Perjalanan ini, seperti tidak ada akhirnya.  Rasanya setiap ada keinginan di setiap tahap usia saya, selalu saja sulit.  Ujian yang diberikan selalu berat dan berhubungan dengan keluarga.  Hmm... 

Katakanlah, ketika saya ingin memajukan diri di dunia teater, rasanya tidak ada yang mendukung.  Ya, masa-masa itu, terlalu berat tapi satu sisi saya bahagia melakukan setiap proses satu latihan ke latihan lain, satu pertunjukan ke pertunjukan lain meskipun saya tahu, saya tidak sehebat aktor-aktor maupun orang profesional lainnya, tapi saya bahagia bagian dari dunia ini.  Mungkin saya hanya sampai tahun 2005, lalu memutuskan untuk berjualan ayam dan berhenti total karena berkomitmen sama Amih, pun karena keadaan: menikah dan bekerja.



     


K
emarin lihat-lihat file, ada foto-foto Idul Adha beberapa tahun lalu. Idul Adha di  kampungku itumerupakan momen yang sangat menyenangkan dan berharga.  Biasanya, suasana Idul Adha lebih rame dan menyenangkan.  




Beberapa warga memilih melakukan qurban di koordinir oleh DKM  Masjid Nurul Huda lalu menyimpan dan mengumpulkan kambingnya di kebon Amih.  Kebon jadi rame suara kambing lalu menarik anak-anak sekitar untuk bermain bersama kambing-kambing itu, ada yang menungganginya dan memberi rumput.  Kadang, ada juga anak-anak yang suka eksperimen sampai kambingnya lepas dari tali.  Dikejar-kejarlah anak-anak itu dan mereka ketakutan.  Suasana malam takbir di balik masjidpun bertambah meriah oleh tawa anak-anak dan suara kambing.  Kadang di malam takbir derap langkah orang yang bawa kambing menjadi heboh karena anak-anak ikut menyambut dengan riang dan ikut menggiring langkahnya.
“Bekerjalah seolah kamu akan hidup selamannya dan beribadahlah seolah esok kamu akan meninggal dunia.” Sumber: disini


Petuah ini populer untuk membuat kita selalu semangat bekerja dan ibadah.  Ibadah kepada Allah dan ibadah kepada manusia.  Selalu deh tersadarkan bahwa hidup harus terus bergerak dan bekerja.  Selain bisa bermanfaat untuk orang lain, tentunya kita akan mendapatkan penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.  Selain bekerja, kita pun harus merencanakan penggunaannya penghasilannya, karena hidup tidak hanya hari ini, kan.

Gara-gara grup Hits from 80’s & 90’s, ingatan seperti dikembalikan ke masa-masa SMP-SMA. Saya bukan anak yang bergaul banget dan ikut trend bahkan saya termasuk yang engga ikut-ikutan trend.  Tapi, saya tahu dan beberapa label pernah dipake karena memang suka dan butuh.  Banyak tahu juga karana tahun 80-an  saya penggemar majalah Bobo pas lagi SD dan penggemar majalah Gadis pas SMP-SMA.  Jadi berita-berita yang lagi trend dan tips ini itu banyak membuka jendela dunia orang.  Buat sekedar tahu, buat saya sudah cukup seru, kalau sampai dipakai, ditempel, dipraktekan, saya termasuk engga berani dan senang pakai yang lagi in, jadi pake yang bikin nyaman aja.  Kaya kemeja kotak-kotak, kaos, jeans, sepatu kets, atau jas item korduroy-masih pake lah.  Kalau sampai pake Doc Marten, swach,  buat saya kegayaan.  Bukan ima banget, rasanya semua orang bakal ngeliat ima.  Biasalah, efek pikiran remaja saat itu kan sok sok semua orang ngeliatin kita, padahal mah engga kan, hahaha..

