Komik Favorit Masa Kecil

Foto: Ima


“Mah, Bacain!” Begitu permintaan Bayan (8 tahun) sebelum tidur. Salah satu bacaan pilihan Bayan yaitu Asterix. Iya, kadang-kadang dia minta bacain komik Asterix. Komik kesukaan saya ketika masih anak-anak (tahun 1986-an). Saya ingat betul, kayanya cuma komik Asterik yang bisa menghibur saya paska operasi usus buntu. Saat itu saya kelas 3 SD. Sekarang komik ini masih dibaca sama anak-anak, menghibur saat mau tidur atau mulai bosan mengerjakan ini itu.

Kalau dipikir-pikir, saya banyak terselamatkan karena membaca, saya belajar banyak hal. Kenapa? Karena saya hidup tumbuh dalam keluarga besar, anak bungsu dari anak ke-16. Iya, 16 bersaudara. Saat saya lahir, saya sudah mempunyai keponakan yang seumur bahkan usianya lebih tua dari saya. Tahu sendiri kan, mengurus 2 anak saja butuh segelas kopi dan setangkup roti agar hati tetap fokus dan riang gembira.

Tentu saja perhatian orang tua lebih banyak tersita pada masalah-masalah besar dalam keluarga. Atensi saya terhadap sesuatu tidak terlalu mendapat perhatian laiknya ortu milenial jaman now. Saya hanya mendengar kata jangan, marah, suruhan saja dari orang tua maupun kakak-kakak. Bayangkan, Ima kecil pernah melakukan tantangan tidak makan 3 hari bisa tidak ketahuan orang tua. Tidak ketahuan oleh Amih/Bapak tidak juga oleh kakak-kakak yang banyak itu. Sampai perut melilit dan senang karena menang tantangan.

Saya serumah tidak hanya dengan kakak dan orang tua, tapi ada beberapa kamar digunakan oleh kakak dan keluarganya. Belum saudara Amih yang sesekali menginap disini, bisa sepekan atau bahkan sebulan. Rumah ini penuh sekali. Tapi Ima kecil tidak peduli, dia lebih memilih menenggelamkan diri dengan bacaan, serodotan, dan bermain di sawah sampai senja. The balangsak girl pokoknya. Saat itu saya senang sekali membaca majalah Bobo. Sengaja saya sisihkan uang jajan harian agar bisa membeli majalah Bobo tiap hari Kamis di kios seberang rumah.

Bermain dari sejak pulang sekolah hingga magrib. Begitu magrib langsung pergi ke masjid untuk mengaji. Di Masjid pun saya seringkali menenggelamkan diri membaca komik-komik bernuansa “keagamaan”. Jangan bayangkan komik keagamaan itu sebagus sekarang, berwarna dan menstimulasi otak kita menjelajah ke berbagai nilai-nilai hidup dengan cara yang asik dan penuh cinta. Tapi imajinasi kita menjelajah ke negeri surga dan neraka dangan gambar-gambar yang mengerikan. Tantangan sekali mau baca komik seperti ini.

Pulang mengaji selepas shalat Isya saya lebih senang menunggu Dunia Dalam Berita. Soalnya saya selalu tertarik dengan berita perang Iran Irak, sampai-sampai saya berfikir kalau peperangan ini terjadi dari sejak dulu dan sebuah kejadian biasa. Begitu terus sampai ketiduran di atas kursi lalu dipindahkan ke kamar oleh kakak.

Selain majalah Bobo, kakak saya suka beli komik kolaborasi Goscinny dan Uderzo. Kisah tentang masyarakat kuat di sudut belahan Galia yang tidak tertaklukan oleh Romawi. Gaya bercandaan dan kelucuan dari tingkah karakter Asterix, Obelix dan berbagai tokoh unik di Galia muncul mempengaruhi gaya bercanda saya. Hanya saya jadi orang yang beda, karena agak sulit nyambung bercanda dan ngobrol dengan teman-teman. Ya sudahlah, saya simpan kegembiraan dan kenikmatan cerita Asterix oleh diri sendiri dan saudara saya yang suka membaca komik itu.

Mimpi saya bisa keliling dunia, menjadi penulis dan senang menganalisa itu ketika mulai baca Tintin. Bagaimana tokoh Tintin seorang wartawan yang bisa memecahkan berbagai kasus pencurian dan kejadian yang menjadi teka teki. Wow, saya selalu senang memakai sweater woll juga sepertinya karena pakaian yang suka dipakai Tintin.

