Rombongan burung dara mengepakkan sayapnya ke kerah barat.  Memainkan tarian oleh sayapnya yang kokoh diiringi nyanyian angin yang tak segan-segan ikut membuat awan seperti gelombang.  Bergaris-garis bahkan ada yang menggumpal-gumpal. 

Pagi ini begini bening.  Di luar sunyi.  Hanya beberapa kepala yang lewat, mahasiswa yang tidak pulang kampung mencari sarapan, anak kecil yang memainkan terompet sisa kemeriahan semalam, ibu muda yang menjemur bayi di halaman.  Tukang sayur tidak kunjung lewat, tukang bubur tidak juga datang.  Sepertinya mereka kelelahan menikmati seruan terompet dan hingar bingar petasan.
Pagi ini begini bening.  Ada yang tak peduli dengan pergantian tahun bahkan dia lupa usianya sendiri.  Ada ibu yang kesepian karena anak-anaknya mengganti ibunya di luar sana.  Ada bapak yang kesepian, karena anaknya memilih pergi daripada duduk bareng minum kopi berdua.  Ada saudara yang kesepian, karena saudara-saudaranya memilih teman-temanya sebagai saudara-saudaranya.

Pagi ini begini bening.  Ada yang hatinya penuh karena secangkir coklat hangat.  Ada yang hatinya penuh karena seorang bayi menangis disudut ranjangnya.  Ada yang hatinya penuh ketika dedaunan bergemerisik oleh damai sanga angin.  Ada yang hatinya penuh, ketika ia berhasil memutuskan pacarnya.  Ada yang hatinya penuh ketika ia memutuskan untuk tidur kembali.  Ada yang hatinya penuh ketika teh manis hangat menghangati relungnya.

Hey, sang pagi.  Pagi ini begini bening, waktu melahap pelan-pelan seperti siput yang berjalan tenang hingga tak ada yang menyadari perpindahannya.  Luapkan luka-luka lama menjadi milkshake, manis dan sejuk.

Hey, sang pagi.  Kabar apa yang ingin kau sampaikan pada sang sore.  Untuk pagi selanjutnya, selanjutnya dan selanjutnya agar malam dapat tidur nyenyak untuk kepakan sayap yang semakin kokoh dimudian waktu. 

Pagi, tetaplah bening oleh embunmu yang bening.  Membasuh lusuh.  Membasuh peluh.

Bandung.2013.i.am.ima


Tiga senyawa ini seolah punya hubungan yang khusus, saling mengikat dan mempengaruhi satu sama lain.  Musik dan makanan memberi energi tertentu ketika kita mengkonsumsinya.  Seringkali karakter orang pun bisa diketahui dari selera musik dan makanan mereka konsumsi, yah bisa jadi begitu karena musik berkaitan erat dengan rasa.  Rasa ini yang bisa menstimulus otak seseorang dalam melakukan pemikiran, tindakan, dan sikap.  

Mungkin berlaku buat kebanyakan orang, setiap mengalami kejadian tertentu seolah selalu ada musik yang memberi pembenaran atas dirinya.    Lebih heran lagi, kita engga memilih musik apa yang tepat tapi ia tiba-tiba hadir, entah di angkot, ringtone telepon genggam seorang teman, panggung festival atau pengamen yang tengah melantunkan dibalik gitarnya yang tidak beraturan.  Semua menjadi begitu mendukung dan semakin menggila.  Paling sering berikatan adalah ketika jatuh cinta, seolah setiap orang tahu bahwa kamu sedang jatuh cinta.  Musik yang keluar dari speaker supermarket, restoran, angkot, tukang ngamen, sesuai dengan kondisi hati itu.  Dan perasaan semakin menjadi-jadi karena alunannya seolah memelihara kejatuhcintaan.   Hati semakin menganga dan menari diantara pepohonan dan angin.  Lalu ketika patah hati, musik pun  membuat ritme jantung semakin terbelah-belah.  Dengan musik seringkali membuat dejavu, membawa emosi dan suasana ke masa lampau.