Link: Disini
Foto: Anwar Siswadi, Tempo
Pembuka
10 September 2014, TisnaSanjaya menuliskan statusnya di jejaring facebook:

J E P R U T
anak2 muda jepruts banget : terstruktur - sistematis dan masif
mengorganisir.. 
ANNUAL JEPRUT BANDUNG.
Akhir Oktober 2014.
wahai para jepruters sejati siapkan energi..
Kita bikin rame ruh kasenian kabudayaan !”

Status yang menstimulus banyak seniman untuk berproses dan berkarya, berhenti membingkai uforia, kembali bergerak, tetap kritis dan tak berhenti berkarya. Ajakan ini memberi efek serius dan memberi alarm bahwa berkarya tidak ada hentinya. Dengan terus berkarya, artinya kita semua mempunyai andil dalam menggerakan kebudayaan.

Jeprut
Di event-event seni dan demonstasi, kita sering dikejutkan dengan sekelompok orang melakukan sebuah tindakan-tindakan diluar kebiasaan.  Seperti, berlari dengan pakaian minim dan kepala dipenuhi dengan akar-akaran, lalu ada seseorang yang menggantungkan uang di kayu yang diikat ke kepal lalu ia berakting berusaha keras mengambil uang itu, ada yang memainkan bola yang dipenuhi cat dan bermain bola diatas kanvas, melukis tubuh dengan lumpur dan seseorang lain menari dengan simbol-simbol tertentu dan banyak lagi.  Sekilas, kita melihat ini seperti pertunjukan praktis, ketiba-tibaan, mengada-ada, tapi sebetulnya dari pertunjukan “jalanan” ini memberi tanda dan pesan yang dalam.  Tidak ada ruang yang membatasi, siapapun bebas mengapresiasi dengan latar belakang masing-masing.  Namun yang jelas, Jeprut mengundang gimik yang menstimulus ruang-ruang diam kembali bergerak.

Istilah “Jeprut” bagi orang Bandung bukanlah hal yang baru, kata ini artinya korsleting pada listrik.  Hubungan pendek atau korsleting (dari bahasa Belanda kortsluiting) adalah suatu hubungan dengan tahanan listrik yang sangat kecil, mengakibatkan aliran listrik yang sangat besar dan bila tidak ditangani dapat mengakibatkan ledakan dan kebakaran.  Kini kata jeprut meluas bahkan eksklusif maknanya tidak hanya korsleting, tapi menjadi gerakan ekspresi seniman terhadap  yang janggal dilingkungannya. Lahir dari para seniman bidang rupa, pemusik, teater, penulis, jeprut menjadi wilayah refleksi, proses analisa dan pendekatan seniman dengan objek perhatiannya. 

Ungkapan jeprut sering dilontarkan diantara komunikasi sekelompok orang yang sudah akrab, dan sering dilabeli pada orang yang berfikir dan bertindak sesuatu –seperti- diluar kebiasaan. Seringkali kita harus meresapi dan ikut berfikir untuk memahami makna dibalik hasil pemikirannya.   Kata jeprut kemudian berbaur tidak hanya sebagai sebuah ungkapan tapi di kalangan seniman menjadi identik dengan sebuah karya seni. 

Tahun 1990-an, Jeprut menjadi bentuk seni gerakan perlawanan terhadap objek yang kerap menekan.  Sebagian orang mengganggap bahwa jeprut bukanlah seni, tapi kerap dilakukan oleh seniman untuk membaurkan karya seni agar terhindar dari pencekalan oleh pemerintahan pada saat itu. 

Jeprut adalah sebuah seni ekspresi yang “bebas” dengan konsep dan alasan-alasan yang dalam, sehingga dibalik ekspresinya memberi pesan yang kuat.  Kita-penikmatnya- diajak untuk berfikir dan menangkap tanda-tanda dari ekspresi ini.  Pengetahuan dari penikmatnya dibebaskan menilai dan mengambil makna-makna yang berusaha disampaikan. 

