|
Gambar karya Pidi Baiq, mix media: cat dan canvas. Foto: Ima |
Ya, saya percaya bahwa apapun yang kamu kerjakan terus-menerus akan membuka banyak pintu dan jendela rezeki. Rezeki di sini tidak melulu masalah materi, tapi kesempatan yang membuka wawsasan, jaringan pertemanan, pengalaman spiritual berkomunikasi, jalan-jalan dan menganlisa lingkungan. Serunya nge-blog, kamu bisa posting dan membangun wacana apa saja. Dari hal yang kecil bagi kelompok lain dan berarti untuk hidup kamu.
Saya tahu blog itu sekitar tahun 2002-an, jaman membangun pergerakan literasi di kalangan sendiri lalu saling menularkan energi dan menjamur. Berkomunitas menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat perkotaan dan lingkungan kampus.
Blog yang saya baca seputar media kebebasan berfikir dan membangun jejaring komunitas-komunitas. Dari komunitas teater, film indie, musik indie, dan kegiatan literasi yang membangun gerakan literasi di lingkungan komunitasnya. Mereka menuangkan cerita-cerita kegiatan seputar komunitas, pertemanan, gerakan sosial, membangun gerakan-gerakan kecil sehingga memberi energi yang banyak buat lingkungan yang lebih luas.
Beberapa yang saya ingat, gerakan yang dilakukan oleh komunitas seniman musik Punk yang kerap melakukan gerakan Food Not Bomb. Mereka kerap mengumpulkan makanan-makanan sisa tapi masih layak makan dari supermarket maupun hotel, lalu masak bersama untuk dibagikan kembali atau dimakan bersama. Intinya, dari pada membuat pertempuran lebih baik membuat makanan.
Lalu muncul komunitas literasi yang kerap berdiskusi tentang penulis Pramoedya Ananta Toer. Jaman pemerintahan Orde Baru, hasil karyanya tidak boleh diterbitkan. Tapi tahun 2002-an, penulis Pram kembali muncul dan karya-karyanya mulai banyak dikenal dan dibahas oleh berbagai kalangan. Dengan munculnya toko buku berbasis komunitas, menjadi energi-energi kontemplatif bagi komunitas kecil untuk terus bergerak.
Saat itu, komunitas dengan berbasis hobi kerap dinomorduakan di llingkungan masyarakat. Dengan ‘perangkat’ literasi di media sosial inilah yang menjadi magnet satu dengan yang lain saling terhubung, saling terkoneksi, saling bekerjasama, membanggun ruang-ruang hidup.
Dengan munculnya teknologi yang berkembang saat itu (2002-2005), seperti blogdrive, multiply dan grup-grup komunitas di satu badan email. Sekarang blogdrive dan multiply sudah tidak ada, juga jangan tanyakan friendster, hehe... Media sosial memberi dampak yang menarik, sebuah ide kecil dari tulisan individu dapat menjadi gerakan besar sebuah komunitas. Kekuatan komunitas ini, saling memberi pengaruh untuk melakukan langkah-langkah. Ide yang hadir dilam rangkaian tulisan dan tindakan yang di posting di media blog, mempercepat informasi membangun pergerakan satu, dua, tiga orang yang memiliki visi dan minat yang sama. Memberi keyakinan bahwa tindakannya memberi dampak gerakan tertentu.
Blog merupakan ruang personal, tapi begitu semua orang bisa mengakses tulisan tersebut, maka ide dari tulisan di blog-nya menjadi milik siapapun untuk bertindak, berlaku. Maksud milik siapapun disini adalah ketika dia membaca, setiap kalimatnya bisa menjadi bagian yang menghidupi pola pikir dan sikap hidupnya. Tulisannya memberi pengaruh, tapi ada juga yang menganggapnya biasa saja.
Mungkin, paparan bla bla di atas, bisa jadi awalnya niat menulis hanya menumpahkan pikiran. Tak disadari tulisannya ternyata memancing dan menyetuskan banyak pergerakan, termasuk salah satunya muncul komunitas yang di garap oleh para ibu, yaitu KEB (Komunitas Emak-Emak Blogger).
Beberapa tahun terakhir ini, ruang menulis di media blog banyak dipegang oleh para Ibu. Ada Ibu yang bergerak di rumah, ada yang bergerak di kantor dan rumah, ada pengusaha, dll. Menulis menjadi ruang hati, pikirannya, langkah menjadi luas, terasah untuk menganalisa berbagai situasi sosial yang muncul di media informasi. Ibu bisa menjadi media penyaring informasi yang masif terjadi, kini.
Lalu, gimana acaranya biar kita konsen nge-Blog?
Saya sendiri masih naik turun nulis di blog. Buat emak-emak dengan anak 2 yang masih kecil-kecil, konsentrasi dan mendapatkan suasana menulis yang enak itu “mahal” sekali. Butuh perjuangan dan latihan. Tugas Ibu di rumah itu banyak sekali, mendidik anak-anak, menjaga kebersihan, menyiapkan makanan sehat, membangun suasana rumah tetap nyaman dan ceria. Lalu ngapain cape-cape meluangkan waktu untuk menulis di blog?
Nah, ini misterinya. Saya juga tidak tahu, yang jelas begitu menyelesaikan satu tulisan, rasanya bahagia dan muncul rasa berharga. Isi kepala dan hati terasa lebih luas, ketika saya menulis tentang anak, artinya, mau tidak mau saya kembali membaca, berdiskusi. Menulis menjadi kepala lebih terisi dan lebih ringan dalam menjalani tanggung tawab sebagai Ibu. Menjadi emak blogger menjadi salah satu jalan mendapatkan solusi persoalan anak-anak dan rumah tangga.
|
Foto: Ima |
Nah, diatas semua prioritas keluarga (halah, glek!), kita harus berdamai dengan beberapa hal di bawah ini agar (katanya bisa tetap) konsen dan fokus dalam mengelola postingan di blog:
1. Waktu
Betul, menulis itu butuh ruang dan waktu khusus. Dalam menentukan waktu menulis untuk para Ibu ini beragam. Ada beberapa Ibu memangkas waktu tidurnya, bangun malam sekalian tahajud lalu menggunakan sepertiga malamnya untuk menulis hingga waktu subuh. Selesai subuh dilanjut mengurus kebutuhan keluarga: makanan, kebersihan rumah dan antar jemput sekolah.
Tapi ada beberapa Ibu yang memanfaatkan waktunya di pagi hari ketika anak-anaknya sudah mulai sekolah. Tapi ada juga yang menulis kapan saja ketika ada waktu kosong dan mood nya sedang bagus, dia bisa menulis dalam keadaan apapun. Bahkan sambil menunggu masakan matang pun, bisa menulis.
Masalah waktu ini berkaitan erat dengan konsentrasi masing-masing Ibu. Ini bisa dilatih dengan komitmen untuk menulis di waktu yang sudah ditentukan sendiri.
Situasi seperti ini tentu engga aneh lagi: anak-anak sedang bermain lari-larian, teriak sana sini dan menaburkan banyak mainan di tengah ruangan. Godaan untuk membereskan mainan dan energi “bertanduk” untuk ngomel ke anak-anak itu cukup sering. Anak-anak tetaplah anak-anak, dunianya adalah bermain. Kadang saya biarkan saja mereka bermain dan saya sendiri fokus pada tema dan proses menulis yang sedang dikerjakan.
Kalau perlu dicatat poin-poin apa saja yang melintas di kela kita, kalau-kalau si anak butuh bantuan dadakan seperti cebok atau dia menumpahkan air di lantai. Begitu selesai urusan dengan anak-anak, kita bisa kembali melihat catatan lalu membangun konsentrasi yang tertunda. Percis seperti kita jadi aktor panggung, kita harus tetap konsentrasi ketika duduk di sayap panggung dan siap begitu masuk panggung untuk memainkan emosi di adegan yang dibutuhkan.
2. Tentukan Tema Tulisan
Tangkap ide tulisan dari kegiatan dan lingkungan terdekat kita. Itu bisa membantu otak kita tetap bemain-maian dengan logika berfikir dan hati kita. Secara tak sadar, kita akan mulai menganalisa, memetakan masalah dan bermain-main dalam memikirkan sebuah “kasus”.
Otak yang berfikir, akan mendekatkan kita pada berbagai solusi dan penemuan-penemuan dalam menyelesaikan masalah. Misalnya ketika kita menemukan masalah di diri kamu dan anak-anak, katakanlah anak-anak ingin bermain pasir. Tapi karena di Bandung tidak ada pantai dan butuh dana besar untuk ke pantai akhirnya pergi ke tempat bermain di sebuah mall dekat rumah. Tak hanya itu, anak-anak membutuhakan ruang bermain yang berbeda agar kebutuhan fisik dan mentalnya terolah dan terpenuhi. Pengalaman kita bisa menjadi salah satu cerminan dan media koreksi untuk diri sendiri.
3. Baca Buku
Ide tidak akan hadir begitu saja jika kita berkutat dengan aktifitas yang itu itu saja. Otak dan hati kita butuh diasah dan referensi yang banyak. Kalau kamu ingin tulisannya asik dan matang, maka rajin-rajinlah membaca. Di bawah alam sadar kita, kita mengolah, mengemas, mengunyah, menyimpan semua kata-kata, logika penulis, energi alur cerita, satu persatu referesi terkumpul dan terolah dengan sendirinya dan menggiring logika berfikir kita. I
Jadi, baca buku itu penting. Media baca ini banyak, bukan hanya buku tapi website, berita-berita di berbagai media sosial, otomatis akan menggiring pikiran kita untuk menangkap, menyaring dan mengolahnya saat dibutuhkan.
4. Terus Menulis
Pisau tajam tidak akan menjadi bertambah baik jika tidak diasah. Begitupun menulis di blog. Menulis menjadi proses yang berat jika tidak diolah dan dilatih terus menerus. Meskipun tidak sedang mood, maka tulisalah apapun yang terlintas, apa yang dilihat, apa yang dirasa. Mungkin susunan kata akan terlihat kacau, tapi disaat mood sudah rapi lagi, maka dengan sendirinya menulis seperti air yang mengalir.
5. Ajak Sahabat Dekatmu Menjadi Pembaca Pertama
Diawal-awal saya menulis, bahkan sekarang pun, saya suka kasih link ke teman dekat untuk membaca tulisan saya dan minta masukan dari dia. Tapi bukan berarti pendapatnya adalah fatwa, ketika dibilang tak bagus kita menjadi patah semangat dan menganggap bahwa tulisannya tidak layak baca. Singkirkan pikiran itu, tapi setidaknya dari 1000 friendlist kita, ada 1 orang yang mau baca tulisan kita, biar happy. (hahhahaaaaaa....)
6. Ikut Komunitas Blog di Media Sosial
Dulu, saya cuek sekali, tidak ikut komunitas blog di media sosial dan cenderung berfikir kalau menulis ya menulis saja. Ada yang baca sukur, gak ada yang baca juga gapapa. Tapi kali ini beda, dengan ikut beberapa komunitas blog meluaskan pandangan dan membuka banyak pintu rezeki. Tak hanya rezeki materi tapi memberi pandangan tentang cara bersosialisasi, perkembangan informasi yang tidak muncul di media cetak dan media umum lainnya.
Biasanya saya menulis seenak hati dan seingetnya. Kadang sebulan sekali, kadang beberapa bulan tidak posting lalu nulis lagi. Tapi dengan ikut grup blogger, energi menulis itu jadi lebih tinggi. Tak hanya menulis, tapi bagaimana mengelola blog agar tetap enak dibaca dan mempunyai “daya pikat”. Pemicunya menjadi banyak, grup blog ini bisa menjadi bahan bakar agar kita tetap asik menulis dan mengembangan kreatiftas. Tak hanya menulis, tapi mengolah kemampuan, buka buku lagi cara menulis dan memberi manfaat di lingkungan kita.
7. Menjaring Pertemanan
Secara tidak langsung, tulisan-tulisan kita akan menemukan sendiri pembacanya. Bisa dari blogger juga atau teman-teman kita yang senang membaca tulisan yang diposting di blog. Perkembangan teknologi ini memudahkan kita untuk tergabung dengan orang-orang yang punya minat dan antusias yang sama. Ketika wacana bergulir, satu persatu akan mendukung atau ada juga yang bersikap sebaliknya. Tak perlu jadi masalah ketika menemukan orang yang berbeda pandangan.
Menulislah, maka kamu hidup. Banyak hal yang kita lupakan dan lewat begitu saja karena kita tidak menuliskan kehidupan diri dan lingkungan sekitar. Padahal bisa jadi setiap pertemuan dan kejadian memberi pelajaran kehidupan yang luar biasa. Dengan menulis, kita bisa belajar pada sejarah diri dan belajar pada proses hidup. Banyak kehidupan yang kita alami tidak dialami oleh orang lain, begitu pun apa yang kita lihat belum tentu bisa dilihat oleh orang lain. Sementara apa yang kita lihat, rasa, dengar, bisa jadi tidak berharga buat kita tapi sangat bernilai buat orang lain.
#KEBloggingCollab
Bandung ,7 September 2017
Imatakubesar