Kemping Bareng STUBA di Nyawang Parongpong

Nyawang Bandung


Sudah lama saya tidak kemping, bermalam di alam terbuka.  Begitu mendapat undangan di grup mengenai diklat alam mahasiswa Studi Teater Unisba (STUBA) di Nyawang Parongpong Bandung, saya tertarik hadir.   Kebetulan lokasi diklatnya dekat dengan rumah, dari Terminal Ledeng tinggal naik ke arah Barat. Terbersit ingin ikut sekalian menikmati yang hijau-hijau, wangi dedaunan dan udara segar. 


Meski tertarik, aku sebetulnya agak menahan diri karena baru sekitar 4 minggu beres operasi ca payudara.  Aku sempat meragukan diri sendiri ikut bermalam di alam terbuka.  Sahabat kami, Iskandar atau kami memanggilnya Kondor, mengajak kami untuk hadir.  Kami pikir, kalau pergi bareng Kondor menarik juga, karena dia bawa alat transportasi.  Biasanya beberapa teman yang seangkatan pun bakal tertarik ikut.


Aku pun mengevaluasi kondisi badan sendiri dan Holis meyakinkan kalau aku baik-baik saja, jadi aku pun merasa yakin bisa ikut kemping. Aku pikir, sepertinya aku harus tetap santai, asik, berdamai menghadapi penyakit, jalani kesempatan, menjalani hidup seapa adanya dan menyenangkan.  


Keputusan datang ke acara diklat ini spontan saja.  Kamis saling berkabar, malam Sabtu mengambil keputusan karena berkaitan dengan ada pekerjaan Holis yang bentrok.  Persiapan juga tidak terlalu banyak, kami saling berbagi tugas, saya bawa sleeping bag, lampin, alat masak, piring, gelas, kopi, teh, yang ada di rumah diangkut aja.  Sementara, Kondor bawa tenda, kompor jinjing, terpal.  Lalu kami spontan beli makanan di minimarket Ledeng.  Berangkat sore hari, tiba menjelang Isya.  Benar-benar ikut bermalam, ngopi, bikin mie, lihat suasana dikegelapan.

 

Halo, STUBA! 

Lama tak bersua.  Oh ya, STUBA ini unit kegiatan teater di lingkungan kampus UNISBA.  Waktu kuliah dulu, saya gabung unit kegiatan mahasiswa di tahun 1997.  Diklat alam yang sekarang ini masuk angkatan tiga puluh empat.  Jarak usia kami sudah sangat jauh.  Saya angkatan 8, Holis dan Kondor angkatan 7. 

 

Ki-ka: Kondor, Holis, Bayan, Ima. 


Alhamdulillah, hubungan komunikasi dan silaturahmi dengan beberapa teman di STUBA masih terjaga.  Yang paling terjaga ya hubungan dengan Holis, karena kami menjadi pasangan suami istri (naon sih! haha).  Bisa dibilang, buat saya, teman-teman STUBA tingkat prioritasnya seperti keluarga.  Bukan berarti hubungan kami baik-baik saja, tentu ada saatnya aku juga tersinggung, kesel-keselan, pundung lalu agak menjauh.  Tapi kemudian kembali lagi, lebih cepat sembuhnya.


Sebetulya saya sendiri termasuk minim komunikasi dengan beberapa teman, tapi ketika ada kesempatan pertemuan, hampir sering mengupayakan datang.  Karena buat aku, pada prosesnya ternyata pertemanan di STUBA justru bukan hubungan organisasi saja.  Tapi di sana aku mempunyai teman yang terus bertahan sampai sekarang.  Meskipun tidak berkegiatan kesenian lagi, tapi kami tetap terhubung meski sudah bertahun-tahun tidak berkomunikasi.  Dari masa lucu, polos sampai persoalan hidup yang lebih kompleks mengubah kami.



Acara diklat alam berlangsung dari Sabtu pagi.  Ada beberapa materi dan evaluasi yang dilakukan oleh pengurus STUBA pada calon anggota.  Kami datang hari Sabtu sore, dari awal kami niatkan silaturahmi, hanya ikut ngopi sore dan pagi saja.  Alhamdulillah, senang. 


Perjalanan Ke Nyawang

Kondor pergi dari Cibinong sekitar jam 10.00 wib menuju Ledeng.  Begitu Kondor tiba, kami lanjut perjalanan menuju Nyawang.  Tadinya ada beberapa yang gabung,  Ani, Bulls dan Ardi, tapi akhirnya yang berangkat hanya Kondor, Holis, saya dan Bayan (anak aku yang masih 11 tahun).  Jalan ke arah Nyawang tidak asing, karena aku pernah antar Bayan ujian naik tingkat taekwondo di tempat itu.  


Dari arah Sersan Bajuri kami mengikuti jalan dengan pemandangan tanaman hias.  Langit sudah sedikit redup.  Kami melewati komplek Graha Puspa untuk memotong jalan, karena kalau lihat peta di Gmap harus terus memutar ke arah Parongpong.


Pemandangan kiri kanan menuju Nyawang sangat indah sekaligus ekstrem.  Kami disuguhi pemandangan sunset lengkap dengan awan yang bertumpuk-tumpuk, warna orange dan jingga.  Perbukitan, lembah berundak dipenuhi perkebunan sayuran.  Beberapa ada rumah di tengah kebun dengan model minimalis.  


Namun, makin ke atas, ternyata jalanan terus menanjak.  Tak disangkat ternyata kami melewati Rumah Teduh Sahabat Iin.  Rumah terlihat sangat asri di muka.  Aku jadi ingat kalau Rumah Teduh Sahabat Iin yang terletak di Sukajadi merupakan rumah singgah untuk pasien dan keluarganya yang tengah berobat kanker atau penyakit yang tidak menular.



Jalanan ternyata terus menajak sampai akhirnya mobil Kondor berhenti juga. Tidak kuat.  Saya dan Holis memutuskan untuk turun.  Betul saja, mobil akhirnya bisa naik.  Kami berdua saling pandang, langit makin gelap, meski begitu lihat ke belakang pemandangan Bandung sangatlah indah.  Kami berdiri sejenak sambil melihat sekeliling.  Semua tampak indah dan tentram.  Kemudian terbangunkan lagi, langkah harus kami lanjutkan.  Tidak ada sinyal handphone, kami tunggu jemputan atau terus jalan.  Semua begitu hening dan semakin gelap.  Kiri kanan rumah dengan lebar jalan hanya cukup satu mobil, jalanan terus menanjak.  Kami pun memutuskan perlahan jalan kaki perlahan sambil mengatur nafas saling berpegangan.  


Tak lama kemudian, muncul suara motor dari arah atas, lalu berhenti mendekat. 

"Bapak Ima bukan?"  Sapanya.  

"Hayu ikut saya untuk naik ke tempat perkemahan." Lanjutnya

"Euh, gimana maksudnya?  Saya dulu atau gimana?" Tanya saya.  Terus terang, saya takut pergi sendirian juga meninggalkan Holis di jalanan sepi dan gelap.

"Hayu bisa bertiga, kuat kok!" Pengemudi itu meyakinkan kami.

Kami akhirnya naik motor bertiga, pengemudi, Holis lalu aku.  Aku lupa berat badan, tapi ternyata motor ini kuat membonceng kami yang tambun.  Dengan jalanan yang terus menanjak, aspal yang sudah rusak, kami saling berpegangan.  Tidak begitu jauh tapi cukup menegangkan.  Alhamdulillah, di depan mata ada plang Perkemahan Nyawang dan sebuah mobil yang kami kenal milik Kondor.  Kami pun tiba dengan deg deg an dan penuh tawa.  Alhamdulillah terlewati juga.


Di lokasi, lampu lampu kecil menerangi suasana hutan yang semakin pekat.  Motor kembali di pos, mobil Kondor di parkir dekat warung-warung.  Ternyata pengurus tidak bisa dihubungi karena tidak ada sinyal.  Jadi kami tanya kiri kanan untuk menemukan perkemahan anak-anak.  


Dalam gelap, kami jalan pelan-pelan.  Syukurlan tidak terlalu jauh dan lokasinya berdekatan dengan mushola.  Jadi kami langsung bertemu dengan para pengurus dan anggota STUBA.  Senangnyaa... alhamdulillaah...


Hey, Nyawang, Kami Datang

Kami dan para pengurus akhirnya bertemu di mushola, di sekitar mushola anak-anak STUBA menyediakan beberapa tenda warna orange.  Tenda-tenda berkeliling di bawah pepohonan pinus.  Untuk meredakan rasa perjalanan yang menegangkan, kami duduk-duduk dulu di mushola berbentuk saung dari bambu.  Menentramkan.  Lalu lanjut shalat magrib.  Selesai shalat magrib, kami pun berbincang-bincang.  Tentang acara, tentang pertunjukan dan banyak lagi.


Di ujung pepohonan pinus tak lama kemudian terdengar suara dentuman senapan.  Meski cukup mengagetkan, kami tetap berbincang, Holis dan Kondor memasang tenda.  Suara dentuman senapan cukup kencang, suara teriakan komando menadakan mereka tengah berlatih.  Sesekali terdengar hentakan orang berlari.


Suasana tenda hanya terlihat warna orange dengan minim pencahayaan.  Kami pun memutuskan untuk membuat makan malam: seduh kopi dan roti.  Di kiri kanan pepohonan dan beberapa kumpulan orang bertenda tengah bersenda gurau.  Memainkan gitarnya dan lagu-lagu lawas.  Sesekali saya memandang ke langit, terdengar gemuruh dedaunan pohon pinus.  Saya pikir hujan.  Ternyata deru dedaunan.  Angin cukup kencang, kadang membawa awan lalu bulan terlihat sebagian.  Indah sekali.


Selepas makan malam, kami diajak untuk jadi pemateri untuk para pelajar STUBA.  Saya tidak ikut, istirahat di tenda saja bareng Bayan.  Bayan pun tidak saya izinkan bermain game di handphone demi menghemat daya batre.  Jadi batre hape kami gunakan untuk pencahayaan.  Karena tidak banyak yang kami kerjakan jadi kami menggambar bersama.  


Sekitar 1,5 jam kami menggambar di tenda, tak lama Bayan pun tidur.  Saya masih terjaga karena suara tembakan menggema diantara pepohonan pinus.  Mungkin saya santai, tapi tak terbayang masyarakat Palestine yang hidup sehari-hari dikejutkan dengan letusan senjata dan bom yang datang tiba-tiba. 


Malam Makin Larut

Kalau diklat zaman aku, malam seperti ini kami tampil bergantian.  Ada yang main musik, pertunjukan pendek, baca puisi, performing art.  Tapi acara malam ini selesai materi berbagi dari Holis dan Kondor mereka istirahat dan tengah malam dibangunkan untuk melakukan perjalanan malam sendiri-sendiri.


Kami istirahat di tenda yang kami buat, tapi aku sendiri agak sulit tidur.  Karena meskipun di tengah hutan pinus, ada yang berkemah juga kelompok lain.  Mereka bernyanyi sambil memainkan gitar dan canda tawa mungkin sampai menjelang subuh.  Selain itu, teriakan instruksi kiri kanan diantara pepohonan tipis-tipis terdengar.  Lalu orang berlari sambil memainkan senjata.  Pas suara-suara itu mulai terasa lebih hening, aku pun baru bisa tidur.  Tidak Bayan, alhamdulillah dia lelap dan enjoy banget.  Begitu pun Ayah.


Subuh menjelang pagi kami baru bangun karena baru tidur.  Ternyata Kondor kesulitan tidur juga karena suara-suara.  Meski sedkit tidur, sebetulnya badan terasa lebih tenang, karena posisi tubuh dalam kondisi istirahat.  Wajah Bayan terlihat cerah, pun di luar tenda, perubahan cuaca dari subuh menjelang fajar begitu syahdu.  Udara terasa dingin dan agak berkabut.  Perlahan kami berjalan menuju toilet umum.  Suasana lebih hening, hanya peraduan suara bebatuan dan sepatu, sayup-sayup angin memberi ketenangan tersendiri.  


Perkemahan kami dekat dengan toilet umum, jadi kami cukup mudah untuk membuang hajat, melakukan aktivitas wudhu maupun bersih-bersih.  Meskipun ingin mandi, saya lebih memilih menahan diri.  Beberapa organisasi undangan masih terlelap di balik tendanya.  Beberapa duduk-duduk memainkan peralatan.


Melihat sekita sehening itu, ternyata acara jurit malam masih berlangsung di tempat yang berbeda.  Sayup suara teriak-teriak semangat disela julang pepohonan. "Nah, itu kayanya udah selesai, Teh."  Seorang mahasiswa dari unit kegiatan mapenta (pecinta alam) yang ikut menghadiri undangan dan bahkan ikut membantu acara.




Selesai shalat, kami berempat mendekat ke tempat acara.  Menelusuri warung-warung, lebat pepohonan dan jalan setapak.  Suasana yang menenangkan dan menyengkan.  Ah, Allah, terima kasih karena Engkau memberi kesempatan, kekuatan sehingga kami dapat menikmati alam Mu yang keindahannya tak ada bandingannya.


Di tempat acara, para anggota baru atau mereka menyebutnya pelajar tengah menyebutkan nama angkatan.  Kami datang di akhir acara, berfoto dan memberi beberapa kata semangat untuk pelajar, pengurus juga pembina STUBA.  


Waktu berjalan begitu tenang, sehingga tak terasa aku pernah mengalami situasi yang sama 26 tahun yang lalu.  Rasanya macam-macam, kesal, lelah, membosankan, membingungkan, menyenangkan, semangat, semua naik turun.  Perlahan waktu dan berbagai situasi datang lalu pergi.


Alhamdulillah, berbagai situasi perlahan bisa dilalui dengan izin Allah dengan bantuan Allah dengan cara yang mudah, sulit, cepat, lambat yang disadari akhirnya mengelola segala sisi.  Semua itu menjadi begitu baik hari ini, begitu mudah diterima dan mudah dijalani.  Allah Maha pemelihara, Penguasa Langit-Bumi-Semesta Raya dan segala isinya, waktu begitu tenang, sampai tak terasa kami bisa kembali kesempatan hadir di acara diklat alam stuba dengan jiwa, pikiran dan tubuh yang terus terpelihara dengan caraNya.

Pembina, pengurus, anggota dan pelajar STUBA.
Januari 2024


Terima kasih Nyawang, atas ketenangan dan keperkasaanya.


Bandung, 18 Februari 2024

Ima

1 komentar:

  1. seolah ikut merasakan serunya mba ima 😍. Apalagi ini kemping dengan teman2 kuliah dulu kan. Asyiiik banget masih komunikasi dan saling ketemu. Jarang soalnya, termasuk aku yg udah banyak putus kontak ama temen2 kuliah.

    Kemping di sana kebayang sejuknya 😍. Pengen ih ngerasain. Blm pernah kemping bareng keluarga begini juga. Sbnrnya penasaran, aku bakal kuat atau ga 😄. Semoga kondisi mba cepat pulih juga paska operasi ca nya ya 🤗

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv