Setiap anak pasti ada rezekinya, salah satu hak anak ketika ia baru lahir ke bumi adalah hak mendapatkan asi.

Foto: Ima

Saya mendengar kalimat ini sejak sebelum melahirkan bahkan dari sebelum menikah.  Pernyataan ini saya aminkan karena seolah-olah kalimat ini tak perlu ada, mestinya sudah melekat pada setiap perempuan dan pasangannya.  Seolah semua baik-baik saja, melahirkan lalu menyusui, tak ada beban.  Sebuah kalimat sederhana dan seolah biasa saja, karena toh setiap Ibu menyusui bayinya.  Itu sebuah hal yang biasa dan normal.  Tapi kenyataanya ketika saya melahirkan anak pertama dan kedua, kalimat sederhana itu seolah menjadi “beban” yang luar biasa.  Percampuran antara ingin mengurungkan niat menyusui, kelelahan, rasa sakit setelah melahirkan, belum muncul perasaan aneh yang belakang saya tahu itu adalah baby blues.  Menyusui itu perlu mental yang kuat, bukan sekedar kuat, tapi benar-benar dukungan kuat dari lingkungan yang memahami dan mengerti situasi paska melahirkan.


Sebelum melahirkan banyak yang harus dipersiapkan, tadinya saya hanya memperhatikan kebutuhan bayi saja tapi ternyata kebutuhan untuk ibu juga ada.  Dari bra untuk menyusui, kemben, pembalut, baju yang leluasa untuk menyusui.  Ah, saya tidak bisa membayangkan harus menyusui di ruang terbuka dengan menggunakan t-shirt kesukaan saya.  Rupanya, kata saudara bra untuk menyusui ini sangat mempermudah kita saat proses menyusui sang bayi.  Di Website Zalora saya mulai mengumpulkan informasi tentang bra ini, oh, ternyata beda.  Baik dari ukuran dengan modelnya, ada pembukaan di depan yang memudahkan ibu menyusui dan tetap tertutup bagian yang penting lainnya.  Saat itu saya agak heran, karena ukuran bra untuk menyusui rata-rata besar-besar.  Saya yang punya payudara tidak begitu besar jadi bingung sendiri karena bra yang ditawarkan tidak ada yang cukup.  Setelah browsing, saya coba lihat-lihat ke toko, benar saja, bra untuk menyusui ukurannya besar-besar.  Saya minta penjelasan dari penjaga toko dan ia bilang, bahwa setelah melahirkan dada Ibu akan membesar dua kali lipat.  Saya hanya garuk-garuk kepala tidak yakin, tapi akhirnya saya beli juga.

Setelah melahirkan, air asi ternyata tidak mengalir begitu saja.  Di hari ke-3, air asi akan keluar sedikit demi sedikit dan payudara akan membengkak.  Bengkak.  Dan ini rasanya tidak nyaman, oh bukan, bukan tidak nyaman tapi sakit.  Sampai ada ibu yang suka mengurus bayi di hari-hari pertama lahir, dia biasa memijat payudara ibu yang mulai bengkak.  Perlahan ia pijat dengan babi oil agar air asi yang menggumpal menjadi cair dan lancar.  Sakitnya itu seperti punya bisul yang mau di keluarkan “matanya”.  Disentuh sedikit saja sakitnya luar biasa, ini di pijat.  Dalam keadaan begini, kamu boleh menangis.  Heuheu…  Saya fikir setelah dipijat itu tidak akan ada pembengkakan lagi, ternyata masih juga bengkak.  Saya akhirnya browsing “cara mengatasi payudara bengkak paska melahirkan” atau “cara mengatasi tumawon”.  Untuk menenangkan suasana, saya nyalakan winamp, pilih musik-musik asik yang membuat saya tetap tenang, bersemangat jiwa muda dan memandang bayi mungil itu.

Si Bayan. Foto: Ima


Akhirnya saya peraktekan satu persatu langkah mengatasi tumawon atau payudara bengkak akibat asi:
  1. Cuci tangan yang bersih.
  2. Siapkan: air hangat yang cukup panas, washlap
  3. Botol dengan isi air hangat.
  4. Baby oil
  5. Hangatkan payudara dengan washlap yang sudah dimasukan ke dalam air hangat sambil ditekan-tekan sedikit.  Terutama bagian bawah dan ketiak yang asinya suka menyebar dan menggumpal.
  6. Lalu oleskan baby oil di sekitar payudara, jangan kena putingnya lalu pijat.  Ada beberapa cara memijat payudara yang sedang tumawon:
  • ·         Pijat perlahan oleh jari-jari tangan, membentuk lingkaran ke arah dalam.  Hitung sampai 8 kali.
  • ·         Pijat berputar dibagian bawah payudara, ini biasanya paling keras dan bergumpalan.
  • ·         Lalu perhatikan di bawah ketiak, bagian ini juga di pijat perlahan-lahan sampai tidak menggumpal lagi.  Bisa menggunakan jempol tangan, biar lebih bertenaga dan lembut.
  • ·         Kalau pegal, kompres dengan air hangat.  Begitu seterusnya.

  1. Ketika air asi sudah mulai keluar sedikit-sedikit, berikan pada bayi untuk mengisapnya.   Patikan puting bersih, jangan sampai ada sisa baby oil yang termakan bayi.  Perhatikan hidung bayi jangan sampai tertutup.  Ketika asi mulai sulit lagi keluar, bantu dengan pijatan di bagian payudara yang mengeras agar lembek.  Atau beri kompres dengan botol yang berisi air hangat.
  2. Suami bisa mendukung pemberian Asi, misalnya pas bayi menyusui di payudara kiri, suami membantu mengompres payudara yang kanan.  Lalu, pas air hangatnya mulai dingin, maka cepat-cepat isi dengan air panas lagi.
  3. Buat yang mempunyai kasus seperti saya, mudah bengkak/tumawon.  Proses kompres dan pijat ini harus terus menerus.  Bisa 2-3 jam sekali dalam sehari, bahkan saya mengompres payudara disaat tidur.
  4. Biasanya ini berlangsung selama 1 minggu, kalau saya tidak lupa, bisa jadi lebih.  Jangan dulu panik, semua pasti bisa dilewati.
  5. Setelah lancar, beri asi pada bayi 2-3 jam sekali.  Biasanya, proses menyusui pada bayi ini 30-60 menit.  Hehe… jangan panik, kamu bisa menghibur diri dengan nonton, mendengarkan musik di radio dengan cerita-cerita lucunya, browsing di handphone, ngaji, baca buku, pokoknya buat senyaman mungkin. 
  6. Gunakan Bra untuk menyusui yang nyaman, ini cukup membantu proses pemberian asi.
  7. Proses menyusui ini sering membuat kita ketiduran, katanya karena ketika air asi keluar, ada hormone endorphin yang membuat ibu tenang, lelah dan mengantuk.  Kalau ini terjadi, siapkan posisi paling aman untuk bayi dan ibu, jaga-jaga si-ibu ketiduran.
  
Diawal-awal saya bilang proses menyusui ini bisa menjadi “beban” yang luar biasa.  Hmmm… coba bayangkan-boleh memahami boleh tidak-, aktifitas kamu akan tertahan karena harus menyusui.  Padahal banyak pekerjaan rumah bahkan pekerjaan lain yang harus diselesaikan.  Kamu harus berdamai dengan keadaan ini.  Saat menyusui, tak ada pekerjaan lain selain diam dan menyusui.  Sudah.  Saat begini, imajinasi kita tumbuh macam-macam, ada kadang menyenangkan dan seringakali muncul pikiran-pikiran buruk.  Ini semacam proses pengendalian diri, fokus sekian lama dan membagi diri nyaris sepenuhnya untuk bayi kita.  Waktu untuk mandi pun rasanya sulit, harus cepat, segera.  Kita tidak bisa memastikan waktu akan melakukan A, melakukan B, tapi saat begitu waktu diatur oleh jam makan asi bayi kita.  Ketika ada kesempatan, kita manfaatkan waktu kosong ini buat masak, buat beres-beres rumah, buat menulis, mengobati diri sendiri dan banyak lagi. 

Terpenting dalam mengalami perubahan pola hidup ini adalah carilah celah bahagia dan gunakan kesempatan semaksimal mungkin, karena setiap orang pasti bisa melewati apapun.

@imatakubesar

Bandung, 20 Agustus 2015
#HariAsiDunia
Foto: Ima
Sepanjang jalan gang rumah, jalan-jalan menuju sekolah anak-anak dan beberapa sudut lain, dipenuhi dengan kertas-kertas lambang bendera merah putih.  Hampir tiap gerbang rumah, instansi, sekolah, supermarket, menaikan bendera merah putih, semangat cinta negeri ini seperti tumbuh begitu saja setiap menjelang 17 Agustus.  Entahlah, seperti ada kerinduan akan kemerdekaan yang nyata, ada semangat yang sama lahir di tiap pintu rumah atau sekedar formalitas, bisa saja.  Tapi setiap tanggal 17 Agustus di hari kemerdekaan Indonesia, semua orang mempunyai energi yang sama meskipun geraknya tak sama.

“It Takes Hands to Build a House, But Only Hearts Can Build a Home.”

Foto: Ima

Cinta yang dapat membangun kehidupan menjadi lebih berisi dan berjiwa.  Sebaris kalimat ini ditulis di atas dinding batu di cat putih, kalimat ini langsung mencuri perhatian saya.  Suasana ini terbangun saat melihat interior ruang yang berusaha diciptakan di Cawan Kitchen.  Di dinding yang lain, foto-foto hitam putih tersusun menarik dan unik membangun suasana hati dan imajinasi berkarya.  Sepertinya, suasana ruang Cafe diciptakan sedemikian rupa, membuat siapapun yang datang ke tempat ini selain menikmati makanan juga membangun ruang inspirasi.  Perasaan ini sudah terbangun ketika kaki masuk ke tempat makan ini.  Di sebelah kiri langsung terlihat “dapur” pengolahan makanan dan minuman, ada kesatuan antara pengunjung dan sajian yang akan kita lahap.
Saya bingung memulai tulisan ini dari mana.  Ingin berbagi cerita yang kami lewati.  Sudah 2 kali Lebaran di tahun 2014 dan tahun 2015 ini, saya mengalami hari raya dengan suasana yang berbeda.  Meskipun begitu, bukan berarti saya tidak bisa merasakan keindahan dibalik bulan Ramadhan dan hari raya nan fitri ini.  Saya berusaha terus menjalaninya dengan tenang, mengambil keputusan dan langkah berani, bukan apa-apa, karena dengan tenang kita bisa memetakan masalah agar mendapat langkah tepat.  Ya, karena hidup akan dihadapkan pada beberapa pilihan dan kita tetap harus berjalan.  Saya percaya, apapun kondisinya, hati kita akan selalu merasa tidak puas jika menjalani sesuatu jika memandangnya secara sempit.  Saya percaya, ada maksud lain dibalik semua masalah yang terjadi pada kami.  



Sakit Cholis-suami saya- bukan pilihan, tapi mencari solusi dan merawatnya adalah pilihan.  Kalau difikir-fikir, Cholis sakit berat, tanpa penghasilan, anak-anak masih kecil dan butuh perhatian lebih.  Kalau memandangnya penuh kerumitan, ini adalah sesi hidup yang paling berat dan sulit buat saya, tapi saya tidak memutuskan untuk merasa sulit.  Saya percaya, Allah punya rencana hebat dibalik teka teki dan proses yang harus kami jalani.  Lebih ajaib lagi, sepertinya Allah tengah “rindu” pada kami dengan caranya, sampai suatu waktu Cholis bilang seperti ini: 

“Ima jangan takut, Allah sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan tepat.  Sakit Cholis ini atas izin Allah, bahkan sakit Cholis ini dilengkapi dengan rezekinya.”  Dia pun tersenyum.
Pagi ini, seperti biasa dari hari Senin-Jumat ada rutinitas tambahan yaitu mengantar Alif dan Syawa (sepupu Alif) ke TK Wisana.  Tempatnya tak jauh dari rumah, di Cidadap Girang, naik angkot sekali dan jalan kaki sedikit.  Lalu mereka sekolah dari jam 08.00-11.00 WIB, meskipun seringnya mulai dari jam 08.30 menunggu mood anak-anaknya lebih asik untuk baris-berbaris dan memulai aktifitas.  Saya pun mengambil kesempatan selama 3 jam menunggu untuk memanfaatkan waktu pergi ke Tidar di Jalan Sabang, membeli kertas dan charcoal untuk bekal suami.  Ya, karena besok sampai tanggal 24 Agustus dia akan istirahat di rumah kakaknya di Tangerang Selatan (Serpong).  Agar aktifitasnya bisa tetap hidup dengan menggambar sambil menunggu hasil MRI kepala di RSCM. 

Sebetulnya ada beberapa titik yang harus saya selesaikan, pertama, mengambil obatnya Bayan-adiknya Alif- di apotek Bona Farma.  Harusnya dapat 2 botol obat Rimactane Syrup untuk TBC paru-parunya Bayan, karena stok obat habis, baru ada hari ini.  Lalu pergi ke ATM BNI untuk bayar BPJS online Cholis, saya dan Alif untuk bulan ini, kemudian ke rumah yatim, terakhir ke Tidar lalu kembali ke TK Wisana menjemput anak-anak.  Waktu 2,5 jam itu ternyata bisa sangat menarik dan dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. 

Hangout.  Saya dan Anak.  Bandung.  Sisa riuh.  Simpang Dago.  Sore.  Pepohonan.  Makanan hangat.  Kopi.  Rumah peninggalan jaman Belanda.  Kayu.  Dingin.  Dedaunan.  Siete Café and Garden. 

Siete Garden & Cafe, Jl. Sumur Bandung, Bandung.  Foto: Ima

Setiap lewat café ini, selalu ada kesan yang menarik.  Paduan gaya eksterior bangunan, membuat kita semakin sadar bahwa kita bagian dari manusia yang senang berkarya.  Di luar, atap rumah ditutupi dengan kayu-kayu memanjang, memberi kesan alami.  Saya dan anakku-Alif pun masuk, hangout menikmati waktu.  Begitu masuk, gaya rumah peninggalan Belanda ini tidak banyak berubah, tiang-tiang, jendela, ruang depan, tengah dan halaman belakang di tata cukup apik dan menyentuh kesadaran  bahwa dalam sejarah hidup Indonesia pernah dibangun budaya dan kekuatan Bangsa kolonial Belanda dalam membangun kota, kehidupan, peradaban, dengan rencana besar dan sangat apik .  Ada tangan dengan energi seni yang cukup asik, begitu melihat lukisan seorang perempuan ekspresif di sudut dinding membuat rumah ini lebih terasa kontemporer.  Suasana “seni” di tiap sudut cukup terasa, selain rumah itu yang dibuat dengan kekuatan ilmu arsitek yang tinggi.  Kursi, meja gaya lama, lampu yang fokus pada setiap meja  disusun cukup apik seolah memberi “pesan” tersendiri mengenai rumah dan kehangatan yang ditawarkannya, sehingga setiap pengunjung  dapat  makanan dalam suasana yang enak untuk menikmati makanan, sekedar mencari suasana untuk berbagi hati, berbagi pikiran, bahkan menyendiri.  Ah, jadi tidak sabar untuk menikmati menu makanan dan meneguk minuman manis disini.

Helow! Salah satu sudut Siete Cafe.
Serasa masuk galeri seni. Foto: Ima