“Kadang butuh waktu bertahun-tahun biar lingkungan terdekat faham kegiatan yang dicintai. Terpenting ketika menjalani apapun itu, lakukan dengan sungguh-sungguh, penuh spirit, gali ilmunya dan tetap di dalam trek yang benar. Dengan waktu dan keadaan, semua akan mengerti. Tak perlu banyak dibantah pun dijelaskan.”






Hidup

Percepatan bekerja orang zaman sekarang, seperti orang yang berlari di zaman dulu. Tapi semua itu terjadi tentu karena ditopang perkembangan teknologi hasil karya manusia yang semakin canggih. Selain cepat, hasil kerja bisa lebih ringkas. Kini, setiap orang selalu cari cara melakukan sesuatu yang simple, efektif dan cepat.

Tak hanya itu, kecenderungan manusia untuk meningkatkan spirit bekerja perlu dikondisikan dengan barbagai hal.

1. Waktu: Misal dari jam 09.00-12.00 wib

2. Situasi ruang: tata ruang, meja, penyusunan meja, dll.

3. Alat-alat pendukung yang kita suka: warna laptop, alat gambar, buku bacaan, kalkulator, note book dengan warna dan desain yang sesuai dengan hati.

4. Musik

5. Makanan dan minuman.

Nah, saya termasuk orang yang lahir dari zaman serba manual hingga serba digital. Saya mengalami perubahan itu. Mulai berhitung dari menggunakan potongan lidi, penggunaan ruas jari, kertas-pencil dan tentu saja ini bikin otak terolah sedemikian rupa. Sampai akhirnya mengenal kalkulator saat SMA. 


Kalaupun saat SMP sudah ada, itu pun tidak boleh digunakan. Hanya diperbolehkan buat orang-orang dewasa untuk proses jual beli, pekerjaan kantoran, perhitungan-perhitungan yang membutuhkan akurasi tinggi. Kalkulator menjadi alat berhitung dibutuhkan untuk kecepatan dan produktifitas beragam pekerjaan. Dari sekretaris, seniman, tukang cetak hingga arsitek. 

Mau tidak mau, meskipun tidak dipelajari disekolah maupun tempat kuliah. Perkembangan teknologi diikuti dan dipelajari agar tahu, kalau sudah tahu tentu akan membuat kita tidak gagap kehidupan yang terus berkembang.



Proses

Setiap orang biasanya lebih senang mendalami bidang yang dia cintai. Lambat laun, tak disadari semakin banyak yang dipelajari, kebaruan hingga menjadi ahli. Dari persoalan selera hingga perubahan prilaku. Hal ini terjadi karena pengalaman setiap orang berbeda-beda, sehingga menimbulkan kebutuhan dan pengasahan diri.

Awal tahun 2005, saya masuk dunia jual beli ayam. Salah satu alat yang dibutuhkan selain golok, plastik ukuran sedang, keresek yang lainnya adalah kalkulator. Ada berbagai macam merek kalkulator, salah satunya Casio My Style.

Ketika saya masuk ke dunia yang Bapak saya lakukan, saya merasa sedang berada dalam ruang sufi (#tsaaah). Sendiri dan pengasahan diri yang paling dahsyat. Berhadapan dengan beragam orang, karakter, persoalan yang berulang-ulang dan ada saja yang minta tambah potongan ayamnya. Ini seni-nya.

Selama ini, biasanya saya selalu berada di ruang riuh, bekerjasama dengan berbagai orang. Berlatih olah tubuh, vokal, membaca naskah untuk menciptakan pertunjukan teater. Tak hanya itu, mencari dana hingga menghitung anggaran untuk kebutuhan artistik, make up, musik, konsumsi, transportasi, bayar pemain hingga bagian kebersihan. Dinamis dan penuh energi positif juga negatif. Asik meskipun ada saja intrik.

Tapi begitu punya los ayam sendiri, saya merasa semua dikerjakan sendiri dan seperti kembali ke titik nol. Saya menemukan perputaran kehidupan yang beragam, sebenar-benarnya kehidupan. Manusia-manusia pagi dengan berbagai pergerakannya.

Katakanlah, seorang sarjana kemudian menjadi pedagang ayam los di antara pedagang sayuran di tengah penduduk setempat. Posisi ini, saya diuji dalam melayani dan proses hitung berhitung. Ada yang beli ayam ¼ kg, 1 ons, hingga berkilo-kilo dengan berbagai jenis potongan yang mereka butuhkan. Benar-benar menguji kesabaran dan memelihara diri tetap bergembira. Energi dan semangat itu naik turun seperti musim.

Tapi hidup haruslah dijalani, tidak hari ini tidak nanti. Setiap langkah, pasti memberi makna yang luar biasa untuk kemudian hari: pengasahan hati.

Menjadi pedagang ayam, salah satu komitmennya adalah mau tidak mau berhadapan dengan beragam orang. Orang-orang yang belanja yang tidak mau rugi bahkan maunya untung. Jadi, kalkulator ini sebagai salah satu cara membuat pembeli percaya dengan hasil hitungan barang yang akan mereka beli. Katakanlah, harga ayam saat itu (masih) Rp 12.000/kg. Jadi, kalau ada yang mau beli ¼ kg, saya perlihatkan cara perhitungannya, jadi mereka harus bayar berapa.

Langkah saya ini ini pernah jadi nyinyiran orang-orang. Tapi tak sedikit yang ‘salut’ (entahlah), mungkin dianggap saya mau-an jadi pedagang ayam. Berat? Biarin aja. Kalau kata Amih (ibu) mah, “Emang kalau kita lagi butuh uang mereka mau bantu kita? Engga!” Nah, prinsip ini yang membuat saya mau dan menerima tawaran Amih buka los ayam di tengah penduduk Sersan Surip Ledeng. Keep my hand moving!. 





