Bapak merupakan laki-laki memiliki pribadi militansi
tinggi. Tingkat komitmen pada usahanya
seperti cinta yang selalu dipupuk lalu tumbuh subur. Bagaimana dia menyembelih ayam, merawat para
pelanggannya dan menumbuhkan keyakinan pada konsumen baru untuk mengkonsumsi
ayam hasil sembelihan bapak. Begitu juga
dengan Amih -panggilan orang sunda untuk ibu- mengajarkan kesungguhan,
kejujuran, kesetiaan dan kesederhanaan.
Militansi ini ternyata ikut tumbuh pada beberapa anaknya
atas keyakinan pada bidang yang digelutinya.
Saat orang-orang bergerombol memiliki cita-cita sebagai guru, dokter,
wanita karir, anak-anak bapak memilih bekerja sebagai pelukis, pedagang, permain
teater dan beberapa ada yang menjadi pengajar pula sekalipun sambil tetap
melukis. Hampir semua warga turunan
bapak menyukai seni dan hobi lainya adalah penikmat makanan dan jalan-jalan. Begitu juga dengan saya yang gemar mencoba
berbagai makanan, penikmat seni dan senang berjalan kaki melewati pepohonan, kesunyian,
keramaian karena banyak yang dilihat, dinikmati bahkan dikeluhkan.
Saya tidak seperti Bapak dan Amih yang konsisten, saya
terlalu banyak kesukaan hal yang rupanya berdampak buruk pada komitmen usaha
yang digeluti. Dari usaha makanan,
pakaian dalam, produk kecantikan, jasa advertiser, penjual buku, bla… bla… bla…
tidak ada yang sampai pada kesuksesan. Sayangnya
saya tidak tertarik untuk berjuang abis-abisan mencari kerja, secukupnya saja
disaat dilema melanda baru nyari kerja selain itu saya lebih memilih dagang
sebagai jalan hidup saya dan ikut kursus sana sini. I felt alive. Ada untungnya juga menikah dan mengambil
keputusan membuat jasa desain sekalipun sering rombak formasi sana sini, suami
penguat untuk tetap konsisten di bidang ini meski sering juga tergoda untuk
mencoba hal yang baru disaat sepi order.
Setidaknya saya jadi belajar banyak masalah mengoperasikan corel draw, photoshop
dan sok sebagai kurator desain karya suami
meskipun cukup membantu, gaya juga yah. Kebodohan
saya dimasa lalu membuat saya tidak tahu bahwa di dunia ini ada bidang study
desain grafis dan selama ini saya sangat menyukainya. Untunglah ada pengalaman cetak mencetak saat masih di tobucil, senang datang ke pameran lukisan, dansense
of art saya ga jelek-jelek amat.
Saya juga suka menulis, sekalipun tulisan saya belum enak
dikonsumsi publik. Gapapalah, yang penting enjoy
dulu lama-lama banyak kebutuhan untuk memenuhi keahlian saya yang monoton. Emang mau monoton terus? Jawabanya tentu
tidak J. Lalu saya mulai banyak mempelajari teori
penulisan dari beberapa buku, belajar menulis online, dan menganalisa gaya penulisan seseorang.
I felt alive ketika
mampu memecahkan situasi stagnan dengan melakukan sesuatu yang membuat diri
senang. Ada sisi yang kosong ketika kita
tidak ada kegiatan, dan ketika menyelesaikan satu kesenangan sebuah tulisan,
rajutan, mencoba resep masakan atau berhasil mengambil foto -sekalipun tidak
dijamin mutu- jiwa kembali terasa penuh
dan riang tiada tara. Rasanya seperti di
beri batre baru, maka energi bertambah untuk melakukan rutinitas, hidup terasa
lebih berarti, bisa jadi ini tumbuh karena ada penghargaan pada diri. Ketika diri memberi kepercayaan pada diri
untuk berbuat sesuatu sekalipun sangat kecil maka jiwa kita terasa hidup. Kegiatan-kegiatan kecil bisa membuat diri
berarti bahkan memberikan dampak yang asik dan mampu memecahkan situasi yang
menjemukan.
Penghargaan pada diri sendiri menjadi perlu bahkan mesti
sering-sering dilakukan agar pikiran lebih terbuka dan tidak bersarang pada
titik asam yang tidak juga memuai.
Dunia rumah terasa lebih lebar dan menarik ketika semakin
memanfaatkan fungsi internet dan memiliki teman diskusi yang asik seperti suami
saya. Jejaring informasi tumpah ruah diberbagai
sudut. Tinggal kita mengolahnya menjadi
produktif atau untuk menghabiskan waktu saja.
Bagi saya yang berkomitmen pada diri untuk memaksimalkan hidup di rumah,
internet menjadi unsur penting. Dunia
terasa sangat luas dan tentunya saya bisa tetap belajar banyak. Belajar menulis, merajut, ikut lomba
penulisan, belajar menata hidup lebih produktif dan kenyataanya bahwa kegitan
itu harus diciptakan sendiri. Sama
halnya ketika kita bekerja di luar rumah, kita memiliki strategi dan tugas yang
banyak untuk menyelesaikan point penting untuk meningkatkan produktifitas
perusahaan tersebut. Sementara saya
menciptakan produktifitas diri untuk mencari kesempatan agar tulisan dan hobi
saya yang lain bisa bermanfaat dikalangan orang banyak dan rewardnya menghasilkan uang.
Ternyata lebih sulit menciptakan disiplin diri daripada ada tuntutan
pekerjaan maupun kelompok. Bisa jadi ini
dampak sisa-sisa turum menurun mental dijajah karena biasa disiplin ketika ada yang mengawasi. Oh, no :b
Memberanikan diri dengan mempublikasikan tulisan dengan memanfaatkan fasilitas
blog, lama-lama semakin mengerti pola dan perkembangannya seperti apa. Semakin hari saya ingin tulisan yang dibuat
lebih pantas dikunyah dan berenergi bagi banyak orang.
Lari ke jejaring sosial, disini saya membaca dan mempelajari
proses maupun gaya hidup teman-teman, baik dari status-status yang mereka buat,
foto, perkembangan hidup maupun gaya hidup mereka. Meskipun berjarak namun saya merasa dekat
dengan teman-teman yang telah memiliki kehidupanya sendiri. Karena bagaimanapun kondisi mereka, selalu
menggelitik emosi tertentu untuk motivasi hidup terus berjalan menggapai mimpi.
Beberapa dari mereka ada yang
memanfaatkan untuk hubungan sosial saja namun sesuai perkembangannya banyak
pula yang mampu memanfaatkanya untuk mengembangkan bisnis-bisnisnya. Ini yang menarik, benakku. Aku bisa diam dirumah namun tetap bergerak
diantara hilir mudik keramaian manusia. Tak
ada kata berhenti untuk memulai dan tak ada kata terlambat untuk memulai. Jika kita meyakini apa yang dilakukan maka perjuangkan
dan buatlah diri lebih berkualitas. Dari
facebook ini aku bertekad tidak hanya untuk sekedar hiburan tapi ingin lebih
produktif dan menghasilkan sesuatu yang berarti bagi hidup.
Akhirnya saya memulai kursus penulisan, perlahan mengenal grup
penulisan dan berjalan berusaha lebih tenang mengikuti mereka-mereka berlari
sangat kencang bahkan yang sudah berjalan dengan mantap . Saya berusaha tidak peduli meskipun sempat
menciutkan niat ditambah rasa malu yang kerap datang hilir mudik. Tidak mudah melangkahkan kaki, berproses lagi,
mengumpulkan serpihan tercecer sisa-sisa perjuangan masa lalu (hehe) dan
meneguhkan tekad dengan menciptakan jadwal yang membuat saya disiplin untuk
memperbaiki diri. Artinya, saya harus
semakin belajar banyak tentang banyak hal dari berbagai sumber. Makin lama aku semakin menikmatinya meskipun
belum sampai. Saya percaya suatu hari
tujuanku terwujud, menciptakan diri lebih produktif dan mantap, namun tetap menjadi
diri sendiri, berfungsi sebagai istri, ibu, anak dan bibi di rumah ini. Dan tentunya semakin dapat menggeluti hobi
jalan-jalan, punya banyak waktu untuk keluarga, menghargai diri dengan tetap
berkarya tanpa harus menghabiskan banyak waktu di luar rumah dan keleluasaan rezeki dari karya tersebut. Banyak yang bilang “ah, mimpi”, bisa jadi
hanya mimpi dan tulisan ini akan kembali hilang jika saya kalah oleh rasa
lelah.
Anyway… thanks a lot untuk IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis). I felt alive J
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan komentar Anda. adv