Jeprut sendiri lahir dari proses pencarian, refleksi dan pendekatan antara seniman, lingkungan, objek permasalahan dan karya seninya.  Proses pendekatan seniman dengan lingkungan & objek permasalahan, melahirkan bahasa visual-dalam bentuk apapun, tergantung bidang pendekatan seniman dengan bidang karyanya. Dalam latihan teater, Suyatna (alm.) selalu menekankan bahwa modal utama seorang aktor adalah mendalami olah tubuh dan rasa. Proses jeprut sendiri ini lahir kemudian dari proses pendekatan itu, olah rasa.  Olah rasa bagian penting bagi seniman untuk mengenali dan peka terhadapa lingkungannya.  Dari peka ini ada tindakan nyata dituangkan dalam berbagai bentuk karya seni.

 Karena ada kebebasan bentuk, aplikasi karya jeprut menjadi beragam, karena seniman memiliki hasil pemikiran terhadap objek yang tidak diungkapkan dalam bentuk lukis, teater, musik tapi diekspresikan dalam bentuk tanda yang lain.  Tanda yang lain ini bentuknya menjadi apa saja, bentuk yang keluar dari kebiasaan tapi mampu memberi makna bagi orang-orang yang melihatnya. 

Bagi seniman seiman, "Annual Jeprut Bandung" bisa menjadi wilayah yang ekspresif dan kebebasan dalam mengkritisi banyak hal.  Masing-masing seniman tentu mempunyai persepsi dan sudut pandang dalam memandang kondisi sosial yang semakin berkembang.  Ada kekuatan gerakan sejarah yang mengarah ke situasi yang lebih terstruktur dan masif. (Hehe...)

Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/Hubungan_pendek
http://www.oocities.org/wacanaku/kamus.htm

                     Foto: disini

Setiap orang sewaktu-waktu akan berhadapan dengan masalah, besar ataupun kecil.  Ketika masalah itu datang, rasanya kita ingin lari tapi tidak bisa, ingin dibiarkan tapi menggerogoti terus.  Dia mengintil seperti ekor.  Seringkali karena masalah itu, seolah ruang menjadi terbatas, hati bertambah sempit dan langkah mengecil. 


Ada celetukan sederhana dari seorang teman ketika dia curhat tentang masalahnya, saya hanya sebagai pendengar.  Lalu setelah dia cerita abis-abisan tentang masalahnya, dia sendiri yang menyimpulkan untuk tetap membawa masalah itu dengan santai dan tersenyum.  Menurut dia, masalah sudah ada, mau sedih mau senang, masalah itu tetap ada, jadi dia memutuskan untuk tetap merasa senang.  Pendapat dia sebetulnya mengejutkan saya, karena saya baru menemukan orang menghadapi masalahnya dengan ringan.

Belajar untuk mengahadapi masalah dengan ringan ternyata susah-susah mudah.  Lingkungan salah satu faktor yang bisa membuat kita teguh pendirian dan menjalani segalanya dengan istiqomah.  Seringkali lingkungan mempunyai pengaruh yang bisa membuat kita optimis atau melemahkan. 

Saya termasuk orang beruntung mempunyai keluarga dan teman yang selalu dukung untuk tetap optimis dan selalu berfikir positif dalam menghadapi berbagai masalah.  Meskipun ada beberapa yang seringkali pendapatnya bisa melemahkan rasa “percaya” melewati masalah bisa terpatahkan karena ada lingkungan lain yang bisa memperkuat “iman” kita.
Ada tips ketika kita berhadapan dengan masalah dan seolah ruang gerak kita menjadi begitu sempit.  Ini berhasil buat saya, entah buat kalian.

Pertama, tetap postif bahwa masalah ini bukan “musibah” tapi sebuah jalan membuat kita lebih baik, yakinlah bahwa kamu pasti bisa melewati masalah ini.  Karena dengan berfikir masalah ini adalah musibah, kamu akan terus menyalahkan diri sendiri bahkan bahayanya jadi menumbuhkan kebencian pada orang lain dan sering tidak move on.

