Beberapa hari lalu, aku dapat buku yang baru saja dilahirkan oleh Kang Dudi Rustandi berjudul Digital Public Relations. Buku terbitan Simbiosa Rekatama Media pada bulan April 2024 ini memaparkan era fungsi digital informasi yang mempengaruhi gaya hidup komunikasi saat ini. Isinya mengurai dunia digital yang berkaitan membangun reputasi, digital pubic relation (PR) dari era 0.1 hingga 0.5, konsep dasar PR, elemen penting dalam digital PR, strategi hingga digital branding.

Melalui buku ini memetakan fungsi digital dan cara membangun komunikasi digital yang tepat. Sehingga kita semakin memahami kebutuhan dan perkembangan ekonomi, digital PR memberi kekuatan karakter antar individu maupun kelompok di tengah berbagai segmen masyarakat.

Komunikasi di ranah digital saat ini, bisa menghadirkan karakter tertentu. Kedekatan digital PR dapat terbangun dengan baik antar individu, individu dengan publik, publik dengan individu. Saat ini situasi keterhubungan komunikasi digital cenderung lebih cepat dan dekat, yang dapat meringkas ruang dan waktu.

Kalau kita melihat perkembangan ke belakang, media komunikasi dan informasi dibagi berdasarkan metode pengirimannya dan disusun dalam tipe-tipe perusahaan yang berbeda. Penerbit untuk koran, majalah dan buku. Studio untuk rekaman dan gambar hidup. Stasiun untuk radio dan televisi. Kini, dengan adanya internet menyampaikan berbagai media cetak, siaran, film, musik yang dapat dikelola, digunakan bahkan kita dapat mengapresiasinya tanpa batas.

Buku ini mencatat sejarah berbagai teknologi yang mempengaruhi cara berkomunikasi dengan publik yang dapat mempengaruhi reputasi perusahaan maupun individu. Bagaimana setiap generasi ternyata terpengaruh dan berdaptasi dengan cepat dengan pelbagai perkebangan teknologi. Ada yang mampu mempelajari dan mempelajari cara-cara mengelola jaringan dengan kekuatan internet. Namun, tak sedikit yang tetap merasa nyaman mencari informasi dalam sistem media cetak.


 

Seperti yang tertera dalam buku tersebut, pada tahun 1970-an, kita mendapatkan media komunikasi dan informasi berdasarkan sistem penyampaiannya. Kalau media yang berbentuk kertas yang dicetak, saat itu namanya bulletin, koran, majalah, tabloid, buku. Kemudian media yang menggunakan antena, membawa siaran melalui sinyal yaitu radio dan televisi. Lalu musik dan film, membutuhkan kaset, disket, piringan hitam agar kita bisa mengapresiasinya.

Buat generasi Y dan millenial, teori perkembangan teknologi komunikasi tumbuh bersama usianya. Membaca buku PR Digital ini seperti membaca sejarah diri yang beradaptasi secara otodidak, trial and error dalam mempelajari kebaruan berkomunikasi dan membangun diri dalam berbagai platform dan dunia cyber lainnya. Informasi yang hanya dari televisi, radio, koran, lalu terus berubah wujud berkomunikasi menggunakan media sosial berupa aplikasi whatsapp, telegram sampai website yang menampung berbagai informasi dan hiburan.

Saya sendiri termasuk yang tertarik mengeskplore dan mencoba berbagai perkembangan alat komunikasi dan informasi. Mulai dari satu saluran televisi sifatnya central yang mulai menyala hanya dari jam 17.00-23.00 WIB, mencari informasi ke perpustakaan atau berburu majalah bagus ke pasar buku bekas di Cikapundung, hingga kini bisa mendapatkan informasi dari manapun, dari siapapun. Karena semua orang bisa mengolah cerita, berita, tulisan di micro blog dan media sosial. Dari situasi yang banyak upaya hingga begitu mudah mendapatkan berbagai pelajaran dari berbagai platform. Sifatnya meringkas waktu dan tempat.

Buat generasi Y dan millenial, mengalami berbagai evolusi informasi dan komunikasi di tengah masyarakat dunia. Terlebih ketika akhir tahun 2019, masyarakat dunia melewati pandemi corona yang membuat kita berkomunikasi tanpa tatap muka. Mulai dari menjaga hubungan keluarga, pekerjaan, perputaran ekonomi hingga pendidikan semua sistem komunikasi diantisipasi secara online. Semua orang beradaptasi tetap di rumah tapi tetap bisa berkomuniasi dan mengolah diri.

Penulis buku ini dikenal sebagai dosen Prodi Ilmu Komunikasi Telkom, memaparkan dengan lugas dunia digital. Karena selain mempelajari, beliau juga mempraktekan sebagai pengelola persola blog dan tergabung dalam berbagai komunitas blog. Terlihat jelas dalam bukunya, setiap bab menerjemahkan berbagai fungsi digital yang dikelola dengan tepat oleh PR sehingga dapat diterima oleh public yang tepat.

“Kini blogging menjadi salah satu aktivias dan bagian tidak terpisahkan dari pekerjaan Public Relation (PR). PR sadar akan pentingnya eksistensi dan reputasi perusahaan melalui kata kunci positif pada media digital. Oleh karena itu, salah satu yang menjadi mitra kolaborasinya adalah blogger.” (Digital Public Relation, hal. 157)

Begitupun ketika saya bisa mewujudkan kesukaan menulis di media blog. Saat itu tahun 2002, saya baru mempelajari dan menggunakan media sosial sekaligus blog yang bernama Friendster. Beberapa teman yang usianya di atas saya, masih merasa rigid dengan new media komunikasi ini. Merasa canggung dan geli bisa membangun jaringan dengan cara online. Situasi teknologi yang menghadirkan euphoria ilmu pengetahuan yang berdampak pada kehidupan bermasyarakat.

Sesuai usia lahirnya blog saya ini, saya kelola dan isi dalam rangka latihan menulis pada tahun 2002. Ditulis sendiri, diapresiasi sendiri, pembacanya juga kalangn teman-teman dan saudara. Saya jadi asik sendiri dengan dunia menulis yang aku impikan sejak kecil. Blog menjadi titik cerah buat saya yang tidak punya dasar pendidikan di dunia menulis.

Kembali pada tahun 2001, paska keruntuhan pemeritahan Soeharto pada tahun 1998 muncul semacam situasi euphoria kebebasan berpendapat, bersikap, keberanian menjual berbagai buku yang sempat dilarang oleh pemerintah saat itu. Bahkan tak sedikit orang-orang berani menelurkan buku-buku terbitan sendiri dan menghidupkan ruang-ruang kreasi yang sifatnya memfasilitasi kebutuhan komunal. Kalau dulu, kalau ada perkumpulan yang sifatnya komunal, kerap menimbulkan kecurigaan akan menciptakan gerakan yang bisa membahayakan negara.

Masuk tahun 2019 dimana orang-orang diajak untuk melek teknologi karena faktor pandemi corona. Semua generasi termasuk babyboomers mau tidak mau mempelajari teknik berbagi informasi mulai dari aplikasi whatsapp, telegram hingga berbagai aplikasi yang berkaitan dengan file pekerjaan.

Buat generasi Z yang tumbuh di era serba digital, serba cyber, menganggap bahwa teknologi komunikasi internet menjadi makanan sehari-hari. Proses pembacaan dan komunikasi mereka pun punya ciri khas sendiri. Generasi yang sudah dipenuhi banyak informasi dan mengenal banyak kehidupan sosial hampir semua kalangan. Menembus batas ruang, yang terbiasa mengenal sosial budaya antar daerah bahkan negara.

Bagi pengelola digital PR, fenomena percepatan revolusi industri ini menjadi tantangan tersendiri. Pada Bab 5 tentang memahami media digital, kita diajak mengenal lebih jauh tentang karakter audience berinteraksi, bagaimana kita bisa terhubung satu dengan lain. Situasi yang harus diakrabi agar kita bisa berstrategi dan mengelola diital PR dengan tepat agar dapat diterima oleh audiens.

Revolusi ini menghadirkan percepatan gaya hidup akibat digital. Belanja di pasar menggunakan note tablet, pertanian menggunakan smartfarming, pengelolaan keuangan menggunakan akuntansiku, berkomunikasi lewat whatsapp, rapat menggunakan zoom, kursus melalui Udemy, investasi menggunakan crypto, mengais rezeki lewat youtube, membuat konten menggunakan AI (artificial intelligence). (Hal. 76)

Buku ini menarik dipelajari oleh pengelola digital, baik perusahaan maupun individu. Biasanya kita mempelajari berbagai perkembangan digital di berbagai akun youtube, micro blog/website, bahkan reels IG. Tapi jika kita mau mempelajari secara komprehensif, buku yang disusun Kang Dudi Rustandi menjadi media panduan agar kita bisa lebih memahami new media yang jadi bagian revolusi komunikasi saat ini.



