Seniman Bandung Saling Bantu di Tengah Pandemi

Di tengah pandemic masih ada yang mau saling bantu?  Ada!  Mengapa di awal kalimat saya menanyakan hal ini, karena tidak semua orang mempunyai “kemampuan” dan meski dia mampu secara materi.  Ini menarik, oleh karenanya saya mau cerita sedikit tentang satu gerakan donasi yang dilakukan oleh perupa Bandung.   

Pandemic membuat produktivitas seniman berkurang bahkan ada yang terhenti sama sekali.  Tak hanya profesi seniman, pandemi ini berpengaruh banyak terhadap berbagai macam unsur kehidupan mulai dari ekonomi hingga rutinitas beribadah karena larangan bersosialisasi secara fisik.  

Kegiatan seniman kerap mengundang orang banyak atau menciptakan ruang berkerumun.  Oleh karenanya banyak acara kesenian yang terpaksa dihentikan atau ditunda.  Seperti pertunjukan teater, pameran seni rupa di galeri, pertunjukan musik, workshop-workshop kesenian dan ruang diskusi yang menghadirkan keterlibatan massa, penonton, apresiator maupun peserta di ruang-ruang publik. 

Tentu saja proses mewujudkan acara pun kerap melibatkan kerja kolektif dan memerlukan pertemuan-pertemuan intens.  Upaya itu terhenti karena tidak boleh berkerumun, harus jaga jarak dan tetap di rumah saja untuk mengantisipasi proses penularan virus covid 19.

Berikut kutipan surat edaran awal yang berlaku mulai 14 Maret sampai 28 Maret 2020 (selama 14 hari), yang merupakan hasil Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep-157-Dinkes/2020 tentang Pusat Informasi dan Koordinasi Coronavirus Disease (Covid-19) Jawa Barat:

Poin 2 yaitu, menunda sementara kegiatan-kegiatan yang melibatkan pengerahan massa di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat.

Surat edaran ternyata terus muncul dan waktunya terus diperpanjang mengingat kasus-kasus masyarakat yang terkena covid-19 angkanya kian bertambah.  Semula per 14 hari, lalu tak terasa beranjak 3 bulan masyarakat harus stay at home.

“Seni selalu menemukan cara.”  Begitu tuturan Pak Rizky Ahmad jaelani dalam sebuah diskusi online di acara pembukaan pameran 9 September 2020 di Galeri Barli.  Penjelasan ini terbukti ketika seniman berrtahan dengan situasi pandemi seperti sekarang ini.  

Situasi ini memacu beberapa seniman drawing di Bandung merasa harus segera bergerak untuk terlibat pameran drawing dan cat air online.  Upaya ini dilakukan agar sebagian hasil penjualan didonasikan pada seniman yang terdampak pandemic hampir 3 bulan.  Tema pameran yang diangkat yaitu Pameran Donasi Covid 19 Online,  Drawing plus Cat Air, Dari Seniman Untuk SenimanPameran karya berlangsung dari tanggal 21 Mei-12 Juni 2020 di akun instagram @institutdrawing.

Ide Pameran Donasi ini muncul dari Isa Perkasa, seniman kelahiran Majalengka lalu menetap di Bandung.  Bersama Ahmad Nurcholis dan Anton Susanto, berembuk membuat teknis dan konsep pameran online dalam waktu singkat.  Upaya ini disambut baik oleh seniman-seniman yang tergabung dalam IDB (Institut Drawing Bandung) dengan mengundang seniman Tisna Sanjaya. 

Alhasil seniman yang menyiapkan karya untuk dipamerkan untuk donasi diantaranya Ahmad Nurcholis, Andi Yudha Asfandyar, Anton Susanto, Dede Wahyudin, Firman Lubis, Gus Bachtiar, Isa Perkasa, Nurlita, Ratman DS, Rendra Santana, Rosid, Setiyoko, Setiyono Wibowo, Teddy KW, Tisna Sanjaya, Yoyo Hartanto dan Yus Arwadinata.



Karya diberi bandrol di bawah harga standar dari karya masing-masing seniman.  Namun meski karya dijual dengan harga minimal, hasil karya yang dipamerkan tetap mempertahankan kualitas karya dan ciri khas karya seniman tersebut.  Tujuan utamanya agar karya cepat terjual sehingga dapat segera disalurkan kepada seniman-seniman yang terdampak pandemic.  Karena tujuan awalnya adalah gerakan saling bantu dan berdaya melalui karya seni untuk para seniman Bandung.

Karya dari para perupa drawing di Bandung ini merupakan nama-nama yang tidak asing lagi dalam seni rupa, khususnya yang menekuni karya drawing dan cat air.  Bukan bermaksud untuk menjatuhkan harga pasar seniman yang terlibat.  Dengan harga harga terjangkau bertujuan untuk lebih mempercepat terjual untuk menyelamatkan para pekerja seni khususnya seni rupa yang terdampak covid 19.”  Begitu Isa Perkasa menuturkan upaya cepat mengatasi dampak pandemi melalui Pameran Donasi Online ini diwujudkan.

Langkah ini dimulai ketika pandemic corona 19 muncul di Indonesia, dimana reaksi pemerintah dan berbagai kalangan menaruh perhatian bantuan pada para pekerja swasta maupun wirausaha.  Di tengah gejolak ekonomi yang menukik, seniman menjadi profesi pekerja yang tidak tersentuh bantuan dari berbagai lembaga.  Entah apa alasannya.  

Bisa jadi identitas profesi seniman seolah serba ambigu.  Pekerjaannya seperti wirausaha tapi kerap tidak punya toko, jual belinya mirip UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) tapi pola produksinya manual, pekerja mandiri yang tidak di bawah naungan komunitas maupun yayasan kesenian.  Situasi ini terbukti ketika pandemic muncul, seniman menjadi kelompok sosial yang tidak menjadi target profesi mendapatkan bantuan.  



Meski ada beberapa kali muncul pengumuman melalui media sosial dan whatsapp mengenai pendataan seniman untuk penyaluran bantuan.  Namun sampai sekarang berita mengenai waktu maupun data penyaluran itu tidak ada.     

Seniman merupakan profesi yang sudah lama ada, namun menjadi kalangan minoritas, bukan profesi popular di tengah masyarakat.  Bisa jadi begitu karena dianggap tidak bisa hidup mapan di tengah tuntutan kebutuhan yang kian mahal.  Profesi ini sulit diakui oleh masyarakat karena proses bekerjanya tidak kelihatan atau sulit diterima oleh standar kerja masyarakat pada umumnya.  Tak hanya oleh masyarakat maupun pemerintah, seseorang kerap sulit mendapat pengakuan sebagai seniman jika belum menghasilkan karya yang kompeten, belum “manggung”, belum pameran, tidak memiliki pergaulan antar seniman dan lain sebagainya.    

Mendapat pengakuan menjadi seniman itu susah-susah gampang dan profesinya kerap membingungkan ketika didata oleh lembaga pemerintah maupun lembaga formal lainnya.  Meski pengakuan ini muncul saat istilah ekonomi kreatif di pemerintahan beberapa tahun ke belakang, namun itu pun masih jadi profesi ambigu ketika ada pendataan.  Akhirnya banyak seniman yang menuliskan profesi di KTP nya sebagai wirausaha.  Masyarakat umum pun masih suka ragu-ragu ketika mencatat profesi seseorang yang khusus mengerjakan dunia kreatif.  

Rupanya langkah yang dilakukan oleh IDB memberi ruang-ruang nafas tersendiri bagi para seniman yang terdampak.  Semula pameran ini setidaknya untuk membantu 10 seniman saja dimana masing-masing seniman menyediakan 2 karya.  Ternyata langkah ini disambut baik dan diapresiasi oleh para pecinta seni dan teman-teman jaringan masing-masing seniman.  Sehingga permintaan karya pun bertambah,  hingga karya yang dipamerkan bertambah menjadi 66 karya lalu ada 41 karya yang terjual.



Di tengah pandemi ini, kita belajar banyak hal, salah satunya ada rasa peduli yang sungguh-sungguh.  Semula kita membeli karya karena tersentuh dan suka pada karyanya, namun ini menjadi tanda sebuah karya yang bersejarah.  Mereka tidak hanya membeli namun meluaskan ruang hidup seseorang di tengah keterbatasan.  Uniknya lagi, ada pembeli yang memilih beberapa karya tapi tidak ambil karyanya.  Karya tetap menjadi milik seniman dan persentase dana disalurkan lebih banyak untuk seniman yang terdampak.  