Kedua, tetap tenang dan tak berhenti berdoa

Ketiga, cari referensi bacaan dan bicaralah dengan orang mempunyai pandangan luas dan out of the box

Keempat, abaikan pendapat negatif dan membalas pikiran-pikiran yang bisa membuat kita “jatuh”.  Jika itu terjadi tetaplah berfikir positif.

Kelima, kalau tidak ada yang membantu kita, bebaskan hati, Allah bersama kita, bahkan lebih dekat dari urat leher.  Ingat-ingatlah hal-hal yang bisa kita lewati satu persatu.  Minta kepada-Nya, jangan berhenti.  Cara Allah memberi solusi seringkali bertahap dan memberi pengetahuan yang “mahal”.

Kelima, yakinlah selalu ada jalan keluar.

Keenam, lakukan hobi/kreatifitas yang paling bisa kamu lakukan dan syukur-syukur ketika masalah selesai kita bisa membuat karya yang hebat.  Misal, memotret, menulis, membuat musik, kartu pos, bersepeda, dll.

Ketujuh, hadapi proses satu persatu, berfikir positif, konsisten. 

Kedelapan, shadaqah.

Kesembilan, ikhlas, bebaskan hati.

Ketika kita sudah bisa “berdamai” dengan masalah, biasanya kita selalu diarahkan pada jalan keluarnya.  Apakah itu pertemuan dengan teman, menemukan sebuah bacaan di tempat tak terduga, tergerak untuk menonton sebuh acara televisi yang memberi informasi yang kita butuhkan, dan seterusnya dan seterusnya.  

Jadi saya setuju dengan sahabat saya ini, “Masalah sudah ada, mau sedih mau senang, masalah itu tetap ada, jadi hadapi masalah dan cari solusinya.” 



Foto: Matakubesar

Ketika kamu mengalami situasi yang tidak enak, misalnya pasanganmu sakit yang teramat berat.  Seolah seluruh kebahagiaanmu terenggut, seperti Dementor yang mengeringkan kebahagiaanmu.  Kalau kamu tiba-tiba ingin menangis maka menangislah, kalau kamu tiba-tiba merasa apatis maka duduklah, kalau kamu merasa tidak berdaya, ya, memang kamu tidak berdaya.  Seolah tubuh tidak bertenanga, dan seluruh lagit luruh seperti hujan.  

Tenanglah 

Bebaskan diri

Ada langit di atas langit

Bangun kebahagiaan dalam situasi apapun
Foto: Matakubesar
Saya pecinta makanan.  Semua teman-teman dekat dan keluarga pasti tahu, disitu ada makanan disitu ada Ima.  Yes, I’m food lover’s.  Begitupun, saya pun pecinta kopi, ada kesan yang berbeda saat pagi atau sore hanya ditemani kopi sambil menikmati pepohonan.  Hidup beitu terasa ajaib dan indah.  Beruntung, saya menikah dengan laki-laki yang sama-sama pecinta makanan atau mungkin tadinya tidak dan terpengaruh oleh saya.  Bisa jadi begitu, soalnya begini, ya, suami saya ini dulunya adalah teman baik saya.  Dulu, tubuhnya kurus semampai, makannya memang kurang.  Kami pernah saling mengejek dan sok-sok berdebat  tentang makan, dia bilang,

”Makan itu untuk hidup bukan hidup untuk makan.”  
Adalah sebuah berita menyenangkan di moment Dies NatalisPusat Studi Biofarmaka kali ini konsentarasi pada mengembangkan dan meneliti tentang jamu.  Dengan meraih sumber daya yang ada, ilmu pengetahuan, penelitian dan teknologi sebuah langkah yang tepat untuk melahirkan jamu yang tepat digunakan.  Langkah ini patut mendapat sambutan dan dukungan penuh agar kita sebagai negara Indonesia lebih berkembang dan maju di dunia pengobatan.  Keramahan alam melimpah yang dimiliki negeri ini tentu akan lebih optimal ketika manusianya mampu mengolahnya dengan bijak dan bermanfaat bagi orang banyak.

Jamu, Dapur dan Manfaat Kesehatan

Ragam bumbu (sumber foto: matakubesar)

Sebagai contoh, kita sebagai ibu tentu dekat dengan proses masak memasak yang menggunakan bahan-bahan masakan seperti bawang putih, bawang merah, katuncar, jahe, salam, sereh, laos, cabe merah, pedes, pala dan banyak lagi.  Semakin lama kita menjadi Ibu semakin banyak pula bahan masakan yang kita tahu, baik bumbu khas lokal maupun dunia.  Nah, lebih dari itu ternyata bahan masakan ini rupanya -jika tahu cara pengolahannya- tidak saja membuat masakan menjadi nikmat alami tapi bisa menjadi obat alami.  Banyak penyakit yang bisa disembuhkan oleh bahan alami ini, seperti sakit flu, panas, jatuh dan terluka, sakit maagh, pusing kepala, daya tahan tubuh menurun, dan banyak lagi. 


Sayangnya saya contoh Ibu yang hanya tahu sedikit-sedikit cara pengobatan alami ini dan itupun ilmunya dapat sepotong-sepotong.  Cara pengobatan alami ini semestinya diketahui secara umum, sehingga bisa menambah kualitas dan kemudahan hidup.  Bukan hal yang muskil ketika semua orang lebih tahu dan pintar merawat dan mengobati dirinya, akan semakin terasa bahwa alam banyak menolong manusia.

Seperti pengalaman yang satu ini, tiba-tiba saya bersin-bersin dan seketika dari hidung seperti nyereng yang membuat kepala agak pening.  Tadinya diabaikan saja, lama-lama pundakpun terasa agak berat dan kondisi tubuh jadi serba meriang.  Lalu saya ingat seorang Ibu ahli akupunktur memberi tahu kalau meriang, dia biasa mengunyah kunyit atau bawang putih, biarkan bercampur sebentar dengan air liur kemudian ditelan.  Dia bilang, rupanya kunyit ini adalah obat antibiotik yang alami.  Selain kunyit dia juga mengunyah bawang putih saat kepalanya pening.  Akhirnya untuk pertamakalinya saya mencoba mengunyah bawang putih itu, rasanya tajam dan aneh.  Dan anjuran itu ternyata benar, bawang putih itu seperti menyerang bagian yang nyeri dan kondisi tubuh membaik.  Saya makan bawang putih itu pagi-pagi, lalu saya coba lagi setelah makan siang.  Tubuh makin lebih baik lagi.  Senangnya!  Ini informasi mahal dengan penanganan yang super murah dan ketika saya cari ternyata masih banyak lagi akar-akaran dan bumbu-bumbu sekitar kita yang bisa diolah menjadi obat.  Informasinya ada disini.


Ragam rempah (sumber foto: matakubesar)
Sehat dan sakit itu seperti dua sisi tangan, datang seperti yang tak terduga.  Hari ini kita sehat tapi sewaktu-waktu daya tahan tubuh kita menurun tak terduga.  Itu dia, sakit.  Obat adalah cara kita menangani gejala, mengurangi dan bahkan menghilangkan penyakitnya.  Pengalaman sederhana diatas rasanya berharga sekali, meskipun hanya tahu beberapa cara pengobatan rasanya seperti sudah menyelamatkan hidup. 

Saya pikir, pasti masih banyak manfaat lain dari bahan rempah ini belum saya ketahui.  Informasi ini rasanya masih kurang diketahui oleh para orang tua Indonesia dan seharusnya wajib diketahui.  Sayangnya informasi cara pengobatan alami ini kurang disosialisasikan, dan diyakinkan oleh banyak pihak seperti lembaga kesehatan maupun media, sehingga kita kurang percaya diri dan bingung ketika harus mengobati diri sendiri.

