#4 Berbagi dengan paper toy


Mendapat kesempatan dari Bunda Dini untuk membuat kegiatan di sebuah rumah singgah bernama Rumah Cinta Anak Cancer terletak di Sukagalih Bandung.  Dia mengajak untuk kami agar mau "menghibur" anak-anak kena kanker dan sedang menjalankan pengobatan di Rumah Sakit Hasan sadikin (RSHAS).  Dengan Bunda Dini sendiri saya tidak pernah bertemu selama 7 tahun, melalui jejaring sosial akhirnya ada komunikasi yang terputus sekian lama, selama itu tentu sudah melewati banyak hal.  Sekarang dia sudah punya anak laki-laki yang lucu usia 3 tahun, sementara saya sendiri sudah punya 2 anak.  Dari masih sendiri lalu pas ketemu sudah bergerombol, rasanya semakin tersadarkan bahwa hidup itu sekejap mata.  Merunut kebelakang  rupanya selama itu banyak juga hal yang dilakukan, terutama saat harus berhadapan dengan situasi dan harus mengambil keputusan.


Bernostaginya selesai, sekarang saya mau menceritakan tentang ajakan Bunda Dini ini.  Suami saya mengusulkan untuk mengajak Kang Setiawan. Dia komikus.  Sehari-harinya bikin komik dan melakukan banyak kretaifitas seni lainnya, sepertinya bakal cocok diajak agar kegiatan ini lebih menarik.  Rupanya dia malah antusias sekali.

Rumah singgah ini kelola oleh Abah-begitu ia ingin dipanggil, diperuntukan buat pasien-pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSHS, pasien kelas 3 yang menggunakan fasilitas Jamkesmas.  Abah sendiri punya pengalaman anaknya kena kanker dan meninggal dunia.  Berbekal pengalaman sepertinya hidupnya kemudian didedikasikan untuk pasien-pasien yang menjalani proses pengobatan.  Menurut penjelasan Abah, ia sering prihatin pada pasien dan keluarganya yang harus menjalankan kemoterapi atau bahkan sekedar tes darah padahal kebanyakan mereka berasal dari luarkota.  Seperti dari Pandeglang, Tasik, Ciamis, lalu harus mengantri lama di lorong-lorong/pelataran padahal mereka sedang sakit.  Ada pula berhari-hari tinggal di RSHS untuk menjalani jadwal kemoterapi.  Berbekal pengalaman, kecintaan dan keprihatinannya, ia menggalang dana dan ngontrak rumah agar mereka bisa istirahat di rumah singgah tersebut.

Lalu apa yang kami lakukan?  Sebenarnya ide bermunculan dan semakin liar tapi saat diskusi ada satu ide yang sama yaitu pengen mengecat rumah tersebut agar lebih segar dan nyaman ditempati.  Semacam terapi warna untuk yang tinggal bagi yang beristirahat.  Tapi sementara itu rencana pengecatan dijadikan agenda kedepan, pertemuan pertama langsung di hari Sabtu tanggal 4 Januari.  Ayah, Kang Awan (panggilan dari Setiawan) dan saya berencana membuat paper toy atau papercraft, yah semacam itulah.  Pasien dan orangtuanya diajak buat menggunting pola, menempel-nempel hingga membentuk sebuah benda.  Pola sudah tersedia di internet, lalu di print.  Sebelum hari H, Ayah dan Kang Awan mencoba menempel-nempel pola sampai membentuk gajah dan burung.  Lucu sekali!

Eh, iya.  disela diskusi biar kami bersemangat tim ini dinamakan "KEMON" kepanjangan dari "Kesenian Momen".  Ungkapan "kemon" ini plesetan dari "come on!" kalau ungkapan bahasa sunda menjadi "Hayu, urang kemon!". 

Ah, hari H tiba acara dimulai jam 09.00 WIB.  Saya hanya mengajak Alif, sementara Bayan dititipkan ke Ceu Sanah.  Kamipun berangkat dari Ledeng, menembus dingin dan cerah khas udara Bandung.  Ada rasa yang berbeda, ada kekhawatiran jika nanti anak-anak kurang menyukai kami, ada kekhawatiran ini itu tapi terselip rasa yang berbeda. Melebihi rasa bahagia,entah apa.  Setelah merasa cukup merasakan rasa itu, saya lebih memilih untuk tenang sepanjang perjalanan saya berfikir dan menulis di handphone beberapa alternatif dongeng yang melibatkan dua binatang tersebut jika nanti suasana dirasa monoton. 

Kami datang terlambat.  Ternyata anak-anak sudah menunggu, beberapa yang lain masih ganti perban dan diberi obat dimasing-masing kamar.  Ada setumpuk tahu goreng dan pisang goreng di meja mencuri mata saya.  Untunglah sudah makan, perut tidakterlalu kosong jika nanti makan pisang kebanyakan keliatanlah kalau saya ini doyan makan.  Apalagi pisang goreng. Owh! Meleleh.  Lupakan pisang goreng.  Fokus dengan kegiatan, sambil menunggu beberapa anak lagi acarapun dimulai. 

Bunda Dini yang membuka acara dan kamipun mengenalkan diri.  Suasana ternyata lebih cair dari dugaan,para orang tua begitu antusias dan semangat.  Tanpa banyak basa basi acara langsung dimulai, Kang Awan membagi kertas dengan pola gajah dan burung ke pasien dan memberi petunjuk garis mana saja yang harus digunting.  Semua bekerjasama menggunting mengikuti pola dan menyiapkan potongan kecil doubletip untuk menggabungkan kertas menjadi sebuah bentuk.  Ada orangtua yang dengan cekatan menggunting sambil tak berhenti becanda, ada anak yang tekun dan konsentrasi menggunting-gunting pola gajah, semua terasa riang dan ringan.  Seolah tidak ada rasa sakit disana, semua seperti orang-orang sehat kebanyakan. 

Lihat, betapa mereka bersemangat!



Beberapa orang berhasil membuat paper toy sampai tuntas berbarengan dengan suara adzan dzuhur. Tapi semua merasa bergembira termasuk Alif yang (Alhamdulillah) bisa membaur dan ikut bermain dengan anak-anak yang seusianya. 

Nah, ini dia hasilnya:




Kamipun pulang.  Ada rasa hangat yang berbeda.  Entah apa. Ternyata tidak ada ilmu dan proses yang dulu-dulu seolah sia-sia selama kita melakukannya dengan sungguh-sungguh.  Semua ada manfaatnya. Hari itu, berbagi kesenangan dan kreatifitas dengan seni.  Sebuah paper toy yang memberi semangat yang berbeda, disaat hari-hari mereka dipenuhi dengan proses pengobatan seolah tanpa akhir dan melelahkan. 

Setiba di rumah, Bunda Dini mengirim pesan:
“Teteh –Zazaakillahkhairan—kana bantosannana, anak-anak meni seneng pisan… Gak sabar nunggu hari Sabtu tiba kembali.” (artinya: Teteh, terimakasih atas bantuannya, anak-anak sangat senang… TIdak sabar menunggu kedatangan hari Sabtu lagi.)

Yah, sebenarnya kami lebih senang. Hiks

"Hayu, urang kemon!"

1 komentar:

  1. Rame yaaa... Itu keknya tempatnya sempit yaaa.. Tapi justru kalau sempit begitu makin akrab sih ya..

    Kegiatannya sangat bermanfaat. Salut!

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv