Tiga
senyawa ini seolah punya hubungan yang khusus, saling mengikat dan mempengaruhi
satu sama lain. Musik dan makanan
memberi energi tertentu ketika kita mengkonsumsinya. Seringkali karakter orang pun bisa diketahui
dari selera musik dan makanan mereka konsumsi, yah bisa jadi begitu
karena musik berkaitan erat dengan rasa.
Rasa ini yang bisa menstimulus otak seseorang dalam melakukan pemikiran,
tindakan, dan sikap.
Mungkin
berlaku buat kebanyakan orang, setiap mengalami kejadian tertentu seolah selalu
ada musik yang memberi pembenaran atas dirinya.
Lebih heran lagi, kita engga memilih musik apa yang tepat tapi
ia tiba-tiba hadir, entah di angkot, ringtone telepon genggam seorang teman,
panggung festival atau pengamen yang tengah melantunkan dibalik gitarnya yang
tidak beraturan. Semua menjadi begitu
mendukung dan semakin menggila. Paling
sering berikatan adalah ketika jatuh cinta, seolah setiap orang tahu bahwa kamu
sedang jatuh cinta. Musik yang keluar
dari speaker supermarket, restoran, angkot, tukang ngamen, sesuai dengan
kondisi hati itu. Dan perasaan semakin menjadi-jadi
karena alunannya seolah memelihara kejatuhcintaan. Hati semakin menganga dan menari diantara
pepohonan dan angin. Lalu ketika patah
hati, musik pun membuat ritme jantung semakin
terbelah-belah. Dengan musik seringkali
membuat dejavu, membawa emosi dan suasana ke masa lampau.
Saya
ingat salah satu kakak yang pindah rumah ke kota Malang, dia bilang selalu waas atau timbul perasaan romatism saat
mendengar lagu sundaan. Suasana Bandung
menjadi terbayang dan melekat, jalannya, cuaca, makanan, saling sapa, riuh
pepohonan dan ragam bangunan-bangunan tua.
Lalu kerinduan itu jadi ada keinginan kuat terhadap selera lidah,
seperti pisang bolen, cilok, kripik, soes, makanan pasar. Kerinduan itu akhirnya harus dibayar mahal,
makanan-makanan camilan yang tahan lama bisa dikirim.
Lalu,
siapa yang tidak suka makanan? Karena
urusan perut ini, segala hal yang paling baik dan buruk bisa terjadi, suasana
semakin bertambah akrab dan hangat. Bagi
pecinta makanan, biasanya melahap makanan menjadi salah satu solusi seseorang
untuk menciptakan mood. Menikmati
makanan dan minuman yang enak bisa membuat pikiran menjadi lebih terbuka. Pengolahan rasa makanan mempunyai peran
penting dalam menciptakan suasana hati.
Ada kesatuan antara cuaca dan acara dengan makanan yang cocok untuk
menikmati. Menarik, ya. Seperti malam selepas hujan rasanya bandrek dan roti
bakar kukus menjadi enak untuk disantap.
Menghangatkan perut dan jiwa, lalu tumbuhlah keinginan untuk saling
bercerita dengan keluarga di teras balkon.
Atau pagi hari setelah lelah belanja di pasar, menyantap bandros dan
kopi panas sambil berbincang dengan sesama pembeli tentang harga bawang merah
yang sedang mencekik.
Tidak heran, makanan bisa menimbulkan karakter
budaya dalam sebuah kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, komunitas, pertemanan. Tidak
ada yang tidak menyukai makanan, sekalipun hanya sebungkus keripik yang bisa
menemani kesendirian perjalanan diatas bis.
Rasanya setiap “perayaan” selalu dilengkapi dengan menyajikan dan
menikmati makanan yang terbaik atas rasa.
Seolah sebuah bentuk penghargaan atas tubuh, hati dan fikirannya.
Persis
seperti perpaduan kopi, gula dan cream menghasilkan rasa yang tidak biasa:
mood. Rasa. Perpaduan alunan musik dan makanan ini
sesuatu yang ajaib. Ia ada seolah melahirkan
sebuah peradaban. Tiba-tiba teringat
komik Asterix. Cerita dalam komik ini
selalu membuat ngakak ditengah cerita
perpolitikan desa kecil yang kerap ingin dikuasai oleh pemerintahan Romawi. Diakhir cerita, pasti selalu ada makan-makan
besar sambil mengelilingi api unggun dan sorak sorai nyanyian. Begitupun ketika ada kelahiran seorang
bayi. Dalam Islam, dikenal dengan kekah
yaitu penyembelihan kambing atas rasa syukur dan kebahagiaan atas kelahiran
bayi. Dagingnya dibagikan untuk dimakan. Perayaan makan-makan ini, seolah menjadi pertanda
bahwa proses dalam menjalankan persoalan berhasil dituntaskan.
Sayangnya
di negeri ini, oh tidak, mungkin di lingkungan terdekat, masih menganggap
bahwa seni musik dan seni memasak adalah urusan yang sederhana. Setiap orang bisa mengolahnya, sebaliknya
saya fikir kedua seni ini lebih rumit dari seni hitung. Karena tidak semua orang mempunyai rasa yang
halus dan mampu merangkul banyak orang dan mengikatnya dalam satu rasa. Rasa senang, rasa jatuh cinta, rasa benci,
rasa nasionalisme. Ada kekuatan kata,
kekuatan hitungan yang dipaparkan melalui bahasa seni rasa ini. Bahkan ketika seseorang tidak mempunyai
kemampuan mengungkapkan perasaan, melalui musik dan makan, bisa menjelaskan
banyak hal dan menarik banyak energi.
bandung. 9april2013.i.am.ima