak.



3

Usia. Pernikahan. Beranak pinak. Bekerja. Pertaruhan. Perputaran waktu. Membawa kita pada beragam warna. Seperti pohon yang bertumbuh, seperti perahu yang berlayar ke tengah lautan, seperti bunga-bunya yang tumbuh bermekaran lalu mati lalu kembali tumbuh.

Ada ruang-ruang sunyi, berisik yang tak juga henti, ombak yang membawa kita pada setiap dermaga, memabukan juga membuat tenggelam. Seperti juga musik hidup dengan denting yang mengalun hingga hentakan tinggi, bermain dengan ketukan, meredakan, bahkan seperti refrain, mengulang-ulang teks. Lalu, kita pun, tertawa. Menertawakan diri yang bodoh, menertawakan ketakutan, menertawakan keberdayaan yang sering tidak kita sadari.

Hah! Selamat datang waktu yang menua, tapi tidak jiwa kita. Selamat datang hati yang cepat berdebar tapi semakin peka. Selamat datang rasa tenang ditengah ombak yang berdebur-debur. Kalau lelah, tidurlah.


Bandung, 19 Oktober 2017
@imakubesar
Selama masih bulan Oktober, rasanya masih pas ya bincang-bincang tentang baju batik.  Saya punya beberapa baju batik yang kerap digunakan untuk sehari-hari dan datang ke acara-acara formal.  Ragam kain batik yang dulunya hanya digunakan sebagai bawahan, kini diaplikasikan ke berbagai jenis pakaian.  Rok, celana kulot, rompi, outer, baju atasan, hingga baju tidur.  Animo masyarakat Indonesia pada baju batik menjadi tinggi, terutama ketika banyak orang-orang fashion menciptakan kain batik dengan karya yang lebih asik dan mudah diterima semua umur.  

Amih (panggilan ibu saya) pernah cerita.  Pada jaman penjajahan Jepang, Emak (panggilan nenek saya) beberapa kali pulang pergi ke Jogja bersama Abah (kakek saya).  Tentara Jepang kerap memeriksa penumpang pribumi.  Mereka tidak boleh membawa barang untuk di jual belikan.  Emak dan Abah ini pedagang segala, mereka pergi ke Jogja maupun Solo untuk membeli kain batik.  Emak dan Abah punya cara menyembuyikan kain batiknya ini, beliau kerap melilitkan kain tersebut hingga berlapis-lapis di badannya agar lolos dari pemeriksaan.  
Proses mendapatkan kain batik ini penuh perjuangan.  Kain batik dari Solo ini banyak dicari oleh orang-orang, karena motifnya yang khas dan bagus.  Pakaian utama perempuan saat itu, kain batik yang dipadukan dengan kebaya bunga-bunga, kebaya brukat, kebaya tipis.  Terlihat klasik dan cantik.
Sekira tahun 1980-an, saya masih sering melihat para ibu menggunakan samping maupun sarung batik untuk pakaian sehari-hari dan menutup kepalanya.  Tak hanya digunakan untuk aktifitas formal pun para petani  yang kerap merawat padi di sawah.  Sarung batik dipadukan dengan kebaya menjadi pakaian sehari-hari perempuan Jawa layaknya rok, celana panjang dan blouse.   Saking menyatunya dengan masyarakat, kain batik tidak hanya digunakan untuk menutup badan, kain batik ini kerap dipakai untuk membedong bayi, menggendong bayi, acara khusus seperti pernikahan, dan menutup jenazah.  
Perlu diketahui bahwa motif setiap batik mempunyai nama, makna dan filosofisnya.  Seperti motif batik tambal ada yang percaya jika si sakit mengunakan kain sebagai selimut maka sakitnya akan segera sembuh.  Motif batik truntum yang dipakai saat pernikahan.  Adapula batik motif cuwiri yang digunakan buat menggendong bayi, dll.  
Amih punya beberapa koleksi, batik yang kerap di bagikan ke anak-anaknya saat mereka melahirkan.  Batik-batik dengan motif bagus seperti Tiga Nagari.  Batik dengan motif perpaduan dari tiga tempat, yaitu Lasem, Pekalongan dan Solo, perpaduan bunga, daun seta isen-isen khas batik yang digambar manual atau namanya batik tulis.  Warna beragam dengan kondisi kain yang lembut.  Beliau jarang mencuci dengan detergen, tapi cukup di masukan ke dalam air bersih, di kucek sebentar lalu segera di jemur di bawah matahari tidak langsung agar warna batik tetap awet.
Sampai sekarang, Amih dan beberapa teman-temannya yang sudah sepuh, masih menggunakan kain batik dengan kebaya.  Sesekali menggunakan baju gamis jika ada pengajian di masjid maupun acara-acara marhaba dan undangan mengaji di tetangga.  Tapi, sekarang lebih apik.  Kain-kain batik seperti Tiga Nagari di simpan baik-baik dan sekarang lebih menggunakan sarung kain batik cetak.  Kemudian di jahit menggunakan karet untuk pinggangnya agar praktis dipakai.  
Kebiasaan Amih menyiapkan beberapa lembar kain batik untuk bedong dan gendong bayi, sepertinya sudah kebiasaan dari leluhurnya.  Mungkin mereka tahu filososi di balik kain batik tersebut yang bisa membuat bayi terlihat lebih pantas.  Tapi karena suka dengan motif batiknya, kain itu saya pakai hanya sesekali saja.  Selanjutnya saya pakai kain flanel buat bedong dan kain khusus buat gendong.  Sementara batik yang dikasih Amih saya cuci lalu di jahit jadi baju batik.

Ini batik andalan, segala momen dipake. :D

Kecintaannya terhadap batik, membuat saja jadi suka beli kain batik lalu di jahit untuk baju keatasan,  celana kulot, rok, bahkan pernah saya buat tas gendong.  Unik.
Bertahun kemudian, terjadi berbagai macam percampuran budaya.  Satu persatu budaya lokal tersingkir, pengunaan batik sempat menurun bahkan tidak ada.  Rasa memiliki dan kecintaan terhadap batik pun menurun dan dianggap sebagai pakaian formal yang digunakan untuk acara-acara tertentu saja.  Sebagian besar kerap digunakan untuk menghadiri pernikahan dan prosesi formal lainnya.
Sampai suatu hari, batik diaku sebagai karya khas negeri tetangga.  Hal ini membuat orang-orang berang dan tidak suka, karena batik sudah menjadi bagian hidup Indonesia.  
Setidaknya kejadian ini membuat orang-orang kembali melek dan betapa berharganya hasil cipta karya anak negeri.  Pemerintah kemudian mewajibkan masyarakat dari anak sekolah hingga pekerja menggunakan batik di hari Jumat.  Perlahan, kecintaan masyarakat terhadap batik meningkat lagi.  Berbagai batik menjadi media dasar untuk sejumlah pakaian dengan model yang beragam.  Bertahun beberapa pihak pengajuan ke UNESCO agar batik menjadi warisan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan.  Akhirnya pada tanggal 2 Oktober 2009, menetapkan batik sebagai warisan budaya milik Indonesia.  
Sekarang ini di setiap sudut, menyedikaan pakaian berbahan dasar batik.  Dari mulai baju untuk tidur, pakaian bekerja, kegiatan sehari-hari, jaket, tas, taplak meja, dan berbagai aplikasi lainnya.

Bandung, 9 Oktober 2017

Imatakubesar  
Perkembangan Smartphone


Sekitar tahun 2003-an, saya termasuk yang bertahan tidak punya handphone (telepon genggam). Ketika nyaris semua teman-teman berhamburan mempunyai handphone, saya santai. Karena saya fikir, selama ada alat lain untuk berkomunikasi, ya, pake aja yang ada. Saya rasa telepon umum dan telepon rumah pun sudah cukup lah buat komunikasi.

Namun, begitu pergerakan bertambah cepat, memiliki alat komunikasi pun menjadi keharusan untuk meningkatkan mobilitas. Alat komunikasi menjadi media yang efektif untuk saling berkabar dan tentunya dapat “job” berkarya. Jadi saat itu saya pun menyerah memiliki handphone dengan tombol 3x4 keypad saat touchscreen belum ada. Saya merasakan handphone dengan ukuran besar dan berantene yang tahan banting.

Untuk harga nomor masih kisaran harga Rp 100.000 dengan sekali nelepon dihitung perdetik, terasa mahal. saat itu sms jadi favorit sampai ahli meringkas-ringkas kata demi penghematan.

Rupanya, perkembangan dan inovasi teknologi handphone bertambah cepat. Dari handphone yang ukuran besar dan berat kemudian berlomba menjadi lebih kecil dan tipis. Dari tombol keypad 3x4 menjadi touchscreen model keypad qwerty. 



Tak hanya pertumbuhan dalam bentuk ukuran, namun fasilitasnya bertambah menjadi alat yang bisa menyimpan dokumen, foto dengan kualitas yang bertambah bagus, bisa browsing dan bisa update perkembangan di media sosial. Hubungan manusia dengan manusia semakin sedekat ujung jari meski tak tampak secara fisik.

Kebutuhan masyarakat semakin bertambah ketika handphone dituntut semakin canggih, sehingga nama handphone pun lebih tepat disebut smartphone. Karena tidak hanya buat nelepon dan sms, pengunaan bertambah jadi buat motret, menulis, mencari data, menyimpan data, dan sekaligus berjejaring sosial di berbagai media. Seakan-akan anda memegang telepon, komputer dan kamera dalam satu genggaman tangan yang terkoneksi dengan internet.

Animo masyarakat bertambah tinggi dan kreatif, ketika dalam satu genggaman bisa berkomunikasi, bersoasialisasi, berbagi informasi, mencari informasi, mempunyai perkumpulan di dunia maya dengan passion yang sama bahkan masuk ke dunia yang profesional.

Apresiasi orang-orang menggunakan beragam aplikasi bertambah tinggi dan kebanyakan menggunakan alat ini untuk mengoptimalkan kemampuannya, membangun jaringan dan menemukan orang-orang yang mempunyai passion yang sama. Media ini pun digunakan untuk melakukan aktifitas jual beli online, self branding hingga pameran karya di beberapa aplikasi media sosial seperti instagram, pinteres, facebook, dokumen bersama, hingga transaksi online.


Yang terjadi, tingkat kebahagiaan, kreatifitas dan percepatan bisnis orang-orang mengalami percepatan. Mulai dari membajak smartphone, mengcopy data rahasia, sampai di hack oleh penjahat digital karena smartphone tidak mmeiliki sistem keamanan yang memadai.

Lebih dari 1,5 juta masalah malware mobil terbaru muncul dan terdeteksi oleh McAfee Labs. Dan lebih dari 16 juta pengguna terkena insiden malware mobile.

Bersamaan dengan itu, perkembangan cyber crime di dunia maya pun sama-sama tinggi. Karena beragam kemungkinan mendapatkan data, gaya hidup, aktifitas tiap orang mudah dipantau. Kejahatan ini menyasar semua segmen, laki-laki, perempuan, anak-anak, remaja, dewasa dan tua. Ini karena beragam data tersimpan dan bisa dibobol untuk dicuri datanya dan diambil pula uangnya. Tapi kini Advan menjawab kegelisahan konsumen yang berkaitan dengan keamanan data.



I’m Secure: Launching Advan A8

ADVAN lahir pada tahun 1998, merupakan perusahaan teknologi yang telah memproduksi berbagai macam produk seperti : Notebook, Tablet, PC, Smartphone hingga aksesoris digital (USB, Speaker, Flashdisk, MP3, MP4, UPS, Mifi dll). Terus berkembang pesat dan mendominasi pasar domestik industri teknologi telekomunikasi. Ini merupakan tahun pengenalan produk alat komunikasi rumah menuju telepon genggam.


Tahun ini, 19 tahun kemudian, Advan meluncurkan produk inovatif tepatnya hari Kamis tanggal 12 Oktober 2017. Fasilitas smartphone yang dikeluarkannya ini menjawab kegelisahan konsumen atas kebutuhan untuk melindungi data. Advan mengembangkan seri terbaru dengan tingkat keamanan yang tinggi: Privacy Protector Phone


Advan A8, sebuah smartphone yang melindungi berbagai data di dalamnya.  Advan A8 ini melindungi data, informasi yang ada sehingga tidak mudah di hack maupun dicuri.  Smartphone ini bisa dioperasikan dengan scan wajah mapun finger print.  Bahkan jika sampai hilang, ada alat pendeteksi lokasi dan bisa mengeluarkan alarm.  Begitupun, saat dinyalakan, dia bisa memotret siapa yang pertama kali memegang smartphone tersebut.

Acara berlangsung di Lotte Shopping Avenue Jakarta Selatan. Beberapa rangkaian acara lauching digelar, para tamu undangan hadir dengan dress code batik merespons tanggal 2 Oktober sebagai hari batik. Di acara ini, kami bisa mencoba dan mendapat penjelasan cara mengoperasikan Advan A8 di stage luar. Kemudian mengikuti rangkaian acara yang dikemas dengan spesial di panggung utama.

Pada pembuka acara menghadirkan Teza Sumendra dan ditutup oleh Andien. Mereka melantunkan beberapa lagu dengan suara yang asik dinikmati, membuat suasana ruang menjadi terasa hangat dan berdegup. 

Andien

Di tengah acara, beberapa pimpinan Advan menjelaskan segala hal dari berbagai sisi. Presentasi dikemas dengan permainan konsep pertunjukan yang menarik. Para undangan seolah dibawa pada sebuah misi yang memaparkan inovasi yang harus diberitakan pada dunia tentang smartphone yang mempunyai keamanan yang tinggi. Kemudian muncul Bapak Hasnul Suhaimi, Senior Independent Advisor memaparkan fakta lapangan yang kerap dikeluhkan penguna smartphone.

“Banyak sekali masalah keamanan yang menyangkut penggunaan smartphone seperti serangan malware, virus, peretasan data, dan sebagainya bahkan melibatkan tokoh terkenal maupun selebritis. Kita tentu tidak mau menjadi korban serangan data yang bakal merugikan seperti itu,” kata Hasnul Suhaimi.

Pakar telekomunikasi ini menambahkan, Advan A8 merupakan bukti dari komitmen Advan untuk menghadirkan smartphone yang tidak hanya memiliki fitur yang kaya dan canggih, tetapi juga sistem keamanan handal yang sekarang telah menjadi identitas dari produk baru Advan.

Selanjutnya Direktur Marketing Advan, Tjandra Lianto menuturkan positioning Advan sebagai Privacy Protector Phone lahir dari berbagai kondisi di lapangan. Dimana konsumen sebenarnya butuh ponsel yang lebih aman, namun seringkali tidak menemukan solusi yang tepat. Inovasi ini tak lepas dari laporan keamanan dari berbagai lembaga riset, bahwa smartphone dengan sistem keamanan yang bagus harus menjadi concern bagi konsumen.

Kiri-kanan: Tjandra Lianto, Hasnul Suhaimi,
Ellen Angerani, Chandra Tansri, Andy Gusena.


“Advan A8 menjadi jawaban bagi konsumen yang membutuhkan smartphone dengan fitur canggih dan kekinian seperti Dual Camera, Fingerprint hingga memori RAM yang besar. Tapi di atas semua itu, smartphone ini memiliki sistem security handal yang memberikan rasa aman kepada konsumen melalui platform IDOS (Indonesia Operating System) yang kami kembangkan,” Lanjut Tjandra.

Spesifikasi Advan A8 memiliki kaya fitur, terutama fotografi dan security. Tak hanya itu, smartphone ini diperkuat dengan dual-camera belakang dengan konfigurasi 13 MP+5 MP. Untuk kamera depan, disediakan resolusi 8 MP. Untuk layar Advan A8 berukuran 5,5 inci dengan resolusi Full HD yang diperkuat dengan kinerja yang kokoh karena menggunakan prosesor Octa-core 1,5 GHz dan RAM 4 GB serta internal storage sebesar 32 GB. Kapasitas batre sebesar 3000 mAh dan pengisian batrei didukung dengan USB Type C.

Sebagai gambaran bahwa di tengah pasar saat ini, Advan merupakan top 5 smartphone company di tahun 2017. Posisi pertama dipegang oleh Samsung, Oppo, Advan, Asus lalu Xiaomi. Sementara top 5 slite tablet company, yang pertama dipegang oleh Advan, lalu Samsung, Evercoss, MITO dan Lenovo. Advan merupakan satu-satunya Brand Indonesia yang bersaing diantara dengan Brand Global, ada diantara Samsung, Asus, LG dan Lenovo.

Selanjutnya Ellen Angerani, General Manager Sales Advan memaparkan dengan asik mengenai perkembangan bentuk ukuran Advan hingga perkembangan produk yang selama ini dilakukan.




Menurutnya, kunci sukses Advan selalu melakukan inovasi demi inovasi sehingga membawa Advan meraih prestasi. Meskipun penjualan ponsel merk lokal menurun, namun kinerja penjualan Advan terbukti meningkat. Data IDC menyebutkan, diantara vendor lokal, Advan memperoleh market share 49%.

Ellen Angerani, optimis bahwa smartphone terbaru menjadi andalan dari Advan ini akan meraih respon positif di pasar smartphone Tanah Air. “Kami bangga bahwa kepercayaan konsumen Indonesia terhadap Advan semakin tinggi, di mana Advan saat ini menjadi satu-satunya brand nasional yang masuk dalam tiga besar merek smartphone yang beredar di Indonesia. Ini memacu semangat kami untuk terus menghadirkan produk berkualitas tinggi, seperti smartphone terbaru Advan A8,” kata Ellen.

Dengan sejumlah fitur canggih dan sistem keamanan yang handal, Advan A8 dibanderol dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat Indonesia. Advan melepas smartphone ini dengan harga Rp2.999.000. ”Kami yakin dengan segudang fitur melimpah dan sistem keamanan yang handal sebagai privacy protector phone, Advan A8 akan diterima dengan baik oleh konsumen Indonesia dan semakin semakin memperkuat posisi Advan di pasar smartphone Tanah Air,” pungkas Ellen Angerani


Penghargaan yang telah diterima ADVAN:

· Editor’s Choice Tabloid Pulsa tahun 2014

· The Best Performance Gaming Tablet 2015 by Digy.co Award 2015 untuk seri ADVAN Barca Tab

· The Best Gaming Tablet 2015 by ICT Forum Award 2015 untuk seri ADVAN Barca Tab

· The Most Favorite Tablet Gaming 2015 by Telset Award 2015 untuk seri ADVAN Barca Tab

· The Best National Selling Tablet Brand by Selular Award 2015 untuk kategori Tablet

· TOP Local Tablet 2015 and TOP IT & Telco 2015 by iTech Magazine 2015

· Best Smartphone For National Brand 2016(Advan Glassy Gold 2) BY Arena LTE Editor Choice 2016

· Smartphone Advan i5E for ‘Best Selling Smartphone Camera of the Year 2016 by Neton TV Award.


· Advan Glassy Gold 2 kategori Best Affordable smartphone camera by Telset

· The Most Popular Smartphone Camera (Advan Glassy Gold 2) by digy.co award 2016

· Indonesia Most Creative Company 2016 by SWA Research

· The 1st Champion of Indonesia Original Brand 2016 by SWA Research.
Mengemas senja ke dalam koper. Meletakan jantung dan hati, perlahan. Disusun, disisipkan satu persatu. Hey, tak perlu gusar, kemari duduk sejenak redakan gelisah di ujung kota. Menampung kata-kata yang semakin deras, merayap ke dalam tanah, memantul di daun, mengantung di awan dan berenang di tengah ombak. Hilangkan luka, melalui bagian kecil yang kita punya.

Foto: Ima.


Pertemuan senja ini menarik diri dari keriuhan, meski sejenak. Temani penantian dalam segelas kopi juga setangkup croissant.

Di timur, dinding-dinding tampak mulai lapuk, beberapa terlihat lapisan dalamnya, pintu berwarna abu-abu tua, kaca patri, tenang menangkap segala kejadian. Tentang cinta, benci, bahagia, gelisah dan hidup yang meletup-letup. Masa selalu berulang, yang membedakan adalah usia.

Hari ini tidak ada hujan, diganti matahari yang sembab. Dia mulai mengantuk dan beredar menuju ruang hidup yang lain. Oranye tua bersatu dengan gumpalan awan, lalu gelap menyatu, utuh.

Musim saling berlomba, menuju pada entah. Mengikuti hari, memberi tanda pada setiap gerak, degup, denyut, riak. Jalan-jalan tandus kembali berair, perlahan. Ada sedikit rumput di balik bebatuan. Hati terus berputar membawa diri pada setiap jejak. Terkumpul, berjejak kuat, tumbuh berbuah, ada yang menghilang terbawa angin juga gelombang.

Duduklah, sejenak, mari bicara tentang isi koper. Mengolah ribuan langkah yang menarik hati kecilmu. Tanpa tendensi. Karena diri serupa tanah liat yang kerap dibentuk, terbentuk, belajar pada setiap proses dan memetiknya. Lalu, berilah energi dengan 99 kekuatan Maha Dzat, agar yang menganga kembali menyatu, yang rapuh kembali tangguh, yang layu kembali tumbuh.

Letakan sejenak bebanmu, kembalikan jantung dan hati pada ruang tentram. Karena kita terlalu berharga jika hati mengecil dan jiwa berlapis sendu. Biarkan dia mekar, berbuah, kau akan melihatnya terbawa angin seperti putik sari yang menyebar ke seluruh bumi. Bertumbuhan di setiap tanah. Tanah lembab, tanah basah, tanah kering, tanah merah.

Setiap senja, akan merekam cerita lalu terkumpul dalam berikat-ikat kisah. Tentang aku, kamu, kita. Ada yang berkembang dan berbuah. Ada pula yang luruh, terseret gelombang, terjebak di padang tandus.

Tak ada kehidupan yang tak berarti, setiap jiwa punya kehidupannya. Genggam hangat setiap detik nafas, pada Pemilik Hidup.



Bandung, 7 Oktober 2017
Imatakubesar



Badai Tuan tlah berlalu

Salahkah ku menuntut mesra

Tiap pagi menjelang, kau disampingku

Ku aman ada bersamamu

Selamanya

Sampai kita tua, sampai jadi debu


...

Sepotong lirik Sampai Jadi Debu dari album kelompok musik Banda Neira, membawa ingatan ke bulan September 2013. Saat pohon tumbuh berdiri lalu mendadak tumbang, melewati berbagai musim kering dan penghujan. Tepat beberapa hari setelah dia ulang tahun. Empat tahun lalu, dihantui rasa takut yang mencekam, seperti di atas perahu yang terombang ambing di tengah laut. Gelombang ombak yang tinggi, angin kuat, matahari yang menghilang.

Waktu terasa sangat lamban. Aku takut sore. Aku takut malam. Aku rindu karamaian. Di mana langkah terjatuh pada satu lubang menuju lubang yang lain. Kulihat sekeliling sepi. Hanya Ibu yang mengaji di siang dan malam dengan raut yang semakin mengkerut. 

Foto: Ima

Begitu banyak kisah di balik serial hidup yang panjang. Perahu yang kami duduki, gelombang laut datang tak terkendali. Satu persatu pergi, meraih kayuh lalu menjauh. Tangan, hati, hanya mampu berpegangan pada ujung perahu, mengikuti semua pergerakan. Semua bertahan pada apa yang kami yakini. Mengikuti pergerakan alam, tangan-tangan, mesin hidup yang bergerak pelan dan cepat. Datang lalu pergi lalu datang lagi. Sampai suara berteriak sekecil gelombang ultrasonik, berbisik: “Cukup, Tuhan, cukup.” Satu persatu gelombang pun tenang, perlahan.

Seekor burung kecil bernyanyi di ujung perahu, pandangannya menyenangkan. Hujan ribut mereda, awan hitam pun bergeser, matahari bersinar lembut sentuh dedaunan kering, rerumputan hijau, kupu-kupu memainkan bunga-bunga, esok itu datang. Hati tak lagi cemas, tinggal sisa gelombang umpama rindu yang tertunda. Aku butuh beradaptasi lagi, pada kehidupan yang maya, pesona dan penuh intrik.

Perjalanan hidup yang paling istimewa diantara cerita hidup yang istimewa.

Lirik kontemplatif. Membuat hari ini begitu istimewa. Setiap detik menjadi menarik, seluruh gerak penuh makna, lelah menjadi ruang hidup yang nyata.

