Kerumitan cerita diramu menjadi penuh kegelisahan, romantis, berikut kaya pengolahan bentuk adegan. Karena tidak melulu menceritakan cinta mereka yang menggebu, tapi justru komplesitas cinta mereka dipengaruhi dengan kondisi sosial disekitar pertumbuhan mereka. Seperti kondisi ekonomi keluarga, perubahan jaman, suasana latar kereta angkut pohon tebu, reruntuhan candi juga bangunan tua lainnya berusaha menuturkan efek/memberi pengaruh pada sudut pandang kehidupan mereka saat itu.
Suguhan Film yang Lezat
Dalam film ini, penonton akan disuguhi setting film yang menarik emosi kita menuju masa ke masa, suasana perumahan sisa peninggalan Belanda, musik khas, pakaian, kendaraan, acara film, mobil pada jamannya. Saat Rumi dan Yulia kecil, kita akan tahu bahwa mereka berada di tahun 70-an, dengan simbol musik Indonesia tahun 70-80-an dengan mengangkat lagu klasik Indonesia menggiring emosi penonton. Artistik lainnya yang memperkuat suasana film ini, dapat dilihat dari jenis televisi seukuran kardus, layar berwarna hitam putih dan program televisi hanya TVRI dan poster film layar lebar Indonesia karya Teguh Karya berjudul Cinta Pertama yang fenomenal di jamannya dan menjadi animo remaja saat itu. Pun terlihat dari kostum pemain saat gaya hidup saat itu, para remaja terkontaminasi gaya celana cutbray dan jenis lagu rock and roll seperti band The Doors. Ketertarikan pada sastra roman saat itu pun mempengaruhi gaya berpuisi dalam mengungkapkan kegelisahan jiwa.
Perubahan jaman dan budaya, mempengaruhi transisi sosial komuni kecil yaitu keluarga. Berawal dari kondisi ekonomi yang tak menentu, serangan usaha asing yang mau tidak mau melahirkan gaya hidup berbeda, sehingga menumbuhkan orang-orang gelisah dan cinta yang datang-pergi.
Dalam beberapa scene, kita bisa menikmati adegan drama komedi yang manis, memancing tawa yang rumit. Kadang beberapa adegan yang dibuat hiperbola dengan kadar yang pas dan enak dinikmati seperti manisan setup jambu. Jenis kelucuan yang sederhana, sedikit dan menghangatkan.
Adegan paling suka yaitu ketika Yulia dewasa dan berkuliah, dia ikut sebuah latihan teater di kampusnya. Ketika dia lupa dialog, ternyata yang jadi juru pembisiknya adalah Rumi. Teman masa kecil-remaja yang sudah lama tak ada kabarnya. Lalu, mereka malah beradu dialog dibalik panggung, si sutradara teater malah membuat gimik dengan memberi cahaya, sihuet bunga-bunga dan musik romantis. Ini adegan paling lucu, keren, juga satir. Artistik panggung pun berupa ranjang besi di tengah panggung itu mengingatkan saya pada pertunjukan teater Inggit Garnasih beberapa tahun lalu.
Tidak hanya adegan itu yang bagus, banyak lagi kekayaan rasa dalam gaya mengambilan gambar dalam memainkan film ini terlihat asik, legit dan melonjak-lonjak. Kamu harus nonton dan rasakan akibatnya. Kalau saya merasa harus menonton satu kali lagi, mungkin beli CD nya ketika saat kangen, bisa ditonton ulang. Ini salah satu film Indonesia yang bagus dan harus di koleksi.
Bandung I 6 Februari 2016
Imatakubesar