Di tengah keadaan pandemic yang cukup menekan, sebetulnya ada momen yang paling saya rindukan jika wabah sudah benar-benar hilang. Saya merasa suasana di tengah pandemic seperti dibawa kembali pada masa kecil dan remaja. Terutama masalah cuaca dan rendah polusi.

Setiap pagi cahaya matahari tajam menembus kabut, dedaunan hijau segar, hujan putik sari berjatuhan begitu angin menempa lembut. Setiap pagi tongeret memainkan suaranya menyelinap diantara peophonan. Kali ini tupai berlari tidak seekor tapi dua hingga tiga ekor tupai tampak melompat. Bahkan ada tiga tokek menetap di tiga sudut rumah bersahutan, pagi, sore dan malam.

Dua tahun sudah pandemic terlewati dengan cerita sedih dari setiap beranda. Berita kematian di toa masjid seperti pengumuman barang hilang di tempat wisata. Begitupun sirine ambulance, bolak balik hilir mudik semakin menyadarkan ada sesuatu yang tidak aman. Meskipun kematian semakin banyak sering, bukan berarti jadi biasa, kematian tetap saja menyisakan luka dan kesedihan.

Situasi awal tahun 2022 lebih baik bahkan mulai biasa dengan keadaan. Jalanan kembali penuh, tempat-tempat wisata alam menjadi tujuan menghela nafas dari situasi yang serba terbatas.

Meski di halaman rumah saya rimbun dan ramai binatang yang bersarang di sana, jalanan utama kembali riuh dan padat. Sekarang situasi yang serba terbatas itu pelan-pelan melonggarkan ikatannya. Awalnya saya sedikit menggerutu asap knalpot dan jalanan kembali penuh. Tapi, ya, situasi pandemic yang memaksa kita harus menjauhkan diri dari keramaian betul-betul membuat berbagai sisi tertekan. Terutama masalah mental dan pendapatan.

Melakukan perjalanan keluar rumah, menikmati jalan, lihat pepohonan, bertemu kawan, bekerja temu muka dan menikmati makanan di luar bisa melepas berlapis-lapis kepenatan. Ya, tentu sebagai mahluk sosial, pertemuan dan perjalanan memberi energi tersendiri.

Melalui pandemic, saya jadi banyak waktu “belajar” sama Gus Baha, Hanan Attaki, Nadirsyah Hosen, dan … suami saya. Mereka selalu mengajarkan, bahwa setiap kejadian itu cara Allah mengajarkan kita sesuatu. Bahkan yang kita anggap buruk, menekan bahkan musibah, bisa jadi sesuatu yang bakal kita syukuri dikemudian hari. Memang, beberapa masalah membutuhkan waktu buat kita belajar bertahan bahkan jadi “pintar” untuk menjadi merasa cukup dan menerima penuh berbagai keadaan. Karena, seringkali cara Allah menyelamatkan kita itu sulit dimengerti tapi suatu hari pasti membuat kita mengerti dan menerima.

Selamat datang 2022 semoga tahun ini kita bisa menjalankan hidup dalam keadaan lebih baik dalam berbagai sisi. Belajar apa kamu selama pandemic?-Imatakubesar