Beberapa hari ini, berturut-turut bertemu dengan teman
lama. Teman masa SMA dan masa
kuliah-waktu itu teman satu organisasi di teater. Ya, dulu saya kuliah di ekonomi manajemen,
tapi bidang ini ternyata tidak sesuai dengan pilihan hati. Untunglah diimbangi
dengan kegiatan teater, pikiran jadi lebih terbuka dan leluasa. Meskipun kuliah di ekonomi ini tidak sesuai
hati, tapi saya bisa cepat lulus dan serius berteater. Lho! Yah, begitulah. Mungkin karena itu juga, kedekatan pertemanan
secara personal ada di teman-teman seorganisasi. Selama apapun kita berpisah, ada saat mereka
selalu dirindukan dan selalu ada pertemuan yang selalu diusahakan. Mereka bisa dibilang keluarga kedua.
Begitupun dengan teman SMA, barangkali karena saat itu
pertemuan kami dimulai saat sama-sama cileupeung. Pertemuan demi pertemuan membuat saya
tersadar bahwa begitu banyak perubahan yang kami jalani. Mereka, saya tumbuh
dimasing-masing komunitasnya dan bertemu dengan sudut pandang dan tumbuh dengan
cara yang berbeda-beda. Saat bertemu,
rasanya perasaan seakan kembali ke masa SMA.
Dan pertemuan itu seperti titik balik langkah dan pencapaian hidup.
Saya sering mengalami, disaat-saat tertentu tiba-tiba ingat
seorang teman dekat. Tak lama kemudian,
ada pertemuan yang gak diduga ataupun yang dikondisikan. Semacam chemistry antara pemikiran yang
mendekatkan pada situasi yang membawa beragam tanda untuk sebuah jawaban. Bisa jadi ini bagian dari “kegelisahan”,
bagian dari “pertanyaan-pertanyaan” yang sering muncul. Pertemuan-pertemuan dengan orang-orang,
teman-teman lama selalu membawa pemikiran dan semangat yang baru. Biasanya, secara naluri saya selalu mendapatkan
energi dari cara mereka bersikap maupun gaya hidupnya. Ada yang dengan mudah diserap tapi ada juga
yang ditolak. Seringkali, pertemuan ini
membuat titik refleksi, seolah membuka-buka kembali lembaran lama dan merangkum
kehidupan saya sekarang. Ya, hidup akan
selalu bergerak, berubah atau tidak berubah ada ditangan masing-masing.
Saya punya masalah kepribadian yang luar biasa jelek. Saya termasuk pemalu, penakut dan minderan. BUat teman-teman dekat, pasti mereka bilang, “Ima
pemalu? Minderan? Mustahil”, saya terima itu karena saya selalu tampak keren,
kan (hahahaa… maaf). Butuh kekuatan yang
banyak untuk menjalankan rencana-rencana, ide-ide. Dulu saat awal-awal usia 20-an, ide dikepala
ini makin berkembang seperti jamur, semangat yang tidak ada remnya dan yakin
dengan pilihan hidup. Tapi, saat kembali
ke rumah, pilihan ini selalu dipatahkan oleh situasi yang membuat perasaan itu
jatuh dan bangun. Kembali sebagai anak
bungsu yang dianggap angin lalu. Otak
ini seperti tidak berkembang, tapi ketika keluar saya seperti punya pribadi
yang berbeda. Ajaib. Tapi memang
begitu, ya, anak bungsu selalu dianggap anak kecil dan bisa jadi ini
sebagai ungkapan sayang dalam keluarga.
Seperti orang tua yang selalu menganggap anaknya tetaplah anaknya yang
lucu dan dikhawatirkan sekalipun sudah beranak 11 (haha). Gak perlu sebal, karena begitulah cara
keluarga mengungkapkan rasa sayang.
Fasilitas facebook dan jaringan sosial lainnya seperti
menyelamatkan saya. Image dan status,
info dan pelatihan-pelatihan gratis di youtube seolah kembali mengasah hati dan
otak yang kembali tumpul. Ya, hidup itu
harus bergerak terus, kan. Waktu tidak
terasa, sebulan, dua bulan, setahun, lima tahun, ketika kita membuka buku
catatan ternyata banyak yang sudah kita kerjakan, atau bahkan banyak ide yang
kita tunda dan ternyata waktu begitu cepat bergulir tapi kita belum melakukan
apapun. Seolah waktu dan situasi selalu
menghambat kesempatan, tapi ternyata segala sesuatu agar bisa tercapai ya harus
dikondisikan.
Situasi sederhana begini, katakanlah jam 10.00 wib saya
membuat janji dengan seorang teman.
Sejak pagi, waktu diatur sedemikian rupa agar segala kewajiban
terselesaikan. Dari bangun tidur, mandi,
beres-beres rumah, masak, sarapan, memandikan anak-anak, menyuapi hingga
menyiapkan bekal, tas dan segala pernak-perniknya untuk ketemuan jam 10.00 wib
itu. Dan ternyata, bisa. Semua terselesaikan dengan baik. Pekerjaan rumah beres, pertemuan dengan teman
lancar, hati terpenuhi. Selain target
mendampingi dan mengurus segala kebutuhan anak, rasanya kita bisa menciptakan
situasi agar saya sebagai ibu tetap menghasilkan karya. Segalanya bertahap sangat bertahap. Saya melakukannya pelan-pelan, sangat pelan
pelan, karena saya tahu hati saya serapuh keramik. Pondasi ini ditata dan disusun sedemikian
detil hingga saya berharap bisa lebih kokoh. Berarti, apapun bisa kita capai, selama kita
mau berkompromi dengan waktu dan kondisi.
Slowly, steady, ready. So, what
today do?
Ima. Happy Friday, July 05, 2013
Buat saya, Teh Ima itu wanita yang kuat *\^^/*
BalasHapuskuat ka era nya, Vi... hihiiiii
BalasHapus