Setelah setahun lebih saya tidak minum kopi, kerinduan itu kembali muncul,”Aku ingin minum kopi lagi, tapi yang tidak berbahaya ke lambung malah inginnya membuat tubuh jadi sehat.” Keinginan ini mengarahkan saya pada satu persatu pertemuan pada pertemuan lain yang penuh kejutan dengan para peracik kopi. Sebagai penikmat kopi, saya seperti mendapat berkah tersendiri karena dipertemukan dengan orang-orang yang mengerti dunia kopi.



 Saya minum kopi bisa 1-4 gelas per hari, sampai muncul keinginan punya warung kopi yang ada toko bukunya, perpustakaan, menyediakan camilan semacam pisang goreng, dan kue-kue buatan sendiri. Tapi salah satu impian itu saya urungkan karena lambung sakit sekali kalau minum kopi, susu dan mie instan. Rasanya lucu, jika saya menjual sesuatu tapi saya sendiri tidak mengkonsumsinya. Seperti yang saya ceritakan di postingan link ini, saya bertemu dengan seorang teman yang keluar dari pekerjaan mapannya lalu mengejar passionnya sebagai penyeduh kopi. Mungkin kamu menganggap itu tindakan “gila”, tapi buat saya keputusan mereka keren, sangat. Katanya, mereka lebih bahagia. Iya, teman saya itu suami istri yang bekerja di suatu lembaga, lalu keluar karena ada sesuatu yang tidak sesuai dengan nurani. Lalu mereka mendalami segala hal tentang kopi, suami istri yang keren pokoknya. Melalui mereka, saya jadi tahu jika mengkonsumsi kopi yang diolah dengan benar tidak akan menimbulkan masalah di lambung. Melalui dia, saya semakin tahu tentang dunia seduh menyeduh kopi, sampai ada kesempatan bisa membuat beberapa kali workshop kopi dan dapat jadi peserta kelas kopi di 5758 Coffee Lab Jl. Rusa Pinus Raya No. E-1D Komplek Pondok Hijau Indah, Gegerkalong Bandung. Bisa menjadi peserta di 5758 Coffee Lab menjadi salah satu keberkahan sendiri, saya jadi sedikit bisa manual brewing dan punya satu alat seduh pertama saya yaitu V60. (Yeee!)


Nah…

Sekarang saya mau cerita-cerita tentang pengalaman yang berharga ini. Di kelas 5758 Coffee Lab, kami mendapatkan paparan teori dasar seluk beluk dunia kopi.  Semua peserta dapat terjun langsung bereksperimen menyeduh kopi. Semua kemungkinan dicoba, dari temperature air, jumlah takaran kopi, tingkat kekasaran gilingan, penggunaan jenis alat seduh, hingga cara menyeduh kopi dan mencoba setiap hasil seduhan masing-masing peserta sampai kami agak “sedikit” mabuk kafein (hehe…). Pengalaman yang sangat melekat, energi yang luar biasa dari butiran kopi.

Jam 09.00 WIB

Acara dimulai, saya disambut oleh barista bernama Mas Adi W. Taroepratjeka yang tengah menyeduh kopi dengan mesin kopinya. Menyeruak harum biji kopi menghidupkan seisi ruangan dan ketukan ketukan bunyi mesin kopi jadi musik yang menggiring degupan jantung dan imajinasi saya. Beberapa orang berdiri di pinggir meja memperhatikan cara barista itu menyajikan kopi. Saya mulai cari penyelenggara acara, Mba Desianti, rupanya acara kelas kopi belum dimulai jadi kami bisa menikmati kopi yang dibuat langsung oleh Mas Ari dan camilan yang tersaji.


Saya mulai beradaptasi dengan ruang yang baru dibuka pada bulan Maret 2016 ini, setiap sudut ditata dengan penuh rasa. Di dinding ruang, ada foto-foto perkebunan kopi, biji kopi, seolah menggiring pengunjung membangun imajinasinya ke perkebunan kopi. Setiap sudut ruang tertata apik, kursi, meja, cahaya lampu, kehangatan yang melebur jadi satu dari segelas kopi. Lebih dari itu, Mas Ari menyajikan hasil seduhannya, kopi cappuchino dan kopi hitam, semua peserta mencoba hasil seduhan Mas Ari. Rasanya? Jangan ditanya, kamu harus coba langsung untuk menikmati sajian kopi di 5758 Coffee Lab. Mau segelas atau lebih, kopi seduhan ini tidak akan membuat lambung kamu kumat, asal isi dulu perut dulu dengan nasi atau roti.



Jam 10.00 WIB

Para peserta kelas Basic Manual Brewing berkumpul ke lantai 2. Tangga kayu mengantarkan kami pada sebuah laboratorium kopi, di sebelah kiri ada tempat praktik, sebelah kanan kelas teori dan tempat diskusi. Kelas kopi yang istimewa karena kelas ini sesuai standar Coffe Quality Institute (USA), namun ada yang sedikit diadaptasi, yaitu tinggi meja praktik yang mendapat izin direndahkan sedikit untuk mengikuti postur tinggi badan orang asia.

Suasana kelas manual brewing di 5758 Coffee Lab.

Kursi dan meja yang tinggi menjadi kelas pertama yang kami duduki untuk mendengarkan teori dan seluk beluk dunia kopi oleh Mas Adi sendiri. Mas Adi W. Taroepratjeka ini, selain instruktur Q Grander di 5758 Coffee Lab, beliau adalah direktur PT. Belajar Kopi Bersama. Sejak tahun 1993, beliau sudah tertarik pada dunia kopi dan mempelajarinya dengan serius. Saya masuk kelas Basic Manual Brew Class Batch #4, satu jam pertama saya mendengarkan paparan teori dasar kopi yang penuh kejutan. Dari jenis kopi, sejarah, alat seduh, cara seduh dan proses kimia dari biji kopi. Barangkali, bisa jadi yang dijelaskan oleh Mas Ari baru dipermukaan saja, tapi buat saya sudah sangat kaya dan teramat menarik. Saya beruntung berada di kelas ini. Sangat beruntung.

Di kelas…

Saya dikenalkan berbagai alat seduh, ternyata jenisnya banyak sekali dan selalu berkembang. Di kelas ini, kami diberi kesempatan untuk mencoba 3 jenis alat seduh kopi untuk membuktikan perbedaan rasa yang dihasilkan.

Jenis alat seduh itu, diantaranya:

1. V60

2. Kalita Wave

3. Aeropress

4. French Press

5. Syphon

6. Vietnam Drip

7. Glinder

8. Gelas

Diantara jenis-jenis alat seduh di atas, kami diajak untuk observasi rasa kopi dengan mencoba menggunakan 3 jenis alat seduh, diantaranya: V60, Kalita Wave dan Aeropress.

Alat seduh V60

Aero Press


Dari ketiga jenis alat seduh ini bisa menghasilkan beragam rasa kopi. Masalah menarik dalam seduh menyeduh manual adalah, tiap seduhan akan sulit mendapatkan konsistensi rasa. Oleh karena itu, kita harus sering berlatih dan berani mencoba berbagai tehnik manual brew untuk mendapatkan rasa yang kita harapkan. Dalam menyeduh manual, bisa jadi seduhan hari ini akan berbeda dengan hasil seduhan besok dan seterusnya. Karena dalam seduh manual ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi rasa kopi itu sendiri, salah satunya faktor si penyeduh. Bahkan istrinya Mas Ari berpendapat, bahwa rasa kopi itu tergantung dalam mengalirkan air pada kopinya.

”Seduh manual itu laksana meditasi, karena salah nafas hasilnya bisa beda.”

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi rasa kopi. Diantaranya:

1. Jenis Kopi

2. Alat Seduh

3. Temperatur air

4. Tingkat gilingan kopi

5. Rentang kekasaran

6. Waktu seduh

7. Kadar mineral air (TDS)

Karena itu di cafe 5758 Coffee Lab, tidak ada seduh manual alasannya mereka belum bisa memecahkan problem konsistensinya. Para peminum kopi biasanya yang mereka tahu hanya enak dan tidak enak.  Kesulitan dalam tehnik seduh manual yaitu mendapatkan rasa yang konsisten. Kalau kita melakukan seduh manual di rumah, problem ini malah menyenangkan, karena kita akan menemukan rasa yang enak atau tidak. Tapi ketika konteksnya jualan, ketika konsumen mendumel karena rasa yang tidak enak, itu efeknya akan besar-besaran.

Seperti yang saya ceritakan di atas, begitu kami datang, para peserta melihat proses penyeduhan kopi jenis robusta dengan menggunakan mesin kopi. Dalam dunia perkopian, robusta ini laksana anak tiri, dianggap sebagai anak buangan, dianggap sebelah mata, tapi kondisi itu berubah begitu ada konsep fine robusta.

Bicara tentang jenis kopi, di dunia ini ada banyak sekali jenis kopi, ada sekitar 80 spesies. Tapi masalahnya, pertama, kopi itu di produksi secara massif atau tidak. Lalu kedua, rasanya enak atau tidak. Sehingga dunia bersepakat bahwa ada 2 spesies kopi yang di produksi secara masal, diantaranya:

1. Robusta (dikenal dengan kata lain Canefora)

2. Arabika

Sebetulnya ada 3 jenis, satu lagi namanya exelsa/liberika. Spesies Exelsa ini bisa kita dapat di Banyuwangi, Jambi dan Jawa Tengah, tapi sudah sangat jarang. Satu hal mengenai arabika dan robusta, di Indonesia sepakat bahwa ini adalah kopinya orang Indonesia, alasannya simple karena rasanya pahit, kental dan tidak asam. Karena generasi yang lalu menganggap bahwa rasa asam itu bisa menimbulkan sakit perut.

Kalau kita mau bicara tentang asam, ph kopi itu 5,5, semakin kecil ph maka akan semakin asam. Yang membuat perut yang membuat perut melintir ada 2 hal, yang membuat perut melintir itu (sampai saat ini masih butuh dibuktikan):

1. Kafein

2. Asam Clorogenat

Kenapa kafein diatas asam clorogenat, pada dasarnya kafein itu adalah racun. Kafein yang kita cari dari secangkir kopi dan minuman energi itu adalah titik yang paling murni adalah racun. Kafein itu dalam jumlah sedikit itu bisa membantu kita untuk merasa kita lebih baik. 6 mg kafein itu bisa menghasilkan racun, sementara untuk menghasilkan kafein sebanyak itu, bisa diperoleh dari 20 liter kopi.  Jadi, jika kita mengonsumsi dalam jumlah banyak, bisa menghasilkan racun. Tapi pada kenyataanya, kafein jika dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit bisa memompa jantung lebih cepat, jantung yang lebih cepat bisa menyebarkan oksigen lebih cepat dan membuat tubuh lebih segar.

Jam 11.00 WIB sekian

Kami mulai praktek dan mencoba 2 jenis kopi jenis arabika dari Sibirok dan Toba (keduanya dari Sumatera Utara). Di ruang kelas disedikan 3 meja persegi panjang, masing-masing meja ada 1 jenis alas seduh (V6, kalita wave dan aero press), cerek, gelas, kopi, timbangan digital. Glinder dan air panas dengan temperature 88 derajat dipakai sama-sama oleh semua peserta. Semua peserta dibagi tiga kelompok dan setiap peserta mendapat kesempatan menyeduh. 


Ilmu manual brew itu sebuah ilmu seduh manual yang berkembang terus. Dibandingkan dengan menggunakan mesin espresso, tehnik seduh manual mempunyai tata cara yang berkembang pesat. Ketika main di rumah, eksperimen orang berubah-ubah. Karena apabila kita mau menyeduh kopi dengan manual, ada beberapa paremeter yang harus diperhatikan. Sehingga kali ini, para peserta bermain-main dengan temperature air, kekasaran gilingan, waktu seduh, dan alat seduhnya. 

Seduh manual dengan menggunakan
kalita wave.