Saya ingat salah satu kakak yang pindah rumah ke kota Malang, dia bilang selalu waas atau timbul perasaan romatism saat mendengar lagu sundaan.  Suasana Bandung menjadi terbayang dan melekat, jalannya, cuaca, makanan, saling sapa, riuh pepohonan dan ragam bangunan-bangunan tua.  Lalu kerinduan itu jadi ada keinginan kuat terhadap selera lidah, seperti pisang bolen, cilok, kripik, soes, makanan pasar.  Kerinduan itu akhirnya harus dibayar mahal, makanan-makanan camilan yang tahan lama bisa dikirim.

Lalu, siapa yang tidak suka makanan?  Karena urusan perut ini, segala hal yang paling baik dan buruk bisa terjadi, suasana semakin bertambah akrab dan hangat.  Bagi pecinta makanan, biasanya melahap makanan menjadi salah satu solusi seseorang untuk menciptakan mood.  Menikmati makanan dan minuman yang enak bisa membuat pikiran menjadi lebih terbuka.  Pengolahan rasa makanan mempunyai peran penting dalam menciptakan suasana hati.   Ada kesatuan antara cuaca dan acara dengan makanan yang cocok untuk menikmati. Menarik, ya. Seperti malam selepas hujan rasanya bandrek dan roti bakar kukus menjadi enak untuk disantap.  Menghangatkan perut dan jiwa, lalu tumbuhlah keinginan untuk saling bercerita dengan keluarga di teras balkon.  Atau pagi hari setelah lelah belanja di pasar, menyantap bandros dan kopi panas sambil berbincang dengan sesama pembeli tentang harga bawang merah yang sedang mencekik.

 Tidak heran, makanan bisa menimbulkan karakter budaya dalam sebuah kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, komunitas, pertemanan.    Tidak ada yang tidak menyukai makanan, sekalipun hanya sebungkus keripik yang bisa menemani kesendirian perjalanan diatas bis.  Rasanya setiap “perayaan” selalu dilengkapi dengan menyajikan dan menikmati makanan yang terbaik atas rasa.  Seolah sebuah bentuk penghargaan atas tubuh, hati dan fikirannya.

Persis seperti perpaduan kopi, gula dan cream menghasilkan rasa yang tidak biasa: mood.  Rasa.  Perpaduan alunan musik dan makanan ini sesuatu yang ajaib.  Ia ada seolah melahirkan sebuah peradaban.  Tiba-tiba teringat komik Asterix.  Cerita dalam komik ini selalu membuat ngakak ditengah cerita perpolitikan desa kecil yang kerap ingin dikuasai oleh pemerintahan Romawi.  Diakhir cerita, pasti selalu ada makan-makan besar sambil mengelilingi api unggun dan sorak sorai nyanyian.  Begitupun ketika ada kelahiran seorang bayi.  Dalam Islam, dikenal dengan kekah yaitu penyembelihan kambing atas rasa syukur dan kebahagiaan atas kelahiran bayi.  Dagingnya dibagikan untuk dimakan.  Perayaan makan-makan ini, seolah menjadi pertanda bahwa proses dalam menjalankan persoalan berhasil dituntaskan.   

Sayangnya di negeri ini, oh tidak, mungkin di lingkungan terdekat, masih menganggap bahwa seni musik dan seni memasak adalah urusan yang sederhana.  Setiap orang bisa mengolahnya, sebaliknya saya fikir kedua seni ini lebih rumit dari seni hitung.  Karena tidak semua orang mempunyai rasa yang halus dan mampu merangkul banyak orang dan mengikatnya dalam satu rasa.  Rasa senang, rasa jatuh cinta, rasa benci, rasa nasionalisme.   Ada kekuatan kata, kekuatan hitungan yang dipaparkan melalui bahasa seni rasa ini.  Bahkan ketika seseorang tidak mempunyai kemampuan mengungkapkan perasaan, melalui musik dan makan, bisa menjelaskan banyak hal dan menarik banyak energi.   

bandung. 9april2013.i.am.ima


Saya tidak tahu harus memulai dari mana.  Setelah sekian lama tidak menulis untuk blog, (seperti biasa) laptop rusak lagi untuk kesekian kalinya.  Setiap ada projek (yang diciptakan sendiri) akan dimulai atau sedang berjalan selalu saja ada masalah dengan alat teknologi yang satu ini.  Untuk kesekian kalinya, keyboard harus diganti atau diperbaiki karena kebanyakan dieksplor sama anak saya.  Ya, saya engga bisa menyalahkan mahluk yang baru kenal dunia 3 tahun, ini keteledoran dan saya fikir anak saya udah mengerti ternyata masih juga uji coba.

Anehnya, setiap mau melangkah selalu saja ada masalah.  Jangan-jangan ini pertanda bukan jalan saya untuk serius di dunia kepenulisan, tapi suami saya bilang bukan begitu, itu artinya kamu harus lebih semangat.  Baiklah, jangan-jangan selama ini saya sering mengabaikan kesempatan, ketika ada alat dan lingkungan yang mendukung, kesempatan itu kurang digunakan.  Dengan rusaknya laptop saya merasa kehilangan waktu dan kesempatan hidup.  Bisa jadi begitu ya, ketika ada fasilitas kadang orang mengabaikan dan merasa baik-baik saja.  Tapi ketika fasilitas itu tidak ada, semakin kita tersadar kemarin kita kurang mengoptimalkan fungsinya.
Tapi setelah melewati kekecewaan, saya rasa ini kesempatan saya untuk kembali mengolah tangan alat tulis dan buku untuk menuangkan pertanyaan-pertanyaan dan kegelisahan yang tiba-tiba muncul.  Menggerakan jari lagi ternyata tidak mudah, agak kaku dan malu-malu.  Lama-lama rupanya ada sensasi sendiri ketika menulis secara konvensional: asik dan romantis.  Lalu mulai memaksakan dan mencoba-coba menulis di note handphone sambil menyusui Bayan.  Adaptasi dari layar lebar ke layar kecil tadinya mengganggu sekali, ribet dan mengecilkan imajinasi, lama kelamaan rasa itu memudar.  Akhirnya mulai menikmati berbagai alat lain untuk menulis.  Saya bukan penulis professional yang super canggih dan menghasilkan banyak buku maupun artikel-artikel di media masa, tapi ketika tulisan itu selesai ada keriangan tersendiri.   Dan efek riang ini memberi pengaruh saat mengurus berbagai pekerjaan utama sebagai ibu rumah tangga (cieee… ibu euuuy). 

Hidup di rumah itu ternyata tidak sederhana.   Banyak keriuhan dan pergulatan batin.  Kendali ada di sini, di jiwa.  Saat saya merasa bahagia, anak-anak dan suasana rumah terasa riang dan begitu sebaliknya.  Suasana hatipun bisa tertular pada rasa makanan, kalau makanannya kurang menggairahkan bisa jadi karena suasana hati sedang tidak mendukung.  Tapi bukan berarti beli makanan ke warung sedang tidak bahagia, bisa saja karena sedang ribet, cape dan… malas, he… he…  Setiap Ibu punya cara sendiri untuk menciptakan keriangannya, ada yang jalan-jalan, pergi ke salon , ketemu teman, menjalankan hobi-hobinya seperti  merawat bunga, merajut, memasak, menjahit, naik gunung dan lain sebagainya.  Kadang saya suka merasa seorang Ibu yang sekaligus bekerja di sebuah perusahaan tentu menjadi Ibu yang bahagia, karena selain mengurus anak dirinya tetap berdaya untuk orang lain. Tapi ternyata, kebahagiaan dan keriangan itu bisa diciptakan sendiri, tergantung masing-masing menyadari bahwa dirinya merasa beruntung dan mengembangkan kesempatan itu. 

Terimakasih, karena telah membuat laptop rusak dan saya bahagia (menyadari) tidak kehilangan gairah menulis.