Sering beberapa pertanyaan muncul, tentang apa yang terjadi. Tentang kejadian yang tidak juga berakhir. Ia datang, pergi, lalu datang lagi. Hingga resah tak lagi hadir, meski jawaban tak juga datang. Kadang semua jawaban itu seperti udara, hadir namun tak tampak raganya. Pelan-pelan merambat kuat pada tanah, pada batu, pada air.

Hari berganti, kaki, tangan, hati bergerak.

Pagi menjadi ruang manja, dijilat matahari pagi, disiram wangi dedaunan, bersama sisa hujan semalam, merangkum semua istirahat yang tertunda.

Selamat datang hari, tetaplah hidup dan menumbuhkan.



Bandung, 6 Oktober 2017

@Imatakubesar

#CatatanKecil

Foto: Cholis

Sore itu, hujan pertama kali setelah berbulan-bulan sinar matahari menjadi akrab. Pepohonan mulai terlihat layu, tanah pun agak retak-retak, beberapa tempat mulai kehabisan air. Jalan-jalan mulai agak basah, beberapa pengendara motor berburu tempat untuk berteduh. Saya berlari dari pintu angkot, agak berlari menuju sebuah mini market yang tak jauh dari rumah. 

Wangi kopi dan roti hangat menyeruak lembut di balik pintu kaca. Menunggu hujan agak reda, saya pun masuk.

Di depan kasir ada susunan roti, kue-kue basah, susunan kotak Brownies Aku Suka 3 rasa dan kepingan kukis tipis Aku Suka dengan beragam rasa. Bentuknya persegi panjang sekitar ukuran 28 x 10 cm dengan harga yang ramah di kantung. Sepertinya cukup  untuk merayakan sore yang tengah bermain-main dengan rindu.   

Foto: Ima

Hujan berlangsung tak begitu lama, ada sedikit gerimis bermain-main di atas bahu dan wajah. Langkah dihantarkan menuju rumah, orang-orang tersayang menunggu di balik jendela. Anak-anak teriak kegirangan, berloncatan sana sini, sambil menggendong yang kecil saya bawa camilan yang saya beli di mini market tadi ke meja makan.

Sambil sedikit bercerita, kami pun segera membuka kotak brownies dan melahapnya bersama. Sore itu sukses dilewati dengan asik, tak hanya saya, anak-anakpun senang melahapnya. Saya lebih memilih brownies rasa choco cheese, anak-anak memilih choco almond dan dark choco. Sementara kukis tipis beragam rasa di pegang oleh yang kecil, katanya mau mereka makan di dalam tenda. Ya, tenda yang sengaja kami pasang di tengah rumah.

Tentang Brownies, ingatan dibawa ke masa kecil. Saat saya masih SD (sekitar tahun 1985-an, hey, serasa baru kemarin). Suasana Kota Bandung seringkali menahan ingatan. Ingatan pada pepohonan, wangi makanan, udara lembut, cahaya matahari yang berkilauan, bangunan tua, pedagang tionghoa di Pasar Baru, jalan becek di pasar-pasar rakyat, mobil angkutan berpintu di belakang, asap-asap knalpot yang memenuhi jalanan kota, peraduan rasa dan pesona seni.

Dulu, saya sering diajak main sama kakak ke daerah Dalem Kaum, Braga, sepanjang jalan Otista (Otto Iskandardinata), juga Lembang. Diantara tempat itu, paling sering diajak main ke alun-alun. Kami senang jalan kaki sekedar lihat-lihat kain yang nyeni, bikin jas nikahan buat kakak laki-laki, nonton film di bioskop lalu makan brownies di salah satu toko donat terkenal diantara sepanjang jalan pertokoan.

Biasanya, kalau pergi ke sana, kami naik bis dengan jurusan Ledeng-Leuwi Panjang, berhimpitan dengan orang-orang dewasa dan pengamen jalanan. Rasanya, nyaris semua orang mencari hiburan ke alun-alun dan sepotong brownies. Saat itu pusat kota semua berputar di sana. Pertama kali kenal kue brownies pun di sini, tepatnya di Dalem Kaum. Biasanya saya suka beli donat dengan taburan keju di atasnya, tapi penasaran juga dengan kue berbentuk persegi panjang, bantat, warna cokelat pekat, tekstur yang agak lembek dan wangi yang khas. Saya ingin coba, ternyata Saya Suka Brownies.

Foto: Cholis


Saya paling suka brownies dengan taburan kacang almond, saya pilih minumnya segelas orange juice. “Kamu, suka, Ma?” Tanya Teteh. Saya mengangguk, saya termasuk anak pendiam dengan banyak khayalan dan banyak bicara di kepala. Potongan brownies di atas piring putih, lahap di makan. Sambil makan, saya paling suka mendengar cerita-cerita kakak, tentang teman-temannya, sekolahnya, pacarnya dan banyak hal lainnya.

Mungkin karena itu, saya jadi anak yang suka mendengarkan cerita. Tidak hanya mendengarkan cerita-cerita kakak, tapi berlaku ketika bermain dengan teman-teman masa kanak-kanak hingga dewasa. Saya mungkin termasuk orang yang senang mendengarkan, dan ketika mereka puas bercerita saya hanya memberi pendapat sedikit dan biasanya, mereka langsung menerima. Mereka suka dengan solusinya.

Beranjak remaja, brownies selalu ada untuk jadi teman cerita dengan teman, sajian untuk tamu dan oleh-oleh. Rasanya kalau ada brownies suasana terasa lebih spesial dan hangat. Tak hanya saya yang suka brownies, sampai kini punya anak, anak-anak pun suka brownies. 

===>
Kamu bisa dapatkan Brownies Aku Suka di:

Akun IG @crackerbiskuit

Akun IG @browniesbandung

Pemesanan online kunjungi bit.ly/PesanBrowniesBandung



Bandung, 5 Oktober 2017

@Imatakubesar

Foto: Ima

Hujan malam ini. Dua orang penjaga datang, membuka kunci pintu jeruji. Seorang laki-laki muda, seumuranku, terlihat muram dan kesal. Kosong matanya. Dia jalan pelan menuju kasur disebelahku, duduk melemparkan sebagian badannya.

Ku memicingkan mata, lalu duduk. Kami beradu pandang. Dia melihatku, tajam, dari kepala hingga kaki, lalu memandang sekeliling. Mata yang penuh awas. Lampu di luar jendela memberi bayang pada wajahnya. Ia mendengus, kepalanya di lemparkan ke atas bantal yang lembek. Tak ada senyum diantara kami.

Ku coba kembali tidur, namun ranjang sebelah tak juga tenang. Tubuhnya gelisah, membalik ke kanan, ke kiri, lalu kembali duduk, ia lakukan berkali-kali.

"Tidur, sudah malam." Seorang teman yang tidur di ranjang tingkat di atasnya mulai merasa terganggu. Dia pun tenang. Melipat bantal, matanya terlihat masih memandang ke luar jendela. Ada hujan di sana.

Akupun mulai lenyap dari ingatan, meski satu dua ekor nyamuk melahap makan malam di kaki yang tak tertutup selimut.

Klang... klang... klang... lonceng berbunyi. Beberapa petugas yang lain mengetuk jeruji sel. Satu persatu teman-teman bangun. Bersegera. Ada yang mencari kacamata, ada yang berlari bersegera ke toilet, ada yang menggerak-gerakan badan. Di ujung jendela, sekelompok ayam berteriak nyaring. Beberapa orang masih mendengkur, ku bangunkan. Tapi kepalanya kembali ditutup dengan selimut dekil dan tipisnya.

Laki-laki yang datang malam itu sudah duduk. Rautnya pucat. Ia ikut barisan menuju toilet. Aktifitas subuh itu hening, hanya suara langkah kaki petugas dan sendal tipis yang diseret oleh beberapa penghuni sel yang masih mengantuk.

Terang, teranglah matahari. Aku rindu hangat. Aku rindu nasi goreng terasi dengan telur mata sapi setengah matang dan senyum Ibu. Pikiran melayang pada suasana rumah, pada kuping jendela dengan engsel yang sudah karatan, gorden bekas spanduk kampanye, pintu yang sudah sedikit rapuh dipenuhi gambar aku dan adik-adikku, dan sosok ayah yang tiba-tiba datang lalu siap memukuliku. Ku tarik nafas, ingatan dikembalikan pada detik ini. Masih ada 2 orang lagi di depan pintu toilet.

Waktu berjalan begitu lambat, bahkan untuk melakukan hajat menjadi begitu lambat dan mahal. Kami, mau tidak mau, berbagi dalam segala hal. Satu per satu. Setiap hari seperti mimpi yang tidak kunjung usai. Diantara bau toilet yang khas, berjajar tubuh-tubuh kurus, rambut cepak, warna baju yang sama.

Seseorang dengan tubuh pendek tiba-tiba berjalan dan berdiri paling depan untuk memasuki pintu. Raut mukanya dingin dan tampak santun. Teman-teman yang tengah antri terlihat geram, tapi tak ada satupun yang berani padanya. Meskipun tubuhnya kecil dan pendek, tapi dia terkenal jago bela diri. Berdasarkan cerita dari teman satu bloknya, anak bertubuh pendek ini menghabisi nyawa paman dan istri pamannya. Aku yang hampir menegurnya, menahan diri, padahal perut sudah teramat mulas.

“Mario!” Suara petugas, dengan suara tenor yang khas, membuat kami semua membalikan kepala menuju suara panggilan itu. Keluar dari barisan seorang dengan perawakan tinggi, kulit bersih, terlihat elit dari kelompok orang-orang kebanyakan di blok ini. Laki-laki yang semalam tidur di kasur sebelah, rupanya bernama Mario. Dia melangkah mengikuti petugas. Kami semua hanya menatap pada setiap langkah hingga tak lagi terlihat sosoknya di belokan pertama.

Aku pun masuk toilet.

***

Selepas shalat berjamaah dan suntikan ceramah subuh, semua penghuni di blok kembali ke tengah lapang untuk dihitung ulang dan segera sarapan.

“1, 2, 3,... 185! Lengkap semua, Pa.” Lalu petugas dengan baju seragam biru-biru memberi perintah makan pagi. Masing-masing membawa tempat ransum yang terbuat dari aluminium. Ada tempat untuk nasi, sayur, ikan, perkedel dan kerupuk. Tapi makan pagi ini tidak selengkap itu, 4 cekungan dari tempat kosong itu hanya terisi 2. Untuk nasi, sayur bayam dan tempe goreng. Setiap hari makan hanya seputar tahu dan tempe, syukur-syukur ada telur goreng.

Aku dan teman-temen duduk bersama dalam sebuah bangku panjang. Saling menertawakan menu pagi dan tugas-tugas hari ini. Tak lama, laki-laki yang semalam datang mendekati kami.

“Boleh, aku, duduk di sini?” Katanya kaku.

Bola matanya kosong, raut muka yang kusut seperti orang-orang yang datang dan pergi. Raut muka yang sama, setiap orang yang kutemui selama 3 tahun di sini.

“Duduklah.” Jawabku. “Aku teman sekamarmu”.

“Iya. Terima kasih.” Sambil mengunyah sepotong tempe.

“Tiap hari, menu makan seperti ini?” tanyanya, kaku.

Seluruh teman-teman di bangku itu tertawa terbahak.

“Selamat datang di dunia antah berantah.” Teman sebelahku menjawab sambil makan nasi putih dengan lahap ibarat nasi goreng ayam rasa pedas.

“Kau, kenapa bisa masuk ke sini?” Tanyaku.

“Masalah perempuan. Kau pun?.” Jawabnya berusaha santai, dan itu membuat laki-laki yang paling pendek diantara kami membantingkan wadah makannya yang sudah kosong. Lalu berteriak.

“Laki-laki biadab! Kau beraninya dengan perempuan, hah!”

“Hei!!! ” Laki-laki berparas bersih dengan lengan yang terlihat tidak pernah bekerja keras itu pun berdiri. “Kamu fikir kita di sini orang-orang hebat semua?.”

“Setidaknya aku tidak sepengecut kau, beraninya sama perempuan!” Terlihat, suaranya bergetar dan marah.

“Hati-hati, dia membunuh pamannya karena menghina ibunya.” Kataku setengah berbisik, wajahnya menatapku cepat, matanya membesar, ada rasa kaget di wajahnya. “ Aku tidak main-main.”

Klang... klang.. klang... petugas dengan baju biru mendekat sambil sedikit berlari.

“Kalian berdua, mendekat. Tidak boleh bertikai di sini. Kalian berdua, selesai sarapan gosok wc!”

“Horeee... aku bebas tugas!.” Teriak sorang anak berperawakan kurus dengan kacamata yang di selotip bagian gagangnya.

“Pa, aku di sini hanya sebentar. Akan aku laporkan pada orang tua, bagaimana kalian memperlakukanku di sini.” Jawabnya lantang. Lalu suasana pun hening.

Wajah-wajah coklat dan kurus, terlihat berhenti makan. Tak ada yang berani yang berkata demikian pada petugas itu. Petugas membuka topi, mendekat, sambil menepuk pundak Mario.

“Selama kamu di sini, kamu dalam pengawasan saya dan harus ikuti semua aturannya. Kalian berdua, ikut saya.” Petugas lalu membawa si pendek dan laki-laki yang baru saya tahu tadi subuh namanya. Wajah-wajah coklat dan kurus itu pun kembali makan, tinggal bunyi piring kaleng dan sendok yang bersisa.

Setiap hari, setiap malam, Mario selalu dipanggil petugas. Entah dibawa kemana. Baru kembali ke kamar mungkin menjelang dini hari. Di sini tak ada jam dinding. Hanya mengira-ngira dari posisi bulan di balik jendela. 

Di hari ke-6, seperti biasa Mario duduk di sebelahku untuk makan pagi. Menu pagi ini nasi hangat dan tahu goreng.

“Mario, kenapa kamu setiap malam dipanggil petugas.” Tanyaku agak hati-hati.

“Ditengok keluarga, Mama ingin bertemu denganku.”

“Lha, bukannya kalau malam tidak boleh ditengok?”

Mario melemparkan senyum,

“Kamu bisa makan dengan nasi dan tahu seperti ini?” Mario terlihat malas makan.

“Tak ada pilihan.” Jawabku. “Ini semua salahku, aku harus menjalaninya dengan sabar.”

“Kalau punya uang, hidup bisa kau pilih, Rus! Siang ini orang tuaku jemput. Aku bebas. Aku akan segera lepas makan menu di sini. Haha!.” Mario berbisik padaku sambil menghabiskan makan pagi dengan lahap.

Sementara, aku hanya menghabiskan nasi hangat yang semakin hari terasa payau sambil menjalani 2 tahun makan nasi hangat saban hari dan menyisakannya. Jaga-jaga jika nanti lapar.

*Ini hanya cerita fiksi yang terinspirasi dari sepotong cerita dari kelas menulis anak-anak lapas.



Bandung, 4 Oktober 2017

Imatakubesar