Sebelum buka los ayam, saya terbiasa dengan jual beli buku di tobucil (toko buku berbasis komunitas di Bandung). Itu berlangsung dari tahun 2002-2005. Peralatan ‘tempur’ yang biasa saya bawa adalah kalkulator, bon, bolpoint, dus-dus buat angkut-angkut buku, plastik dan list harga buku. Jadi, kalkulator ini sudah harga mati, harus dibawa untuk menghitung jumlah jamleh dan harga diskon agar proses hitung menghitung lebih akurat dan pembeli pun tidak ragu dengan takaran otak kita dalam berhitung.

Karena pulangnya selalu malam, belum waktu latihan teater yang menghabiskan banyak waktu. Saya jadi jarang pulang, bahkan pulang sangat larut ketika latihan maupun acara diskusi buku sampai malam. Ya, waktu itu saya belum menikah sehingga Amih saya sangat khawatir. Beliau memutuskan agar saya lebih baik buka los ayam dan menikah. Jadi, saya bernegosiasi untuk mengambil tawaran untuk jadi pedagang ayam tapi untuk menikah? nanti dulu. Berat! Saya bukan Dilan.




Saya mulai berhitung usia, memang sih, saat itu usia saya sudah terbilang matang untuk menikah. Tapi saya belum menemukan orang yang cocok untuk jadi partner hidup. Orang yang bisa diajak ngobrol dalam senang, susah, optimis dan tentu saja bisa berbaur dengan 16 saudara besar. Ya, saya anak ke-16 dari 16 bersaudara. Ini salah satu perhitungan saya. Saya terlampau mencintai keluarga saya, saya tidak mau kehilangan mereka meskipun kelak kami menikah. Dan keinginan saya ini ternyata harus melewati banyak kerikil, ya tentu saja, perhitungan Allah maha tepat bukan?.



Proses Hidup

Bertahun kemudian saya pun menikah, kebetulan kami berdua sama-sama suka buka usaha. Awalnya dari modal PC (personal computer) dan rumah kosong punya Amih, kami manfaatkan buat buka warung printing dan design. Rumah itu, merupakan los yang pernah saya gunakan untuk jual beli ayam. Suami saya kebetulan ahli di bidang design grafis dan saya belajar banyak darinya. Jadi print-cetak jumlah besar itu bagian saya. Sementara suami saya bagian mendesign. Karena dulu saya biasa diajak Tarlen tobucil cetak-cetak newsletter untuk toko bukunya. Jadi, saya percaya setiap proses pasti ada manfaatnya. Setiap proses itu sangat menyenangkan, meskipun ketika menjalaninya kadang seru seru gemesin. 



Nah, karena bagian cetak mencetak ini butuh perhitungan yang akurat. Saya butuh kalkulator buat menghitung harga cetak. Apa saja yang dihitung dari harga cetak? Perkembangan teknologi sekarang tidak semencekam dulu.

1. Kita harus menentukan ukuran desain yang akan berpengaruh pada harga cetakan.

2. Jumlah lembar hasil cetakan.

3. Dari ukuran desain ini akan menentukan harga film per mili. Beda harga jika hasil cetakan itu satu warna, 2 warna dan 4 warna.

4. Dari hasil film, kami akan menentukan jenis kertas. Kami biasanya beli ukuran plano dan di potong sesuai kebutuhan. Misalnya dicetak menggunakan mesin kecil atau ukuran besar.

5. Dari kertas, baru masuk ke toko cetak dengan sudah membawa film dan kertas. Biasanya, dulu, kalau cetak dibawah 1000 lembar harganya sama sekalipun kamu cetak 300 lembar. Tapi kalau di atas 1000 lembar, harganya baru mengikuti kelipatannya.

Fungsi kalkulator sangat membantu dalam proses hitung menghitung harga desain hingga proses cetak mencetak. Akurasi ukuran, jenis kertas, naik turun harga baku harus terus update, semua bermain-main dengan angka yang cukup rumit.

Sekarang ini, kalkulator banyak jenisnya. Seringkali, tampilan kalkulator yang menarik menstimulus energi positif dalam bekerja dan berkarya.



Casio membantu Banyak Proses Berkarya-Bekerja

Sekarang ini, saya dan suami lebih banyak mengerjakan beragam pekerjaan rumah tangga, menulis, dan studio gambar di rumah. Oleh karena itu, cash flow rumah tangga dan kebutuhan kreatif lainnya butuh diperhitungkan agak ketat, agar kami tidak cekak. Jadi proses berkarya dan bekerja pun bisa tetap berputar. 



Saya sendiri punya buku cash flow yang sederhana untuk membantu proses perencanaan dan pengeluaran dana rumah tangga, sekolah anak-anak juga produktifitas menulis dan alat-alat gambar.

Terus terang, saya lebih menikmati kehidupan yang sekarang. Waktu terasa bergerak lambat lamun pergerakan kami terasa lebih cepat dan banyak hal yang bisa kami kerjaan. Mood harian menjadi lebih asik. Maunya cepat bangun dan mengerjakan banyak hal, salah satunya menulis di blog matakubesar maupun mencari kertas dan alat gambar untuk studio holisartis.

Mengurai perjalanan hidup yang beragam, pada dasarnya saya selalu menjalani apapun dengan sungguh-sungguh. Apapun itu asal saya menyukainya. Dengan begitu, suatu hari semua yang pernah dijalani pasti menjadi referensi yang memperkokoh apa yang dijalani sekarang. Segala sesuatu menjadi lebih ringan dan terbiasa.

Seperti Casio yang berpengalaman dalam dunia kalkulator dan bersinergi dengan berbagai profesi, berbagai kebutuhan. Dia hadir dimanapun. Dari jual beli kertas, jual beli ayam, jual beli alat-alat elektronik, dia ‘hidup’ dan menjadi energi tersendiri bagi siapapun yang menggunakannya. Membantu banyak orang dalam berhitung sehingga kedua pihak yang melakukan jual beli maupun mengoreksi keuangan dapat terbantu.

Menariknya lagi, CASIO My Style cerdas melihat banyak perubahan dan dinamika gaya hidup masyarakat. Kalkulator biasanya identik dengan warna hitam dan abu-abu.


Dengan warna masyarakat yang semakin terbuka, kalkulator pun kini baragam warna dan bisa mencerminkan kepribadian kamu. Ada yang berwarna merah, kuning, merah, pink, ungu, biru, hijau, benar-benar colorful calculator.  Saya suka warna merah juga warna biru. Keduanya mencerminkan jalan hidup yang saya ceritakan di atas. 



Katanya, kalau suka warna biru, itu berarti dia punya sifat pribadi sangat mencintai passion, sangat loyal, memiliki komitmen tinggi dan selalu berusaha melakukan yang terbaik. (sumber: instagram casiocalculator.id)

Sepertinya saya akan memilih kalkulator warna biru untuk menambah alat kerja sehari-hari di studio, ya rumah, ya meja kerja, ya dapur. Dinamis dan berenergi tinggi. 




Bukankan dengan kalkulator pekerjaan kita akan jadi lebih mudah dalam proses hitung berhitung dan membuat orang lebih mudah itu baik?


Nah, buat kamu yang sedang mencari kalkulator yang sesuai kepribadian dan bisa menambah semangat kerja juga berkarya, bisa dilihat di #CasioMyStyle: Colorful Casio Calculator.  Dan kamu bisa gunakan kode promo: CASIOBLOGGB4170H agar mendapat harga yang khusus.


Bandung, 17 Februari 2018
@imatakubesar
 


Titik Temu Peserta

Subuh itu seperti akrab.  Tubuh, hati, matahari bergerak perlahan.  Menelusuri jalanan Kota Bandung menggunakan ojek online menuju titik temu.  Pepohonan masih bugar, jalanan lengang, segaris dua garis langit mulai sedikit bercahaya.  Bermain dengan perputaran waktu menuju pagi.



Tiba di lokasi pertemuan, bis ukuran besar sudah tiba di tepi jalan halaman Masjid Al Ukhuwah seberang Balai Kota Bandung.  Tukang bandros menawarkan panganan hangat, tukang kopi keliling menyiapkan berbagai merk kopi sachetnya, jalanan masih satu dua kendaraan yang lewat.  Sementara, saya duduk di pelataran masjid, menikmati pertumbuhan pagi. Satu satu. 

Wajah dan tubuh masih ada sisa dingin dan angin setelah naik motor.  Saya coba mengahangatkan diri dengan sedikit menggerak-gerakan badan.  Sepi. 

Tak lama kemudian, sepertinya satu persatu peserta pelatihan dari berbagai institusi datang.  Ada yang masih remaja tapi ada yang seperti sudah usia matang.  Karena kebanyakan membawa tas ransel dan sepatu keds.  Seperti menyiapkan diri untuk menginap di tengah hutan. 

Benar saja, mereka peserta RTIK (Relawan Tenaga Ilmu Komunikasi) yang diundang oleh DiskomInfo Kota Bandung untuk acara pelatihan Jurnalistik Untuk Pemula.  Mereka para pelajar dan guru dari SMK Bahagia Bandung, SMA 10 Bandung , SMA 14 Bandung  dan 10 orang perwakilan KEB Bandung (Komunitas Emak-Emak Blogger-Bandung).
 
Sambil menunggu beberapa peserta pelatihan dan pembagian bis, kami dari teman-teman blogger komunitas KEB duduk-duduk di tangga halaman masjid sambil mengunyah bandros hangat dan menyeruput segelas kopi panas. 


Menuju Kampung Sampireun

Jam 07.30 WIB rombongan pelatihan pun berangkat menuju Kampung Sampireun Garut.  Disana para remaja ini mengikuti acara Pelatihan Jurnalistik Pemula Bagi Relawan TIK yang diselenggarakan oleh DISKOMINFO Jabar.  Saya dan teman-teman KEB merasa terpanggil mendapat undangan ini, tentu saja sangat jarang punya waktu dan kesepatan yang pas mengikuti pelatihan penulisan jurnalistik.  Buat kami yang bergerak di bidang penulisan di blog, merupakan kesempatan berharga.  Tak hanya mendapat kesempatan mengasah pengetahuan menulis ala jurnalis tapi ada outbond dan bisa merekatkan hubungan sesama anggota KEB. 




Perjalanan dari Bandung ke Garut memakan waktu sekitar 3 jam, mengingat perjalanan menggunakan bis dan agak tersendat macet.  Di jalan cukup menyenangkan, banyak pemandangan menarik di kiri kanan.  Perpaduan suasana kota, pesawahan, bebatuan, sungai, jalan yang berkelok-kelok  dan pertumbuhan masyarakat Kota Garut.  Terutama dalam bidang niaga kuliner dan kerajinan.  Saya jadi rindu makan dorokdok (kerupuk kulit) dan basonya, dulu sering dapat kiriman dari mahasiswa yang kos maupun saudara yang sesekali pulang ke Garut. 

Tak hanya kerupuk dorokdok, Garut ini terkenal dengan panganan dodol, kerajinan kulit, akar wangi, cokelat chocodot dan orang-orangnya pekerja keras.  Sekarang pun, pertumbuhan kerajinan ini difaslitasi dengan beberapa tepat menginap dan wisata alam seperti Cipanas dan Kampung Sampireun yang merupakan tempat berlangsungnya pelatihan.

Sesi Pelatihan

Perjalanaan cukup melelahkan namun terobati dengan Kampung Sampireun rimbun pepohonan, pohon-pohon bambu, danau buatan dipenuhi ikan-ikan dan perahu, bungalow dengan konsep perumahan pedesaan khas sunda.  Dinding bilik berdiri kokoh di pingir-pinggir danau.  Sangat eksotik.  Udara siang itu terasa segar, menyusur hati terdalam.  Ada hujan sebentar.  Tentram.


Dari satu tempat ke tempat lain, kami menelusuri jalan setapak melewati danau dipenuhi ratusan ikan koi besar-besar.  Saling berebut perhatian bagi setiap langkah pengunjung.  Percikan air, desir dedaunan bambu kuning dan hijau menghasilkan nada yang harmonis. 



Begitu tiba kami pun istirahat sebentar dengan makan siang, menggunakan kaos pelatihan lalu lanjut masuk ke ruang pertemuan. 

Dengan meja dan kursi yang berjajar, mungkin sekitar 70 orang peserta mengikuti pelatihan yang singkat ini.  Meski sebentar,  materi yang disampaikan sangat padat.  Untuk peserta remaja cukup luas dan menarik.  Bagaimanapun, mereka ini generasi yang berpotensi mengembangkan daya guna konten literasi di dunia digital: media sosial, website dan blog.    

Interaksi dan proses kreatif mereka nyaris sebagian besar melibatkan informasi yang disebarkan di media internet.  Sehingga para pengguna ini, bisa lebih cerdas menyaring berbagai informasi dan menyediakan konten-konten bermanfaat.

Pelatihan Jurnalistik berlangsung dari jam 13.00-17.00 WIB dibagi 2 sesi.  Sesi pertama membahas Etika Jusnalistik dan sesi kedua mengenai Menulis Karya Jurnalistik.  Suasana pelatihan cukup tertib mendapat respons yang baik dari peserta. 



Pemateri dari AJI (Asosisi Jurnalis Indonesia) menuturkan berbagai hal tentang pekerjaan jurnalis yang boleh dan tidak boleh dilakukan.  Beliau memaparkan pentingnya  etika jurnalistik.  Sehingga pemberitaan yang dilemparkan ke masyarakat ada standar aturan perilaku dan moral yang mengikat para jurnalis dalam melaksanakan pekerjaannya. 
Tujuannya sangat penting, tidak hanya untuk memelihara dan menjaga standar kualitas pekerjaan jurnalis yang bersangkutan, tetapi juga untuk melindungi atau menghindarkan kesalahan informasi.

Kode etik Jurnalistik  Wartawan Indonesia, pasal 3:
Wartawan tidak beritikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang menyesatkan, memutarbalikan fakta, bohong, bersifat fitnah, cabul, sadis, dan sensasional.



Tak kalah menariknya materi di sesi kedua, menjelaskan kisi-kisi penting dalam cara menulis.  Teori yang disampaikan tak jauh dari konsep pemberitaan yang harus mengandung 5W + 1 H.  5W disini maksudnya what, who, where, when, why dan 1 H ini adalah how. Kunci  ini penting untuk menjelaskan sebuah ulasan, review, laporan sebuah kejadian sehingga informasi yang disampaikan dapat diserap pembaca.  Setelah menjelaskan beberapa teori, kami semua diajak untuk menulis selam 10 menit.  Kemudian, beberapa peserta membacakan meskipun belum selesai. 

Selesai acara pelatihan, kami diberi waktu untuk istirahat dan menikmati sajian makan malam.  Menu yang disiapkan lagi-lagi makanan yang ramah di lidah.  Benar-benar memanjakan peserta pelatihan. 

Selesai makan malam, dilanjutkan acara hiburan yang melibatkan seluruh peserta dan panitia DISKOMINFO.  Di acara ini, panitia membagi 10 hadiah buat peserta yang bisa menjawab pertanyaan seputar materi yang disampaikan sebelumnya. 

Materi bisa di unduh disini: s.id/materi181217


Outbond Di Kampung Sampieun, Seru!

Pagi sekitar jam 07.00-08.00 waktu Garut.  Peserta RTIK Kota Bandung makan pagi bersama di ruang makan seperti saung yang besar, teduh.  Pemandangan sekitar dipenuhi dengan berbagai pemandangan pohon yang membuat mata jadi segar.  Makanan yang disajikan pun khas makanan sunda, meskipun tetap ada croissaint, roti dan sosis.  Lengkap.  Karena sedang kumpul dengan teman-teman, maunya jadi ingin ngobrol, mengunyah dan mengunyah lagi. 

Setelah acara makan pagi yang cukup, kami semua ikut acara outbond.  Peserta RTIK remaja dan KEB disatukan menjadi 9 tim.  Tadinya saya raggu untuk ikut bergabung, tapi dengan berbagai pertimbangan, saya coba ikut saja sepertinya akan seru. 



Ternyata memang seru.  Serasa ikut acara 17 Agustusan.  Ada satu pemandu khusus dari tim Kampung Sampireun membuat berbagai pemainan.  Dari bermain konsentrasi, kerjasama mengisi air ke ember, mengambil belut, mendayung perahu dan menyeberang kolam dengan menggunakan tali.  Seru.  Sampai kami kehabisan tenaga untuk tertawa bersama.  



Seringkali permainan-permainan seperti ini membuat semua perasaan menjadi melebur dan otak kita terlatih untuk melakukan berbagai intuisi.  Ya, permainan yang menyenangkan juga melatih kekuatan kerjasama.  Saling melengkapi, saling melebur. 

Apa yang saya dapat?
Tentu saja pengalaman yang menyenangkan, karena bisa mendapat kesempatan menikmati tempat rekreasi keluarga dengan konsep alami di Kampung Sampireun.  Dengan suasana yang mendukung, proses pelatihan pun menjadi lebih menyenangkan dan asik.  Saya pun jadi belajar banyak dari para relawan TIK, tim Diskominfo tentang dunia internet dan pengaruh konten yang kita lemparkan di media.



