![]() |
Foto: Ima |
Biasanya ketika saya sedang sendiri, di dalam kendaraan sambil lihat jalan atau bahkan sedang shalat pun pikiran suka terbawa kemana-mana. Ingatan menyakitkan dimasa lalu suka tiba-tiba muncul begitu saja seperti slide. Seperti rekaman kejadian muncul adegan per adegan lalu saya jadi emosional. Kondisi hati saya jadi negatif, bisa sampai nangis atau hanya muncul perasaan kesal pada orang yang bersikap seenaknya lalu hati jadi ada rasa perih sekali. Reaksi tubuh jadi kacau, jantung berdegup kencang disusul lambung tidak nyaman dan nafas pendek-pendek.
Misalnya, tiba-tiba ingat ‘adegan’ reaksi tidak nyaman berupa kata-kata maupun sikap tubuh seseorang, baik penolakan maupun ejekan. Sehingga tidak ada yang bisa diajak bicara, saat kondisi tertentu tak ada dukungkan dari keluarga maupun teman-teman, dll. Sehingga muncul perasaan merasa tersudutkan, dikucilkan, tidak adanya penghargaan, perasaan negatif lain yang menyebabkan tidak semangat maupun tidak percaya diri dalam menjalani pilihan hidup. Meski saat berhadapan dengan orang yang menyakiti, saya hanya berusaha menahan diri, membebaskan perasaan dan menghibur diri agar semangat kembali. Ini berlangsung berkali-kali, berulang-ulang, tak terselesaikan lalu menumpuk. Sebalnya, sekalipun saya sudah membebaskannya, rasa sakit itu seringkali muncul kembali kalau ‘adegan’ tersebut teringat lagi.
Sampai suatu hari selepas shalat Asyar rakaat terakhir setelah salam kedua, slide-slide menyakitkan hati itu muncul satu persatu. Ada rasa geram, kesal, sedih, perih mengaduk-aduk hati. Saya lalu mengadu pada Allah, saya tidak mau perasaan sakit hati ini terus menerus membayangi dan mengganggu pikiran dan hati saya. Perasaan yang tidak nyaman, melelahkan dan menyakiti tubuh saya. Kemudian saya ingat-ingat kebaikan orang-orang yang pernah menyakiti itu, mereka juga pernah kok berbuat baik pada saya bahkan sering berbuat baik dari pada sikap menyebalkannya.
Daripada saya meminta mereka meminta maaf, tentu masalah itu tidak akan selesai. Saya fikir justru akan menimbulkan masalah baru: permusuhan yang tidak akan pernah usai.
![]() |
Foto: Holis |
Wangi sore itu terasa beda. Lebih baik. Hati terasa sangat enak.
![]() |
Foto: Ima |
.
.
.
Saya percaya dibalik riang gembira dari seseorang, pernah mengalami perlakuan tidak enak dari orang lain. Ada luka-luka yang terkumpul satu persatu dan tidak disembuhkan. Luka yang bersumber dari lingkungan terdekat (keluarga bahkan orang tua sendiri), pertemanan, bahkan dari orang yang tidak dikenal. Seringkali pada saat-saat tertentu, ingatan itu muncul lagi sehingga mengganggu perasaan.
Ada luka yang kembali muncul dan perih. Menumpuk dan membuat tumpul perasaan kita untuk memutuskan sesuatu yang lebih baik bagi kehidupan diri. Sikap kita tidak hanya menyakiti orang lain tapi membalik menyakiti diri sendiri. Perasaan sakit yang mengendap lama, menyimpan luka, sehingga membentuk sikap laku terhadap orang sekitar terlebih pada orang yang pernah menyakiti.
Kenyataannya meskipun sudah saling memaafkan secara lisan, kalau hati tidak benar-benar memaafkan maka disaat-saat tertentu bisa jadi biang masalah dengan mengungkit kejadian di masa lalu. Disadari atau tidak, luka yang belum diobati ini sebenarnya jadi racun bagi jiwa, racun bagi tubuh sendiri sehinga hal ini berpangaruh banyak terhadap sikap dan laku. Perasaan yang mengendap ini, membuat kita mudah kesal, sulit berbuat baik dan tidak dapat bersikap adil pada orang yang tidak disukai. Begitu ingat kejadian yang tidak enak, hati menjadi perih, pikiran jadi terbatas, setiap langkah yang dilakukan pun jadi penuh “amarah”.
Buat beberapa orang, proses memaafkan dengan sungguh-sunggguh (membebaskan hati) itu bisa jadi bagian sulit atau bahkan mudah. Rasa benci dan rasa sayang itu hasil dari proses kita berinteraksi, sehingga membentuk persepsi dalam melihat sebuah masalah dan bagaimana menyikapinya. Ada yang butuh waktu proses penyadaran dengan rentang waktu yang panjang ada juga hanya dalam waktu singkat hatinya benar-benar memaafkan.
Saya sendiri, harus melewati berbagai ruang, berbagai pintu, berbagai jembatan, musim sampai akhirnya saya dipertemukan dengan kalimat yang menyembuhkan ini. Tidak mudah memahami dan kemudian langsung dapat ke hati. Perlu berkali kali memahami clue dibalik setiap kalimat yang runut lalu dikaitkan dengan kehidupan saya. Ini isinya:
“... dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” An Nur 24:22
Untuk merenungi, memahami dan menjadikan kalimat ini menyatu dalam sikap laku saya, prosesnya cukup lama. Sampai akhirnya hati benar-benar bulat, benar-benar paham, tidak sekedar slogan, bahwa saya ternyata bisa memaafkan mereka yang pernah menyakiti hati saya sehingga membebaskan diri dari perasaan keruh dan sempit.
Terima kasih, Allah.
Bandung, 3 Agustus 2019
Memaafkan memang sulit ya, tapi bukan berarti ngga bisa.
BalasHapusSemangat, Ima.
Iya, sulit banget, Teh. Setiap inget, hati langsung perih. Tapi masyaAllah, Allah Maha Baik, ada aja jalan penyadaran dan itu kita sendiri yang untung, hati lebih tenang.
HapusMemaafkan. Aih tjakep... Keren dan menginspirasi banget, Ima... Lope lope lope
BalasHapusLope juga, Teh, makasih udah baca-baca.
HapusKadang memaafkan bikin lega, meski memang sulit teh.
BalasHapusSulit, Teh Tian, sama kaya ngeluarin toxic dalam tubuh. Nyakitin prosesnya, tapi udahnya bikin hati lega.
HapusAku juga punya teh...kenangan buruk saat masih remaja dengan seorang guru.
BalasHapusGuru yaa...tapi aku sampai sekarang masih terngiang-ngiang, bagaimana beliau memperlakukanku di hadapan siswa lain.
Aku harusnya bisa release emosi macam begini yaa, teh..
Dan mendoakan kebaikan untuk beliau.
Ya Allah,
Suliit sekali, teh.
Semangat, Teh Lendy, Allah selalu ada tolongin kita.
HapusDi antara semuanya, memang paling susah memaafkan diri sendiri. Lebih sering tenggelam dalam penyesalan. Harus belajar untuk mengikhlaskan kesalahan diri ya, Teh.
BalasHapusIya, Va, masalah Ima yang membebani diri sendiri karena sulit memaafkan diri sendiri. Ini berefek domino ke setiap keputusan-keputusan yang harus diambil. Masalah percaya diri dan takut berhubungan dengan orang-orang.
HapusCurhat sama Allah, Yang Maha Pengasih mah memang obat paling mujarab ya
BalasHapusIya, Bu Yayu, kadang suka malu-malu tapi udahlah bebaskeun weh curhatna.
HapusProses maaf memaafkan emang ngga mudah
BalasHapusKarena itu bersyukurlah umat Islam yang punya kebiasaan tersebut, termasuk paska Lebaran
Desain Allah yang terindah
Cara Allah mendesain manusia untuk dilatih saling memaafkan di momen Lebaran ini unik dan harusnya jadi semakin terlatih untk saling memaafkan, ya, Ambu.
HapusTeteh, aku meni berkaca-kaca bacanya. Makasih pelajarannya, Teh. Aku mau praktikin. Aku mah lebih suka melupakan daripada sakit tapi ternyata masih ada. Jadi kayak bom yang bisa meledak.
BalasHapusMakasih Evi udah baca-baca, mudah-mudahan lebih lega dan merdeka.
HapusTermasuk memaafkan diri sendiri kayaknya ya, Teh. Karena bisa jadi kesalahan di masa lalu juga bikin langkah kita berat. Terima kasih remindernya, teh
BalasHapus