Tampilkan postingan dengan label Refleksi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Refleksi. Tampilkan semua postingan


“Ciri sabumi cara sadesa.”

Peribahasa Sunda ini sebuah pengajaran etika yang memiliki makna bahwa setiap lingkungan memiliki adat dan ciri khas berbeda-beda. Dengan begitu peribahasa ini memberi bekal untuk manusia agar bisa beradaptasi dengan cara memahami, menyadari, menerima cara berkomunikasi dan bersikap di sebuah lingkungan.

Setiap lingkungan pasti memiliki ritme hidup dan aturan etika yang harus dihormati. Peribahasa Sunda ini memberi pelajaran untuk terampil dan lugas dalam berbahasa/bersikap saat harus berinteraksi dengan berbagai aturan maupun etika yang berbeda. Saat kita masuk ke dalam lingkungan baru, mau tidak mau kita harus bisa beradaptasi dengan keadaan sosial di tempat tersebut.

Begitu pun dalam ayat Quran Al Hujurat ayat 13, yang artinya:

“Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal…”

Maksud ayat ini memaparkan tentang manusia itu pada dasarnya diciptakan berbeda-beda. Agar manusia bisa mempelajari nilai hidup setiap suku bangsa. Dengan begitu antar individu yang berbeda bisa saling menghormati dan bekerjasama untuk berbuat baik dan memelihara kehidupan.

Dari sumber ini, pada dasarnya manusia diciptakan beragam, mulai dari suku bangsa, agama, budaya, adat istiadat. Meskipun berbeda, pada dasarnya tipe kepribadian manusia itu sama, ada yang tipe plematis, melankolis, sanguinis, koleris. (Sumber di sini)

Keberagaman ini mengajarkan manusia untuk berfikir agar bisa membuat kesepakatan sosial baik tata krama, etika, kebijakan yang saling menjaga hak dan kewajiban tiap individu dalam berinteraksi dalam komunitas masyarakat.

Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa lepas dari berbagai elemen bermasyarakat. Baik lingkungan keluarga, tetangga, teman sekolah, teman kerja, komunitas hobi, klien, pelanggan bahkan jaringan pertemanan antar negara. Jangankan perbedaan karakter antar suku, individu yang dilahirkan dari satu Ibu pun memiliki karakter yang berbeda-beda. Karakter yang berbeda ini akan memunculkan perbedaan pandangan dalam menyikapi persoalannya.




Meski perbedaan ini disadari, dalam kenyataan sosial tidak semua orang sanggup beradaptasi, memahami dan menerima tipe kepribadian emosi khas setiap individu. Situasi ini bisa menjadi faktor yang menyebabkan perselisihan. Baik beda pendapat, saling menyalahkan, merasa paling benar, terjadi salah faham, ego dan emosi masing-masing individu yang menghambat kesepakatan dan saling memahami satu sama lain dalam mencapai tujuan yang sama.

Dalam beberapa kejadian di sebuah organisasi maupun tempat kita bekerja, sangat mungkin terjadi perselisihan. Baik antara atasan-bawahan, antar rekan kerja yang seringkali tidak sejalan lagi. Penyebab konflik bisa banyak faktor, seperti perbedaan komunikasi, tujuan dan sikap. (Manajemen Konflik dan Stres oleh Ekawana-menurut Gibson-2021. Sumber di sini)

Oleh karenanya, kita perlu mempelajari teknis berkomunikasi asertif yang tepat agar bisa menghadapi berbagai situasi. Sebuah sikap yang bisa mengatasi perbedaan sudut pandang antar individu maupun kelompok. Karena persoalan mau tidak mau harus dihadapi agar menjaga hak dan kewajiban kelompok.

Secara garis besar, komunikasi asertif adalah suatu bentuk komunikasi yang mencerminkan sikap tegas, jelas, dan terbuka tanpa melanggar hak atau perasaan orang lain (sumber: klik di sini ). Meskipun begitu, seringkali sikap asertif ini pun kadang-kadang sulit diterima oleh sebagian kelompok yang sulit menerima teguran atau merasa diperlakukan tidak adil.

Berdasarkan di atas, sikap asertif ini terbagi dalam beberapa jenis, diantaranya:

1. Asertif Positif
Komunikasi yang melibatkan ekspresi tegas dan jelas, tapi tetap menjaga suasana positif terhadap lawan bicara.

2. Asertif Responsif
Jenis komunikasi yang mendorong seseorang untuk melakukan dialog terbuka dan saling mendengarkan satu sama lain.

3. Asertif Pribadi
Jenis komunikasi yang berfokus pada kebutuhan, hak dan perasaan pribadi seseorang. Individu seperti ini menggunakan komunikasi asertif untuk menyampaikan batasan pribadi dan mengungkapkan keinginannya tanpa jadi agresif.

