Berangkat dari  obrolan sama kakak disuatu pagi, tiba-tiba kalimat ini plesetan dari “Surga dibawah telapak kaki ibu” muncul jadi “Korupsi dibawah telapak kaki ibu”.  Kalimat yang lucu berikut terasa guyonan  yang terasa satir.  Kita semua melihat, membaca berita di web, koran, televisi, twiter, facebook pasti tahu pemberitaan tentang beberapa perempuan-perempuan Indonesia yang masuk bui karena korupsi.  Katakanlah Angelina Sondakh, dan paling mengejutkan adalah Ibu Ratu Atut yang tak lain adalah seorang gubernur Banten dan banyak lagi para Ibu yang harus melewati penjara karena korupsi.

Mereka adalah para ibu, ibu yang melahirkan anak manusia ke bumi dari rasa sakit hingga bertambah sakit.  Perempuan yang melahirkan dan mengelola nilai-nilai kehidupan. 
Ibu adalah akar kehidupan. Dalam tubuh manusia, tumbuh denyut nadi ibu.  Hasil diskusi dengan suami tentang “surga ditelapak kaki ibu”, kalimat ini diartikan sangat luas dan dalam. Surga tidak serta merta bentuk pengabdian anak pada ibu akan memberi jalan surga di akhirat (saja) tapi justru bagaimana peran Ibu mengarahkan keluarganya menjadi calon-calon surga.  Berakhlak dan berprinsip.
Berjuta Rasanya
Penulis: Tere Liye
Editor in Chief: Teuku Chairul Wisal
Editor: Andriyati
Cover: Mano Wolfie
Lay Out: Alfian
Penerbit: Mahaka Publishing, 2012
Hal/ukuran: vi + 205 hal.; 13,5 x 20,5 cm
ISBN: 978-602-9474-03-9
Harga:  Rp 40.000,00



Cover buku bergambar pohon dedaunnya bergambar hati warna-warni.  Dari judul dan dukungan desain cover bisa ditebak buku ini cerita-cerita seputar kisah cinta.  Dari setiap helai daunnya mempunyai kekuatan kisah cinta dengan motivasi dan beragam penafsiran, membuat pohon cinta ini menjadi satu kesatuan yang utuh bentuk cinta: Kehidupan.
Gambar itu semacam simbol yang mewakili beragam warna cinta dan cerita pendek di setiap bagian 15 judul dalam buku “Sejuta Rasanya.”  Tere Liye membangun imajinasi dan pemikiran setiap untaian cerita didalamnya.  Masing-masing mempunyai kekokohan cerita, penuh dan apik.  Cerita cinta Tere Liye mempunyai bentuk yang unik, seringkali pemikirannya diluar membangun sebuah sudut pandang terhadap “persoalan”. 
Sebagai urang sunda biasanya suka dengan makanan yang alami, seperti karedok leunca, lalapan, sambel goang, pepes ayam, dipadu dengan nasi merah dan asin.  Atau makanan yang serba sayuran lainnya seperti gado-gado, lotek, itu sedap sekali dan menggoda perut keroncongan di siang hari, ditutup dengan minuman teh tawar panas.  Sedap! 

Nah, rupanya pengaruh pasangan itu cukup tinggi yah, dalam segala, baik sudut pandang menghadapi hidup, sikap dan banyak yang lainnya, salah satunya menambah selera makan. Dulu paling tidak bisa makan makanan yang bersantan seperti sop Jakarta, sop buntut, belum apa-apa imajinasi tentang banyaknya minyak, gurih, cukup mengganggu tenggorokan, belum apa-apa langsung di hapus dalam daftar makan.  Sekarang sop Jakarta, sop buntut, sate padang, gule kambing, sampai lontong sayur padang menjadi makanan yang menyenangkan.
Ada ribuan nasihat Amih yang selalu diingat, dari bangun tidur, makan, pas mau pergi sampai tidur lagi, Amih tidak pernah berhenti memberi petuah a, petuah b, petuah c dan seterusnya.  Rasanya lelah dan menyebalkan mendengar setiap detik rasanya saya seperti orang yang selalu salah dimatanya.  Nasihat-nasihat ini diterima sebagai “amarah sang ibu”, disaat kita mengambil keputusan dan melakukan sesuatu yang dianggap tidak baik, tidak pantas, tidak oke-lah sebagai orang.  Ada dua kejadian yang saya tulis disini yang memotivasi saya tetap merasa “hidup”.
Tanggal 17 Desember, anak kami, de Bayan ulang tahun.  Ternyata waktu 1 tahun itu tidak terasa padahal banyak sekali kejadian yang terlewati.  Dari hal yang sederhana hingga yang luar biasa, proses batin yang naik dan turun, penentuan sikap dan percepatan dalam mengambil sebuah keputusan.  Disini kita berada, apa yang sudah dicapai selama setahun setelah melahirkan.  Bagaimana perkembangan anak-anakmu dan perkembanganmu sebagai perempuan dan ibu manusia. 
Resensi buku “Storycake for your life: Backpacker”
Penulis: Lygia Pecanduhujan, dkk
Editor: Fridia Novi Arimbi
Perwajahan Isi: Shinzy & Fajarianto
Perwajahan sampul: Mila Hidajat
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Ukuran/ halaman: 135 x 200 cm, 252 hal
ISBN: 978-979-22-9862-8
Harga: Rp 53.000,00



“Panggul ranselmu dan langkahkan kaki untuk melihat dunia!” Kalimat penutup pada judul “Backpacking: bukan sekedar ransel” dari Andreas Dwi Setiawan tampaknya cocok buat kita yang mau memulai jadi backpacker.  Karena menjadi backpacker tidak semudah yang dibayangkan, perlu perhitungan tepat juga mental  dan fisik yang kuat.


Penulis: Evi Sri Rezeki
Penyunting: Dellafirayama
Penyelaras aksara: Novia Fajriani
Penata aksara: Nurul M Janna
Perancang Sampul: Fahmi Ilmansyah
Penggambar ilustrasi isi: Anisa Meiliasyari
Penerbit:  teen@noura
Ukuran/Hal:  13 x 19 cm, 278 halaman
Harga: Rp. 48.500,00


“Dengar, Lena, kemenangan lahir dari proses, dari perjuangan!...”  
Sepetik dialog yang dilontarkan Rizki terhadap Lena pada novel Cine Us karya Evi Sri Rezeki.  Dialog ini seolah merangkum proses dan energi dari 3 sahabat yang selalu bersinergi mewujudkan Klub Film agar tetap hidup dan berkarya.