“Ciri sabumi cara sadesa.”

Peribahasa Sunda ini sebuah pengajaran etika yang memiliki makna bahwa setiap lingkungan memiliki adat dan ciri khas berbeda-beda. Dengan begitu peribahasa ini memberi bekal untuk manusia agar bisa beradaptasi dengan cara memahami, menyadari, menerima cara berkomunikasi dan bersikap di sebuah lingkungan.

Setiap lingkungan pasti memiliki ritme hidup dan aturan etika yang harus dihormati. Peribahasa Sunda ini memberi pelajaran untuk terampil dan lugas dalam berbahasa/bersikap saat harus berinteraksi dengan berbagai aturan maupun etika yang berbeda. Saat kita masuk ke dalam lingkungan baru, mau tidak mau kita harus bisa beradaptasi dengan keadaan sosial di tempat tersebut.

Begitu pun dalam ayat Quran Al Hujurat ayat 13, yang artinya:

“Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”

Maksud ayat ini memaparkan tentang manusia itu pada dasarnya diciptakan berbeda-beda. Agar manusia bisa mempelajari nilai hidup setiap suku bangsa. Dengan begitu antar individu yang berbeda bisa saling menghormati dan bekerjasama untuk berbuat baik dan memelihara kehidupan.

Dari sumber ini, pada dasarnya manusia diciptakan beragam, mulai dari suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat. Meskipun berbeda, pada dasarnya tipe kepribadian manusia itu sama, ada yang tipe plematis, melankolis, sanguinis, koleris. (Sumber di sini)

Keberagaman ini mengajarkan manusia untuk berfikir agar bisa membuat kesepakatan sosial baik tata krama, etika, kebijakan yang saling menjaga hak dan kewajiban tiap individu dalam berinteraksi dalam komunitas masyarakat.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari berbagai elemen bermasyarakat. Baik lingkungan keluarga, tetangga, teman sekolah, teman kerja, komunitas hobi, klien, pelanggan bahkan jaringan pertemanan antar negara. Jangankan perbedaan karakter antar suku, individu yang dilahirkan dari satu Ibu pun memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter yang berbeda ini akan memunculkan perbedaan pandangan dalam menyikapi persoalannya.




Meski perbedaan ini disadari, dalam kenyataan sosial tidak semua orang sanggup beradaptasi, memahami dan menerima tipe kepribadian emosi khas setiap individu. Situasi ini bisa menjadi faktor yang menyebabkan perselisihan. Baik beda pendapat, saling menyalahkan, merasa paling benar, terjadi salah faham, ego dan emosi masing-masing individu yang menghambat kesepakatan dan saling memahami satu sama lain dalam mencapai tujuan yang sama.

Dalam beberapa kejadian di sebuah organisasi maupun tempat kita bekerja, sangat mungkin terjadi perselisihan. Baik antara atasan-bawahan, antar rekan kerja yang seringkali tidak sejalan lagi. Penyebab konflik bisa banyak faktor, seperti perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. (Manajemen Konflik dan Stres oleh Ekawana-menurut Gibson-2021. Sumber di sini)

Oleh karenanya, kita perlu mempelajari teknis berkomunikasi asertif yang tepat agar bisa menghadapi berbagai situasi. Sebuah sikap yang bisa mengatasi perbedaan sudut pandang antar individu maupun kelompok. Karena persoalan mau tidak mau harus dihadapi agar menjaga hak dan kewajiban kelompok.

Secara garis besar, komunikasi asertif adalah suatu bentuk komunikasi yang mencerminkan sikap tegas, jelas, dan terbuka tanpa melanggar hak atau perasaan orang lain (sumber: klik di sini ). Meskipun begitu, seringkali sikap asertif ini pun kadang-kadang sulit diterima oleh sebagian kelompok yang sulit menerima teguran atau merasa diperlakukan tidak adil.

Berdasarkan di atas, sikap asertif ini terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya:

1. Asertif Positif
Komunikasi yang melibatkan ekspresi tegas dan jelas, tapi tetap menjaga suasana positif terhadap lawan bicara.

2. Asertif Responsif
Jenis komunikasi yang mendorong seseorang untuk melakukan dialog terbuka dan saling mendengarkan satu sama lain.

3. Asertif Pribadi
Jenis komunikasi yang berfokus pada kebutuhan, hak dan perasaan pribadi seseorang. Individu seperti ini menggunakan komunikasi asertif untuk menyampaikan batasan pribadi dan mengungkapkan keinginannya tanpa jadi agresif.

4. Asertif Bisnis
Merupakan komunikasi yang melibatkan penyampaian pendapat atau kebutuhan dengan professional dan tegas. Komunikasi ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang efisien dan produktif.

5. Asertif Sosial
Kemampuan berkomunikasi dalam konteks sosial, seperti dalam pertemanan atau kelompok. Individu yang asertif secara sosial dapat menghormati kebutuhan dan pendapat orang lain sambil tetap setia pada nilai dan prinsip sendiri.

6. Asertif Negosiasi
Kemampuan komunikasi untuk mencapai kesepakatan yang adil dengan saling menghormati kebutuhan dan perspektif masing-masing pihak.


Keterampilan sikap asertif ini bisa terwujud dengan cara mengelola mental kita. Sikap tegas dan berani mengungkapkan masalah bisa terwujud jika dilengkapi dengan rasa percaya diri, berani, empatinya kuat, terampil berkomunikasi dan lingkungannya mendukung. Meski tidak mudah, tapi ketika kita berada di tengah kelompok, artinya kita harus bisa mengendalikan diri sendiri agar bisa bernas melihat persoalan dan mengurainya secara objektif.




"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan." Quran surat Al Ankabut ayat 57

Beberapa minggu lalu, kita dikejutkan dengan meninggalnya artis senior Marissa Haque tanpa sakit dulu atau kejadian yang luar biasa. Memberi pembelajaran untuk siapapun, bahwa kematian merupakan kejadian yang pasti, bisa datang kapan saja. Kita tidak bisa memastikan bahwa seseorang akan mati jika sakit, jika melakukan perjalanan jauh, jika berenang di laut ataupun berbagai situasi lain yang berbahaya.  

Artinya, kita harus siap kapan pun Allah memanggil kita.

Semua manusia sadar dan tahu bahwa setiap mahluk yang bernyawa akan mati. Tanpa kecuali. Bagi setiap muslim, harus meyakini ada saatnya kita akan mati. Untuk waktunya, kita tidak diberi tahu kapan dan bagaimana cara matinya.

Hanya saja kita sering sibuk urusan dunia, terlena hingga lupa bahwa tugas hidup manusia itu sementara. Bahkan banyak situasi yang membuat kita lupa bahwa apapun yang dilakukan akan menjadi lembaran yang akan bermanfaat atau merusak bagi kehidupan. Apakah kita menjadi bisa menjadi manusia yang dapat menjalani tugas memelihara, berbuat baik atau hanya membuat kerusakan di dunia. Pada dasarnya tugas manusia di dunia adalah menjadi pemimpin bagi kehidupan.

Seperti yang tercantum dalam ayat Qur’an berikut:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).” Qur’an surat Al Anbiya ayat 107.

Maksud rahmatan lil alamin itu artinya bahwa kaum muslim seharusnya hidup di dunia dapat memberi, manfaat, kedamaian dan kasih sayang pada alam dan manusia tanpa melihat latar belakang.

Kalau direnungkan, dari sejak kita lahir ke bumi ini, manusia dihadapkan dari kenyamanan rahim ibu lalu harus menghadapi tantangan di bumi. Dari bayi kita dihadapkan untuk beradaptasi dan mengenal situasi sekitar. Mengenal cuaca, suara, benda-benda, belajar berjalan, berbicara. Proses tumbuh kembang manusia yang tidak mudah untuk menjadi manusia yang utuh.

Manusia menjalani hidup dengan fase yang bertahap. Begitulah Allah SWT yang maha lembut, sehingga ujian dari Allah SWT seringkali tidak terasa. Ada yang diuji dengan kesulitan dan ada juga yang diuji dengan kemudahan. Pola ini membuat manusia dapat mengasah hati, pikir, perilaku dan sikap kita dalam menghadapi situasi.

Dari ujian ke ujian ini sebagai cara Allah SWT mengajarkan dan mengasah manusia bertambah ilmunya dalam mengenal Allah SWT. Semakin kita mengenal Allah SWT, kita pun akan mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, manusia akan lebih sadar penuh, bahwa apapun yang dilakukan sebagai bentuk menjalankan fungsi manusia untuk beribadah. Lahirlah ketaatan dan menjalankan proses hidup dengan ikhlas.

Sehingga dalam menjalani hidup pun tidak sekadar mendapatkan pencapaian duniawi tapi mendapatkan nilai ibadah karena dijalankan dengan taat. Ilmu taat ini yang membuat kita menjalani berbagai hidup dengan tenang.

Setelah Marissa Haque meninggal, banyak postingan tentang beliau yang memberitakan kehidupannya. Kisah tentang hubungan dengan suaminya, mengelola keluarga, sikap dan prinsip hidupnya dalam mencari dan berbagi ilmu. Betap kita semua disuguhi perjalanan penuh cinta dan dicintai oleh keluarga dan murid-muridnya.

Kita mengenal beliau sebagai aktor film, tapi ternyata beliau pembelajar dan pengajar dengan prinsip sebagai media bermanfaat dan jalan ibadah. Semakin disadari bahwa setiap manusia sebagai mahluk pembelajar apapun bidangnya. Allah SWT selalu memberi kesempatan bagi manusia untuk mengelola diri dengan cara-Nya.

Semakin disadari, setiap proses kita menjadi bagian dari mendapatkan ilmu hidup dari Allah SWT. Tidak ada yang sia-sia, semua proses termasuk kesalahan yang dilakukan menjadi bagian yang dipersiapkan buat kita menjalankan tugas dan fungsi masing-masing.

Setiap orang pasti akan melalui proses yang melelahkan. Ada yang diuji dengan mencari ilmu, sakit, mencari uang, mengurus keluarga. Bila ujian-ujian ini bisa dilewati dengan doa dan sabar, kita akan dipertemukan dengan lautan ilmu Allah SWT. Kita manusia bagian dari mikrokosmos kehidupan makro. Setiap mikro menopang dan saling melengkapi mikro kehidupan yang lain. Itu sebabnya kehidupan ini menjadi seimbang.

Proses ini yang membuat kita diberi jalan menjadi Ibu, guru, penulis, petugas kebersihan, pengelola perpustakaan, dokter, seniman, elemen pemerintah negara, petugas rumah sakit, pedagang bahan pangan dan banyak lagi. Sehingga kesadaran menjalani profesi apapun bisa dijalankan dengan nikmat dan bernilai ibadah.




Lalu bagaimana mempersiapkan diri dalam meghadapi kematian? Seperti yang sudah diuraikan di atas, perlu disadari penuh bahwa dengan mengenal diri kita bisa menjalankan fungsi diri sebagai manusia dengan penuh cinta dan kasih sayang. Menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi dan punya tugas masing-masing.

Belajar pada pertunjukan teater, para guru selalu menekankan bahwa tidak ada peran besar dan peran kecil dalam menjalankan produksi teater. Semua unsur penting, baik sutradara, penata make up, aktor, penata panggung, pengelola tiket, dokumentasi, dll. Begitu beberapa fungsi tidak ada maka pertunjukan tidak akan utuh.

Oleh karena itu, kembali pada fungsi kita sebagai manusia harus dijalani dengan sungguh-sungguh dan diniatkan untuk ibadah. Allah SWT tidak melihat tinggi rendah kedudukan, besar kecil penghasilan, tapi melihat apapun yang kita lakukan dari ketaatannya. 

Sehingga, apapun yang kita jalankan harus dilakukan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.   Karena yang kita anggap besar-kecil tindakan yang dilakukan, amal jariahnya akan terus mengalir karena memberi manfaat bagi kehidupan.  Karena rahmat Allah Maha Luas.


Pembahasan Blank spot di sini bukan mengenai wilayah tanpa jaringan, tapi tentang bidang ilmu yang tidak ada peminatnya. Lalu apa yang bisa kita lakukan ketika kita menyadari bahwa potensi, minat dan kemampuan kita berada di dalam kategori blank spot. Sebetulnya situasi ini kesempatan untuk terus asah kemampuan, lama-lama kita akan bertemu dengan orang-orang dengan antusias yang sama dan bidang lain yang membutuhkan kolaborasi untuk saling menguatkan.

Kembali pada tahun 1996-an, salah satu bidang seperti jurnalistik dan seni rupa, kurang banyak peminat. Saat itu orang-orang takut mengambil jurusan tersebut karena ada anggapan masa depannya tidak jelas. Kini, ilmu-ilmu jurnalistik dibutuhkan untuk mengisi berbagai platform, media sosial sebagai upaya menyebaikan informasi. Kemudian, jurusan perfilman maupun desain komunikasi visual pun sama, dulu hanya bagian kecil dari mata kuliah di jurusan teater dan fakultas komunikasi.

Sering kita beropini, bahwa bidang-bidang yang tidak jelas, maka masa depannya juga tidak jelas. Padahal namanya ilmu itu sangat luas, bukan bidangnya yang tidak jelas tapi belum terkelola celah dari potensi ilmu tersebut. Kita sering terjebak bahwa kesuksesan bisa diperoleh secara instan. Padahal apapun kalau dipelajari ada prosesnya, disana akan menemukan celah manfaat. Setiap ilmu yang dipelajari dengan sungguh-sungguh, akan menemukan jalur manfaatnya sendiri.

Bagi sebagian orang, berada dalam bidang blank spot jadi mudah melempem dan terpatahkan oleh opini orang. Situasi ini sering kita temukan dalam berbagai bidang, oleh karenanya kita harus bisa belajar mengelola mindset agar kreatif dan yakin pada pilihan bidang yang kita pelajari.

Dalam menjalani sebuah bidang, ada beberapa fase yang akan terlewati. Yaitu fase antusias, lelah, ragu-ragu, yakin, konsisten. Dalam fase-fase ini, biasanya kita akan dipertemukan dengan berbagai pengetahuan dan bidang lain yang lebih memikat. Apalagi kalau dikaitkan dengan karir, profesi, penghasilan zona nyaman. Di tengah proses biasanya kita akan dihadapkan pada kegelisahan dan berbagai pertanyaan mengenai pilihan hidup yang kita ambil, melanjutkan proses, beralih pada bidang yang berbeda atau berhenti.

Biasanya pandangan kita akan jauh terbuka ketika banyak orang yang berhasil pada bidang yang ditekuninya. Seperti halnya sekarang, kita melihat bidang-bidang ilmu yang menjadi blank spot pada masa 1996-an, justru menjadi bidang yang memikat, berkembang dan dibutuhkan pada tahun 2010-an.

Dulu kesadaran mempelajari bidang-bidang tersebut biasanya harus autodidak atau belajar ke luar negeri. Tapi saat ini banyak para ahli yang menyadari, sehingga beberapa fasilitas pendidikan membuka jurusan yang jadi blank spot.

Bila kita mempelajari situasi di Indonesia selama 28 tahun berjalan ini, seringkali kita terpatahkan oleh ketakutan dan keraguan opini pribadi, opini orang-orang sekitar bahkan pemerintahannya sendiri. Dalam menghadapi situasi tersebut, perlu adanya visi misi dan prinsip yang kuat, keberanian memulai, konsisten, dan terus berkembang di bidang tersebut. Dengan sendirinya pelan-pelan kita akan membuka satu persatu jendela kehidupan.

Bedanya dengan tahun 2010-an ini, manusia dimudahkan dengan berbagai informasi dan teknologi. Kita bisa mengakses dan membuka jaringan untuk mengembangkan bidang blank spot melalui percepatan teknologi. Meski begitu, situasi tahun 90-an maupun sekarang di era kemudahan informasi, selalu saja ada bidang yang kategori bank spot. Ada yang terus bertahan atau ditinggalkan karena alasan-alasan finansial dan alasan logis lainnya.

Munculnya teknologi sambil terus berkiprah di bidang blank spot memiliki tantangan tersendiri. Akan membantu jika si-manusia-nya mau belajar dan memanfaatkan teknologi sebagai media belajar dan mengembangkan diri.

Seperti halnya bidang seni rupa, biasanya hasil karya bisa terjadi transaksi jual beli di galeri. Dengan perkembangan teknologi, kita bisa melihat beberapa seniman yang melek teknologi dapat membuat konten tentang teknik menggambar, ilustrasi dan sebagainya. Tidak hanya itu, saat ini ada beberapa pilihan flatform online untuk menjual karya seni, seperti: Etsy, eBay, artspace, dll. Baik lukisan orisinal, maupun dalam bentuk print. Bahkan bisa membuat privat menggambar online tak kenal jarak.

Oleh karena itu, kalau kita yakin dengan pilihan bidang dan mengenal potensi diri. Apapun bidang ilmu yang kita pelajari akan menemukan ritme dan dunianya. Karena setiap bidang ilmu yang kita pelajari dan tekuni akan menemukan jalurnya sendiri.


Mencari souvenir untuk peserta seminar, kegiatan promosi maupun hadiah yang berkesan dan bagus perlu diperhatikan. Karena souvenir yang diberikan sama dengan memantaskan pembuat acara dan penerimanya. Baik dari menentukan jenis produk, desain, hasil sablon/cetakan dan packagingnya.



 
Ada beberapa hal yang diperhatikan saat menentukan produk souvenir yang tepat, diantaranya:
1. Jenis acara/kegiatan
2. Jenis bidang industri pekerjaan, seperti: kesehatan, kecantikan, financial, pendidikan, hiburan, kuliner, travel, dll.
3. Segmen usia: anak, remaja, dewasa
4. Gaya hidup



 

Dengan memperhatikan hal di atas, kita bisa menentukan jenis produk yang memorable & useful bagi penerimanya.

Kalau ingin mendapatkan hasil merchandise yang sesuai, sebaiknya cari yang sudah berpengalaman dan mengerti proses produksinya. Mendapatkan jasa desain souvenir yang berpengalaman, akan memudahkan kita dalam membantu menampung ide hingga dapat mengolah ide tersebut diolah jadi jenis produk, desain yang sesuai dan kesan yang diharapkan.

Seperti jasa desain yang dilakukan oleh Troole, yang sudah membuat berbagai souvenir selama 10 tahun. Troole dirintis sejak tahun 2014 dengan brand Seminar Kit Bandung. Usaha yang mengolah dan mengeksekusi ide klien untuk menghadirkan produk souvenir sebagai media promosi yang tepat sesuai dengan brand perusahaan/event kliennya.

 


Saya sendiri selalu senang mendapatkan souvenir yang didapatkan dari berbagai acara launching berbagai produk/film dan seminar-seminar. Souvenir yang bermanfaat, seperti mug, flash disk, buku benda-benda merchandise yang sering digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, nyata manfaatnya. Buku catatan juga saya gunakan untuk menulis berbagai kegiatan harian, merancang ide-ide bahkan menggambar.

Upaya yang dilakukan oleh Troole, mereka selalu memberi solusi pembuatan merchandise, souvenir kantor dan corporate gifts dengan jenis merchandise yang memiliki fungsi dan bermanfaat.

Hanum Sujana sebagai pemilik Troole memaparkan bahwa dia ingin menghadirkan merchandise yang bukan sekadar memberi kenang-kenangan atau asal ada. Sehingga orang yang diberi merchandise selain merasa bahagia, berkesan, sehingga dapat membangun relasi yang baik.

Saya sendiri termasuk senang mendapat souvenir, apalagi kalau souvenirnya tumbler juga buku. Karena saya penyuka kopi sehingga kalau keluar rumah mesti bawa tumbler maupun termos kecil menemani perjalanan. Kalau jajan kopi di luar jadi gak perlu pakai gelas sekali pakai, tapi bisa isi ulang menggunakan tumbler.


Souvenir dibutuhkan untuk memberi kesan dan membangun kelekatan antara perusahaan dengan klien, konsumen bahkan pegawainya. Bagaimana tidak, souvenir yang diberikan ini bisa mengikat hati penerimanya. Sehingga sangat perlu mencari jasa souvenir yang bagus dan berpengalaman yang mengolah produknya jadi menarik.

Buat saya pribadi yang cukup sering mendapat berbagai merchandise dengan label perusahaan maupun acara, saya jadi sering lihat tulisan desain yang tertera dalam merchandise tersebut. Tidak disadari, desain yang menempel di souvenir jadi terbaca terus, efeknya jadi terkesan dan teringat terus karena digunakan sehari-hari.

Ada beberapa kategori souvenir event dan profesional yang disediakan Troole, diantaranya:
1. Souvenir meeting (seminar kit, meeting kit, training kit)
2. Souvenir promosi (branding kit, merchandise corporate, paket Souvenir kantor)
3. Souvenir hadiah (gift set, hampers)

 



Dalam beberapa acara seminar di hotel, peserta seminar, pembicara dan panitia acara biasanya suka dapat fasilitas seminar kit seperti note book, pulpen maupun pensil.

Beda halnya kalau acara launching produk, film, acara ulang tahun perusahaan, maupun pameran produk biasanya para undangan maupun karyawan suka mendapat beberapa souvenir promosi seperti tas, payung, topi, boneka, flashdisk, jaket, tumbler, buku, pulpen, stiker. Biasanya souvenir itu ada dilengkapi dengan desain event yang diselenggarakan maupun nama perusahaannya.



Souvenir bisa memberi kesan dan kelekatan tersendiri pada karyawan, peserta acara maupun klien perusahaan saat mendapat souvenir. Saking pentingnya, seringkali perusahaan yang menyediakan souvenir dengan hati-hati dan mencari tempat pembuatan produk souvenir yang bagus agar memberi kesan positif pada perusahaan maupun event penyelenggara acara.

Dengan datang ke jasa desain yang tepat seperti Troole menjadi solusi yang praktis untuk memenuhi semua kebutuhan souvenir setiap moment semua profesi di Indonesia.

troole.id
Jl. Sritunggal No. 8
Kelurahan Cigereleng Kecamatan Regol
Bandung 40253







Pameran grafis komik Beng Rahardian
di Filosofi Kopi Braga Juli 2024. Foto: Kang Holis.

Di beranda instagram muncul postingan Beng Rahardian komikus Mencari Kopi Aceh sedang ada di Filosofi Kopi Braga. Braga? Pikirku. Oh, di Braga ada Filosofi Kopi, ya? Sudah lama juga saya tidak melihat postingan dari komikus ini. Rupanya Beng Rahardian tengah hadir dalam acara Pameran komik dan fotografi yang berlangsung di Filosofi Kopi. Dalam acara itu seperti tengah bincang-bincang kopi dan ada sesi sketsa bareng. Seru sekali.

Karena ingin lihat langsung, jadi saya ajak suami, Kang Holis, untuk ngopi bareng sekaligus mengapresiasi karyanya di Filosofi Kopi Braga yang terus berlangsung hingga tanggal 11 Agustus 2024. Berhubung sekarang saya si manusia pagi, jadi kami ngopi pagi menjelang siang. Berangkat dari rumah (daerah Setiabudhi) jam 09.00 WIB. Saya selalu suka keluar rumah jam segitu, karena mataharinya lagi hangat-hangatnya, suhu dingin, angin yang masih terasa lembut dan semua terlihat bening.



Tidak seperti hari Jumat-Minggu ditambah waktunya lewat dari jam sibuk, perjalanan dari Setiabudhi ke Braga lancar. Di daerah Braga juga sepi, tenang tidak hiruk pikuk berdempetan seperti hari Jumat-Minggu. Suasana Bandung rindang-hening-bening yang rindukan selalu saya dapatkan pada jam 09.00-11.00 WIB pada hari-hari sekolah dan jam kantor.

Hanya memakan waktu sekitar 15 menit, kami tiba di Filosofi Kopi. Rupanya lokasinya satu bangunan dengan Simpul Space tepat seberang gedung Sarinah. Sekadar info, karena lokasi Braga ini kalau dari Jalan Naripan yang belok kiri satu arah ke kiri, kalau yang belok kanan dari arah Naripan juga satu arah ke kanan. Kalau salah belok, memutar jalannya lumayan juga harus balik lagi ke Jalan Lengkong. Kalau kamu lewat jalan Asia Afrika, bisa berhenti di Museum Asia Afrika, atau di Gedung Kimia Farma, terus jalan kaki menuju Jalan Braga. Hanya lewat 3 bangunan, ketemu lokasi Café Filosofi Kopi. Sejajar dengan Gedung Majestic.

Logo Filosofi Kopi yang ikonik pisan mengantung di dekat pintu masuk, akrab di mata karena sudah diperkenalkan dari versi novel, film, serial di youtube. Akhirya sampai juga kami dapat menikmati si energi kopi khas Filosofi Kopi di café-nya langsung.


 
Kami berdua masuk ke ruang yang luas dengan langit-langit yang tinggi. Bangunan peninggalan Belanda dipadu dengan pembenahan bagian langit-langit dengan rangka besi yang berkesan makin luas dan kokoh. Meja seduh kopi ada di tengah. Disekeliling meja seduh kita bisa memilih kursi untuk duduk-duduk. Bisa di dekat jendela, samping dinding yang dipenuhi lukisan atau di belakang ada wilayah tempat ngumpul, bahkan halaman belakang.

Selesai pesan kopi, saya dan Kang Holis jalan ke belakang menuju display pameran. Di partisi tengah, kami mendapatkan tempelan infografis yang menggambarkan perjalanan Beng Rahardian sebagai Filosofi Kopi menuju Flores. Mereka diantaranya: Kang Seduh, Kang Foto, Akamsi.



Perjalanan yang “kaya”, karena dari grafis dan cerita yang dipaparkan Beng Rahardian, buat saya si pembaca jadi ikut terbawa melihat berbagai keindahan alam, mengenal budayanya, kepercayaanya, juga bagaimana masyarakat adat Flores menjaga hutannya. Melihat dari foto-foto yang ikut dipamerkan dan gambar si pencerita, membuat saya ikut masuk pada proses perjalanan dan imajinasi suasana Flores yang masih terjaga kondisi alam dan bangunan rumahnya.

Melalui gambar-gambar dan foto-foto tersebut, terlihat kelekatan masyarakat Flores dengan adat yang turun menurun, para perempuan yang menenun, suasana malam yang hening tanpa lampu dan sinyal telepon, kedekatan alam dan manusia yang hadir begitu nyata. Di tengah harmonis alam dan masyarakatnya terdapat pohon kopi yang kini kita nikmati di gelas kita di berbagai belahan bumi.

Melalui Pameran Kopi Nusantara di Filosofi Kopi, kita jadi ikut diajak untuk membaca kembali asal kopi yang kita seduh dan sejarah panjang yang menghadirkan kopi Flores.



Buat saya yang memiliki buku Mencari Kopi Aceh yang saya dapatkan pada tahun 2016,memberi kejutan dengan hadirnya kisah perjalanan Mencari Kopi Flores dalam bentuk grafis. Saya yang sehari-hari tinggal di sudut kota dengan percapuran budaya dan gaya hidup urban, seperti diingatkan kembali bahwa apa yang kita makan-minum tidak lepas dari kebajikan alam.  

Pun mata tersentuh pada gambar sepasang kekasih yang digambarkan Soekarno dan Inggit Garnasih di masa pembuangan ke pulau Ende.  Seolah-olah melalui pameran grafis dan fotografi tentang perjalanan Mencari Kopi Flores ini, kita disadarkan untuk bertanya pada diri sendiri: Apa arti Indonesia bagimu?


Apa arti Indonesia bagimu? -Inggit Garnasih


Dari pameran ini saya hanya menemukan tumpukan buku Mencari Kopi Aceh, tapi tidak menemukan buku Mencari Kopi Flores. Jadi tidak sabar menunggu kabar pameran grafis ini dibukukan agar membacanya lebih asik dan tentu jadi referensi sejarah kopi mengenalkan Flores dan sejarah Indonesia pada pembaca.  


Aku baru tahu ada istilah healthy bounderies, ternyata istilah ini sebuah ilmu hidup tentang melakukan batasan yang dibuat oleh seseorang untuk memastikan orang tersebut tetap merasa stabil secara mental dan emosional.  Sementara itu, boundaries (batasan) menjelaskan tentang ruang atau jarak antara diri kita dengan orang lain agar tetap nyaman.


Tidak mudah menjaga keseimbangan diri sendiri ketika dinyatakan ada sesuatu yang berbahaya di tubuh sendiri.  Dalam keadaan ada sesuatu yang tidak aman di dalam tubuh, kita perlu menjaga ketenangan pikiran dan hati. Saat  itu mental pasti sedang tidak stabil, keadaan tidak mempercayai hasil tes, khawatir dan takut dalam menjalani pengobatan maupun menghadapi hasil akhirnya. Kepala dan hati saling beradu. Dalam kondisi ini perlu dikuatkan dari dalam.  


Dengan hati tenang, kondisi fisik dan mental lebih mudah mengambil keputusan terbaik untuk menjalani pengobatan.  Bahkan lebih dari itu tetap bisa menjalani aktifitas sehari-hari dengan semangat.  Sebaliknya kalau kondisi tidak stabil, biasanya mental mudah terpengaruh, jadi mudah takut, cemas, tidak fokus dan tidak yakin dalam proses pengobatan.  




Waktu dokter bedah membacakan hasil patologi, yang aku persiapkan adalah mental.  Aku berbisik sama Allah kalau hasilnya jinak, itu harapanku.  Tapi kalau hasilnya ganas, ini cara terbaik versi Allah. Karena tubuh, hati ini semua milik Allah.  Intinya, aku ikut aja deh kehendak Allah.  Lalu aku minta agar dilapangkan dadaku, pengobatannya tepat, sesuai dengan yang dibutuhkan, dimudahkan rezekinya, mudah prosesnya dan tidak merepotkan banyak orang.  Karena tidak ada doa yang lemah, jadi aku minta sembuh, sehat, hidup manfaat dan dimudahkan segala prosesnya.


Ternyata hasil patologi menyatakan jenis tumornya ganas, yang artiya itu jenis kanker.  Jadi saat itu aku menyiapkan beberapa lapis mental untuk repot bolak balik tes di rumah sakit, menjalani rangkaian antri dan ritmenya, mengikuti rangkaian pengobatan, merasakan naik turun kondisi fisik dan mental, menghadapi penilaian orang tentang orang sakit, dana untuk kebutuhan pengobatan. 


Artinya aku harus menjalani situasi yang berulang: berobat, antri, rangkaian tes (tes darah, thorax, usg mammae, usg hati, jantung), siap mental menghadapi berbagai reaksi/respons orang-orang yang berbeda-beda.  


Ketika kita sakit harus disadari kita akan mudah terpengaruh.  Pasti banyak yang menaruh perhatian, banyak yang memberi masukan, pendapat, bahkan malah membahas sesuatu yang diluar kuasa kita.  Tidak disadari kadang perhatian itu ada yang membuat jadi semangat, tapi ada juga malah membuat kita lemah.  Bahkan beberapa perhatian bukanya menguatkan tapi malah membuat mental si sakit maupun yang merawatnya makin drop.  Meskipun begitu, pada dasarnya orang-orang yang memberi pandangan itu sayang dan ingin menjaga kita


Mau tidak mau situasi ini akan ada aja, engga bisa disalahkan juga.  Bisa makin ambrol kalau kita berharap orang berpikir apa yang kita mau.  Terpenting jaga saja mental kita, pupuk, kendalikan sudut pandang kita tetap positif dan melihat dari sisi lain.  Kenali dan pahami kondisi diri sendiri, kalau tidak kuat salah satu strateginya pikiran kita dialihkan pada hal lain, tidak usah diserap terlalu dalam.  


Memang dalam kondisi seperti ini maunya orang mengerti dan bersikap seperti apa yang kita mau.  Tapi berharap seperti itu tentu tidak mungkin bahkan hanya akan bertambah lelah lho.  Karena sikap orang lain bukan dalam kendali kita.  Persepsi kita sendiri yang harus dikendalikan dalam menghadapi berbagai tindakan dan opini orang lain. 


Kadang-kadang menjelaskan keadaan kesehatan ke orang-orang  bisa sekalian curhat, satu sisi senang mendapat perhatian, tapi kadang lelah juga menjelaskan tentang kondisi sakit berulang-ulang.  Tentang apa yang dirasakan, apa penyebabnya, bagaimana awal ketahuannya.  Kadang senang, kadang bingung juga karena membicarakan hal yang berat berulang.  .


Jadi ketika aku mendapat penjelasan hasil patologi dari dokter bedah di rumah sakit, yang pertama aku persiapkan sikap dalam menghadapi situasi diri dan orang lain.  Kepalaku langsung membaca diri dan berupaya agar sistem mental aku aman.  Selama ini, aku ngerasa cukup menjalani mental yang ambruk berkali-kali, ketika menghadapi situasi lahir anak pertama, kemudian waktu suami sakit, pernah juga mengalami keuangan kritis, kemudian lanjut merawat Amih yang saat itu perlu perhatian lebih karena sudah tua.  Diakhir-akhir merawat Amih, aku malah kena penyakit berat. 





Kali ini aku merasa di tengah sawah yang sejuk, angin sesekali menyapa lembut.  Aku rasa ini waktunya aku lebih santai menjalani apapun.  Aku yang berperan mengendalikan segala pikiran dan hati dalam kondisiku saat ini.  Aku harus mengelola hati agar menjalani apapun secara baik-baik saja, karena semua mahluk ada yang menjaga dengan caraNya.  Semakin disadari bahwa kita tidak bisa mengendalikan situasi diluar diri seperti, tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi, kesehatan, kekayaan, kondisi lahir, cuaca, wabah.  Karena berharap pada diluar kendali diri akan sangat melelahkan.  Ya, kesehatan aku tidak di bawah kendali aku, begitupun situasi keluarga aku: ibu, suami, anak-anak. 


Pernah juga terbersit jangan-jangan Allah SWT menerima keinginan aku yang lalu untuk tidak panjang umur.  Atau bisa jadi Allah sedang memastikan ulang dengan memberi sedikit ketakutan dengan dihadirkan kanker di dalam tubuhku.  Karena saat itu aku sedang super gelisah merasakan betapa beratnya mengurus orang tua.  Mungkin beberapa orang akan berpikir aku kurang sabar, tapi aku pikir aku cukup sabar kok cuma sesekali capek dan butuh bantuan aja.  Tapi ya okelah, mungkin kurang sabar karena kurang ilmuNya, kurang mengelola diri.


Begitu aku kena penyakit kanker, yang terbayang justru wajah anak-anak aku yang masih tsanawiyah (setingkat SMP) sedang mondok di Pondok Pesantren.  Sementara anak aku yang kedua masih kelas 5 SD.  Mereka masih membutuhkan Ibu.  Bukan berarti aku tidak percaya sama Allah ya yang menjaga mereka, toh aku juga hidupya dijamin sama Allah.  Allah yang Pengasih –Penyayang Maha Tahu situasi apa yang terbaik bagi manusia agar hidup aku lebih baik.  Aku tahu, pasti ada yang gak bener nih di hati aku, di pola pikir aku dalam menghadapi kelelahan-kelelahan yang berlapis ini. 


Meskipun banyak pertanyaan di benak aku ke Allah, aku memutuskan berhenti bertanya lalu lebih fokus merasa yakin dan berpikir positif bahwa Allah punya rencana terbaik.  Cukup bekal percaya sama yang menjadikan aku ada di hari ini dengan apapun keadaan aku saat ini adakah baik untukku dan keluargaku.  Lalu sunatullah orang sakit ya berobat dan menjalani proses pengobatan pada ahlinya.  

  

Sambil mengikuti proses pengobatan, alhamdulillah masih diberi waktu oleh Allah membagi pikiran dan hati aku untuk membersamai Amih (tahun lalu masih ada), suami dan kedua anak aku.  Tetap menjalani rutinitas hari-hari dijalani se-biasa mungkin, menengok Aden ke pondok, lihat perkembangan berita terkini, nonton bareng sahabat, menggambar, ikut pameran di Raws Syndicate untuk Palestina, pameran di Sujiva dan banyak lagi.  





Aku coba terus mengelola diri di bidang yang ingin aku pelajari di waktu dulu, lebih serius dan konsisten di bidang menulis dan menggambar, menghindari situasi yang membuat hati tertekan.  Sekarang lebih berusaha mengukur kemampuan diri, karena yang tahu kondisi diri sendiri.  Karena ternyata ada beberapa situasi  masalah yang bisa kita biarkan nanti akan selesai sendiri.  Begitupun ada juga beberapa situasi yang bisa kita selesaikan masalahnya.


Kalau muncul lagi rasa takut dan overthingking, coba ambil wudhu, mengaji, baca buku, dengar kajian di youtube-nya Kyai Nassarudir Umar, Dr. Fahruddin Faiz dan beberapa narasumber lain.  Biar tetap sadar bahwa tubuh, hati, semua hidup setiap mahluk sudah tercatat rapi olah Allah SWT di Lauhful Mahfudz.  Sementara ini aku masih terus mengeja pelan-pelan pelajaran yang dikasih sama Allah.  Begitu healthy biunderies yang berusaha aku lakukan ketika menjadi survivor.  Semoga Allah mampukan dan mudahkan urusan kita semua.  


Ima


Bulan-bulan ke belakang ini aku berhasil membuat alis mata.  Aku si paling sulit pakai make up, akhirnya harus bersikap manis pada pinsil alis akibat alis mata rontok efek kemoterapi.  Buat sebagian orang, memakai pensil alis menjadi rutinitas yang biasa dan menyenangkan.  Tapi buat aku menggunakan pensil alis perlu pembiasaan baru dan adaptasi yang tidak sebentar. 


Awalnya agak repot juga karena kemana-mana harus merapikan alis, kena wudhu alisnya hilang, tak sengaja bersihkan keringat membuat bentuk alis berubah.  Sempat kesal juga sampai harus menenangkan diri membentuk alis yang pas dan rapi.  Karena bentuk alis yang berbeda membuat kesan wajah yang berbeda.  Kadang merasa asing dengan wajah sendiri.


Mau tidak mau, aku terus mencoba, latihan, mencari referensi, sampai akhirnya mencari foto aku yang masih ada alisnya.  Sejak itu aku patuh pada bentuk alis yang sesuai kodrat.  Lumayan, agak sedikit mengembalikan wajahku yang dulu.


Melalui bantuan si pensil alis disadarkan bahwa, bulu alis yang kecil ini sudah didesain sama Allah secara dan proporsional.  Begitu detil, begitu rapi.  Dulu aku selalu ingin punya alis tebal dan bagus seperti punya orang.  Sementara aku segaris.  Tapi ternyata ketika  alis aku rontok, wajahku jadi aneh dan disadari alis yang nempel di wajahku sudah sesuai bentuknya.  Baik secara ukuran maupun bentuknya. Kalaupun ingin dibentuk-bentuk dalam bentuk yang lain maka harus mengubah detil hidung, bibir, warna pipi juga. 




Kalau dulu sempat berkeluh karena bentuk alis, sekarang tidak lagi agar tidak double keluh.  Rugi dong!  Aku akhirnya memutuskan small celebration-bersenang-senang dengan membeli pensil alis yang menarik dan enak digunakan.  Memilih untuk menikmati penggunaan pensil alis, dibawa kemana-mana, menghadiahi diriku sendiri membeli pensil alis yang aku suka. 


Berkaitan dengan small celebration, situasi kecil, langkah-langkah kecil yang dilakukan setiap detik-menit harus diapresiasi dengan penuh syukur.  Sehingga proses pencarian, pergolakan batin, melewati ketidaktahuan itu membuka jalan hikmah yang sampai pada proses menerima, berserah dan menikmati proses pembelajaran jadi ilmu hati.


Karena kalau Allah memutuskan proses kita mendapat hasil yang sesuai kita harapkan atau sebaliknya tidak sesuai kita harapkan, ternyata kedua situasi ini harus kita syukuri.  Karena semua situasi yang diputuskan Allah SWT cara Allah merawat kita agar hidup kita lebih baik.  Katakanlah untuk saat ini proses tumbuh rambut alis dan rambut kepala pelan sekali tumbuhnya/tidak merata.  Tapi dengan proses ini aku punya keahlian baru yaitu menggunakan pensil alis, tidak kagok lagi kalau lihat orang lain menggunakan pensil alis lebih dari itu lebih menghargai bentukan diri apa adanya.


Sering kali kita mengabaikan kemudahan yang dianggap kecil di tengah persoalan yang terlihat besar.   Dengan kita berhasil melewati satu persatu jalan dengan tujuan menyelesaikan masalah, sama dengan keberhasilan yang patut dirayakan.  Dirayakan di sini bukan berarti harus dibeli melulu dengan uang, tapi perayaan dengan melakukan aktifitas yang membuat bahagia menjadi situasi yang patut dirayakan.


Seperti tahun lalu ketika aku harus melewati fase biopsi untuk mendapatkan hasil patologi.  Seminggu setelah operasi rasa linu, nyeri masih ada.  Ada tekanan sedikit, tidak enak sebadan-badan jadinya banyak istirahat, tidak banyak aktifitas.  Tapi karena kesal, aku coba cuci gelas, ternyata langsung ada reaksi nyeri dibagian bekas operasi.  Keterbatasan aku mencuci menyadarkan aku bahwa tenaga dan proses merawat rumah yang selama ini aku lakukan kurang dapat apresiasi dari diriku sendiri.  Aku anggap biasa, semua orang bisa melakukannya, atau bahkan berkesan sering mengatakan hal yang jelek sama diri sendiri.  Tapi ternyata dalam keadaanku yang serba lemah dan terbatas, menyadarkanku bahwa ternyata hidup aku selama ini bermanfaat. 


Sekarang ini aku selalu mendengar tubuhku sendiri, memberi waktu istrahat pada tubuhku sendiri, mengajak dialog untuk memberi kebahagiaan pada diriku sendiri bahkan meminta maaf, mengajaknya berkegiatan yang bikin makin bagus dan menyenangkan.  


Kalau dulu ketika rumah berantakan, cucian menumpuk muncul rasa bersalah dan khawatir kalau rumah berantakan.  Takut sekali dengan komen orang yang mampir ke rumah.  Sekarang aku sesekali memberi waktu toleran pada diriku sendiri ketika rumah masih berantakan sementara aku harus menyelesaikan gambar, baca buku, juga menulis tanpa merasa bersalah ketika gelas piring belum dibersihkan. Karena nanti juga ada waktunya dibersihkan semuanya.


Ketika aku sakit ada beberapa buku yang aku baca.  Kunci sehat badan bermula dari menjaga tingkat stress dan mengelola pola pikir aku dalam menghadapi berbagai situasi.  Sekarang pelan-pelan menjalani apapun tanpa rasa beban.  Badan juga suka muncul alarm-nya, ketika pikirannya mulai tidak terkendali akan muncul reaksi tak nyaman dari tubuhku.  Jadi sekarang lebih banyak ruang pemaafan pada diri sendiri, ruang terima kasih dan berusaha mindfull pada kegiatan yang aku lakukan. 


Makin kesini banyak kejadian yang mengajarkan, sebetulnya setiap detil kejadian perlu disyukuri.  Rasa bahagia itu ada bahkan sangat dekat sama aktifitas sehari-hari.  Situasi yang terjadi, lingkungan terdekat dan menerima fisik apa adanya.  Ini rasa syukur tea yang kalau dulu sering dicuekin dan disadari belakangan.  


Dulu aku selalu mengira bahwa kebahagiaan itu tercapai cita-cita, kembali sembuh dari sakit, mendapat apa yang diharapkan, kerja di tempat impian, intinya tercapai sesuatu. Tapi sekarang beda, tepatnya setelah mengalami situasi yang betul-betul butuh berserah penuh pada Allah SWT, ternyata kebahagiaan itu menerima dan menikmati situasi apapun sekalipun kita sedang dalam lapang dan sempit.  