4. Asertif Bisnis
Merupakan komunikasi yang melibatkan penyampaian pendapat atau kebutuhan dengan professional dan tegas. Komunikasi ini membantu menciptakan lingkungan kerja yang efisien dan produktif.

5. Asertif Sosial
Kemampuan berkomunikasi dalam konteks sosial, seperti dalam pertemanan atau kelompok. Individu yang asertif secara sosial dapat menghormati kebutuhan dan pendapat orang lain sambil tetap setia pada nilai dan prinsip sendiri.

6. Asertif Negosiasi
Kemampuan komunikasi untuk mencapai kesepakatan yang adil dengan saling menghormati kebutuhan dan perspektif masing-masing pihak.


Keterampilan sikap asertif ini bisa terwujud dengan cara mengelola mental kita. Sikap tegas dan berani mengungkapkan masalah bisa terwujud jika dilengkapi dengan rasa percaya diri, berani, empatinya kuat, terampil berkomunikasi dan lingkungannya mendukung. Meski tidak mudah, tapi ketika kita berada di tengah kelompok, artinya kita harus bisa mengendalikan diri sendiri agar bisa bernas melihat persoalan dan mengurainya secara objektif.




"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan." Quran surat Al Ankabut ayat 57

Beberapa minggu lalu, kita dikejutkan dengan meninggalnya artis senior Marissa Haque tanpa sakit dulu atau kejadian yang luar biasa. Memberi pembelajaran untuk siapapun, bahwa kematian merupakan kejadian yang pasti, bisa datang kapan saja. Kita tidak bisa memastikan bahwa seseorang akan mati jika sakit, jika melakukan perjalanan jauh, jika berenang di laut ataupun berbagai situasi lain yang berbahaya.  

Artinya, kita harus siap kapan pun Allah memanggil kita.

Semua manusia sadar dan tahu bahwa setiap mahluk yang bernyawa akan mati. Tanpa kecuali. Bagi setiap muslim, harus meyakini ada saatnya kita akan mati. Untuk waktunya, kita tidak diberi tahu kapan dan bagaimana cara matinya.

Hanya saja kita sering sibuk urusan dunia, terlena hingga lupa bahwa tugas hidup manusia itu sementara. Bahkan banyak situasi yang membuat kita lupa bahwa apapun yang dilakukan akan menjadi lembaran yang akan bermanfaat atau merusak bagi kehidupan. Apakah kita menjadi bisa menjadi manusia yang dapat menjalani tugas memelihara, berbuat baik atau hanya membuat kerusakan di dunia. Pada dasarnya tugas manusia di dunia adalah menjadi pemimpin bagi kehidupan.

Seperti yang tercantum dalam ayat Qur’an berikut:

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil alamin).” Qur’an surat Al Anbiya ayat 107.

Maksud rahmatan lil alamin itu artinya bahwa kaum muslim seharusnya hidup di dunia dapat memberi, manfaat, kedamaian dan kasih sayang pada alam dan manusia tanpa melihat latar belakang.

Kalau direnungkan, dari sejak kita lahir ke bumi ini, manusia dihadapkan dari kenyamanan rahim ibu lalu harus menghadapi tantangan di bumi. Dari bayi kita dihadapkan untuk beradaptasi dan mengenal situasi sekitar. Mengenal cuaca, suara, benda-benda, belajar berjalan, berbicara. Proses tumbuh kembang manusia yang tidak mudah untuk menjadi manusia yang utuh.

Manusia menjalani hidup dengan fase yang bertahap. Begitulah Allah SWT yang maha lembut, sehingga ujian dari Allah SWT seringkali tidak terasa. Ada yang diuji dengan kesulitan dan ada juga yang diuji dengan kemudahan. Pola ini membuat manusia dapat mengasah hati, pikir, perilaku dan sikap kita dalam menghadapi situasi.

Dari ujian ke ujian ini sebagai cara Allah SWT mengajarkan dan mengasah manusia bertambah ilmunya dalam mengenal Allah SWT. Semakin kita mengenal Allah SWT, kita pun akan mengenal diri sendiri. Dengan mengenal diri sendiri, manusia akan lebih sadar penuh, bahwa apapun yang dilakukan sebagai bentuk menjalankan fungsi manusia untuk beribadah. Lahirlah ketaatan dan menjalankan proses hidup dengan ikhlas.

Sehingga dalam menjalani hidup pun tidak sekadar mendapatkan pencapaian duniawi tapi mendapatkan nilai ibadah karena dijalankan dengan taat. Ilmu taat ini yang membuat kita menjalani berbagai hidup dengan tenang.

Setelah Marissa Haque meninggal, banyak postingan tentang beliau yang memberitakan kehidupannya. Kisah tentang hubungan dengan suaminya, mengelola keluarga, sikap dan prinsip hidupnya dalam mencari dan berbagi ilmu. Betap kita semua disuguhi perjalanan penuh cinta dan dicintai oleh keluarga dan murid-muridnya.

Kita mengenal beliau sebagai aktor film, tapi ternyata beliau pembelajar dan pengajar dengan prinsip sebagai media bermanfaat dan jalan ibadah. Semakin disadari bahwa setiap manusia sebagai mahluk pembelajar apapun bidangnya. Allah SWT selalu memberi kesempatan bagi manusia untuk mengelola diri dengan cara-Nya.

Semakin disadari, setiap proses kita menjadi bagian dari mendapatkan ilmu hidup dari Allah SWT. Tidak ada yang sia-sia, semua proses termasuk kesalahan yang dilakukan menjadi bagian yang dipersiapkan buat kita menjalankan tugas dan fungsi masing-masing.

Setiap orang pasti akan melalui proses yang melelahkan. Ada yang diuji dengan mencari ilmu, sakit, mencari uang, mengurus keluarga. Bila ujian-ujian ini bisa dilewati dengan doa dan sabar, kita akan dipertemukan dengan lautan ilmu Allah SWT. Kita manusia bagian dari mikrokosmos kehidupan makro. Setiap mikro menopang dan saling melengkapi mikro kehidupan yang lain. Itu sebabnya kehidupan ini menjadi seimbang.

Proses ini yang membuat kita diberi jalan menjadi Ibu, guru, penulis, petugas kebersihan, pengelola perpustakaan, dokter, seniman, elemen pemerintah negara, petugas rumah sakit, pedagang bahan pangan dan banyak lagi. Sehingga kesadaran menjalani profesi apapun bisa dijalankan dengan nikmat dan bernilai ibadah.




Lalu bagaimana mempersiapkan diri dalam meghadapi kematian? Seperti yang sudah diuraikan di atas, perlu disadari penuh bahwa dengan mengenal diri kita bisa menjalankan fungsi diri sebagai manusia dengan penuh cinta dan kasih sayang. Menyadari bahwa setiap manusia memiliki potensi dan punya tugas masing-masing.

Belajar pada pertunjukan teater, para guru selalu menekankan bahwa tidak ada peran besar dan peran kecil dalam menjalankan produksi teater. Semua unsur penting, baik sutradara, penata make up, aktor, penata panggung, pengelola tiket, dokumentasi, dll. Begitu beberapa fungsi tidak ada maka pertunjukan tidak akan utuh.

Oleh karena itu, kembali pada fungsi kita sebagai manusia harus dijalani dengan sungguh-sungguh dan diniatkan untuk ibadah. Allah SWT tidak melihat tinggi rendah kedudukan, besar kecil penghasilan, tapi melihat apapun yang kita lakukan dari ketaatannya. 

Sehingga, apapun yang kita jalankan harus dilakukan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan.   Karena yang kita anggap besar-kecil tindakan yang dilakukan, amal jariahnya akan terus mengalir karena memberi manfaat bagi kehidupan.  Karena rahmat Allah Maha Luas.


Pembahasan Blank spot di sini bukan mengenai wilayah tanpa jaringan, tapi tentang bidang ilmu yang tidak ada peminatnya. Lalu apa yang bisa kita lakukan ketika kita menyadari bahwa potensi, minat dan kemampuan kita berada di dalam kategori blank spot. Sebetulnya situasi ini kesempatan untuk terus asah kemampuan, lama-lama kita akan bertemu dengan orang-orang dengan antusias yang sama dan bidang lain yang membutuhkan kolaborasi untuk saling menguatkan.

Kembali pada tahun 1996-an, salah satu bidang seperti jurnalistik dan seni rupa, kurang banyak peminat. Saat itu orang-orang takut mengambil jurusan tersebut karena ada anggapan masa depannya tidak jelas. Kini, ilmu-ilmu jurnalistik dibutuhkan untuk mengisi berbagai platform, media sosial sebagai upaya menyebaikan informasi. Kemudian, jurusan perfilman maupun desain komunikasi visual pun sama, dulu hanya bagian kecil dari mata kuliah di jurusan teater dan fakultas komunikasi.

Sering kita beropini, bahwa bidang-bidang yang tidak jelas, maka masa depannya juga tidak jelas. Padahal namanya ilmu itu sangat luas, bukan bidangnya yang tidak jelas tapi belum terkelola celah dari potensi ilmu tersebut. Kita sering terjebak bahwa kesuksesan bisa diperoleh secara instan. Padahal apapun kalau dipelajari ada prosesnya, disana akan menemukan celah manfaat. Setiap ilmu yang dipelajari dengan sungguh-sungguh, akan menemukan jalur manfaatnya sendiri.

Bagi sebagian orang, berada dalam bidang blank spot jadi mudah melempem dan terpatahkan oleh opini orang. Situasi ini sering kita temukan dalam berbagai bidang, oleh karenanya kita harus bisa belajar mengelola mindset agar kreatif dan yakin pada pilihan bidang yang kita pelajari.

Dalam menjalani sebuah bidang, ada beberapa fase yang akan terlewati. Yaitu fase antusias, lelah, ragu-ragu, yakin, konsisten. Dalam fase-fase ini, biasanya kita akan dipertemukan dengan berbagai pengetahuan dan bidang lain yang lebih memikat. Apalagi kalau dikaitkan dengan karir, profesi, penghasilan zona nyaman. Di tengah proses biasanya kita akan dihadapkan pada kegelisahan dan berbagai pertanyaan mengenai pilihan hidup yang kita ambil, melanjutkan proses, beralih pada bidang yang berbeda atau berhenti.

Biasanya pandangan kita akan jauh terbuka ketika banyak orang yang berhasil pada bidang yang ditekuninya. Seperti halnya sekarang, kita melihat bidang-bidang ilmu yang menjadi blank spot pada masa 1996-an, justru menjadi bidang yang memikat, berkembang dan dibutuhkan pada tahun 2010-an.

Dulu kesadaran mempelajari bidang-bidang tersebut biasanya harus autodidak atau belajar ke luar negeri. Tapi saat ini banyak para ahli yang menyadari, sehingga beberapa fasilitas pendidikan membuka jurusan yang jadi blank spot.

Bila kita mempelajari situasi di Indonesia selama 28 tahun berjalan ini, seringkali kita terpatahkan oleh ketakutan dan keraguan opini pribadi, opini orang-orang sekitar bahkan pemerintahannya sendiri. Dalam menghadapi situasi tersebut, perlu adanya visi misi dan prinsip yang kuat, keberanian memulai, konsisten, dan terus berkembang di bidang tersebut. Dengan sendirinya pelan-pelan kita akan membuka satu persatu jendela kehidupan.

Bedanya dengan tahun 2010-an ini, manusia dimudahkan dengan berbagai informasi dan teknologi. Kita bisa mengakses dan membuka jaringan untuk mengembangkan bidang blank spot melalui percepatan teknologi. Meski begitu, situasi tahun 90-an maupun sekarang di era kemudahan informasi, selalu saja ada bidang yang kategori bank spot. Ada yang terus bertahan atau ditinggalkan karena alasan-alasan finansial dan alasan logis lainnya.

Munculnya teknologi sambil terus berkiprah di bidang blank spot memiliki tantangan tersendiri. Akan membantu jika si-manusia-nya mau belajar dan memanfaatkan teknologi sebagai media belajar dan mengembangkan diri.

Seperti halnya bidang seni rupa, biasanya hasil karya bisa terjadi transaksi jual beli di galeri. Dengan perkembangan teknologi, kita bisa melihat beberapa seniman yang melek teknologi dapat membuat konten tentang teknik menggambar, ilustrasi dan sebagainya. Tidak hanya itu, saat ini ada beberapa pilihan flatform online untuk menjual karya seni, seperti: Etsy, eBay, artspace, dll. Baik lukisan orisinal, maupun dalam bentuk print. Bahkan bisa membuat privat menggambar online tak kenal jarak.

Oleh karena itu, kalau kita yakin dengan pilihan bidang dan mengenal potensi diri. Apapun bidang ilmu yang kita pelajari akan menemukan ritme dan dunianya. Karena setiap bidang ilmu yang kita pelajari dan tekuni akan menemukan jalurnya sendiri.


Aku baru tahu ada istilah healthy bounderies, ternyata istilah ini sebuah ilmu hidup tentang melakukan batasan yang dibuat oleh seseorang untuk memastikan orang tersebut tetap merasa stabil secara mental dan emosional.  Sementara itu, boundaries (batasan) menjelaskan tentang ruang atau jarak antara diri kita dengan orang lain agar tetap nyaman.


Tidak mudah menjaga keseimbangan diri sendiri ketika dinyatakan ada sesuatu yang berbahaya di tubuh sendiri.  Dalam keadaan ada sesuatu yang tidak aman di dalam tubuh, kita perlu menjaga ketenangan pikiran dan hati. Saat  itu mental pasti sedang tidak stabil, keadaan tidak mempercayai hasil tes, khawatir dan takut dalam menjalani pengobatan maupun menghadapi hasil akhirnya. Kepala dan hati saling beradu. Dalam kondisi ini perlu dikuatkan dari dalam.  


Dengan hati tenang, kondisi fisik dan mental lebih mudah mengambil keputusan terbaik untuk menjalani pengobatan.  Bahkan lebih dari itu tetap bisa menjalani aktifitas sehari-hari dengan semangat.  Sebaliknya kalau kondisi tidak stabil, biasanya mental mudah terpengaruh, jadi mudah takut, cemas, tidak fokus dan tidak yakin dalam proses pengobatan.  




Waktu dokter bedah membacakan hasil patologi, yang aku persiapkan adalah mental.  Aku berbisik sama Allah kalau hasilnya jinak, itu harapanku.  Tapi kalau hasilnya ganas, ini cara terbaik versi Allah. Karena tubuh, hati ini semua milik Allah.  Intinya, aku ikut aja deh kehendak Allah.  Lalu aku minta agar dilapangkan dadaku, pengobatannya tepat, sesuai dengan yang dibutuhkan, dimudahkan rezekinya, mudah prosesnya dan tidak merepotkan banyak orang.  Karena tidak ada doa yang lemah, jadi aku minta sembuh, sehat, hidup manfaat dan dimudahkan segala prosesnya.


Ternyata hasil patologi menyatakan jenis tumornya ganas, yang artiya itu jenis kanker.  Jadi saat itu aku menyiapkan beberapa lapis mental untuk repot bolak balik tes di rumah sakit, menjalani rangkaian antri dan ritmenya, mengikuti rangkaian pengobatan, merasakan naik turun kondisi fisik dan mental, menghadapi penilaian orang tentang orang sakit, dana untuk kebutuhan pengobatan. 


Artinya aku harus menjalani situasi yang berulang: berobat, antri, rangkaian tes (tes darah, thorax, usg mammae, usg hati, jantung), siap mental menghadapi berbagai reaksi/respons orang-orang yang berbeda-beda.  


Ketika kita sakit harus disadari kita akan mudah terpengaruh.  Pasti banyak yang menaruh perhatian, banyak yang memberi masukan, pendapat, bahkan malah membahas sesuatu yang diluar kuasa kita.  Tidak disadari kadang perhatian itu ada yang membuat jadi semangat, tapi ada juga malah membuat kita lemah.  Bahkan beberapa perhatian bukanya menguatkan tapi malah membuat mental si sakit maupun yang merawatnya makin drop.  Meskipun begitu, pada dasarnya orang-orang yang memberi pandangan itu sayang dan ingin menjaga kita


Mau tidak mau situasi ini akan ada aja, engga bisa disalahkan juga.  Bisa makin ambrol kalau kita berharap orang berpikir apa yang kita mau.  Terpenting jaga saja mental kita, pupuk, kendalikan sudut pandang kita tetap positif dan melihat dari sisi lain.  Kenali dan pahami kondisi diri sendiri, kalau tidak kuat salah satu strateginya pikiran kita dialihkan pada hal lain, tidak usah diserap terlalu dalam.  


Memang dalam kondisi seperti ini maunya orang mengerti dan bersikap seperti apa yang kita mau.  Tapi berharap seperti itu tentu tidak mungkin bahkan hanya akan bertambah lelah lho.  Karena sikap orang lain bukan dalam kendali kita.  Persepsi kita sendiri yang harus dikendalikan dalam menghadapi berbagai tindakan dan opini orang lain. 


Kadang-kadang menjelaskan keadaan kesehatan ke orang-orang  bisa sekalian curhat, satu sisi senang mendapat perhatian, tapi kadang lelah juga menjelaskan tentang kondisi sakit berulang-ulang.  Tentang apa yang dirasakan, apa penyebabnya, bagaimana awal ketahuannya.  Kadang senang, kadang bingung juga karena membicarakan hal yang berat berulang.  .


Jadi ketika aku mendapat penjelasan hasil patologi dari dokter bedah di rumah sakit, yang pertama aku persiapkan sikap dalam menghadapi situasi diri dan orang lain.  Kepalaku langsung membaca diri dan berupaya agar sistem mental aku aman.  Selama ini, aku ngerasa cukup menjalani mental yang ambruk berkali-kali, ketika menghadapi situasi lahir anak pertama, kemudian waktu suami sakit, pernah juga mengalami keuangan kritis, kemudian lanjut merawat Amih yang saat itu perlu perhatian lebih karena sudah tua.  Diakhir-akhir merawat Amih, aku malah kena penyakit berat. 





Kali ini aku merasa di tengah sawah yang sejuk, angin sesekali menyapa lembut.  Aku rasa ini waktunya aku lebih santai menjalani apapun.  Aku yang berperan mengendalikan segala pikiran dan hati dalam kondisiku saat ini.  Aku harus mengelola hati agar menjalani apapun secara baik-baik saja, karena semua mahluk ada yang menjaga dengan caraNya.  Semakin disadari bahwa kita tidak bisa mengendalikan situasi diluar diri seperti, tindakan orang lain, opini orang lain, reputasi, kesehatan, kekayaan, kondisi lahir, cuaca, wabah.  Karena berharap pada diluar kendali diri akan sangat melelahkan.  Ya, kesehatan aku tidak di bawah kendali aku, begitupun situasi keluarga aku: ibu, suami, anak-anak. 


Pernah juga terbersit jangan-jangan Allah SWT menerima keinginan aku yang lalu untuk tidak panjang umur.  Atau bisa jadi Allah sedang memastikan ulang dengan memberi sedikit ketakutan dengan dihadirkan kanker di dalam tubuhku.  Karena saat itu aku sedang super gelisah merasakan betapa beratnya mengurus orang tua.  Mungkin beberapa orang akan berpikir aku kurang sabar, tapi aku pikir aku cukup sabar kok cuma sesekali capek dan butuh bantuan aja.  Tapi ya okelah, mungkin kurang sabar karena kurang ilmuNya, kurang mengelola diri.


Begitu aku kena penyakit kanker, yang terbayang justru wajah anak-anak aku yang masih tsanawiyah (setingkat SMP) sedang mondok di Pondok Pesantren.  Sementara anak aku yang kedua masih kelas 5 SD.  Mereka masih membutuhkan Ibu.  Bukan berarti aku tidak percaya sama Allah ya yang menjaga mereka, toh aku juga hidupya dijamin sama Allah.  Allah yang Pengasih –Penyayang Maha Tahu situasi apa yang terbaik bagi manusia agar hidup aku lebih baik.  Aku tahu, pasti ada yang gak bener nih di hati aku, di pola pikir aku dalam menghadapi kelelahan-kelelahan yang berlapis ini. 


Meskipun banyak pertanyaan di benak aku ke Allah, aku memutuskan berhenti bertanya lalu lebih fokus merasa yakin dan berpikir positif bahwa Allah punya rencana terbaik.  Cukup bekal percaya sama yang menjadikan aku ada di hari ini dengan apapun keadaan aku saat ini adakah baik untukku dan keluargaku.  Lalu sunatullah orang sakit ya berobat dan menjalani proses pengobatan pada ahlinya.  

  

Sambil mengikuti proses pengobatan, alhamdulillah masih diberi waktu oleh Allah membagi pikiran dan hati aku untuk membersamai Amih (tahun lalu masih ada), suami dan kedua anak aku.  Tetap menjalani rutinitas hari-hari dijalani se-biasa mungkin, menengok Aden ke pondok, lihat perkembangan berita terkini, nonton bareng sahabat, menggambar, ikut pameran di Raws Syndicate untuk Palestina, pameran di Sujiva dan banyak lagi.  





Aku coba terus mengelola diri di bidang yang ingin aku pelajari di waktu dulu, lebih serius dan konsisten di bidang menulis dan menggambar, menghindari situasi yang membuat hati tertekan.  Sekarang lebih berusaha mengukur kemampuan diri, karena yang tahu kondisi diri sendiri.  Karena ternyata ada beberapa situasi  masalah yang bisa kita biarkan nanti akan selesai sendiri.  Begitupun ada juga beberapa situasi yang bisa kita selesaikan masalahnya.


Kalau muncul lagi rasa takut dan overthingking, coba ambil wudhu, mengaji, baca buku, dengar kajian di youtube-nya Kyai Nassarudir Umar, Dr. Fahruddin Faiz dan beberapa narasumber lain.  Biar tetap sadar bahwa tubuh, hati, semua hidup setiap mahluk sudah tercatat rapi olah Allah SWT di Lauhful Mahfudz.  Sementara ini aku masih terus mengeja pelan-pelan pelajaran yang dikasih sama Allah.  Begitu healthy biunderies yang berusaha aku lakukan ketika menjadi survivor.  Semoga Allah mampukan dan mudahkan urusan kita semua.  


Ima


Bulan-bulan ke belakang ini aku berhasil membuat alis mata.  Aku si paling sulit pakai make up, akhirnya harus bersikap manis pada pinsil alis akibat alis mata rontok efek kemoterapi.  Buat sebagian orang, memakai pensil alis menjadi rutinitas yang biasa dan menyenangkan.  Tapi buat aku menggunakan pensil alis perlu pembiasaan baru dan adaptasi yang tidak sebentar. 


Awalnya agak repot juga karena kemana-mana harus merapikan alis, kena wudhu alisnya hilang, tak sengaja bersihkan keringat membuat bentuk alis berubah.  Sempat kesal juga sampai harus menenangkan diri membentuk alis yang pas dan rapi.  Karena bentuk alis yang berbeda membuat kesan wajah yang berbeda.  Kadang merasa asing dengan wajah sendiri.


Mau tidak mau, aku terus mencoba, latihan, mencari referensi, sampai akhirnya mencari foto aku yang masih ada alisnya.  Sejak itu aku patuh pada bentuk alis yang sesuai kodrat.  Lumayan, agak sedikit mengembalikan wajahku yang dulu.


Melalui bantuan si pensil alis disadarkan bahwa, bulu alis yang kecil ini sudah didesain sama Allah secara dan proporsional.  Begitu detil, begitu rapi.  Dulu aku selalu ingin punya alis tebal dan bagus seperti punya orang.  Sementara aku segaris.  Tapi ternyata ketika  alis aku rontok, wajahku jadi aneh dan disadari alis yang nempel di wajahku sudah sesuai bentuknya.  Baik secara ukuran maupun bentuknya. Kalaupun ingin dibentuk-bentuk dalam bentuk yang lain maka harus mengubah detil hidung, bibir, warna pipi juga. 




Kalau dulu sempat berkeluh karena bentuk alis, sekarang tidak lagi agar tidak double keluh.  Rugi dong!  Aku akhirnya memutuskan small celebration-bersenang-senang dengan membeli pensil alis yang menarik dan enak digunakan.  Memilih untuk menikmati penggunaan pensil alis, dibawa kemana-mana, menghadiahi diriku sendiri membeli pensil alis yang aku suka. 


Berkaitan dengan small celebration, situasi kecil, langkah-langkah kecil yang dilakukan setiap detik-menit harus diapresiasi dengan penuh syukur.  Sehingga proses pencarian, pergolakan batin, melewati ketidaktahuan itu membuka jalan hikmah yang sampai pada proses menerima, berserah dan menikmati proses pembelajaran jadi ilmu hati.


Karena kalau Allah memutuskan proses kita mendapat hasil yang sesuai kita harapkan atau sebaliknya tidak sesuai kita harapkan, ternyata kedua situasi ini harus kita syukuri.  Karena semua situasi yang diputuskan Allah SWT cara Allah merawat kita agar hidup kita lebih baik.  Katakanlah untuk saat ini proses tumbuh rambut alis dan rambut kepala pelan sekali tumbuhnya/tidak merata.  Tapi dengan proses ini aku punya keahlian baru yaitu menggunakan pensil alis, tidak kagok lagi kalau lihat orang lain menggunakan pensil alis lebih dari itu lebih menghargai bentukan diri apa adanya.


Sering kali kita mengabaikan kemudahan yang dianggap kecil di tengah persoalan yang terlihat besar.   Dengan kita berhasil melewati satu persatu jalan dengan tujuan menyelesaikan masalah, sama dengan keberhasilan yang patut dirayakan.  Dirayakan di sini bukan berarti harus dibeli melulu dengan uang, tapi perayaan dengan melakukan aktifitas yang membuat bahagia menjadi situasi yang patut dirayakan.


Seperti tahun lalu ketika aku harus melewati fase biopsi untuk mendapatkan hasil patologi.  Seminggu setelah operasi rasa linu, nyeri masih ada.  Ada tekanan sedikit, tidak enak sebadan-badan jadinya banyak istirahat, tidak banyak aktifitas.  Tapi karena kesal, aku coba cuci gelas, ternyata langsung ada reaksi nyeri dibagian bekas operasi.  Keterbatasan aku mencuci menyadarkan aku bahwa tenaga dan proses merawat rumah yang selama ini aku lakukan kurang dapat apresiasi dari diriku sendiri.  Aku anggap biasa, semua orang bisa melakukannya, atau bahkan berkesan sering mengatakan hal yang jelek sama diri sendiri.  Tapi ternyata dalam keadaanku yang serba lemah dan terbatas, menyadarkanku bahwa ternyata hidup aku selama ini bermanfaat. 


Sekarang ini aku selalu mendengar tubuhku sendiri, memberi waktu istrahat pada tubuhku sendiri, mengajak dialog untuk memberi kebahagiaan pada diriku sendiri bahkan meminta maaf, mengajaknya berkegiatan yang bikin makin bagus dan menyenangkan.  


Kalau dulu ketika rumah berantakan, cucian menumpuk muncul rasa bersalah dan khawatir kalau rumah berantakan.  Takut sekali dengan komen orang yang mampir ke rumah.  Sekarang aku sesekali memberi waktu toleran pada diriku sendiri ketika rumah masih berantakan sementara aku harus menyelesaikan gambar, baca buku, juga menulis tanpa merasa bersalah ketika gelas piring belum dibersihkan. Karena nanti juga ada waktunya dibersihkan semuanya.


Ketika aku sakit ada beberapa buku yang aku baca.  Kunci sehat badan bermula dari menjaga tingkat stress dan mengelola pola pikir aku dalam menghadapi berbagai situasi.  Sekarang pelan-pelan menjalani apapun tanpa rasa beban.  Badan juga suka muncul alarm-nya, ketika pikirannya mulai tidak terkendali akan muncul reaksi tak nyaman dari tubuhku.  Jadi sekarang lebih banyak ruang pemaafan pada diri sendiri, ruang terima kasih dan berusaha mindfull pada kegiatan yang aku lakukan. 


Makin kesini banyak kejadian yang mengajarkan, sebetulnya setiap detil kejadian perlu disyukuri.  Rasa bahagia itu ada bahkan sangat dekat sama aktifitas sehari-hari.  Situasi yang terjadi, lingkungan terdekat dan menerima fisik apa adanya.  Ini rasa syukur tea yang kalau dulu sering dicuekin dan disadari belakangan.  