Gagasan Mensosialisasikan Jamu
Sudah waktunya Ilmuwan Indonesia lebih percaya diri untuk lebih banyak melakukan penelitian yang konsisten lalu mengenalkan dan mengembangkan tanaman yang melimpah ini menjadi obat-obat yang lebih banyak berlisensi agar lebih diterima oleh dunia.  Dalam hai ini jamu.  Minimal masyarakat Indonesia sendiri yakin dan percaya bahwa jamu adalah obat yang bisa menangani penyakitnya.  Sehingga jamu tidak hanya sekedar obat alternatif tapi langkah pertama yang bisa kita ambil untuk menghilangkan penyakit dan juga menjaga stamina. 

Kenyataannya, kesan jamu yang menerap di masyarakat sebagai jenis obat alternatif, kuno dan tidak berkelas.  Memang, jamu populer di kalangan sendiri tapi hanya sebatas lingkunagn tersendiri.  Dokter, rumah sakit, klinik dan peukesmas rasanya tidak pernah menjadikan jamu sebagai obat yang di anjurkan bahkan di jadikan resep bagi pasiennya.  Kemajuan jamu perlu ditopang dan kerjasama antara ilmuwan, lembaga kesehatan dan desainer untuk mengembangkannya.

Ilmuwan dalam hal ini biofarmaka mempunyai peran penting dalam meracik dan menemukan obat-obatan yang berasal dari bahan jamu-jamuan.  Karena merekalah jamu ini lahir dan bisa bermafaat bagi orang-orang yang membutuhkannya.  Biofarmaka perlu didukung penuh kebutuhannya, difasilitasi teknologi dan pemerintahnya agar bisa jalan optimal.

Kedua, lembaga kesehatan dalam hal ini dokter, rumah sakit dan apotik mempunyai peran penting dalam meyakinkan masyarakat bahwa jamu adalah obat yang bisa memberi manfaat untuk tubuh pasiennya.  Selama ini jamu mempunyai brand hanya sebagai obat tradisional dan mempunyai kemampuan hanya sebagai obat pertolongan pertama.   Mau tidak mau, jamu bersaing dengan obat-obatan yang sudah dipercaya oleh para dokter dan lembaga kesehatan pada umumnya.

Dan yang ketiga adalah desainer, melalui tangan kreatif mereka jamu memberi kesan tertentu.  Tidak hanya menjadi populer tapi menjadi layak dan meyakinkan untuk digunakan.  Mereka mempunyai peran penting melakukan pendekatan secara komunikasi visual antara jamu yang akan ditawarkan dengan calon penggunanya.  Dalam hal ini: desain kemasan yang steril, logo, kemudahan penggunaan harus memberi kesan yang meyakinkan pada calon pembelinya.  Desainer harus mampu merancang, mengonsep dan mendesain kemasan yang tepat untuk masing-masing jenis jamu.  Pendekatan ini sangat penting, karena masyarakat terbiasa dan mudah teraih dengan melihat sesuatu dari kemasannya.

Cara-cara ini bisa menumbuhkan rasa percaya penggunaan jamu sebagai obat.  Karena selama ini jamu selalu dianggap tradisional dan biasanya yang “berbau” tradisional selalu dianggap mitos dan tidak aman atau kampungan.  Dengan adanya langkah penelitian yang dilakukan oleh Biofarmaka sebagai pusat studi pengobatan, tentu menjadi angin segar bagi masyarakat bahwa jamu merupakan solusi aman yang bisa dimanfaatkan untuk pengobatan. 

Selain itu, Biofarmaka bisa mengeluarkan buku yang berisi tentang cara pengolahan tanaman obat ini.   Buku ini berisi memfasitasi masyarakat yang masih berpegang teguh memanfaatkan tanaman dan bahan-bahan alami yang diolah secara langsung namun tepat takaran dan pengolah alias tidak sembarangan dalam pengolahannya.  Isinya berupa foto tanaman, nama, jumlah takaran dan cara pengolahannya.


Maju terus dunia pengobatan Indonesia dan selamat ulang tahun Pusat Studi Biofarmaka (PSB).

Sumber:
http://biofarmaka.ipb.ac.id/brc-upt/brc-ukbb/bccs-collection
http://biofarmaka.ipb.ac.id/publication/journal