Nah, lalu bagaimana sih cara menyeduh kopi itu? Caranya sedikit ribet buat pemula seperti saya lama-lama menyenangkan dan hasilnya pun penuh kejutan.  Kami mendapat pengalaman seru mencoba berbagai rasa dan efeknya.  Ini perbandingan kopi dan volume air juga temperaturnya:

Bahan:

· 10 gr Biji kopi

· 150 ml air

· Temperature air 88áµ’c

· Alat seduh yang digunakan: V60

Cara menyeduh kopi manual:

Langkah pertama, saya timbang dulu kopi sebanyak 10 gr di atas timbangan digital.

Kedua, Memasukan ke alat glinder, atur tingkat kekasaran gilingan. Di mesin glinder ukurannya 1-8, jika angkanya kecil maka hasil gilingan kopi semakin halus, jika angkanya besar hasil gilingannya kopi semakin kasar.

Ketiga, Kopi bubuk sudah siap, lalu jangan lupa flush alat gilingan untuk membersihkan sisa bubuk kopi. Flush itu adalah memasukan sedikit kopi untuk digiling lalu buang, gunanya agar tidak mencemari rasa kopi yang akan kita giling.

Keempat, siapkan gelas, alat seduh dan filter coffee, masukan bubuk kopi ke dalamnya lalu ratakan. Simpan diatas timbangan digital lalu jangan lupa mengubah ukuran timbangan jadi 0.

Kelima, siapkan air panas 88áµ’c-95áµ’c ke dalam cerek dengan leher angsa. Lalu mulailah menyeduh dengan cara membuat lingkaran /memutar hingga sedikit menutupi tumpukan kopi itu.

Keenam, biarkan selama 30 detik hingga air menetes ke dalam gelas. Disaat seperti ini, kulit ari-ari akan terbuka.

Ketujuh, seduh lagi kopi dengan gerakan melingkar dan aliran yang sangat perlahan dan konsisten hingga hingga beratnya mencapai 150 ml. Setelah selesai, silahkan dicoba.

Mengatur cara seduh yang paling mudah adalah pada tingkat gilingan. Jika gilingannya halus akan menghasilkan rasa pahit, sedangkan agak kasar akan menghasilkan acidity. Lalu rentang temperature air sekitar 88áµ’c-95áµ’c. Kalau air mendidih, sebagus apapun jenis kopi, rasa yang muncul akan terasa gosong. Jika bubuk kopi halus, temperaturnya tinggi dan diseduh lama akan menghasilkan rasa pahit yang terlalu tinggi. Dalam hal cuping, kita mengenal flow rate (istilah untuk manual brew), bermain-main dengan flow rate bisa menghasilkan rasa yang berbeda. Semakin lambat flow rate maka rasanya akan pahit, semakin cepat flow rate maka rasanya akan asam. 

Perbandingan kopi dan volume air adalah 10:15. Jadi jika mau buat sedikit banyak misalnya 15 gr maka jumlah airnya 225 ml. Begitu seterusnya.

Kelas lab manual brewing untuk pemula ini memberi banyak energi dan kenyang dengan teori, cerita dan praktek yang tak berhenti-berhenti. Bisa jadi, pengaruh kopi yang bekerja sehingga membuat pergerakan oksigen di tubuh kami begitu cepat dan membuat kami tak berhenti tertawa, rasanya ingin bergerak terus dan selalu bolak balik toilet untuk buang air kecil. Lho, apa hubungannya? Hubungannya adalah, ketika air mineral dicampur dengan kopi, maka TDS (kadar mineral air) dalam segelas kopi itu akan bertambah banyak. 

Kelas Basic Manual Brew di 5758 Coffee Lab yang seharusnya selesai jam 16.00 WIB jadi molor karena saking asiknya mencoba berbagai takaran, menggiling dengan tingkat kekasaran yang berbeda-beda hingga cara flow rate.  Rasa yang menarik dan pengalaman yang tak terlupakan.  Dunia kopi yang indah dibalik segelas kopi.
Tips: 
Setelah minum kopi sebaiknya banyak minum air putih dan makan pisang agar racun kafein terbuang.

Bandung, 8 Agustus 2016
@imatakubesar