Imajinasi mulai dimainkan ketika mendapat buku Alice in The Wonderland. Buku ini unik, ketika masuk ke halaman tertentu kita diberi plihan untuk melanjutkan ke halaman berapa. Pilihan halaman itu akan menentukan bagaimana cerita Alice berlanjut.

Keinginan saya bisa ke Eropa dan membayangkan menjadi seorang penari, keinginan bisa menggambar pun muncul ketika membaca karya-karya HC Andersen. Saya suka sekali dengan gambar-gambarnya yang berwarna lembut dan halus. Kisah-kisahnya sering mengangkat perjuangan orang-orang terpinggirkan yang terus bertahan berbuat kebaikan lalu hidupnya berakhir lebih baik. Imajinasi dan rasa suka itu merasa terlengkapi karena dulu sesekali meminjam kaset video kartun karya HC Andersen. Seperti Gadis Penjual Korek Api, Boneka Prajurit dan Boneka Balerina, Cinderella, Peter Pan, dan banyak lagi. Keinginan saya meledak-ledak dan ingin menguasai banyak hal. Ya, menulis, ya, menggambar, ya, menari. Saya suka semua.

Aha! Saya ingat komik dari Malaysia. Saat itu kakak saya punya komik terbitan Malaysia. Saya membaca berulang-ulang dan menyimpannya sampai kertasnya melipat-lipat saking sukanya. Tokohnya kemana-mana cuma pake seluar. Paling susah pakai baju. Bahagia rasanya kalau sudah baca komik ini. Judulnya The Kampung Boy bikinan Dato Lat. Aduh, itu komik kemana, ya, perginya. Huhu… 

Foto: akun Shopee

Saking sukanya membaca, kalau di sekolah, saya lebih senang masuk ke perpustakaan dan memilih buku cerita sendirian. Saya ingat perpustakaan saat saya SD itu tempatnya kecil, cahaya ke ruang itu lebih banyak cahaya matahari. Karena beberapa keeping atapnya memakai genting kaca. Sepi, kecil, sunyi dan bertumpuk. Ada kategori-kategori buku menempel di sisi rak. Kadang mejanya berdebu dan berdempetan.

Saking suka buku, saya simpan buku-buku itu ke dalam kantung belanja bekas. Buku-buku itu saya simpan di bawah ranjang, kadang di bawah lemari, kadang di dalam lemari, kadang di atas atap, karena takut hilang. Saking sukanya, kadang saya bawa kemana-mana. Sampai suatu hari saya susun buku-buku itu di teras rumah untuk saya sewakan. Buat mereka yang mau baca harus bayar.

Terus terang, sebetulnya saya lupa-lupa ingat pernah membuat perpustakaan di teras rumah. Ingatan ini dibangunkan oleh teman saya, dia suka meminjam komik. Oh, ya, teman saya ini koleksi boneka banyak sekali. Meski saya mau beli boneka juga, sampai dewasa saya tidak pernah punya boneka. Kemanapun perginya, saya lebih memilih beli komik.

Nah, kembali pada paragrap awal. Kenapa saya merasa terselamatkan oleh bacaan. Karena melalui komik-komik yang saya baca ini, secara tidak langsung menstimulasi otak, logika berfikir, lebih mudah menganalisa berbagai masalah. Banyak pelajaran merawat diri, mandiri, mengenal karakter orang “diajarkan” dari majalah dan komik-komik. Saya baru tahu perubahan biologis dari anak-anak menuju remaja pun dari bacaan. Bagaimana menjaga diri, merawat diri, bersikap dalam menghadapi masalah justru banyak tahu dari bacaan. Ya, karena di rumah banyak sekali orang, banyak saudara, tingkat perhatian, tingkat apresiasi orang tua juga kurang karena terbelah-belah. Jadi saya yang banyak keinginan dan katanya pemberani sepertinya banyak dipengaruhi oleh bacaan dan lingkungan teman-teman.

Intinya, Ima sekarang merasa sangat bersyukur saat kecil suka membaca komik dan bacaan anak lainnya. Meski sekarang sering sedih banyak koleksi yang hilang. Kalau ada yang meminjam bisa sangat sembarangan sampai akhirnya hilang entah kemana. Hanya saja, saat itu saya lebih sering kesulitan berbahasa sosial, karena kosa kata yang muncul ketika berbahasa dengan teman-teman lebih banyak kalimat baku/tidak umum.

Menuliskan ini rasanya senang sekali, memori bahagia masa kecil dengan berbagai bacaan ini membuat saya kembali bersemangat.

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv