Hari ini tanggal 3 jam 08:26 wib.
Entahlah saya selalu merasa mengalami kegembiraan yang berbeda atau semacam pencerahan atau semacam ada sesuatu yang berubah atau ada jawaban dari sekian banyak liukan dari labirin yang terlewati. Saya selalu merasa bergairah di bulan Juni, ada semacam energi yang berlebih walaupun barangkali tak ada yang melihat itu secara kasat mata ataupun sebaliknya. Tapi saya merasakan ada sesuatu yang disalurkan entah dari mana menuju tiap … emm… sesuatu dari bagian hidup saya.
Sambil makan bubur ayam dua rebuan adalah hal ternikmat jadi makanan pagi sambil nongkrong di depan jendela rumah di ledeng. Kepulan teh manis siap disruput menambah kehangatan udara asri pohon-pohon kelapa yang jauh dari keramaian kota (dan jembaran-jembatan layang itu … UUUUGGHHHH!!!! Bikin begidik). Jangan membayangkan yang berbau kepulan knalpot dan panasnya Bandung akibat berkurangnya pepohonan dan rakusnya perokoan yang melumpuhkan beberapa perekonomian rakyat kecil. Sekarang mah nikmati dulu pagi yang cihuy ini.
Hmmm, barangkali juga saya merasa bulan Juni adalah bulan saya. Bulan yang menjadi “reminder” akan garis putaran yang sekian kali terlewati. Keterbiasaan akan labirin yang sekian kali ditempuh dari sekian kali waktu yang membuatku belajar atau sama sekali tak belajar. Menjengkelkan namun menyenangkan pula.
Bulan ini juga saya akan keluar dari lingkungan yang membuatku banyak berubah dalam memandang perspektif hidup. Baik yang positif maupun yang negatif. Banyak nilai hidup didapati dari orang-orang yang berasal dari ragam latar belakang berbeda, orang-orang yang tak kenal sama sekali menjadi kenal dan menjadi apa-apa atau tak menjadi apa-apa. Dhini, Tarlen, Bram, Pam, Niken, Gustaff, Reina, Tanto, Dhani, Liony, Mirna, dua guk-guk yang bikin saya tak takut lagi sama guk-guk: Billi dan Dante (HORE! hilang satu ketakutan), Teh Icha,seluruh teman-teman Tobucil (Toko Buku Kecil) dan Common Room, para pengunjung Tobucil dan Common Room. Ya, bulan depan aktivitas ima tak lagi diruang hijau itu, penuh buku, guk-guk-an dante dan billi, kopi sore, obrolan menuju malam, pesta-pesta ulang tahun dan semacamnya, riuh-rendah semangat teman-teman yang datang dalam kegiatan klab nulis, baca, jazz, origami, rajut, manik-manik, klab nonton dan event-event kesenian yang hangat dan Jl. Kiai Gede Utama yang sejuk dengan pepohonan yang rindang. Apa ini juga semacam “jawaban” bulan Juni untuk melakukan revolusi dari tiap titik kepulan mimpi yang kutabung lalu menguap entah kemana. Tak tahu juga. Eh, tapi bukankah kepulan itupun akan berubah menjadi awan lalu menetes pada bagian bentuk yang lain dan menjadi bagian yang akan menghidupkan bagian yang lain. Perputaran yang begitu masygul. Saya juga tidak tahu. Saya coba tuk pejamkan mata barang sejenak, entahlah barangkali ini adalah sebuah jalan hidup ima untuk melakukan revolusi dalam mengambil keputusan. Sebuah keputusan yang tak mudah dan perasaan yang bercampur baur tapi pada akhirnya saya harus merelakan yang lain dan menggapai dunia yang lain dengan penuh senyum dan bahagia.
Ya, saya akan melakukan revolusi beberapa hari lagi. Beberapa ratus hari kebelakang saya bergumul dengan buku dan debu-debunya dan beberapa hari kedepan saya akan bergumul dengan beras dan lebih konsen sama dunia perteateran. Ima akan berdagang beras, bukan saya tapi ini usaha ibuku yang akan dikelola oleh saya. Awalnya saya sempat ragu atas kemampuan saya untuk berdagang beras namun ternyata teman-temanku mendukung bisnis ini. Dhini, Pam, Tanto, Tarlen, bahkan Reina sepertinya bakal jadi pelangganku yang pertama untuk diantarkan berasnya tiap bulan, dan temannya Reinapun-Abdul akan mencoba untuk beli beras sekarung kalau datang ke Bandung. Tarlen bilang ke kakaknya tentang keputusanku keluar dari Tobucil dan kakaknya Tarlen bilang ingin di stok beras untuk jatah guru Farmasi UPI. Bukankan ini sebuah dukungan yang luar biasa. Pam bilang “moal miskin ma mun jualan beas mah, semua orang butuh beas jang dahar,” sadar tak sadar kalimat sederhana itu sangat membangkitkan semangat atas usaha yang akan dijalani ini.
Saya akan rindu Dhini atas kelakarnya yang hangat dan pendirian atas pemikirannya serta diskusi-diskusi teater yang “klop” banget sehingga memunculkan inspirasi atas pilihan saya untuk tetap berkarya di teater dan membuat saya dapat melihat persoalan pada perpektif yang berbeda. Saya akan rindu Tarlen atas beragam analisa pada beragam persoalan kecil maupun besar dan keberaniannya dalam menjalani jalan-jalan yang harus ditempuh untuk mencapai apa yang diinginkannya membuat saya berani mengungkapkan analisa atas beragam situasi. Saya akan rindu Pam atas komitmen dengan alasan yang jelas, sikap atas hidup yang berpendirian, terbuka atas perbedaan (saya berasa “ada” dihadapannya), menghargai siapapun yang ada didepan dia selama tak mengusik hidupnya, spiritnya pada hidup sehingga sikapnya yang membuat saya tak malu atas pilihan hidup saya. Saya akan rindu Niken atas kebebasannya berfikir dan kenyamannya dalam berbagi, kehangatannya dengan anak-anak, cerita-cerita yang riang seakan tak ada lelah dikamusnya, kecerdasannya dalam berfikir membuat saya ketagihan membaca blognya agar rileks disaat sumpek. Saya akan rindu Bram atas selera humornya yang asik banget walau kadang garing (kurang penghayatan kali hehe…), enak diajak berbagi, selalu manja dalam menghadapi persoalan namun itu bagian dari perjalanan dalam memecahkan persoalan, intens pada bidang yang dia suka, cepat menangkap “situasi” membuat saya berasa mempunyai adik. Saya akan rindu Tanto atas keramahannya dalam berkomunikasi pada siapapun dan terbuka pada sesuatu yang baru dan berbeda, sensitif/cepat tanggap pada segala sesuatu, menghargai pemikiran orang lain dan tak menghakimi sesuatu tanpa analisa terlebih dulu dan selalu belajar dari apapun dan siapapun yang membuat saya belajar banyak untuk mencoba sesuatu dengan terbuka. Saya akan rindu Dhani atas keliarannya berimajinasi pada karya dan kemungkinan pokok persoalan, terbuka pada segala kemungkinan membuat saya ringan dalam menghadapi beragam kemungkinan. Saya akan rindu Reina dan Gustaff atas sikap dari komitmen yang telah mereka jalin, terbuka pada apapun, siapapun, membuat orang lain untuk berfikir dan bersikap membuat saya rindu menunggu kebaruan apa lagi yang mengejutkan untuk kali ini. Saya akan rindu Liony atas kecepatannya berfikir, keceriaan, cepat menganalisa, ekspresif, semangat hidupnya membuat saya berfikir “ini orang hebat ya ga sedih-sedih” (hehe). Saya akan rindu Mirna atas kebisaan yang luar biasa, semangat, cerdas, selalu siap membukakan tangannya untuk pelukannya yang hangat ataupun sekedar mengeluarkan nafas yang sesak. Saya akan rindu Teh Icha yang memasakkan mie rebus atau mie goreng dan obrolan tentang anaknya yang susah untuk dibuat suka pada membaca. Ah, betapa indahnya kalian sehingga saya berasa kaya (hehe).
Ima juga akan merindukan Teh Venven, Arif, Adenita, Tumpal, Rani, Iit dan Suami, Ridi, Mas Niman, Iyuy, dan semua teman-teman yang ikut klabs atau sekedar datang dan pergi namun kalian semua tak terkira luar biasa yang selalu semangat menyebarkan “virus” akan kecintaan kalian pada kegiatan membaca, menulis, seni yang luar biasa!. Dan tentunya teman-teman yang pernah bertegur sapa atau pernah berbagai selama 2,5 tahun ini di Tobucil bahkan disana juga saya mendapatkan teman-teman yang luar biasa, selalu semangat semoga selalu menjadi inspirasi atas hidup dimanapun kalian berada. Disadari atau tidak disadari kalian semua selalu menjadi bahan perenungan atas langkah hidupku yang sedang dijalani dari tiap detik waktu yang terus berjalan.
Terima kasih untuk segalanya. Terima kasih dari hati ima yang paling dalam dan mohon maaf dengan sangat atas sifat dan sikap ima yang membuat hati kalian tidak ngeh atau sifat-sifat ima yang membuat kalian merasa tak nyaman dan terganggu. Mohon maaf atas segala kekurangan saya.
Kalian yang mempunyai sikap …”I’ll be miss all of u so much guys”…