Ima

Foto: Ustadzh. Neng Beth.
Darul Iman 2024

Karya-karya ini merupakan sebagian buah tangan dari 150 santri-santri Pesantren Terpadu Darul Iman yang ikut acara workshop.  Saya senang sekali bisa membagikan teknik menggambar ini menjadi kegiatan yang bermanfaat buat mereka.  


Bahagia sekali melihat hasil karya mereka meski lewat foto, katanya mereka antusias dan gembira dalam proses menggambarnya.


Art Therapi

Ramadhan hari ketiga kami berdua menjadi nara sumber acara Gebyar Ramadhan 1445 H di Pondok Pesantren Darul Iman Pandeglang (Banten).  Saya sama Ayah (mereka memanggilnya Ustadz Nung) mengisi materi Terapi Healing dengan Menggambar untuk para santri di pondok pesantren tersebut.  Buat saya ini pengalaman pertama menjadi pemateri di bidang seni rupa.  Sementara aktifitas Ayah sebagai pengajar terapi seni rupa untuk anak-anak berkebutuhan khusus.  Seperti dyslexia, autis, gifted, dll.


Saya sendiri membuat projek kecil-kecilan pada tahun 2019 sebagai objek terapi untuk diri sendiri tepatnya dari awal pandemi.  Biasanya saya membuat jurnal dalam bentuk catatan di blog pribadi.  Namun kali ini menambah aktifitas menggunakan seni rupa sebagai terapi melepaskan diri atau berdamai dengan masa lalu, menyembuhkan luka batin, maupun ingatan buruk di masa lalu.  Tidak terasa proses tersebut telah menghabiskan beberapa sketchbook, note book, kanvas.  Ternyata dengan konsisten, proses ini membuat saya ikut terlibat dalam beberapa acara pameran seni rupa.

Mungkin persepsi sebagian orang kesannya berlebihan, tapi luka batin juga sama seperti luka fisik sama-sama harus diobati.  Bahkan buat sekelompok  orang, luka batin harus ditemani orang ahli agar dapat mencari solusi mengatasi hidupnya dengan tepat. 


Terus terang, saya terkejut diundang oleh adik kami, Ustdzh. Neng Beth & Ustd.Dede Permana.  Kami diundang terlibat jadi nara sumber acara seni rupa sebagai Terapi Healing.  Kami berdua mengatasi persoalan batin kami dalam menghadapi proses pengobatan panjang dengan memelihara kegiatan yang membuat hati gembira.

Ayah pernah 5 tahun sakit (tidak bisa beraktifitas normal dan bekerja), untuk mengatasi kegelisahan hati dan respon tubuh yang tidak enak dengan melakukan kegiatan menggambar.  Begitupun saya, terus merawat mental aku yang naik turun karena harus merawat suami yang sakit, Ibu dan dua anak yang masih kecil.  Lanjut sekarang merawat diri sendiri yang sedang pengobatan sebagai survivor kanker payudara.
 

Suasana Menggambar

Karena posisi kami di Bandung, jadi materi menggambar dilakukan dengan online.  Teman-teman santri bersiap di aula, sementara kami bersiap di studio gambar.  Materi yang Ayah sampaikan neurographic art sementara saya zentangle art. 


Dua materi tersebut beririsan, berupa teknik menggambar yang melatih fokus dan memberi efek meditatif.  Bermain garis dan motif sederhana yang bisa menghasilkan karya seni.  Media yang dibutuhkan hanya dua, kertas HVS ukuran A4 dan spidol hitam.  Media dipilih paling mudah didapatkan dengan efek yang sama dan menghasilkan art.   

Meskipun jarak jauh, Ayah bisa mengajarkan teknik gambar ini setahap demi setahap.  Memperkenalkan  teori seni rupa sederhana, mulai dari bermain titik dan garis dilengkapi dengan bercanda.  Ayah kemudian mengenalkan teknik gambar neurographic art.
 Santri kemudian mendapat instruksi untuk membuat titik, lalu menyambungkan satu titik pada titik lain.  Membuat garis yang meliuk-liuk mengikuti kata hati, tanpa perlawanan pada diri sendiri, lepaskan rasa kesal, marah, sedih tanpa takut salah.  Terus dilakukan sampai merasa cukup.


Selesai membuat garis yang meliuk-liuk, Ayah mengintruksikan membuat lengkungan diantara pertemuan dua garis.  Tiap sudut yang tajam dibuat lengkungan.  Hampir semua merasa “terjebak” karena banyak yang setiap lingkarannya menghasilkan sudut tajam yang banyak. 

Sambil membuat lengkungan pada tiap sudut, Ayah mengajak untuk refleksi bahwa betapa banyak pikiran kita, kemarahan, kesedihan, beban.  Tidak apa-apa.  Kita lembutkan dengan lengkungan pada tiap sudutnya.  Perlahan semua memperbaiki sudut-sudut tajam itu.  Selesai membuat lekukan, materi dilanjutkan pada saya.

Saya sendiri melanjutkan materi yang sudah dikenalkan oleh Ayah.  Saya melanjutkan bermain motif atau saya mengenalnya zentangle art.  Saya sedikit mengenalkan tentang aktifitas harian membuat jurnal healing dengan membuat gambar dengan teknik zentangle art di dalam sketchbook dan kanvas.  Teknis gambar ini ada juga yang menyebutnya doodle, vignette dan membatik. 

Setelah sedikit mengenalkan, saya instruksikan untuk melanjutkan mengisi ruang-ruag kosong pada neurographic art yang sudah dibuat bersama dengan zentangle art.  Sebelum mengisi ruang-ruang kosong itu, saya mengenalkan 3 motif.  Lalu dipraktikan dalam kertas yang lain.   Instruksinya, kami membuat kotak sama sisi dahulu, lalu menggambar sebuah bentuk yang diulang-ulang.   Hasilnya bentuk yang berulang-ulang itu jadi karya yang menarik.  Setelah latihan membuat 3 jenis motif, motif-motif itu dipindahkan ke ruang-ruang kosong pada neurograpchic art yang dibuat bareng Ayah Holis.

Menggambar motif berulang-ulang ini menjadi momen meditasi dan melatih fokus.  Buat saya sendiri, membuat motif yang berulang-ulang ini menenangkan dan sulit dihentikan.  Pikiran kita jadi fokus, masalah seperti terulai begitu saja.  Lebih tenang dan pikiran tidak liar kemana-mana.  Sambil memberi motif pada ruang-ruang kosong itu, saya ingatkan bahwa jangan takut salah, setiap garis itu unik. Kalau merasa kurang lanjut saja, nanti juga jadi bagus.  Jangan membandingan karya diri sendiri dengan orang lain, setiap yang kita bikin unik. Ukuran motifnya bisa kecil-bisa besar, bebaskan saja. 


Karena proses memberi motif ini merepetisi bentuk, jadi kita bisa sambil dzikir, shalawat.  Tidak terasa menyelesaikan satu media gambar bisa sambil shalawat 100 kali bahkan lebih mungkin.  Karya dapat, ibadah mengingat Allah juga dapat.  Selesai menggambar, Ayah menginstruksikan untuk mengangkat gambarnya ke atas.  Seru sekali. 

Diantara proses menggambar itu, Ustzh. Neng Beth mengirimkan suasana proses menggambar para santri ini.  Haru sekali melihat mereka antusias dan menghasilkan karya yang menarik. 

Alhamdulillah, pagi yang menyenangkan bisa berbagi teknis gambar yang sederhana ini.  Semoga bermanfaat dan memberi energi untuk terus semangat berkarya dan semangat mencari ilmu. 


Bandung, 19 Maret 2024
Ima

Sumber Foto: Ustdzh. Neng Beth

Ruang Reda bersama kurator pameran Tisna Sanjaya
dan pengelola Tea Huis Galleri. 


Selamat pagi,matahari. Aku nemu sayap pas lagi sapu sapu di halaman. Bagus banget.  Nemu sayap ini seperti menemukan sayap aku yang hilang bertahun-tahun lamanya. Sayap aku itu nanti akan dipamerkan di Thee House Gallery Bandung bareng teman-teman perempuan.


Melalui perempuan-perempuan ini aku belajar banyak, tentang saling dukung untuk terus berkarya ditengah tanggung jawab domestik yang tidak ada berhentinya bahkan ditambah pekerjaan luar rumah.

(Catatan kecil yang aku tulis di beranda facebook pribadi)


 

Bersama Ruang Reda.   Ami mengirim pesan singkat mengajak aku ikut terlibat pameran bersama.  Canggung dan cemas, begitu respons pertama.  Tapi setelah dipikir ulang, konsep pameran ini unik.  Intinya aku diajak untuk bertumbuh bersama, memindahkan karya kami yang hanya di ruang-ruang pribadi ke galeri.  Sehingga berkarya tidak hanya berhenti di ruang pribadi.

 

Pameran Ruang Reda mengangkat tema Jejak ini melibatkan 10 perempuan yang sudah berkeluarga.  Fenomena anak seni yang berhenti terlibat dalam berbagai aktivitas seni (pameran maupun pertunjukan) ketika sudah berkeluarga, terutama sudah punya anak dan bekerja.

 

Awalnya aku bertanya-tanya, kok ya bisa aku diajak padahal bukan "anak seni rupa".  Sempat tidak percaya diri dan takut. Tapi aku pikir konsep pamerannya menarik, menguji diri aku sendiri dan bakal jadi pengalaman baru.  Jadi aku tertarik dan memberanikan diri untuk ikut prosesnya.  Peserta yang terlibat diantaranya Ami, Pritha,  Ratna, Oia, Jane, Nanan, Nunun, Ayi, Gading dan aku-Ima. 

 

Mungkin Ami melihat aku suka "gagambaran" dengan aliran zentangleart atau line art atau doodling atau vignete.  Ami tahu karena aku suka menebar kegembiraan hasil karya di medsos.  Meskipun aku sendiri belum memperdalam utuh empat aliran seni rupa, tapi terpenting aku menikmati teknik menggambarnya.  Menenangkan, mengalir dan asik.  

 

Ide dasar aku menikmati proses menggambar aliran tersebut karena romantisme masa remaja aku sendiri yang sering menggambar bebas.  Lalu aku coba perlahan berkenalan kembali, latihan setiap hari dengan projek dasar Jurnal Healing di masa pandemi.  Sengaja aku share di medsos, ingin tahu sampai sejauh mana aku konsisten berkarya di bidang ini.  Rupanya, melalui proses ini, secara tidak langsung, aku seperti menemukan diri aku kecil yang sering diabaikan oleh diriku sendiri.  Demikian sekilas.

 

Saat diajak pameran muncul perasaan senang-ragu, dua sisi yang saling tarik menarik.  Tapi porsi senang lebih banyak, serasa ada yang membuka pintu dari sekian perjalanan yang aku lewati.  Bersama teman-teman Ruang Reda, pelan-pelan aku belajar banyak tentang teknik melukis, berbincang mengenai kompleksitas perempuan berkeluarga dan berkarya.  Hingga sampai pada kesimpulan bahwa seni ternyata dapat "menyelamatkan" diri dari persoalan-persoalan yang datang-pergi.  Bonusnya berproses menerima diri, melihat lebih dekat pada lingkungan terdekat lalu mewujud dalam bentuk karya.  


 

Sebetulnya buat aku tahun kemarin bisa dikatakan tahun "hadiah" dari Allah.  Aku percaya bahwa situasi baik-buruk di mata kita sebagai manusia, pasti baik buat kita di mata Allah SWT.  Dari sekian "hadiah" yang bikin bahagia dan menyedihkan ini, aku mau cerita tentang hadiah yang bahagia yaitu ikut terlibat pameran seni rupa.  

 

Setelah hampir 2 tahun berproses Pameran Ruang Reda, akhirnya terwujud juga pada tanggal 21 Mei- 4 Juni 2023 di Galeri Dago Tea House.  Ternyata buat aku yang menarik dari pameran ini adalah prosesnya. 

 

Di tengah gegap gempita dunia persenirupaan, kami keluar dengan keringat dingin dan degup jantung yang kencang sambil membawa karya dari dapur masing-masing.  Pameran ini tidak hanya perihal aliran karya dan media berkarya, tapi berhasil melewati proses berdamai dengan diri yang sering kalah berkali-kali oleh berbagai statement dan standar umum.

 


Perlahan, satu persatu dilewati, berulang dan saling melengkapi satu sama lain. Rasa dari masing-masing karya unik dan berbeda-beda.  Setiap garis, warna, pulasan, arsir, lipatan, bentuk memiliki ciri khas sendiri, berharga karena dikerjakan di tengah kesibukan rumah dan pekerjaan.

 

Saya jadi ingat pertemuan pertama setelah sekian lama kami dikumpulkan dan berkomunikasi hanya di grup WhatsApp.  Pagi itu cahaya cerah dan langit terlihat bening.  Aku bersegera ke UPI depan Villa Isola, masih menggunakan masker (masih masa pandemi) membawa bagelen kering dan tumbler isi kopi panas.  

 

Di bawah pohon beringin Villa Isola (kampus UPI) aku bertemu Nunun dan Ami.  Dengan Ami aku sudah kenal, tapi dengan Nunun masih mengira-ngira.  Kami semua dipertemukan di grup WhatssApp.  Belum saling kenal sepenuhnya.  

 

Meskipun begitu, pertemuan di bawah pohon beringina ini mendiskusikan banyak kegelisahan kami sebagai perempuan.  Perlu dan tidaknya berkarya seni dikaitkan dengan situasi sosial.  Chemistry obrolan di grup WhatsApp membuat kami jadi cair begitu saja.

 

Kami berproses bersama mewujudkan pameran secara perlahan dan bertahap.  Melewati banyak pertemuan online dan offline yang cukup instens di zoom maupun grup whatsapp.  Buat kami, waktu bertemu maupun berkarya cukup sulit, sehingga banyak situasi yang kompromis.  

 

Jangankan pertemuan offline, bertemu dalam media zoom saja tidak pernah lengkap.  Berkaitan dengan faktor jarak, situasi keluarga dan pekerjaan yang menjadi prioritas.  Secara sendirinya, ternyata Ruang Reda menjadi reda dan jeda dari fungsi kami sebagai Ibu sekaligus pekerja. 




Bertemu di The Good Life.  Dari bertemu muka ini kami lanjut berkomunikasi di grup WhatsApp, lanjut ketemu muka lagi di The Good Life berkarya bareng sambil ngopi.  Di sana kami berbincang tentang banyak hal.  Seputar anak, pekerjaan, konsep dasar pemikiran masing-masing karya.  Beberapa peserta yang tidak dapat hadir, terhubung dalam bentuk zoom untuk menyampaikan konsepnya.

 

Untuk menghadirkan bounding satu sama lain.  Aku lupa siapa yang menyampaikan ide, kami membeli satu buku sketchbook yang bentukya berlipat.  Setiap sisi diisi oleh masing-masing peserta.  Setelah beres berkarya, buku itu dikirim ke peserta yang lain.  Kami menamakan buku karya bersama itu sebagai travelling book.

 

Setelah diperhatikan, karya-karya setiap peserta berbeda-beda dan unik.  Sebetulnya setiap peserta mendapat waktu berkarya seminggu, tapi karena kondisi yang tidak memungkinkan, ada beberapa peserta yang butuh waktu lebih.  Namanya juga Ruang Reda, terpenting berkarya itu meredakan diri dari perasaan yang menekan, jadi kami memberi waktu sampai dia merasa asoy dengan dirinya agar bisa berkarya dengan keadaan nyaman.

 

Sepertinya kami butuh kurator.  Tahap berikutnya, ternyata kami butuh kurator.  Munculah beberapa nama yang kami diskusikan di dalam grup.  Sempat ada yang kami kirimkan surat, bertemu.  Dari proses pengajuan ini salah satu yang kami ajukan adalah Ceu Asih, sayangnya beliau menolak tapi Ceu Asih lebih mau mendukung membuat konsep display dan tulisan.  Senang sekali.

 

Sampai suatu hari, kakak aku-Kang Tisna Sanjaya mampir ke rumah untuk menengok Ibu.  Aku mengalir saja bercerita tentang aku yang sedang berproses dengan Ruang Reda.  Rupanya Kang Tisna tertarik untuk jadi kurator.  Aku panik karena aku sendiri belum pernah bekerja sama dengan kakak sendiri.  Banyak deh yang dipikirkan sampai over thingking.  Begitu aku sampaikan ke teman-teman, ternyata mereka senang dan menyambut baik.

 

Dengan adanya kurator, proses yang didampingi kurator ternyata menjadi daya dan membuat kami bertahan di dalam rel menuju pameran.  Keren sih, ternyata ya.  Karena meskipun berjalan perlahan, tapi kami jadi disiplin mengikuti jadwal menuju pameran.  Buat kami, situasi ini jadi energi sendiri. Setiap karya dan ide dasar masing-masing didiskusikan bersama via zoom. Oh, ternyata apa yang kami lakukan selama ini bagus dan keren.

 

Singkat cerita, pameran akhirnya terwujud,  Alhamdulillah.  Dua minggu pametran di Dago Tea House seperti punya rumah bersama.  Mungkin acara pamerannya akan aku bikin catatan lagi, karena bisa jadi lebih panjang, seru dan mengalir.

 

Semoga kami terus diberi kekuatan, kesehatan, untuk terus berkarya dan bermanfaat.  Sampai ketemu di pameran Ruang Reda berikutnya. 

 

Bandung, 28 Februari 2024
Ima