Bandung, 14 Februari 2018
imatakubesar
Rak Buku Unik.


“Iqro!” yang artinya baca. Nah, kata ini yang buat saya terngiang-ngiang. Meskipun baca disini tidak selalu buku. Tapi membaca lingkungan, membaca alam, membaca diri, buku sebagai salah satu media yang jadi referensi proses pengumpulan “membaca” ini.

Melalui berbagai macam jenis bacaan (buku, majalah, komik, dll), seringkali membuka banyak hal. Ada saja jalan keluar dari pertanyaan-pertanyaan yang sering menggelitik pikiran. Secara tidak langsung, toko buku dan pameran buku jadi salah satu magnet sendiri untuk beralasan membeli buku meski isi dompet sedang cekak.

Lama kelamaan buku-buku di rumah jadi banyak dan bertumpuk. Meski, ya, ada yang sudah dibaca beberapa kali bahkan ada yang belum dibaca sama sekali. Saya mulai cari-cari referensi beragam rak buku unik buat sekalian bebenah rumah biar lebih cantik. Rak buku yang unik dan susunan koleksi buku yang dicintai. Pasti suasana rumah jadi asik.


Rak Buku Bisa Menstimulus Semangat Baca
Buku jadi satu dari beragam hal di dunia yang saya suka. Saya jadi punya banyak koleksi dari berbagai genre. Dari jenis buku kumpulan cerpen, novel, filsafat, culture studies, puisi, majalah, psikologi terapan, sejarah, dll. Sama kaya teman-teman lain yang hobi sama, koleksi bukunya bejibun. Sampai saya pengen berenang diatasnya.

Selain koleksi, salah satu hobi lainnya adalah menata buku biar rapi dan terawat. Meski kadang saya bosan, lalu buku-buku itu ditumpuk begitu saja di atas meja, karpet, kulkas, ya, diatas kulkas kalau lupa nyimpen.

Makanya, rak dibutuhin banget sama kita para bookworm. Nah, kenapa sih perlu punya rak yang unik?

Soalnya, dengan melihat buku yang ditata dengan rapi dan menarik, secara gak langsung semangat membaca bisa naik. Bayangin kalau lagi mau baca, eh ternyata lemarinya berdebu, suram, kotor, membosankan. Selain itu, buku juga perlu dirawat dengan baik agar tidak mudah rusak dan berjamur.


Jenis-jenis kayu yang cocok untuk rak buku minimalis

Unsur penting yang memengaruhi kualitas rak buku adalah bahan pembuatnya, kayu. Supaya bisa memilih rak dengan kualitas yang diinginkan, ada baiknya kita mengenal jenis-jenis kayu sebagai bahan pembuat rak tersebut.

• Kayu solid. Bahan ini terkuat dan paling tahan lama disbanding kayu olahan. Sayangnya, persediaannya terbatas dan harganya sa ngat mahal. Proses pembuatannya juga memerlukan keterampilan khusus. Pengeringan harus sempurna agar kayu tak susut.



• Kayu jati. Jenis ini banyak diminati karena kualitas dan ketahanannya terhadap cuaca dan rayap. Seratnya juga menarik. Jati adalah kayu kelas satu yang banyak diolah menjadi perabot berkelas.

• Kayu lapis. Kayu olahan ini biasa disebut tripleks atau mutipleks. Dibuatnya dari beberapa lembaran kayu yang direkatkan dengan tekanan tinggi.

• Blockboard. Merupakan potongan kayu kotak-kotak kecil, dipadatkan dengan mesin dan diberi pelapis. Hasilnya menyerupai papan dengan ketebalan 12 mm, 15 mm, dan 18 mm.

• MDF (Medium Density Fibreboard). Terbuat dari kayu halus dan bahan kimia resin yang direkatkan dan dipadatkan dengan suhu bertekanan tinggi. Biasanya digunakan kayu sisa perkebunan dan bambu.

• Particle Board. Particle board dibuat dari partikel sisa seperti serbuk gergaji dan serpihan kayu. Prosesnya mirip MDF, namun lebih kasar dan tidak beraturan.

Model rak buku minimalis ter-hits: gantung, melayang, telepon inggris

Selain jenis bahan, model rak juga memengaruhi suasana ruangan loh. Di bawah ini desain rak buku yang ada di pasaran.

• Model biasa. Seperti pada umumnya, berbentuk lemari kayu panjang berdiri di lantai. Keuntungannya adalah dapat memuat banyak koleksi. Harganya pun beragam, mulai dari 200 ribuan sampai dengan jutaan rupiah.



• Gantung. Biasanya berupa papan kayu atau lemari yang ditempel di tembok. Jenis gantung cukup popular bagi penggemar desain interior minimalis. Selain menghemat tempat, lemari gantung menambah nilai estetik desain interior rumah.

• Melayang. Modifikasi dari tipe gantung, model melayang juga dikaitkan pada tembok. Bedanya, rak tidak akan kelihatan jelas. Ketika kita letakkan buku di atasnya, koleksi kita terlihat seperti melayang.

• Model unik. Saya menemukan desain ala telepon Inggris. Jenis ini cocok bagi orang yang menyukai desain unik.


Rak buku ini lagi trending di marketplace online

Ada satu model rak buku yang lagi ngetren di marketplace online. Bentuknya unik banget. Kepala banteng. Nah loh, kaya gimana tuh?

Jadi produk ini bentuknya kaya rak gantung. Nah, kayu-kayunya disusun membentuk seperti kepala banteng. Buku diletakkan di sisi-sisi dalamnya. Lucu banget kan! Gak cuma bentuknya yang unik, produk ini bisa jadi penyimpan buku dan sekaligus hiasan dinding. Dijamin ruangan akan meningkat kadar estetikanya dengan produk ini.