Proses penyaluran dana pada seniman tidak membagikan form atau link pendataan.  Namun penyelenggara menghubungi langsung dan mencari info melalui jaringan seniman mengenai kondisi teman-teman lingkaran seniman.  Teknisnya penyaluran pun tidak menunggu dana terkumpul.  Setiap karya yang terjual, dana donasi langsung dikirimkan kepada seniman terkait.  Meskipun tidak bisa memenuhi kebutuhan berminggu-minggu, namun di tengah pandemic ini banyak seniman yang mengaku seperti menyambung nafas.

Seniman selalu peka dan menangkap berbagai kejadian menjadi karya maupun kegiatan.  Dalam situasi tidak menentu seperti ini, akhirnya banyak seniman berkarya dengan beradaptasi dengan memaksimalkan media sosial.  Ada yang pameran tunggal seperti yang dilakukan oleh Widodo Kabutdo.  Ada pun rangkaian pameran bersama seperti Art Quarantine yang dikelola oleh Iwan Ismael, Bandung Art Month oleh Bdg Connect yang melibatkan kelompok-kelompok seniman, hingga tutorial menggambar dengan memanfaatkan media YouTube oleh Pak Andi Yudha.  



Seni selalu menemukan cara, iya cara memanfaatkan situasi menjadi karya.  Mereka pun tidak hanya melukis, drawing, namun selalu merespons berbagai situasi menjadi aktivitas seperti memelihara bonsai, membuat masker dengan gambar lukisan, kaos dengan tema karantina, membuat pertunjukan musik online di instagram.  

Banyak respons yang membuat haru dari para penerima donasi ini dengan berbagai doa-doa baik.  Situasi yang tidak menentu ini seperti memberi energi dan semangat hidup.  Seni menjadi daya dan menghadirkan orang-orang yang berjiwa luas.  Kini seniman banyak memunculkan karya-karya di media sosial.  Ini menarik.  Kita melihat keindahan di tengah kesempitan dan ruang ruang gerak fisik yang terbatas.  Semoga situasi pandemic ini segera teratasi, namun kebaikan tetap terjaga dan terpelihara.

12 komentar:

  1. Suka taglinenya "hiji keuna kabeh ngarasa" senasib sepenanggungan kira-kira begitu ya..solidaritas yang solid keren...

    BalasHapus
  2. Pandemi ini memang mengajarkn kita banyak hal ya Teh.
    Harus sabar
    Harus ikhlas
    dan tetep semangaatt berbagi untuk sesama. Bravo para seniman BDG!

    BalasHapus
  3. Pandemi ini memang berdampak sekali kepada para seniman ya kak, Bandung bagus nih untuk saling membantu kepada para seniman dengan cara berdonasi seperti ini ya.

    BalasHapus
  4. Semoga pandemi segera berlalu. Aku udah lama gak nonton hal-hal yang berbau seni. Kaya temanku yang pelukis tuh sekarang milih online buat lihatin karya-karyanya

    BalasHapus
  5. sudah saatnya kita semua saling bantu, apapun bentuknya itu karena akan meringankan beban orang lain

    BalasHapus
  6. Selama punya kemauan sebenarnya kita bisa berbagi dengan siapapun dengan apa yang kita mampu ya mba.

    Oya salam kenal mba. Bakal berkenan folliwback biar makin akrab. Hehe

    BalasHapus
  7. Jadi inget diskusi virtual di TVRI kemarin. Topiknya sih ngebahas tentang gimana kita bisa keluar dari pandemi ini dengan kesadaran kolektif. Termasuk dalam berkesenian. Apalagi seniman yang emang peka dg sekitarnya ya? Jadi, mungkin, dg bantuan ini bisa membantu seniman yg juga kena dampak pandemi untuk terus bertahan hidup dan giat berkarya..

    BalasHapus
  8. Wah keren, saling tulung, saling dukung dan melengkapi di masa sulit.
    Karena pondasi dibangun dari persatuan

    BalasHapus
  9. Bener deh kalo seni itu selalu menemukan cara untuk berekspresi. Keren ya sampai bikin bonsai, masker, dan lainnya. Semoga pandemi segera berakhir, namun tetep sikap saling menolong itu dilestarikan

    BalasHapus
  10. Seni yang tak terbatas itu bisa diartikan begini yaa..teh.
    Tetap berbagi kebaikan di kala pandemi. Berbagi nilai-nilai seni yang bisa dinikmati masyarakat luas.

    BalasHapus
  11. Luar biasa ya Mba, pandemi ini benar-benar belajar mengasah empati satu sama lain :)

    BalasHapus
  12. Bandung memang kota nya seniman katanya. Mereka juga solid dalam membuat acara kolaborasi semacam ini ya.

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv