Adalah sebuah berita menyenangkan di moment Dies NatalisPusat Studi Biofarmaka kali ini konsentarasi pada mengembangkan dan meneliti
tentang jamu. Dengan meraih sumber daya
yang ada, ilmu pengetahuan, penelitian dan teknologi sebuah langkah yang tepat
untuk melahirkan jamu yang tepat digunakan. Langkah ini patut mendapat sambutan dan
dukungan penuh agar kita sebagai negara Indonesia lebih berkembang dan maju di
dunia pengobatan. Keramahan alam
melimpah yang dimiliki negeri ini tentu akan lebih optimal ketika manusianya
mampu mengolahnya dengan bijak dan bermanfaat bagi orang banyak.
Jamu, Dapur dan Manfaat
Kesehatan
|
Ragam bumbu (sumber foto: matakubesar) |
Sebagai contoh, kita sebagai ibu tentu dekat dengan proses
masak memasak yang menggunakan bahan-bahan masakan seperti bawang putih, bawang
merah, katuncar, jahe, salam, sereh, laos, cabe merah, pedes, pala dan banyak
lagi. Semakin lama kita menjadi Ibu semakin
banyak pula bahan masakan yang kita tahu, baik bumbu khas lokal maupun dunia. Nah, lebih dari itu ternyata bahan masakan
ini rupanya -jika tahu cara pengolahannya- tidak saja membuat masakan menjadi
nikmat alami tapi bisa menjadi obat alami.
Banyak penyakit yang bisa disembuhkan oleh bahan alami ini, seperti
sakit flu, panas, jatuh dan terluka, sakit maagh, pusing kepala, daya tahan
tubuh menurun, dan banyak lagi.
Sayangnya saya contoh Ibu yang hanya tahu sedikit-sedikit
cara pengobatan alami ini dan itupun ilmunya dapat sepotong-sepotong. Cara pengobatan alami ini semestinya
diketahui secara umum, sehingga bisa menambah kualitas dan kemudahan hidup. Bukan hal yang muskil ketika semua orang
lebih tahu dan pintar merawat dan mengobati dirinya, akan semakin terasa bahwa
alam banyak menolong manusia.
Seperti pengalaman yang satu ini, tiba-tiba saya bersin-bersin
dan seketika dari hidung seperti nyereng
yang membuat kepala agak pening. Tadinya
diabaikan saja, lama-lama pundakpun terasa agak berat dan kondisi tubuh jadi
serba meriang. Lalu saya ingat seorang
Ibu ahli akupunktur memberi tahu kalau meriang, dia biasa mengunyah kunyit atau
bawang putih, biarkan bercampur sebentar dengan air liur kemudian ditelan. Dia bilang, rupanya kunyit ini adalah obat
antibiotik yang alami. Selain kunyit dia
juga mengunyah bawang putih saat kepalanya pening. Akhirnya untuk pertamakalinya saya mencoba
mengunyah bawang putih itu, rasanya tajam dan aneh. Dan anjuran itu ternyata benar, bawang putih
itu seperti menyerang bagian yang nyeri dan kondisi tubuh membaik. Saya makan bawang putih itu pagi-pagi, lalu
saya coba lagi setelah makan siang.
Tubuh makin lebih baik lagi.
Senangnya! Ini informasi mahal
dengan penanganan yang super murah dan ketika saya cari ternyata masih banyak
lagi akar-akaran dan bumbu-bumbu sekitar kita yang bisa diolah menjadi obat. Informasinya ada disini.
|
Ragam rempah (sumber foto: matakubesar) |
Sehat dan sakit itu seperti dua sisi tangan, datang seperti
yang tak terduga. Hari ini kita sehat
tapi sewaktu-waktu daya tahan tubuh kita menurun tak terduga. Itu dia, sakit. Obat adalah cara kita menangani gejala,
mengurangi dan bahkan menghilangkan penyakitnya. Pengalaman sederhana diatas rasanya berharga
sekali, meskipun hanya tahu beberapa cara pengobatan rasanya seperti sudah
menyelamatkan hidup.
Saya pikir, pasti masih banyak manfaat lain dari bahan rempah
ini belum saya ketahui. Informasi ini
rasanya masih kurang diketahui oleh para orang tua Indonesia dan seharusnya wajib
diketahui. Sayangnya informasi cara pengobatan
alami ini kurang disosialisasikan, dan diyakinkan oleh banyak pihak seperti
lembaga kesehatan maupun media, sehingga kita kurang percaya diri dan bingung
ketika harus mengobati diri sendiri.
Gagasan
Mensosialisasikan Jamu
Sudah waktunya Ilmuwan Indonesia lebih percaya diri untuk
lebih banyak melakukan penelitian yang konsisten lalu mengenalkan dan
mengembangkan tanaman yang melimpah ini menjadi obat-obat yang lebih banyak
berlisensi agar lebih diterima oleh dunia.
Dalam hai ini jamu. Minimal
masyarakat Indonesia sendiri yakin dan percaya bahwa jamu adalah obat yang bisa
menangani penyakitnya. Sehingga jamu tidak
hanya sekedar obat alternatif tapi langkah pertama yang bisa kita ambil untuk
menghilangkan penyakit dan juga menjaga stamina.
Kenyataannya, kesan jamu yang menerap di masyarakat sebagai jenis obat
alternatif, kuno dan tidak berkelas. Memang, jamu populer di kalangan sendiri tapi hanya sebatas lingkunagn tersendiri. Dokter, rumah sakit, klinik dan peukesmas rasanya tidak pernah menjadikan jamu sebagai obat yang di anjurkan bahkan di jadikan resep bagi pasiennya. Kemajuan jamu perlu ditopang dan kerjasama antara ilmuwan, lembaga kesehatan dan desainer untuk
mengembangkannya.
Ilmuwan dalam hal ini biofarmaka mempunyai peran penting
dalam meracik dan menemukan obat-obatan yang berasal dari bahan
jamu-jamuan. Karena merekalah jamu ini
lahir dan bisa bermafaat bagi orang-orang yang membutuhkannya. Biofarmaka perlu didukung penuh kebutuhannya,
difasilitasi teknologi dan pemerintahnya agar bisa jalan optimal.
Kedua, lembaga kesehatan dalam hal ini dokter, rumah sakit
dan apotik mempunyai peran penting dalam meyakinkan masyarakat bahwa jamu
adalah obat yang bisa memberi manfaat untuk tubuh pasiennya. Selama ini jamu mempunyai brand hanya sebagai
obat tradisional dan mempunyai kemampuan hanya sebagai obat pertolongan
pertama. Mau tidak mau, jamu bersaing
dengan obat-obatan yang sudah dipercaya oleh para dokter dan lembaga kesehatan
pada umumnya.
Dan yang ketiga adalah desainer, melalui tangan kreatif mereka jamu memberi kesan tertentu. Tidak hanya menjadi populer tapi menjadi layak dan meyakinkan untuk
digunakan. Mereka mempunyai peran
penting melakukan pendekatan secara komunikasi visual antara jamu yang akan
ditawarkan dengan calon penggunanya. Dalam
hal ini: desain kemasan yang steril, logo, kemudahan penggunaan harus memberi
kesan yang meyakinkan pada calon pembelinya.
Desainer harus mampu merancang, mengonsep dan mendesain kemasan yang
tepat untuk masing-masing jenis jamu.
Pendekatan ini sangat penting, karena masyarakat terbiasa dan mudah
teraih dengan melihat sesuatu dari kemasannya.
Cara-cara ini bisa menumbuhkan rasa percaya penggunaan jamu
sebagai obat. Karena selama ini jamu
selalu dianggap tradisional dan biasanya yang “berbau” tradisional selalu
dianggap mitos dan tidak aman atau kampungan.
Dengan adanya langkah penelitian yang dilakukan oleh Biofarmaka sebagai
pusat studi pengobatan, tentu menjadi angin segar bagi masyarakat bahwa jamu merupakan
solusi aman yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan.
Selain itu, Biofarmaka bisa mengeluarkan buku yang berisi
tentang cara pengolahan tanaman obat ini.
Buku ini berisi memfasitasi
masyarakat yang masih berpegang teguh memanfaatkan tanaman dan bahan-bahan
alami yang diolah secara langsung namun tepat takaran dan pengolah alias tidak
sembarangan dalam pengolahannya. Isinya
berupa foto tanaman, nama, jumlah takaran dan cara pengolahannya.
Maju terus dunia pengobatan Indonesia dan selamat ulang tahun
Pusat Studi Biofarmaka (PSB).
Sumber:
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection
http://biofarmaka.ipb.ac.id/publication/journal