Dulu aku selalu mengira bahwa kebahagiaan itu tercapai cita-cita, kembali sembuh dari sakit, mendapat apa yang diharapkan, kerja di tempat impian, intinya tercapai sesuatu. Tapi sekarang beda, tepatnya setelah mengalami situasi yang betul-betul butuh berserah penuh pada Allah SWT, ternyata kebahagiaan itu menerima dan menikmati situasi apapun sekalipun kita sedang dalam lapang dan sempit.  


Ima

Tahun lalu, dua ribu dua puluh tiga, menjadi tahun kembali pada panggung, kembali berkesenian sekaligus menjadi tahun kehilangan yang beruntun.  Kehilangan Ibu juga kehilangan payudara kiri.  Ibu dan bagian tubuh aku yang diambil oleh pemilikNya.  Iya, keduanya diambil kembali oleh Pemilik Kehidupan.

Melepas Ibu dan melepas payudara menjadi fase berpisah yang tidak mudah. Tentu tidak mudah, sesuatu yang sudah biasa melekat dari sejak lahir.  Melewati fase shock, denial, perlahan menata pecahan yang tercecer.  Sampai pada titik menyadari penuh bahwa tubuh, hati, pikiran, segala sesuatu yang melekat dengan tubuh dan di luar tubuh, dari yang tampak hingga kasat mata, semua adalah milik Allah SWT-Maha Pemilik seisi bumi dan langit. Ya, termasuk aku.  Aku adalah milikNya.  Kelak, entah kapan, aku pun akan kembali.  Membawa segala langkah baik dan buruk. 


Saat aku berhenti menjalani hari-hari bersama Amih, ketika Amih pulang pada Pemiliknya, aku bingung.  Ketika masih ada Amih, hampir tidak ada waktu untuk diri sendiri.  Bahkan hampir setahun aku tidak ada waktu mendampingi Bayan belajar.  Menulis juga menggambar hampir tidak ada waktu, ketemu teman benar-benar mencuri waktu, semua serba terburu-buru.  Kadang mencuri waktu untuk minum kopi sejenak di Ind*mart depan rumah sambil sekalian beli pampers dewasa.  


Sekarang ketika banyak waktu, justru bingung.  Entah berkarya, aktivitas apapun menjadi tidak ada energi. Saat itu apapun yang aku lakukan selama ini terasa seperti sia-sia.  Apalagi yang bisa aku upayakan untuk Amih?  Waktu seperti ikut berhenti, sampai akhirnya aku menyadari bahwa aku masih harus terus hidup.  Mulai berobat yaitu kemo, operasi, mengisi hati kembali, merapikan pola pikir, juga memperbaiki tujuan hidup. 


Saat aku sedih dan merasa kehilangan, aku ingat saat Rasulullah kehilangan orang-orang tercintaNya sehingga disebut tahun berduka.  Jadi aku pikir, aku rasa, aku tidak apa-apa bersedih dan tidak ada energi hidup.  Saat tahun berduka itu, Rasulullah sampai diajak Allah melakukan perjalanan Isra Mi'raj, diperlihatkan segala kekuasaan Allah dalam satu malam.  Mungkin itu sebabnya, ketika kita berduka, saat itu kita pun sepertinya sedang diajak untuk berdekatan dengan Allah SWT.


Kalau disadari, kita sebagai manusia sama seperti pegunungan, pepohonan, bunga, bebatuan, air, tanah, tumbuh-bergerak sesuai fungsinya.  Sama-sama makhluk Allah.  Bedanya catatan hidup kita yang sudah tertuliskan di Lauh Mahfidz itu bisa kita imani atau kita tolak.  Kita diberi otak untuk memelihara hidup menjadi lebih baik atau sebaliknya.  Dalam diberi ujian suka dan duka, kita diajarkan untuk terus percaya dan bergantung penuh pada Allah SWT sebagai pemilik isi bumi dan isi langit. 


Dalam proses melepas ini, aku seperti, hmmm, apa ya, hmmm... diajarkan untuk mensifati air.  Terus bergerak, terus berbuat, terus belajar menerima apapun si-aku yang keras kepala-keras hati ini.  Mengikuti semua aliran yang bergerak membentuk air yang lambat, deras, berdiam, menjadi es, menguap, menetes.  Mengikuti alurNya dengan tenang dan yakin pada cara Allah mengelola kita.  Ternyata jika berhenti pada rasa takut dan terus mempertanyakan kesalahan diri/mempertanyakan perbuatan baik yang sudah aku lakukan hanya berakhir pada rasa letih.  Menyalahkan diri sendiri atau bahkan sombong.  Dua sisi yang terus tarik menarik yang tidak memberi jalan keluar sama sekali selain letih dan gelisah.


Melepas tidak mudah, tapi rasa tidak mudah ini tidak perlu dibiarkan terlalu lama.  Karena setiap diri dan apapun yang melekat pada diri adalah milik Allah.