Jam 10 pagi perut mulai
lapar lagi, saya pergi ke ruang tengah dan memeriksa lemari satu persatu. Aha! Ada sachet Up Hot Dark Chocolate. Sepertinya bakal enak nih menyeduh dan sruput-sruput minuman cokelat di cuaca agak mendung
dan perut mulai meriang. Katanya minum
cokelat hangat seperti ini paling pas di waktu pagi, pas kehilangan ide, sedih
dan ingin rileks. Saya memang lagi laper
dan mood pagi ini agak-agak jelek. Up! Bergegas membawa gelas kramik, segera menyeduhnya dengan air panas sekitar 150
ml. Mungkin agak lebih sedikit juga
airnya, karena saya suka dengan rasa cokelat yang lebih pekat. Hmmm… harum cokelatnya terasa jelas, beda dan
dalam. Campuran air dan bubuk kakao di
kocek, bubuknya perlahan larut, weits! Terlihat
sensasi kakao yang kental dan lekat.
Aduh, makin tidak sabar segera meneguknya.
Foto: Imatakubesar |
Untuk melengkapi minuman cokelat panas ini saya ambil sepotong kue pancong, rasanya yang manis dan klasik siap menemani sisa pagi saya. Perpaduan yang pas, khas cokelat pahit dengan manis samar-samar dilengkapi dengan kue pancong manis dan padat. Ah, sayapun kembali ke depan laptop sambil sesekali menyeruput minuman cokelat ini. Barangkali karena efek Flavanol pada dark chocolate, tiba-tiba ingatan saya melayang pada mama mertua yang senang menanam pohon, salah satunya menanam biji cokelat atau cocoa di kebunnya. 5 tahun lalu waktu saya melahirkan Alif anakku yang pertama, Mama bilang sama suami mau menanam biji pohon cokelat sebagai tanda kelahiran Alif. Bahagia rasanya, seperti penyatuan manusia dan alam, ada tanda keterikatan satu dengan lainnya.
Menanam jenis pohon ini
memang cocok di kampung halaman suami di Desa Kadupandak Banjar Pandeglang,
karena merupakan daratan tinggi dan masih banyak lahan yang luas jadi cocok
untuk ditanam pohon-pohon seperti itu. Dari pohon kelapa, pohon karet, sukun, duren, padi, jagung, jambu air,
dan banyak lagi. Biasanya Mama sering menengok
kebun cokelat ini sambil silaturahmi dengan tetangga, sepulang dari kebun,
beliau bawa beberapa butir buah cokelat lalu dibelah, biji-bijinya dicuci dan
dijemur. Setelah kering, biji-biji
cokelat tersebut dijual ke penampungan di pasar, sebuah proses yang arif dan
panjang. Beruntungnya berada di negera tropis,
apapun bisa ditanam. Bisa jadi kondisi alam stabil seperti ini, berdasarkan
data UN Food & Agriculture Organization (FAO) 2012, membuat Indonesia
sebagai penghasil kakao ke-2 di dunia setelah Pantai Gading (negara di Afrika)
dengan produksi per tahun mencapai 936 ton.
Saking indah dan
sejuknya, sesekali saya suka menyempatkan diri untuk bersepeda keliling
desa. Melewati hamparan sawah, perumahan
penduduk dan pepohonan yang super rindang.
Kehidupan disana masih terjaga, meskipun sesekali suka terdengar suara
mesin gergaji pohon untuk memotong pohon
dan dijual. Kejadian ini suka membuat
sedih, mungkin mereka melakukan ini karena butuh uang dan pohon jadi
satu-satunya yang menjadi mata pencaharian mereka.
Padahal, kalau mau
menangkap potensi kebutuhan masyarakat pada makanan, sebagai orang Desa bisa bersahabat
dan memanfaatkan alamnya untuk dijadikan bahan baku industri. Salah satunya buah kakao yang bisa diproduksi
sebagai bahan baku olahan cokelat seperti cokelat bubuk, cokelat permen,
cokelat bar dan lemak cokelat untuk industri.
Selain dapat menjaga keutuhan alam, desa akan lebih maju dan
kreatif. Belum ditambah dengan sokongan pendidikan
sekarang yang semakin maju dan luas, tentu penduduk bisa menghasilkan buah
cokelat yang berkualitas dan banyak. Ah,
imajinasi saya melanglangbuana kemana-mana, tentang desa dan pergerakannya yang
terlihat perlahan. Karena, kebanyakan
penduduk desa lebih memilih pergi ke kota untuk mengais rezeki. Jangan-jangan polifenol kandungan yang
terdapat dalam cokelat ini ikut andil menghasilkan ide baru yang kreatif. Hmmm…
Sambil menyantap
sepotong kue pancong dengan cita rasa kue klasik dipadukan minuman cokelat
hangat pahit. Minuman cokelat menyebar
ke setiap sudut lidah, membuat tubuh terasa lebih hangat dan bersemangat
semakin terasa suasana pedesaan para petani cokelat. Pergerakan para penduduk dengan alat-alat
taninya, embun yang masih membasahi pepohonan dan rumput, matahari hangat dan bersih,
imajinasiku terbawa untuk berfikir siapa yang menyangka dari tangan-tangan
dingin pecinta tanaman seperti mama membuat siapapun bisa menikmati Hot Dark
Chocolate pagi ini.
Foto: Imatakubesar |
Bahkan, minuman instan sachet yang praktis ini biasanya selalu dibawa sebagai minum yang bisa diseduh dimana saja. Asal ada air panas, minuman cokelat ini siap tersaji untuk melengkapi suasana hati lebih Up dan bersemangat. Bisanya, para pekerja, pecinta alam, para traveler selain membawa camilan dan makanan berat, minuman sachet instan selalu diselipkan untuk melengkapi suasana-suasanya tertentu dan menambah energi untuk badan. Bagi traveler, selain mambawa botol minuman mineral biasanya wajib membawa termos kecil sekitar ukuran 800 ml, karena bisa dibutuhkan untuk menyeduh minuman-minuman panas. Nyam! Jadi mau traveling bersama suami ke Bromo, Sukabumi, NTB, Balikpapan, Padang, someday, yah, someday.
Kadang-kadang, saat
saya makan dan minum, saya selalu membayangkan proses pembuatanya. Betapa sebuah proses alam dan manusia ini sungguh
luar biasa jenius. Minuman ini bisa
menularkan sebuah energi positif dalam tubuh manusia dengan beragam proses yang
tidak sederhana. Ada kebijakan air
hujan, cuaca panas, angin, binatang-binatang kecil yang menopang pohon ini
tumbuh subur dan menciptakan karya yang indah:
Up Hot Dark Chocolate. Hey! Bisa jadi, minuman yang saya teguk ini
ternyata bijinya berasal dari tangan dingin mama, pecinta tanaman, dengan mulut
dan hatinya tak henti berdzikir menghidupkan alam dan manusia.
@imatakubesar
27 Nopember 2014