Orang kreatif yang mengeluarkan Rak kepala adalah merek Anila. Brand ini berasal dari Bantul, Yogyakarta. Anila memproduksi beragam perabot yang terbuat dari kayu. 



Seringkali pengen rak buku yang unik dan nyeni kaya di instagram dan website Anila, bisa menstimulus energi positif. Sekarang ini, orang-orang makin kreatif aja bikin bentuk rak buku dengan teknis dan keahlian yang tarasah. Kalau rak buku unik, tentu saja bikin suasana nyaman dan semangat baca meningkat.


Beli rak buku di Qlapa untung banget!
Buat yang kreatif seperti brand lokal Anila, dia memasarkan rak buku di Qlapa.com. Situs ini menghubungkan pengrajin lokal dengan konsumen. Uniknya, hanya pengrajin yang bisa berjualan di sini, reseller tidak. Makanya, harganya relatif terjangkau karena rantai pasarnya pendek.

Gak cuma pengrajin kayu kaya Anila doang loh yang jualan di sana. Ada juga pengrajin dari beragam produk, seperti pakaian, aksesoris, sampai alat kecantikan. Meski barangnya banyak, nyarinya gak susah. Situs sangat user-friendly. Ada fitur pencarian dan kategori. Jadi, kalau mau cari barang yang diinginkan kita bisa mencari kategorinya dulu.

Katanya, situs ini menyeleksi barangnya dulu sebelum dipasarkan, rasanya tidak perlu khawatir deh soal kualitas. Jadi, jarang banget ada pembeli yang kecewa sama barang di sini.

Kalau kita tertarik untuk membeli, uang tidak langsung masuk ke pengrajin. Tapi melalui situs Qlapa dulu. Nah, setelah pembeli udah konfirmasi, baru deh uangnya diteruskan ke rekening pengrajin. Menarik ya, pembeli dan penjual jadi terjaga keamanan jual belinya.

Setelah lihat-lihat situs ini, saya sukaaaa!  Sepertinya saya mau mulai menabung atau mulai list barang-barang yang mau dibeli untuk menata sedikit sedikit rumah yang mulai semakin menua. Maklum, rumah peninggalan orang tua, jadi harus banyak dibenah sana sini. Salah satunya: rak buku.

Bandung, 13 Februari 2017
@imatakubesar

Sumber Foto: Qlapa dot com
Hai, ini lanjutan dari postingan Cerita di Balik Foto #1.  Semoga menikmati, kalau tidak nikmat tidak apa-apa karena bukan makanan.

Postingan hari ke-4


Foto awan. Mungkin saya terbilang cukup sering mengambil foto awan. Entah pengaruh masa lalu yang sering duduk di genteng sambil lihat langit atau bisa jadi pengaruh di bawah sadar (psikologis). Kalau melihat awan yang menggumpal-gumpal atau bentuk yang unik, hati saya menjadi antusias dan sangat senang.

Foto awan ini diambil waktu saya dan saudara-saudara jalan menggunakan kendaraandi seputar Jalan Braga. Tepat hari terakhir di tahun 2017. Di sebelah kiri saya ada bangunan peninggalan kolonial yang kini sudah dimanfaatkan fungsinya oleh Kimia Farma dan Starbucks Coffee. 


Saya tadinya merasa tersentuh begitu melihat Starbuck mengambil alih sebagian bangunan itu yang tadinya seluruhnya digunakan oleh apotek Kimia Farma. Suasana kafe percampuran klasik dan modern menjadi terlihat unik dan eksotik. Bangunan itu tidak banyak berubah, tapi rasa Eropa dan rasa lokal memberi energi yang romantik.

Siang itu cuaca seperti pukul 09.00 WIB pagi, tapi sebenarnya sudah jam 11.00 WIB. Cuaca adem dan matahari yang cerah-hangat membuat awan di atas atap bangunan kolonial ini sangat indah dan kuat. Saya langsung buka jendela mobil, dengan cepat awan itu segera saya ambil gambarnya. Ada yang sedeikit bergerak, ada yang masih ada terlihat bengkok, cembung sampai akhirnya dapat yang agak lumayan seperti foto ini. Meskipun segitu, tapi bahagia. Seperti mencoba semangkuk ice cream rasa vanila.

Ada ayat yang sangat puitis tentang awan di salah satu ayat Al Quran:

“Allah-lah yang mengirimkan angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allah membentangkannya di langit menurut yang Dia kehendaki, dan menjadikannya menggupal-gumpal, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila Dia menurunkannya kepada hamba-hamba-Nya yang Dia kehendaki tiba-tiba dia bergembira.” (Ar-Rum (Bangsa Romawi), ayat 48)



Postingan hari ke-5



Objek burung yang di dalam sangkar ini saya temukan di sepanjang Jalan Asia Afrika seberang Pasar Kembang. Saya terpikat begitu saja, seekor burung yang malang. Dia tentu ingin terbang ke langit, ke atas atap, bermain bersama kabut dan awan-awan. Pagi itu saya melihat burung itu seperti tengah berdoa. Paruhnya menghadap tepat ke atap sebuah kubah masjid. Burung yang religius, bisa jadi lebih religius dari manusia seperti saya.

Saya ambil foto ini ketika mencari beberapa gelas Kopi Purnama untuk si seruput ramai-ramai di hotel tempat kami menginap. Kebetulan hotelnya tepat di sebelah Jalan Alkateri Bandung. Sementara kakak-kakak, anak-anak dan para keponakan tengah berenang di lantai atas hotel. Saya dan suami berburu kopi ke Kopi Purnama dan beberapa tangkup roti kukus. Sayangnya warung kopi itu tutup sampai 3 hari pertama di awal tahun. Lumayan bikin pedih hati. Haha!

