Foto: Ima


Indonesia tanah air beta
Pusaka abadi nan jaya
Indonesia sejak dulu kala
Tetap di puja puja bangsa

Di sana tempat lahir beta
Di buai di besarkan bunda
Tempat berlindung di hari tua
Sampai akhir menutup mata
...




Ini adalah salah satu lirik lagu kebangsaan berjudul Indonesia Pusaka karya Ismail Marzuki. Lagu-lagu kebangsaan kerap membuat saya ingat masa kecil. Menembus kabut dengan mengenakan baju putih merah, menjadi pengibar bendera, berlarian di sawah, mandi di sumber mata air, mengaji di masjid setelah waktu shalat magrib, menonton pertunjukan-pertunjukan rakyat, lalu keadaan berubah.  Mata air menyusut, sawah-sawah berubah jadi bangunan-bangunan perumahan, masjid-masjid sepi.  


Begitupun suasana pedesaan di kampung Bapak yang elok kini di’bunuh’ oleh timbunan sampah, pabrik-pabrik kain dan kemiskinan yang mengganas, pohon-pohon bambu yang kini berubah jadi pagar bata yang catnya memudar, sungai-sungai besar dan bening berubah jadi selokan penuh kotoran dan pembuangan pabrik.


Angkat tangan yang tersentuh hatinya dengan menyanyikan lagu kebangsaan di atas, itu artinya rindu itu masih tersimpan, hati terdalam kita masih cinta tanah air. Cinta masa lalu dan kini, rindu masa lalu dan rindu pembenahan demi masa depan.


Pertama kali air mata saya mengalir dan degup jantung saya berdetak kencang, ketika lagu-lagu kebangsaan diputar ketika kejadian reformasi tahun 1998. Presiden saat itu dituntut turun langsung oleh gerakan mahasiswa, meski keadaan menjadi caos begitu ada sekelompok orang menyusupi penyerangan terhadap etnis dan merampok toko-toko. Situasi menjadi sangat tegang dan saling curiga satu sama lain. Pergesekan antar suku menjadi sangat rentan. Demo yang lahir dari jiwa-jiwa pemberani, seperti tergores oleh sekelompok orang yang punya kepentingan dan ketakutan posisi pentingnya jatuh tumbang.



Sumber foto:
http://www.rockthevoteindonesia.org/?p=43

Semakin dewasa saya semakin mengerti, bahwa saya bagai hidup di negeri para dewa. Terdiri dari pulau-pulau, cuaca tropis yang stabil, tanah-tanah subur, ragam ikan di setiap pesisir, rempah yang melimpah, kopi-teh yang berkualitas, berbagai jenis makanan dan minuman hadir, beragam jenis binatang yang indah, alam yang lengkap.  Pantas saja negeri ini begitu diperebutkan sampai sekarang, tidak hanya oleh penjajah jaman dulu.

Sayangnya, kebanyakan dari kita tidak menyadari dan semakin langka generasi muda mengelola kekayaan alam yang sedemikian melimpah. Seolah bahwa mengelola di bidang pertanian, perikanan, perkebunan, peternakan memiliki kelas terendah. 

Yang terjadi, seringkali kita mengabaikan kelebihan yang kita miliki dan selalu memandang takjub kemajuan dan kebijakan di negeri orang.  Satu persatu, kekayaan alam digadaikan demi jabatan, kekuasaan, kehormatan namun akhirnya kehilangan tanah dan budaya sendiri. Perlahan, kita dijajah oleh budaya orang yang datang secara masif. Bahan pokok makanan kita pun di supply oleh negara lain dengan kualitas yang lebih baik.


Sebagian yang menyadari bahwa kita hidup di negeri para dewa seperti berusaha menguasai dan mengelola semua lahan. Sampai tak disadari, satu persatu pulau, tanah, sawah, lahan, hanya dimiliki oleh beberapa pihak. Segala unsur yang dimiliki negeri ini jadi rebutan, orang-orang pemilik negeri mulai kehilangan lahan, kehilangan jati diri, kehilangan ruang-ruang bermain. 


Negeri para dewa seperti direnggut habis, lalu muncul ketimpangan ekonomi yang berefek pada ketimpangan pendidikan, ketimpangan idealisme, ketimpangan kesatuan, keadaan menjadi serba rentan dan mudah terusik.


Raja Ampat Papua
Sumber Foto:
infounik.org/35-foto-gambar-pemandangan-alam-indah-di-indonesia.html


Sebagian besar, negeri ini kerap dipimpin oleh pemerintah yang korup dan menjadikan negeri ini jadi alat untuk menimbun kekayaan dan kekuasaan. Hingga masyarakat terlilit oleh tingkah polah para pemimpin, sampai akhirnya timbul berbagai tuntutan dari masyarakat yang kian terasing dengan budaya negerinya sendiri. 


Pertentangan dan tuntutan masyarakat tidak hadir tiba-tiba, ketika masalah ekonomi, pendidikan semakin goyah. Harga-harga pasar yang tak stabil juga harga pendidikan yang baik hanya boleh dinikmati oleh masyarakat kelas atas. 

Ketimpangan di negeri ini terjadi diberbagai unsur. Sehingga dengan mudah kita dibenturkan dengan berbagai persoalan yang berkaitan dengan keberagaman. Seolah perbedaan menjadi inti persoalan besar dan mudah dipecah belah. Padahal bisa jadi semua ini mulai dari masalah pemimpin, ekonomi dan pengetahuan kita yang rendah. Oh, negeriku, tanah airku.


Satu sisi, sebagai negara demokrasi, pergerakan politik dan tumbuhnya lembaga independen, negara ini banyak kemajuan.  Masyarakat semakin kreatif, mempunyai “kebebasan” dalam berekspresi dan berani bersikap. Tapi satu sisi, kenyataan di negeri ini adalah terjadi ketimpangan pengetahuan, pendidikan sehingga muncul ketimpangan dalam berprilaku. Semua kelompok-kelompok ini bisa menjadi media yang dipolitisasi untuk kepentingan yang berkuasa. Sudut pandang masyarakat bisa mudah diarahkan pada isu dan wacana yang memecah kesatuan.


Lalu bagaimana keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ini dapat terpenuhi. Apakah sila pancasila itu hanya slogan, sementara pelakunya-kita-seperti kehilangan percaya diri atas potensi negerinya sendiri.


Berpuluh tahun sejarah terukir, berpuluh tahun kita merdeka, tapi yang terjadi negara ini semakin mudah terombang ambing. Tanah menjadi panas, hujan menjadi banjir, angin menjadi topan.


Begitu pemilihan presiden tahun 2004, wacana etnis dan agama kerap menjadi media yang gurih dilemparkan ke ruang-ruang publik. Perkembangan alat komunikasi yang semakin pesat, membuat beragam informasi begitu mudah menyebar, orang-orang di media sosial, messenger, whatsapp. Tak jarang nada yang muncul mendistorsi wilayah rasa benci, waspada, khawatir, menciptakan ketakutan. Terutama yang berkaitan dengan topik-topik agama, komunis, suku bangsa. Kita begitu mudah dipengaruhi, penuh kecemasan dan ketakutan. Sehingga munculah kelompok-kelompok yang lahir kemudian atas nama agama, atas nama nasionalisme, atas nama kesatuan dalam mewadahi emosi kelompok orang. Mau tidak mau satu sama lain saling berbenturan, melakukan pembelaan dan saling mencaci.


Efek dari masalah ekonomi dan pendidikan ini, kita menjadi golongan orang-orang mudah dipicu oleh isu yang beredar, sehingga dengan udah kita terpecah belah. Begitupun dengan prilaku aparat negara yang makin hari makin membuat kita tercengang dengan berita-berita korupsi dan perilaku lainnya. Belum kendali pembuat keputusan harga pokok, setiap hari raya menjadi mafhum jika melonjak naik dan entah kapan kembali turun. Semua unsur dipolitisir entah untuk kepentingan siapa. 


Negeri ini sudah terlampau gaduh, butuh pemimpin dan kerjasama kelompok-kelompok independen yang bisa jadi penyeimbang keberagaman masyarakat yang multikultur dan setia bertumbuh di atas bumi pertiwi.


Kericuhan yang terjadi belakangan ini, bisa saja tidak terjadi tiba-tiba.  Tapi keadaan yang menekan sehingga keadaan begitu mudah dipicu.



MPR temu Netizen

Bincang-bincang MPR dengan Netizen di Novotel Bandung, 2017.
Foto: Ima



Beberapa waktu lalu, MPR temu Netizen di Hotel Novotel Bandung. Sebelumnya MPR melakukan kegiatan ini di Solo, Yogja dan beberapa kota lainnya. Netizen yang hadir ke acara tidak hanya dari Blogger Bdg tapi netizen yang tergabung di beberapa komunitas kota Jawa Barat. Ada beberapa blogger yang dari Cirebon, Cianjur, Garut. Menarik memperhatikan 50 orang netizen berkumpul di satu tempat, dengan beragam latar belakang dan beragam fokus konten dia blognya. Dan bagaimana sudut pandang mereka bicara tentang makna dan dasar negara Indonesia yang dihadapkan dengan keadaan masyarakat sosial sekarang yang mudah ‘panas’.


Upaya ini dilakukan untuk mengembalikan kesadaran kita sebagai Netizen untuk selalu menularkan kegiatan-kegiatan positif dan meluaskan pandangan masyarakat. Bahwa indonesia itu hebat, asik, keren, kaya ragam budaya, agama, suku, bahasa. Dimanapun, kita tidak akan lepas dari perbedaan.


Netizen dalam hal ini blogger, pergerakannya semakin masif dan beragam. Tulisan-tulisan bertebaran dari seputar jalan-jalan, kuliner, budaya, lifestyle, musik, tekno politik, dll, menghiasi beranda jagad internet dengan gaya bahasa dan cara komunikasi yang khas. Bila dikelola dengan baik, dengan sendirinya blogger akan mempunyai pembacanya. Pembacanya tidak hanya blogger sendiri tapi teman-teman yang tersebar di berbagai media sosialnya. Tulisan-tulisan yang asik, serius, tips ini itu dan banyak lagi. Tulisan-tulisan yang tersebar itu, setidaknya 50% pembaca akan terpengaruh.  Diharapkan, blogger bisa menjadi media penyeimbang mengingat informasi yang hilir mudik seperti mengecam keadaan.


Menarik ketika MPR bertemu muka dengan netizen ini, kami bicara banyak tentang Indonesia, bicara tentang dasar negara indonesia: pancasila, simbol negara kesatuan: garuda pancasila, semboyan negara republik Indonesia: Bhineka Tunggal Ika dan negara indonesia yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Meski kami sudah lama ikut penataran P4 saat masuk kuliah, hari itu seolah mengingatkan kembali bahwa kami benar-benar hidup di negara dengan dasar negara Pancasila.


Semua unsur ini lahir dari kehidupan sosial dan budaya Indonesia yang sangat beragam, baik dari segi suku bangsa, agama, bahasa yang diikat menjadi dasar negara. Nilai-nilai hidup kehidupan sosial masyarakat ini memberi pengaruh banyak pada prilaku yang melahirkan seni, pakaian, makanan, cara bersosialisasi, aturan-aturan adat dan etika. Keragaman inilah yang membuat Indonesia ini kaya.


Gerakan Memelihara Rasa Kebangsaan


Belajar pada banyak kejadian yang sudah dilewati, bahkan sekarang pun masih terasa ‘hangat-hangat’ nya. Sedikit percikan, maka terbakar. Sebaiknya kita belajar pada komunitas-komunitas yang tumbuh di Bandung yang secara tidak langsung memelihara nilai kebangsaan. Seperti kegiatan seni, diskusi buku, mengasah hobi dan menghasilkan karya nyata. Mungkin buat sebagian orang kegiatan ini kecil, tapi jangan salah bisa memberi efek yang sangat besar: punya pendirian kuat, sedikit bicara dan banyak berkarya.


Keinginan untuk melahirkan karya dan menciptakan ruang budaya ini lahir dengan sendirinya. Seperti kecintaan pada bidang seni teater, buku, dunia literasi, musik, sastra, dll. Jika kecintaan ini terus diasah, dengan sendirinya dia ikut memelihara dan memberi pengaruh banyak pada kehidupan masyarakat.


Saya coba cerita beberapa komunitas yang menurut saya merupakan gerakan sosial masyarakat yang memelihara ruh negeri ini.


1. CCL (Celah-Celah Langit)


Di ujung kota Bandung, tersebutlah kantung budaya bernama CCL (Celah-Celah Langit). Di tempat ini dalam hitungan bulan selalu ada pertunjukan teater, musik, baca puisi, bahas buku dan sebagainya. Apresiatornya pun masyarakat dengan berbagai usia dan berbagai profesi hadir dan menikmati suasana pertunjukan seni. Sebelum acara dimulai, kami akan berdiri bersama dan menyanyikan lagu kebangsaan republik Indonesia “Indonesia Raya”. Tempatnya bukan di gedung besar, tapi di halaman rumah, dan untuk mencapainya kita harus masuk gang.


Aktifitas di sana banyak membukakan mata dan pengetahuan tentang kehidupan orang-orang melalui seni. Tak sedikit yang terinspirasi yang tersasah hatinya untuk berkarya di bilang yang ia kerjakan.


2. AARC (Asia Africa Reading Club)


Di gedung museum Asia Afrika, hadir kelompok AARC (Asia Africa Reading Club). Sekelompok orang-orang yang membaca buku secara bergantian dan menuntaskan dalam beberapa pekan lalu membahasnya. Pembahasannya si tokoh dari berbagai sisi sehingga menegaskan karakternya seperti apa. Aktifitas ini banyak di apresisasi oleh berbagai kelangan seperti, dosen, seniman, ibu rumah tangga yang memang menyukai ruang-ruang diskusi sebagai media kontemplasi. Secara tidak langsung, dari diskusi ini akan mempererat hubungan, mengasah daya nalar dan kesadaran hidup di negeri yang memiliki sejarah yang nyaris terlupakan.


3. Tobucil & Klab (Toko Buku Kecil)


Toko buku berbasis komunitas ini selain menjual buku-buku alternatif, menyedikan wadah untuk berkumpul dan berbagi sesuai dengan minat masing-masing. Seperti klab baca, klab nulis, klab yoga, klab rajut, klab gambar. Tobucil sudah berjalan 15 tahun dan menginspirasi banyak orang untuk berkegiatan dan berkomunitas sesuai dengan passion mereka.


Pergerakan kreatif mereka memancing banyak orang yang mempunyai passion yang sama untuk berkarya bersama, menjadi ruang berbagi satu sama lain dan saling menularkan kebaikan.


Semua langkah besar itu dimulai dari langkah-langkah kecil, begitupun kebaikan-kebaikan kecil akan melahirkan gerakan-gerakan besar.


4. Rumah Cemara


Rumah rehabilitasi yang ketergantungan obat-obatan terlarang dan terinveksi HIV AIDS (ODHA). Komunitas ini dibentuk dengan visi untuk memimpikan Indonesia tanpa diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS dan orang yang menggunakan narkoba, melalui misi dengan menggunakan pendekatan sebaya agar terciptanya kualitas hidup yang lebih baik bagi orang dengan HIV/AIDS dan pengguna narkoba di Indonesia

Mereka kerap ikut kejuaraan football, beberapa kali memenangkan dan mengharumkan nama bangsa. Tak hanya ikut kejuaraan, Rumah Cemara mensosialisasikan dengan membuat kegiatan diskusi-diskusi.


Saya hanya menuliskan 4 dulu, karena masih banyak sekali komunitas yang lain yang memberi banyak ruang hidup, nyata dan hadir mempengaruhi visi hidup di berbagai bidang.


Kehadiran komunitas-komunitas ini, bisa jadi awalnya lahir dari bentuk perlawanan karena sulitnya dukungan bahkan muncul stigma negatif kegiatan yang dilakuan. Kurangnya dukungan ini tidak hanya dari lingkungan terdekat bahkan lembaga besar bernama pemerintah. Sehingga gerakan-gerakan inisiatif dan kreatifitas masyarakat ini terus digali, bergerak pelan, nyata lalu membesar, memberi banyak ruang-ruang hidup dan berharga. Berbangsa, solidaritas, bergerak nyata, tidak hanya berupa yel yel, tapi berupa bukti konkrit dan prilaku nyata.


Gerakan kesenian yang sering dipandang sebelah mata, yang sering dianggap sebagai tindakan temporer atau sementara. Padahal kesenian memiliki pengaruh dan nilai yang sangat universal bisa melampaui suku, ras dan agama. Pesan-pesan yang disampaikan dalam kesenian akan merangkul semua unsur.


Kini pergerakan komunitas-komunitas ini kini banyak menjadi inspirasi dan mulai disadari bisa membuat masyarakat menjadi berdaya dan berkarya guna. (tsaaah!)


Membela negara, cinta kebangsaan dan nasionalisme itu tidak hanya pada tindakan atau prilaku yang besar-besar saja. Tapi pada tindakan-tindakan kecil, berkarya dan memberi banyak manfaat bagi masyarakat itu bisa melahirkan cinta tanah air dan menyadari bahwa Indonesia itu, luar biasa.


@imatakubesar
Yonda: “Saya tidak menggerakan panah degan pikiran tapi dengan hati”



Sumber foto: disini

Ini adalah salah satu dialog salah satu tokoh di film The Guardian of The Galaxi.  Dialog keluar ketika pertempuran masuk pada situasi paling genting.  Satu persatu teman-team superhero terancam mati.  Sementara Quills masih belum bisa menggunakan kekuatan super yang baru saja dia dapatkan untuk melawan musuhnya.  Ketika Yonda nyaris mati, dia memberi petunjuk pada Quills bagaimana dia mengontrol panahnya sehingga tepat sasaran dan menyadarkan Quills cara mengolah kekuatannya itu. 

Film yang dipenuhi adegan pertempuran para superhero ini intinya tentang hati.  Cinta, harapan, obsesi, impian masing-masing tokoh di tengah-tengah situasi serius, keras, kejam dan penuh pertempuran di angkasa raya sekaligus dikemas dengan komedi situasi yang segar.


Nobar Citoku: Teman Nontonku

Saya dapat tiket nonton bareng Citoku di BEC.  Engga tau yah, saya ini kalau mau nonton bawaanya harus perfect (Haha!).  Agak-agak ‘menyebalkan’ memang.  Kalau kata film Janji Jhoni mah, bisa jadi saya termasuk penonton piknik.  Kategori penonton piknik itu, dia selalu bawa makanan dan minuman sambil menikmati tontonan.  Kalau boleh bawa makanan dari luar, saya mau bawa martabak, hahhaaaa... engga lah engga se ekstrim itu, kalo di rumah... iya, hehee, martabak atau gorengan atau seputar kriuk kriuk kaya Citoku.  Pembelaannya mungkin karena saya mau mengapresiasi karya seni kali, ya, jadi butuh sedikit banyak energi.  Entah ini titisan gen dari mana, makanan itu semacam unsur yang harus ada dalam ritual nonton.  Jadi begitu Citoku ngajak nonton bareng, saya seneng banget lah.  Cociks pisan buat temen nonton.

Nah, karena camilannya udah ada, jadi saya tinggal ajak temen yang asik buat nonton.  Saya harus memilih salah satu temen, agak susah susah gampang soalnya temen-temen saya orangnya pada asik.  Siapa, ya.  Maunya sih ajak suami, tapi kondisi dia sekarang ga kuat kena AC dan ga boleh liat sinar yang datang tiba-tiba.  Ya, masalah medis.  Panjang lah kalau diceritain, padahal dia temen yang asik buat diajak diskusi abis nonton dan baca buku.  Diskusinya bisa panjang lebar dan kebawa-bawa mimpi, hahahaa. 

Mulai deh nge-daftar nama-nama, dari temen sma, kuliah, stuba, tobucil, saudara, blogger.  Saya coba kontak Ina, temen jaman SMA yang udah berabad lamanya ga pernah ngobrol dan jalan bareng.  Mungkin saya pikir ini momen yang pas buat ketemuan.  Soalnya saya termasuk orang yang kedul*pisan jalan bareng, belanja bareng, atau main-main ke rumah teman.  Bukan berarti ga kangen atau ga suka sama temen, kadang suka bingung kalo gitu teh mau ngapain.  Tapi kalau udah ketemu ya bawaanya pengen cerita-cerita sih dan denger banyak hal, masak bareng, nonton bareng, bikin kopi bareng.  Tapi karena “tanggung jawab” makin banyak (huh, Ima nih so gaya), kadang keinginan buat ketemu dan seru-seruan kaya gitu agak di rem. 

Jadi kesempatan ini, saya ajak Ina nonton dan dia mau.  Horeeeh! 

Kami nonton bareng di BEC 2, bioskopnya ada di lantai 3A.  Orang-orang sudah mulai datang dan ketemu beberapa orang yang saya kenal.  Kami semua ganti kaos merah khas Citoku dan ngikutin games dulu di studio.  Seru seruan lah.  Acaranya bisa kamu lihat di IG-nya Citoku di @temannontonku. 

MC melemparkan bungkus Ciktoku dan peserta yang nangkap bungkusnya maju ke depan dan ikut games.  Gamesnya seru, ngelatih fokus kita.  Dari 10 orang yang dapat lemparan bungkus Citoku, jadi peserta dan harus maju ke depan.  Aturannya, para  peserta berhitung bergantian, yang dapet giliran nyebutin angka ganjil harus bilang “Citoku”.  Ayooo... coba deh di rumah, kaya yang gampang, tapi malah jadi belibet bisa jadi karena deg deg an.  Yang gagal, balik ke kursi penonton dan dapat bingkisan.  Horeee.. Sampai yang tersisa 2 orang.  Saya termasuk yang gagal karena gak konsen.  Seru. 

Selesai permainan, film The Guardian of The Galaxi 2 mulai diputar.  Saya segera buka Citoku biar suara plastiknya gak ganggu penonton lain pas film berlangsung.  Lalu tentu saja mematikan handphone.  Ya, saya kan engga nonton di rumah tapi nonton di tempat umum, jadi harus jaga kenyamanan orang juga kan ya, gak bisa seenaknya.


Ini Tentang Filmnya



Sumber foto: Link ini

Film The Guardian of The Galaxi 2 ini gendre film action dan penuh limpahan musik tahun 70-an yang menjadi soundtrack setiap adegan.  Saya enjoy bangeeet.  Sebagian besar adegan dikemas komedi situasi dan slapstick, tampilan ini berhasil bikin saya ketawa-ketawa (ngakak tepatnya).  Bayangkan, di sebuah planet entah dimana, di tengah pertempuran, Rocket menyuruh Quills untuk mengambilkannya selotip buat nahan tombol bom.  Sambil melawan serangan sinar dan Peter Quill mencari-cari selotip yang entah dimana ke teman-temannya.  Situasi yang menggelikan.

Film dimulai dengan adegan sepasang manusia yang naik mobil berdua sambil nyanyi-nyanyi , musik klasik keluar dari audio mobilnya.  Lalu mereka berdua jalan kaki menuju tengah hutan.  Si laki-lakinya menanam bunga di tengah hutan. 

Kemudian adegan di lanjut ke tengah pertempuran di angkasa.  Baby Groot si pohon kecil yang kecil bermata bulat dan lucu, menyalakan lagu di sebuah tape jaman tahun 70-an khas bumi.  Ini yang jadi pertanyaan, bagaimana mungkin di tengah angkasa raya yang serba canggih para superhero ini punya radio tape, walkman dan kaset pita. 

Sumber foto: Disini


Baby Groot menari-nari santai mengikuti irama lagu klasik ditengah pertempuran teman-temannya yang sedang melawan monster-semacam cumi raksasa yang banyak lendirnya.  Tariannya makin nikmat mengikuti ketukan musik yang santai dan damai.  Sementara disekelilingnya, teman-teman Groot sedang bertempur.  Tentakel monster itu menyerang ke kiri, ke kanan, terlempar liar, situasi-situasi berbahaya yang mengancam Baby Groot sama sekali tidak terjadi.  Baby Groot tidak terluka sama sekali sampai si monster itu berhasil di tumbangkan oleh sekelompok The Guardian: Quills, Nebula, Gamora, Drex dan Rocket.  Banyak adegan yang menarik dan lucu. 

Adegan keras diiringi dengan musik yang ringan.  Penonton seperti dibawa untuk lebih santai menghadapi adegan-adegan yang penuh pertempuran, tokoh-tokoh yang mengerikan dan sadis. 

Film ini seolah menjelaskan situasi pertempuran merupakan bagian dari denyut nadi, hentakannya biasa dihadapi oleh para Guardian of The Galaxi.  Setiap babak ada saja kejutan yang  memicu adrenalin.  Musik pengiring ini, menyusupkan sisi “manusia” yang tidak bisa dihapus. 

Cerita ini menarik, saya menangkap kentalnya persahabatan diantara mereka di tengah pertempuran.  Meskipun dari awal kamu bakal melihat mereka selalu saling meledek, menghujat, menggoda, merendahkan satu sama lain dan ingin terlihat lebih hebat di hadapan temannya.  Kelakuannya ini sampe bisa mengancam nyawa mereka.  Meskipun begitu, ketika terancam oleh musuh, satu sama lain saling menjaga, memperhatikan dengan cara yang tak biasa bahkan berkesan kasar dan gak sopan.  Sampai-sampai salah satu tawanan mereka-Gamora- yang memperhatikan mereka selalu berantem sepanjang perjalanan.  Menganggap bahwa mereka berlima bukan teman, karena sepanjang perjalanan saling melontarkan hujatan satu sama lain. 

Banyak adegan yang lucu dan absurd.  Adegan paling bodor ketika Rocket menjelaskan ke Baby Groot tentang tombol bom yang harus di tekan di inti otak Ego.  Tapi Baby Groot gak ngerti-ngerti sampai Rocket kehilangan kesabaran lalu minta dicarikan selotip ke si Quills.  Selotip buat menahan tombol, biar tombol bahayanya tidak ditekan Baby Groot sehingga bisa menghancurkan seluruh planet dengan cepat.  

Situasinya, para The Guardian ini sedang melawan Ego yang menyerang mereka dengan kekuatan yang super dahsyat.  Lalu Rocket berteriak ke Quills minta dicarikan selotip.  Quill menanyakan ke teman-temannya sambil berteriak, melawan, terbang ke kiri kanan, kena serangan, Rocket berteriak-teriak memberi petunjuk letak menyimpan selotip ke Quills.  Dialog ini kaya dua orang yang sedang ada di rumah bertingkat dua, orang 1 lagi di lantai satu dan orang 2 lagi di lantai dua.  Minta tolong sambil marah-marah dan yang satu lagi frustasi karena tidak menemukan benda yang dicarinya.  Dialog itu dibawa ke situasi di tengah pertempuran di sebuah angkasa.  Absud pisaan, ini salah satu adegan yang bikin saya ketawa-ketawa. 

Meskipun sepanjang adegan banyak menunjukan satu sama lain saling menjatuhkan, meledek, marah-marahan.  Tapi saat salah satu terancam nyawanya, semua berusaha menyelamatkan dan saling melindungi.  Mereka tidak mau kehilangan teman mereka. 
Inti film ini, para penjaga galaksi ini dikejar dan diserang oleh musuhnya.  Lalu ada seseorang yang menyelamatkan mereka dengan menghancuran semua pesawat penyerang, sampai akhirnya pesawat yang ditumpangi The Guardian ini terdampar di sebuah planet.  Di planet ini mereka bertemu dengan laki-laki namanya Ego, dialah yang menyelamatkan serangan para musuh sewaktu di angkasa.  Rupanya, Ego ini adalah ayahnya.  Ego menjelaskan dan memperlihatkan sebuah bukti bahwa Quills adalah anaknya.  Disini konflik muncul, siapa sebenarnya Ego, apa tujuannya hidup menyamar menjadi manusia sehingga bisa membuahi manusia dan melahirkan seorang anak laki-laki: Quills.  

Quills yang terobsesi ingin bertemu dengan ayahnya merasa hidupnya lebih lengkap dan bahagia.  Tapi, dibalik semua itu justru mengancam hidup Quills.  Teman-temannya tidak tinggal diam, mereka menyerang Ego dan menyelamatkan Quills.  Berhasil atau tidak, kamu harus nonton. 

Karena, kamu bakal liat bentuk persahabatan yang beda diantara mereka, cara ungkap dan menunjukan sikap yang berkesan saling benci.  Buat kita yang punya tafsir kalau bersikap ke sahabat itu manis, lucu, penuh canda tawa dan asik.  Justru kita gak melihat gambaran persahabatan kaya gitu diantara mereka, kecuali ketika bicara ke Baby Groot.  Semua bersikap manis dan baik.  Di film ini, kamu akan disuguhkan sisi lembut the Guardian ketika salah satu temannya tak selamat. 

Musik The Father and Son versi Cat Steven (Yusuf Islam) pun menutup adegan The Guardian of The Galaxi.  Ini, memeras hati dan mengoyak jiwa terdalam.  Hiks.

@imatakubesar  




Suasana Ramadhan mulai terasa nih, di mini market dekat rumah mulai menjual kurma, kue-kue kalengan dan syrup di rak khusus.  Harga-harga bahan pokok di pasar sederhana mulai merangkak naik.  Ucapan menjelang Ramadhan dari teman-teman bertebaran di pesan singkat, WhatUp, juga timeline media sosial.  Menjelang Ramadhan artinya tidak hanya menjalani puasa, tapi juga persiapan menyambut hari raya.  Dari menyiapkan baju yang keren, makanan enak dan persiapan pulang kampung.
Ayah (panggilan anak-anak buat suami) termasuk orang yang cuek, tidak terlalu punya keinginan beli baju baru.  Waktu saya menawarkan beli baju koko keren buat Ied nanti, dia bilang,
“Tenang aja, ada baju koko syukur, yang ada juga masih enak dipakai, kok.  Lagian Ayah kan sehari-hari di rumah. ”  
Mungkin karena dia ‘males’ harus pergi ke toko dan memilih pakaian itu kadang-kadang menguras energi.  Sejak Ayah ada masalah medis, dia belum bisa beraktifitas seperti layaknya orang-orang.  Jadi untuk mengisi hari-harinya, dia memilih menekuni dunia drawing.  Sendiri, sunyi, kadang rame oleh suara celoteh dan tawa anak-anak saja.  Rupanya aktifitas ini cocok dengan fungsi tubuh dan mentalnya.  
Sehari-hari aktifitas di depan rumah yang disulap jadi studio gambar.  Jadi pakaian yang digunakan Ayah seputar t-shirt, kemeja santai, sweater dipadukan dengan sarung maupun celana pendek.  Buat dia, yang penting enak dan nyaman di badan.  Koleksi kemeja dan celana panjang pensiun menemani hari-hari Ayah.  Kemeja  maupun baju koko biasanya dipakai begitu harus keluar rumah, seperti kontrol bulanan ke dokter, shalat Jumat, menenuhi undangan pernikahan dan perjalanan pulang ke kampung halamannya.  


Ayah ini sifatnya eazy going, tapi dibalik sifatnya itu kadang lebih susah memilihkan baju yang keren versi dia.  Mungkin karena Ayah cukup peka sama desain, selera seninya juga cukup tinggi, seringkali pilihan baju jatuh pada desain yang engga gampang di tebak.  Kadang modelnya simple banget seperti polos hitam dengan kancing yang minimalis, kadang aplikasi baju koko yang dia pilih unik seperti aplikasi batik dengan bentuk yang dinamis.  Jadi, seringkali pilihan saya suka engga tepat, karena selera dia cenderung berubah-ubah, tapi yang paling aman sih saya bakal pilihkan baju koko warna hitam, polos.  
Karena sekarang dia engga bisa jalan kaki terlalu lama dan melihat kerumunan orang yang cukup banyak.  Jadi saya ajak dia buat liat-lihat toko online.  Banyak pilihan produk yang ditawarkan termasuk baju koko.  Di toko online ini tidak hanya memperlihatkan foto produk saja, tapi spesifikasi produknya cukup jelas dan jumlah barang yang tersedia.  Jadi kita tinggal memilih thubnail dan fokus kategori  produk-produk yang kita cari.  Seperti, baju muslim.  Baju muslim ini terbagi  jadi baju muslim pria dan baju muslim wanita.
Karena fokusnya mencari baju koko keren pilihan Ayah, saya tinggal buka web toko online lalu klik kategori fashion.  Dari fashion ini klik baju koko.   Sudah.  Pas Ayah lagi duduk santai, sambil minum teh hangat dan camilan, dia tinggal pilah pilih.  
Ada beberapa tips nih memilihkan baju koko untuk Ayah:
  1. Kenali sifatnya: ekstrovert atau introvert
Baju yang dia pakai akan memperkuat karakternya.  Kalau desain pakaian tidak sesuai dengan sifatnya, biasanya si Ayah jadi tidak begitu menarik.  Kurang menyatu.  Ada baju yang keren tapi ketika dipakai sama Ayah jadi ‘engga banget’ tapi ketika dipakai oleh yang lain terlihat lebih cocok.  Biasanya, kalau dia sudah ngerasa cocok, baju itu akan dipakai berulang-ulang sampai belel, begitu pun sebaliknya.  Kalau tidak cocok, baju itu akan terlipat rapi sangat lama di lemari pakaian.
  1. Kenali bentuk badannya
Kalau besar, ambil baju yang warnanya kalem dan netral untuk menghidari kesalahan dalam memilih, seperti, warna coklat, khaki, hitam bisa jadi pilihan yang tepat.  
  1. Kenali lingkungan kerjanya
Seringkali nih, lingkungan kerja akan saling menularkan sifat dan selera.  Tidak hanya kaum wanita, trend baju di lingkungan pria pun cenderung saling mempengaruhi.  Pria akan merasa ‘gaya’ ketika pakai baju dengan merk maupun model baju yang lagi trend.
  1. Kenali merk-merk baju pria
Sesekali kita baca deh majalah maupun website pria.  Disana bertebaran baju-baju dan style pria dengan berbagai gendre.  Gaya baju Ayah yang seniman dan gaya baju Ayah seorang guru, tentu akan beda.  Seniman cenderung lebih terlihat free style, sementara guru lebih rapi.
Yang saya perhatikan, berdasarkan perkembangan dan adaptasi budaya, model baju koko kini engga cuma warna hitam dan putih polos.  Tapi variasinya semakin banyak, tak kalah tredy dan menarik banyak peminat.  Jadi, baju koko engga cuma bisa digunakan di bulan Ramadhan saja atau hari Jumat, tapi digunakan di sekolah, di tempat kerja, dan aktifitas sehari-hari.  

@imatakubesar
Sumber foto: mm
Dua minggu yang menyenangkan. Pertama, karena saya bisa jalan-jalan lagi sama salah satu teman dekat saya. Kami nonton film di bioskop, makan sore dan cerita tentang banyak hal. Terutama tentang memelihara hati dan rezeki. Kami punya beban yang sama, meski berbeda masalah. Namanya Ina, kami satu sekolah sejak SMP-SMA, lalu sesekali masih suka bertemu dan cerita tentang banyak hal. Dia yang sering main ke rumah, saya malah termasuk tipe teman yang jarang main ke rumah teman. 




Ya, mungkin saya termasuk anak remaja yang beruntung karena melewati masa remaja yang menyenangkan meskipun tidak pernah punya pacar. Tidak punya pacar? Iya, waktu jaman SMP maupun SMA rasanya tidak pernah ada yang suka sama saya, mungkin karena saya orangnya termasuk cuek dan tidak begitu menarik.

Masa remaja saya habiskan mendengarkan musik, main sendiri ke perpustakaan, main ke rumah teman untuk ikut tidur, makan baso, dengerin musik dan makan. Hahahaaaa... Biasanya saya main ke rumah Ina, Ida, Yuni. Teman saya masih banyak yang lain. Kebanyakan laki-laki, mungkin karena saya lebih ‘maskulin’, cuek dan males dandan. Mereka bertiga termasuk yang paling sering, yang lainnya sesekali banget. Di ketiga rumah ini yang bikin saya males pulang. Ngapain? Masak-masak, makan-makan, beli baso, dengerin musik, tidur, curhat tentang percintaan. Biasanya saya bagian pendengar dan sedikit ngasih pendapat. Pengalaman percintaan saya nol lah, tapi saya tukang baca cerpen dan tips tips ala psikolog di majalah remaja. Jadi, sebagian bacaan saya banyak ngasih masukan buat mereka para pecinta. Jadi kalau ngasih pendapat suka rada tegaan, eh, bahkan termasuk ngasih masukan buat hadiah ulang tahun pacarnya, lho. 


Yang curhat tentang pacar ada beberapa orang, saya senang-senang aja dengar cerita mereka. Bagaimana mereka senang, sedih, gelisah menghadapi pacar dan orang-orang yang suka sama mereka. Saat itu, saya ga tertarik punya pacar, ngeceng sih iya dan suka sama fisik lawan jenis mah standar lah, suka begitu lihat tapi saya lebih senang pergi-pergi sendiri sebenernya.

Waktu remaja, saya punya mimpi bisa keliling dunia. Saat itu berandai-andai punya pacar, dia orang yang suka travelling dan penikmat kesenian. Dulu, saya mau keliling dunia tapi dibayar dan itu menjadi satu bagian pekerjaan. Tapi tahun 90-an, belum terbayang profesi apa yang membuat saya bisa seperti itu. Belum terbayang bahwa menulis ataupun dunia kesenian bisa membuat kita membawa kita kemana-kemana. Jadi begitu tadinya saya mau daftar seni rupa lalu teman saya bilang begini,”Kamu mau daftar ke Seni Rupa? Entar lu mau jadi apa?” Teman saya ini tertawa sangat kencang, menyepelekan tepatnya, atau mungkin saya terlalu peka. Pendapatnya ini membuat saya terdiam cukup lama, menggoyahkan niat dan semangat.

Mengingat momen itu, saya yang sekarang merasa bahwa keputusan saya waktu remaja adalah keputusan yang bodoh karena asal milih jurusan kuliah dengan tujuan agar mudah dapat pekerjaan. Camkan ini, tujuan kuliah untuk dapat pekerjaan itu niat yang salah (setidaknya buat saya, sambil makan sepotong donat). Karena dalam proses belajarnya, saya sama sekali tidak menikmatinya. Tapi ya namanya ilmu, ada aja yang kepake buat kebutuhan sehari-hari. Jadi ya ga ada yang kebuang lah, setidaknya sedikit banyak mengasah nalar saya yang pas pas an dan proses spiritual, kesabaran dlaam menjalani proses belajar, hehehe... Kalau kata Amih saya mah, ilmu teh cahaya, kalau cari ilmu, kita ga bakal ‘miskin’. Maksudnya apa? Kamu dateng aja ke rumah, ngobrol langsung sama Amih.

Hal yang menyenangkan kedua adalah, ketemu sama teman-teman jaman kuliah dulu. Mereka berdua ini, Ine dan Rini bukan temen sekelas tapi temen di unit kegiatan mahasiswa teater-semacam ekskul lah kalau sekolahan mah. Tapi di ruang ini, saya dipertemukan dengan orang-orang yang unik. Justru di unit ini saya belajar solidaritas, peka, sensitif, cepat tanggap, unak anik organisasi kepake banget sampe kapanpun. Melalui mereka saya belajar hidup, menghadapi hidup dan memetik banyak makna pertemanan. Sampe saya bingung, kenapa Rini begitu takut kehilangan teman. Sementara, saya cuek aja. Sedih sih, tapi saya percaya, setiap kejadian dipersiapkan untuk sesuatu yang belum kita tahu ke depan. Ya, disini saya belajar banyak, bahwa beda orang beda sikap dan kita mesti bisa beradaptasi menghadapi perbedaan biar komunikasi tetap asik.

Kami super jarang ketemu. Padahal, hampir tiap hari Rini lewat rumah saya menuju Lembang, itu kantor unit yang dia kelola. Dan Ine, rumahnya deket pisan, tapi ya gitu kami nyaris sulit ketemu. Paling saling sahut di medsos, eh besoknya kita ketemu di rumahnya Ine Cuma buat makan pempek bikinan dia. Cuma buat makan pempek, ikut nyeduh kopi dan melahap berpotong-potong kue. Niatnya Cuma sejam di rumah Ine, eh molor 3 jam. Ya, mungkin kami jarang ketemu, jarang berkomunikasi juga, tapi ga tau ya hati tetap nyangkut aja.

Entahlah, dalam minggu-minggu ini rasanya ada sesuatu yang harus diperbaiki, terutama masalah silaturahmi. Ya, bukan berarti saya gak mau silaturahmi, tapi keadaan bikin saya susah bergerak. Bener-bener harus milih, ga bisa dilakuin semua. Semua orang gitu juga kali ya, apalagi buat yang udah berumah tangga, bekerja atau salah satu keluarga kita sakit. Otomatis keadaan mengubah beberapa kebiasaan, kita jadi harus beradaptasi dengan diri dan situasi. Ketika ada teman-teman yang ngajak ngumpul atau ada acara yang mengharuskan saya datang. Terpaksa cancel dan selalu menambahkan harapan,”Ya, semoga kita bisa ketemu dengan keadaan yang lebih baik.” Harapan itu beberapa hari ini, ya, saya bisa ketemu dengan beberapa teman-teman dengan situasi yang sesuai dengan harapan itu. Saya percaya, kata adalah doa, doa menggerakan segala unsur kehidupan. Kuncinya sabar dan tawakal.

Meski saya tahu, proses itu terasa begitu lambat, dalam menjalani setiap proses yang kadarnya berat, saya seperti bermain-main di atas perahu. Merasakan gerakan air yang lambat dan deburan ombak yang sesekali menghempas dinding perahu, merasakan angin, langit, ikan-ikan yang mendekat dan menjauh, burung burung yang berbondong, daratan yang entah dimana, suara yang sunyi. Di titik itu, tak ada pilihan selain berdiri di atasnya, mengikuti pergerakan dan bertahan.

Ya, kemarin saya semeja lagi dengan Ine dan Rini di rumah Ine dengan keadaan yang lebih baik. Menikmati pempek dan mendengarkan cerita tentang kegiatan mereka, menyeduh kopi, makanan dan tentang tubuh kami yang semakin gemuk.

Hal yang menyenangkan ketiga adalah kammi kedatangan suami dan anak teman dari Tangerang. Suami atau Ayah si anak mengantar anaknya ke Bandung mau tes Seni Rupa di ITB. Rencananya, sehari sebelum tes, mereka mau menginap di rumah kami. Rupanya si anak ini senang juga mau menginap di rumah karena bisa ketemu dengan suami saya yang suka apload hasil gambar di Instagramnya.

Ternyata rencana diubah, mereka tidak jadi menginap. Mereka mau langsung berangkat jam 03.00 wib dari Tangerang menuju ITB. Saya langsung ded deg an, karena yang saya tahu, daftar di ITB itu komitmen waktunya sangat ketat. Tidak bisa telat. Saya Cuma bisa menangkan teman dan berharap lancar perjalanannya.

Namun yang terjadi sesuai dugaan saya, mereka baru nyampe di terminal Leuwi Panjang jam 11.00 siang. Hiks... saya Cuma engga bisa membayangkan gimana perasaan si anak. Kecewa lah pasti.

Akhirnya, mereka berdua memutuskan datang ke rumah. Ketemu kami. Saya siapkan makanan dan kopi yang spesial. Setidaknya bisa membuat hatinya reda. Tadinya saya sangat kecewa dengan keputusan Ayahnya yang akan mengantar si anak sehari sebelum tes. Tapi begitu bertemu, hati saya berkata lain. Ayah ini begitu bersemangat mengantar anaknya dan ngobrol banyak dengan kami dan ngobrol banyak tentang dunia seni rupa, tempat kuliah dan gambaran kasar tentang masa depannya.

Saya lihat, anaknya begitu tenang. Dia kuat. Saya lihat, semangatnya tetap ada dan terlihat senang bisa menggambar bareng di studio kami. Studio studio an, ruang tamu yang disulap jadi ruang menggambar, jadi masih ada rasa-rasa ruang tamunya. Hehehe... gapapa, Ma, yang penting kan ada tempat buat berkarya. Begitupun dengan Ayahnya, dia tak berhenti memberi semangat dan senang karena pertemuan kami seperti berada di kelas kuliah. Hahhaaaa... ada lah 6 sks. Sayangnya, mereka tidak menginap karena esok hari si Ayah harus masuk kerja.

Kedatangan mereka ke rumah memberi udara yang berbeda. Ada kehidupan yang “kaya” dari diri si Anak dan si Ayah ini yang memberi gambaran besar kehidupan kami nanti. Hubungan batin yang tak biasa, ada semangat di kedua sorot mata Ayah dan Anak. Ya, saya tahu, meskipun dia gagal ikut tes di SR tapi keduanya begitu tenang.

Pertemanan adalah rezeki, ia menyuburkan hati, meluaskan pandangan, membuka ruang-ruang hidup. Hidup saya banyak “terselamatkan” oleh mereka, baik dalam menyampaikan sikap, opini, laku luar. Sehingga dengan waktu, beberapa sifat teman-teman banyak mempengaruhi saya bagaimana dalam bertingkah laku, berkomunikasi dan proses menata ego. Berteman itu naluri yang bicara, ada yang langsung merasa klik dan nyaman, ada yang butuh proses panjang, ada yang sering bertemu tapi seperti ada jarak dan banyak lagi. Ya, apa lagi ya, yang jelas saya merasa beruntung menjadi bagian dari pertemanan kalian.

@imatakubesar



Hari Sabtu pagi di Bandung, cuaca dingin, wangi daun, lampu-lampu kota satu persatu mulai padam.  Mobil angkutan umum membawa saya melewati toko-toko, cafe, perempatan sepi, swalayan, rumah-rumah.  Pasar sudah ‘bangun’ sejak tengah malam, perjalanan agak terhambat karena orang-orang sudah lalu lalang di jalan yang melewati pasar.  

Lepas dari pasar, kami melewati jalanan lengang yang tengan disapu oleh petugas berbalut baju kuning dan rompi penangkal dingin.  Sampah malam terkumpul jadi satu. Masing-masing bergerak, membangun diri, menciptakan kehidupan dan saling berkontribusi sesuai kapasitasnya dalam membangun negeri.

Saya berhenti di gedung XL  diantara perempatan Jl. Purnawarman dan Jl. RE. Martadinata Bandung.  Mesin mobil elf sudah dipanaskan, beberapa orang sudah datang menunggu, berkumpul menuju kota udang.  Ah, perutku sedikit terusik, sepertinya sudah waktunya sarapan. 



Bandung ke Cirebon, hanya memakan waktu 3 jam perjalanan.  Cuaca sangat jernih.  Perjalanan Bandung menuju Pasteur dipercepat dengan tol Cipali (Cirebon Palimanan).  Kami istirahat sejenak di titik peristirahatan.  Sebelum ada jalan tol ini, biasanya memakan waktu 5 jam perjalanan dari Bandung-Cirebon.  


Di peristirahatan kami meredakan lelah dan merapikan diri, menikmati kopi, buang air dan meregangkan otot yang telah duduk pasif selama perjalanan.  Cuaca di sini mulai terasa beda meski masih pagi, sedikit menyengat.  Cuaca di kota Bandung dan di kota Cirebon memang cukup ekstrim.  Buat orang Bandung, kota pesisir cukup membuatnya kepanasan. 

Mulai lebaran tahun lalu, jalan tol ini efektif digunakan. Jarak tempuh perjalanan menjadi lebih singkat 2 jam. Kondisi ini memberi banyak pengaruh, kota Cirebon menjadi salah satu destinasi wisata yang banyak dikunjungi.

Kelancaran jaringan internet untuk berkomunikasi pun semakin dibutuhkan.  Keadaan ini berpengaruh banyak pada proses perputaran ekonomi.  Kini jaringan internet sama pentingnya dengan jalan-jalan penghubung antar kota. Akses yang baik akan memudahkan orang-orang dalam menjalankan aktifitasnya.  






Cerah suasana pagi hari itu di SMAN 2 Cirebon, pembukaan program CSR XL Axiata berlangsung lancar.  XL menyerahkan bantuan Broadband di sekolah ini sebagai penanda pergerakan pendidikan.  Tak hanya jaringan internet, XL pun menyerahkan sejumlah komputer, modem dan pelatihan yang berkelanjutan oleh para karyawan XL.  

Jajaran pendidik menyambut dengan gembira mengingat anak didiknya banyak yang kompeten, kreatif dan tentu saja melek teknologi.  

Pelatihan yang berbasis hobi seperti fotografi, membuat vlog, blogging, akan dilatih oleh karyawan XL.  Tujuannya sederhana, biar kemampuan dan keahlian siswa siswi semakin terasah dan bisa memaksimalkan fungsi digital dengan konten yang kretif. 



Acara dihadiri oleh komunitas bikers dan pesepeda yang dikembangkan oleh perusahaan XL agar kegiatannya produktif. Kami datang bersamaan dengan komunitas-komunitas ini, disambut oleh kelompok paduan suara berprestasi SMAN 2 Cirebon.  Suasana terasa hangat dan berenergi. 



Beberapa yang lain hadir dengan balutan seragam pramukanya.  Sekolah yang luas, rapi, tertata dan suasana ruang yang berenergi.  Ada lapangan olah raga yang dikelilingi oleh kelas-kelas, gedung pertemuan yang besar, masjid (bukan mushola).

Di gedung pertemuan itu dilengkapi dengan AC.  Jadi buat kami yang dari Bandung berada di ruang dingin seperti ini jadi kenyamanan tersendiri.  Siswa siswi sekolah duduk bersama menghadiri pelaksanaan penyerahan bantuan CSR XL.  

Sebelumnya, acara dibuka oleh kelompok paduan suara yang harmoni, membuat lagu daerah yang dibawakan menjadi riang dan seru.  Siswa siswi yang hadir ikut senang dengan memberi support tepuk tangan.   

Kepala sekolah SMAN 2 Cirebon, Drs. Toton Muslihat N, MM membuka acara ini dan memberi gambaran sikapnya dalam menghadapi kemajuan teknologi dan perkembangan era intrenet kini: 

"Meski banyak sekali infomasi dan fungsi internet disalahgunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, tapi saya percaya, siswa kami bisa memilah fungsi internet untuk mendapatkan informasi yang bermanfaat dan membantu mereka untuk meningkatkan kreatifitasnya.  Karena itu, di sekolah kami tidak ada larangan membawa handphone karena kini memang era anak-anak sekarang adalah era internet."

Sebelumnya, program CSR 1000 sekolah Broadband telah diimplementasikan di 50 SMA/SMK di 25 kota Indonesia.  Sehingga para pengguna akses internet bisa lebih produktif karena jaringannya lancar.  

Layanan internet berkecepatan tinggi (Mobile Broadband) XL Axiata saat ini sudah bisa dinikmati di kota-kota yang sudah masuk dalam jangkauan layanan XL 4G LTE, seperti Jakarta, Depok, Bogor, Serang, Banjarmasin, Makassar, Medan, Gowa, Pekanbaru, Palembang, Batam Belitung, Medan, Indramayu, Subang, Bantul, Pekalongan, Semarang, Purwokerto, Surabaya, Bali, Lombok, Madura, Malang, Cirebon, Purwakarta, Sleman dan Sidoarjo. 



XL Axiata berkomitmen menjalankan program-program sosial berkelanjutan perusahaan, yang berfokus kepada empat pilar, yaitu Optimalisasi Teknologi bagi Kemajuan Masyarakat, Tata Kelola Perusahaan yang baik, Kepedulian terhadap Lingkungan, Pendidikan dan Pengembangan Komunitas. 

@imatakubesar

Unilever Indonesia bekerja sama dengan Dewan Masjid Indonesia menjalankan program bersih-bersih 1001 masjid di seluruh Indonesia. Gerakan menarik yang difasilitasi oleh Unilever Indonesia yang memproduksi alat-alat kebersihan seperti, Rinso, Vixal, Molto, Superpell.

Pembukaan gerakan Bersih-Bersih 1001 Masjid ini dilaksanakan di Masjid Agung Sunda Kelapa daerah Menteng Jakarta Pusat. Beberapa kali datang ke masjid ini, saya punya kesan yang berbeda. Nyaman dan klasik. 


Cari-cari informasinya, ternyata Masjid Sunda Kelapa kaya sejarah dan filosofi bangunan yang menarik. Sedikit yang saya tahu, tempat pembukaan acara gerakan Bersih-Bersih 1001 Masjid di mulai dari masjid besar pertama yang dibangun di daerah elit pada tahun 1960-an. Dimana saat itu lahan yang rindang dengan kelapa, belum ada masjid besar yang memfasilitasi kebutuhan ibadah umat muslim di daerah ini. Semoga, gerakan ini memberi pengaruh yang besar buat prilaku masyarakat. 

  

Masjid merupakan pusat kegiatan umat muslim. Aktifitas ibadah yang dilakukan oleh muslim ini mengutamakan kebersihan, menjadi bagian terpenting dan salah satu syarat sah ibadah shalat. Tak hanya badan yang harus bersih, pakaian dan tempat ibadah yang digunakan pun harus bersih dari hadas dan najis. Dari sini tampak bahwa menjaga kebersihan menjadi salah satu dasar prilaku orang muslim. Tidak hanya ketika beribadah (dalam hal ini aktivitas shalat, mengaji), tapi sudah seharusnya menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan sudah menjadi cerminan gaya hidup sehari-hari. 


  

Sayangnya, kebanyakan muslim hanya memperhatikan bagaimana dia berwudhu dan menjaga kebersihan pakaiannya. Sebagian lainnya kurang memperhatikan bagaimana tempat yang digunakan untuk membersihkan diri lebih terawat. Kenyataan di masyarakat, masih banyak ditemukan toilet dan tempat wudhu di beberapa masjid kurang terjaga kebersihannya bahkan tidak layak guna. Banyak faktor yang mempengaruhi; faktor pendidikan dari keluarga, lingkungan yang saling mempengaruhi kebiasaan, tingkat perhatian pemerintah yang kurang. Memang sih kesadaran orang-orang itu berbeda-beda, sering ditemukan menggunakan fasilitas umum seenaknya dan membuang sampah sembarangan. Seperti mukena, sarung, toilet, karpet yang kotor dan bau terutama fasilitas masjid-masjid dekat terminal, masjid tempat wisata, masjid di tempat-tempat pemberhentian. 

  

Biasanya, kalau masuk ke masjid pembawaanya jadi terasa tenang. Apalagi jika masjid dan fasilitas di masjid itu bersih dan terawat, bisa membuat aktifitas ibadah lebih nyaman dan betah. Sudah seharusnya, kebersihan fasilitas mesjid ini harus lebih diperhatikan.

Menjelang bulan suci Ramadhan, masyarakat selalu gotong royong membersihkan lingkungan dan masjid. Langkah ini sebagai bentuk apresiasi dan ekspresi gembira dalam menyambut bulan suci. Kebahagiaan ini ditularkan satu sama lain dengan bentuk bersih-bersih yang memicu energi positif satu dengan yang lain.

Momen program Bersih-Bersih 1001 Masjid ini, dibuka oleh ketua dewan masjid Indonesia, Bapak Yusuf Kalla. Sebagai wakil presiden, beliau menyempatkan datang dan mendukung program ini. Meski sebentar, tapi kedatangannya menunjukan kepedulian pada nilai mesjid sebagai pusat ibadah umat muslim. Dilanjut dengan sesi tanya jawab bersama pimpinan Bapak Willy Saelan (Direktur Unilever Indonesia) dan Dude Herlino (artis dan aktifis mesjid At Tin), sehingga kami lebih memahami tujuan gerakan ini dilakukan. Gerakan ini patut dapat dukungan dan apresiasi dari berbagai pihak, mengingat masjid merupakan pusat kegiatan umat muslim.




Di bulan Ramadhan, aktifitas di masjid akan bertambah ramai mengingat nilai ibadah di bulan Ramadhan sangat istimewa. Ada shalat tarawih, itikaf, mengaji dan mengkaji isi quran, dll. Pastinya animo orang-orang akan bertambah banyak, oleh karenanya kebersihan masjid dan fasilitasnya harus mendapat perhatian lebih. Tidak hanya kewajiban penjaga masjid yang menjaga kebersihan, tapi semua orang harus tertib dalam menggunakan fasilitas umum di masjid. Seperti yang dijelaskan dengan runut dan panjang lebar oleh Bapak Drs. H. Andi Mappaganti (Ketua Bidang Sosial dan Kemanusiaan Dewan Masjid Indonesia). Masjid yang bersih dan nyaman dapat mendukung jamaah dalam menjalankan ibadah mereka dengan khusyu. 

  

Dude Herlino yang saya tahu adalah seorang artis sinetron yang populer di masyarakat. Rupanya dia aktif dalam menggerakan kegiatan di Masjid At Tiin Jakarta. Dukungan Dude terhadap gerakan Bersih-Bersih 1001 Masjid, tak lepas dari kecintaan dia terhadap masjid,”Kegiatan ini dapat menciptakan kebersamaan dan kecintaan terhadap masjid, serta kita dapat menjadi wadah bagi warga yang ingin berkontribusi melakukan perbuatan baik bagi orang lain, terutama menjelang Ramadhan. Saya ingin, keluarga, khususnya anak-anak saya dapat menjaga dan menyebarkan kebiasaan baik ini saat mereka dewasa nanti.”



Katanya, hari Rabu adalah hari yang baik dalam memulai sesuatu. Seperti pagi itu di hari Rabu tanggal 3 Mei 2017, sekelompok pengurus DKM dan dari pihak Unilever bekerja sama mulai menyapu halaman masjid, melap sudut-sudut jendela, pegangan besi, tangga, menyapu dan pel ruang shalat, menggosok toilet, tempat wudhu.





Suasana yang syahdu di tengah-tengah kehidupan ibukota yang hiruk pikuk. Ibu-ibu, bapak-bapak, anak-anak muda bergerak semangat sedari pagi hingga menjelang waktu shalat dzuhur.

Pak Will Saelan berharap, gerakan ini dapat menjadi langkah awal dalam menerapkan budaya kebersihan masjid. Setidaknya setiap menjelang Ramadhan dan dapat menginspirasi lebih banyak lagi bagi umat muslim untuk meningkatkan rasa peduli pada kebersihan.

@imatakubesar

Foto: Ima