Tapi satu sisi, saya mendapatkan suasana jalanan lengang yang menyisakan kegembiraan dan percampuran sepi malam di akhir tahun. Bisa jadi, menyisakan banyak luka mendalam. Sisa sampah, orang-orang yang tak punya rumah, masih tidur di pingggiran toko dengan bajunya yang kumal.

Akhirnya saya dan suami foto-foto di depan graffity dan menemukan seekor burung yang menghirup udara hari pertama di tahun 2018 di balik sangkar. Sementara pemiliknya merasakan kebebasan dan kebahagiaan suara burung. Mungkin pemiliknya rindu pepohonan dan suasana perkampungan. Sehingga dia memelihara burung malang untuk menentramkan hati dan menciptakan suasana alami.



Postingan hari ke-6


Melihat objek pohon dan lampu ini seperti sepasang sahabat. Ada keakraban yang melekat diantara keduanya. Mereka seperti tengah berbincang ringan tentang cuaca, binatang yang kerap hinggap, orang-orang yang berjalan tenang dan bergegas diantara mereka.

Objek ini saya ambil ketika mendapat undangan acara Workshop Jurnalistik Pemula yang diadakan oleh Diskominfo Bandung di Kampung Sampireun Garut. Kesempatan ini berlangsung di akhir tahun 2017, serasa mendapat hadiah akhir tahun. Sudah lama sekali saya ingin ke Kampung Sampireun, tapi baru kali ini saya dapat kesempatannya, itupun sambil bekerja dan dapat ilmu.



Postingan hari ke-7



Foto sepasang eskalator ini diambil waktu saya melakukan kontrol rutin ke Rumah Sakit Santosa. Sore, jadi irang-orang mulai menepi, tidak begitu banyak. Meskipun mulai agak sepi, tapi setiap mengambil gambar ada saja orang yang naik maupun turun eskalator jadi. Nunggu momen sepi, tanpa manusianya cukup alot. Tapi ini pengalaman seru sambil nunggu antrian dapat obat yang cukup lama.

Kenapa saya ambil eskalator ini, saya fikir unik aja. Rasanya dramatis, sepasang eskalator yang bekerjasama menolong orang naik maupun turun ke dua tempat yang berbeda. Begitu tenang, begitu sabar.

Hidup perihal membaca. Membaca benda-benda bergerak dan berdiam dengan haknya. Lalu petik makna dibaliknya.

Salam.

Bandung, 12 Februari 2018
@imatakubesar
Beberapa hari lalu saya dapat tantangan dari Teh Puji Lestari untuk posting foto di akun facebook. Aturannya foto hitam putih, tidak pakai caption, tidak ada manusia selama 7 hari berturut-turut. Setiap kali posting, saya harus menantang 1 orang lain untuk melakukan hal yang serupa. Ada yang menerima tapi ada juga yang tidak.

Teh Puji ini adalah kakak angkatan waktu saya baru daftar unit kegiatan teater di kampus Unisba (STUBA) tahun 1997. Di STUBA ini banyak proses yang dilewati, ada diklat kampus dan alam. Melalui diklat ini banyak yang dipelajari, tentu selain seni peran kami dikenalkan seni make up, kostum, musik, tata cahaya, tata suara, artistik panggung, segala unsur yang membuat pertunjukan seni panggung jadi menarik. Secara tidak langsung, setiap hati, pikiran, tubuh, jadi lebih terasah dan peka dalam melihat bentuk.

Melalui Teh Puji dan kakak-kakak lain, ilmu seni pertunjukan saling ditularkan sampai akhirnya masing-masing menemukan passionnya ada dimana.

Kembali ke tantangan posting foto, saya sendiri selalu ngerasa jadi seru dan asik kalau dapat tantangan seperti ini. Lensa smartphone dibersihkan, lalu coba-coba foto sana sini membuat si mata dan hati jadi lebih jeli melihat sekeliling. Ternyata semakin kita melihat sekeliling, ada saja pemandangan yang unik dan sering luput dari penglihatan meski kita sering melewatinya.

Nah, kita mulai ya ada apa dibalik 7 foto yang saya ambil dan posting di akun saya di facebook:

Postingan hari ke-1


Foto: Ima

Nah, foto rangka pagar ini saya ambil begitu sedang meredakan diri di pinggir jalan pagarsih, seperti biasa berdebu, banyak angin, awan gelap tapi suhu terasa panas. Ada 10 lembar gulungan kertas samson ukuran A0 di pundak. Saya nyalakan data internet untuk pesan ojek online. Begitu nyala, muncul notifikasi dari Teh Puji untuk posting foto. Jadinya, adrenalin saya naik lagi. Saya gak jadi pesen ojek online, tapi jalan kaki sampai perempatan Pagarsih-Astanaanyar.

Di sepanjang Jalan Pagarsih Bandung yang tidak begitu lebar untuk memfasilitasi orang-orang berkendaraan dan pejalan kaki. Semakin kita jeli, semakin kita bisa melihat pergerakan kehidupan dan industri yang menarik. Kehidupan manusia yang serba cepat dan dikejar tenggat waktu. Jalan Pagarsih merupakan daerah percetakan yang letaknya ada di pusat kota, dekat ke Pasar Baru, Masjid Agung, dan titik terminal seperti Tega Lega dan Leuwi Panjang.

Tiap toko memfasilitasi berbagai kebutuhan. Ada yang hanya menjual kertas, ada yang menerima pembuatan cetak undangan, buku yassin dan berbagai media kit, ada yang hanya membuat plat, jual beli berbagai jenis kertas dengan ukuran A0. Kita juga bisa minta potong kertas sesuai ukuran yang dibutuhkan.

Nah, buat orang yang suka bikin notebook, kalender, undangan, poster, kartu nama, stiker, pin, undangan, daerah ini salah satu surganya bikin media kit hingga dus makanan. Sekitar tahun 2004-2009 saya sering sekali kesana dalam rangka urusan bikin plat, beli kertas sampai cetak mencetak poster. Sekarang mah tujuan saya kesana mau cari kertas ukuran A0 untuk kebutuhan suami menggambar.

Jalan ini merupakan daerah yang cukup padat, bahkan jadi rawan banjir tapi sangat produktif.



Postingan hari ke-2

Foto: Ima

Foto ini saya ambil ketika sedang rehat perjalanan dari Bandung-Subang (Nagreg).  Rupanya, tempat saya duduk-duduk ada kios yang jualan beragam tas antik seperti kaneron, iket, baju khas sunda, dll.  Begitu melihat pajangan jualan itu, saya ingat Bapak.  Ya, Almarhum Bapak yang giat bekerja di pasar, dengan tumpukan ayam jantan dan unak aniknya.  

Kaneron ini punya banyak kisah, kamu bisa melihat Bapak ceria, berenergi dan banyak bicara kalau sedang di pasar. Di rumah, dia sangat pendiam, sukanya nonton tinju Mike Tyson di TVRI dan dibacakan koran Pikiran Rakyat tentang perang Iran-Irak sampai beliau tertidur.

Almarhum Bapak suka menggunakannya kalau bekerja jual beli ayam di Pasar Baru. Beliau dibangunkan pas jam 22.00 WIB, kalau lewat sedikit dia akan marah-marah dan serba terburu-buru. Itu artinya, jam 21.30 WIB kami harus membuat air panas untuk mandi dan wudhu, dan isi kaneron yang tidak dimasukan dulu. Tas ini gunanya membawa bon, spidol, uang untuk bayar ke suplyer ayam dan baju ganti. Baju gantinya ada celana pangsi, kaos swan, baju koko, sarung dan syal.

Selain itu, saya biasanya dengan Iyang (kakak perempuan) pergi ke rumah supir Bapak untuk membangunkan dan datang ke rumah. Dia harus segera menyiapkan mobil bak dan beberapa barang yang hasru dibawa ke mobil. Bapak sangat mempercayainya. Setelah Bapak siap, biasanya kami mengantar ke pinggir jalan, sampai Bapak naik mobil bersama supir menuju gudang. Dan saya pun kembali ke rumah.

Tak hanya saya yang suka antar bapak ke jalan, biasanya gantian. Kalau tidak ada Dede, berarti saya yang antar ke jalan, Teh Bibo dan Iyang.

Selain itu, aktifitas Bapak tak pernah lepas dari shalat, doa, bekerja, bekerja, bekerja. Bahkan untuk menyembelih ayam, beliau harus punya wudhu. Jangan tanya dia pernah beli apa dari kerja kerasnya, dia tidak tahu. Jangan tanya dia pernah jalan-jalan kemana, kecuali harus datang ke suatu kota itupun karena pernikahan anak-anaknya. Jangan tanya biaya untuk sekolah, kuliah, makan anak-anaknya, dia tidak tahu. Tapi kami 16 anak-anaknya dan mantu, 90-an (bisa jadi lebih) cucu dan buyut semua sekolah bahkan punya tempat tingggal.

Melalui Bapak, saya banyak belajar dari diamnya, banyak bekerja, sedikit bicara, banyak doa dan tepat waktu.



Hari Ke-3

Foto: Ima

Ruko. Ini foto yang saya ambil di Jalan Kebon Jati Bandung, bangunan semacam ruko yang sudah ada sejak zaman Belanda. Rupanya, kalau kita semakin memperhatikan setiap detil ruang-ruang, bangunan, jalan-jalan, ada saja sesuatu dan selama ini tidak begitu terperhatikan. Keindahan, keunikan, kadang dibutuhkan kepekaan diri dan bisa jadi kebutuhan ketika ada stimulus seperti tantangan memposting foto-foto.

Foto bangunan ini, saya ambil begitu beres antri bpjs lalu daftar ke poliklinik di Rumah Sakit Santosa. Kebetulan saya berangkat dari rumah jam 05.00 WIB untuk ambil nomor bpjs, baru beres antri jam 09.30 wib lalu daftar ke poliklinik. Kebetulan hari itu dokter praktek jam 15.30 wib, jadi saya memilih pulang dulu ke Ledeng. Jarak yang tidak begitu jauh, kalau naik motor, hanya sekitar 20 menit sudah sampai. Sementara kalau naik angkot sekitar 40 menit. Lumayan lah, di rumah bisa ngerjain banyak hal. Seperti beli sayur, masak, main sama anak-anak, istirahat sebentar.

Nah, bangunan ini sudah ada sejak saya masih kecil, itu sekitar 39 tahun lalu. Ada yang jualan bako, sendal, batik, dll. Ingatan mulai samar-samar, seolah saya mau menyeberang jalan dari arah terminal bersama kakak yang mau nyusul Amih ke pasar. Masa itu, mungkin seumuran Bayan sekitar 5-7 tahun, saya sangat senang dibawa ke pasar. Tidak hanya melihat suasana jual beli, tapi kalau los mau tutup, saya suka diajak Amih jajan makanan pasar.

Pagi itu, ada yang menarik dari ruko itu. Bangunan serupa itu berjajar ada 4 bangunan dengan ukuran dan bentuk yang sama. Bedanya, ada yang terawat ada yang tidak terawat. Seperti juga manusia, jiwanya sama tapi ada yang

Bedanya, banguan yang satu di cat rapi, dipelihara. Bangunan yang satunya lagi dibiarkan kusam. Sama seperti manusia, jiwa kita sama, bedanya ada yang dipelihara, diperbaiki, didisi tapi ada yang dibiarkan berkarat, keras dan kusam.

Postingan ini saya sudahi sampai hari ke-3, selanjutnya postingan hari ke-4 hingga ke-7 di Cerita di Balik Foto #2 biar bacanya tetap asik (pede, hahhaaaa...).


Bandung, 6 Februari 2017

@imatakubesar