Ruang Baca Popo Iskandar |
“GSPI.” Begitu
teman-teman menyebut Griya Seni Popo Iskandar saat mengajak saya untuk melihat
performance art dan pameran karya seni di tempat itu. Waktu jaman kuliah, sekitar tahun 1996 keatas
dan senang bermain teater, di GSPI sering ada pameran seni rupa, performance
art maupun workshop. Datang ke acara-acara
seperti ini, banyak membantu melatih kepekaan rasa terhadap lingkungan, sudut
pandang dan memancing semangat berkarya.
Kebetulan lokasi GSPI ini di jalan Setiabudi Bandung, tak jauh dari
rumah saya yang di belakang terminal Ledeng, hanya memakan waktu 2 menit kalau
naik angkot dan bisa juga jalan kaki. Sekarang
tempat ini sudah berubah wujud jadi hotel dan GSPI pindah ke seberang terminal
Ledeng, masuk jalan kecil sedikit. Tempat
yang sekarang sebetulnya tidak asing lagi, malah saya merasa lebih akrab dengan
griya yang sekarang yang saya tahu rumah putih ada gambar bulatan hitam dan
persegi panjang miring berwarna merah.
Logo ini membayang dan terekam kuat di ingatan masa kecil saya yang
sering lewat di wilayah rumahnya.
Dulu kalau main ke Negla (sebutan untuk Jalan Sersan Bajuri),
jalan yang menjadi batas UPI (dulu IKIP) menjadi jalan umum warga, disana ada
rumah berwarna putih dengan gambar yang eyecaching dan membuat terasa ‘beda’. Seumur-umur hidup di lingkungan Ledeng dan
wilayah Isola, melihat rumah itu memang terasa ‘beda’ dan ‘berkelas’. Saya hanya lewat dan melihat dibalik
dindingnya yang tinggi. Rumahnya
tersembunyi di balik dinding itu dan hanya sebagian terlihat termasuk gambar
itu yang bisa saya nikmati. Beberapa pekan
lalu tanggal 6 Juni 2015, rumah ini berubah wujud menjadi Griya Seni Popo
Iskandar dan pertama kalinya masuk ke rumah itu. Sudut dindingnya sepertiini:
Teras depan Griya Seni Popo Iskandar. Foto: Ima |
Saya mau datang karena ada pembukaan Ruang Baca Popo
Iskandar berikut acara pengumuman Writing Contest Popo Iskandar untuk para
guru. Teman saya, Bu Yayu, masuk sebagai
finalis jadi saya pengen support dia sebagai tim hore. Lagi pula, saya butuh ‘penyegaran’ setelah
sekian lama tidak di Bandung dan tidak hadir
di acara kebudayaan. Tadinya mau datang
bareng suami, tapi kondisi fisiknya sedang tidak begitu baik. Karena dari rumah ke tempat acara tinggal
menyebrang jalan, jadi saya pergi saja dengan Alif. Kebetulan keponakan dan suaminya juga mau
datang ke acara itu, jadilah kami jalan santai sore-sore. GSPI, udara ini, suasana ini, rasanya sudah
lama tidak menikmati pameran maupun pertunjukan seni.
Logo yang terpampang di sudut dinding, sebentulnya membuka
memori masa kecil saya yang senang jarambah.
Ruang main terbuka saya dan
teman-teman Gang Bapak Eni di seputar kampus IKIP (sekarang UPI) dan
Cipaku. Setiap melangkah ke wilayah jalan
kecil di pinggiran rumah Popo Iskandar yang besar dan cat putihnya, selalu
membangun imajinasi tentang kehidupan yang ada dibalik dinding tingginya. Setelah sekian puluh tahun, saya memasukinya
dan membongkar imajinasi.
Ruang-ruang itu di tata sedemikian rupa menjadi ruang
pameran karya seni berikut perjalanan kiprah Popo Iskandar sebagai seniman. Saya
fikir, keluarganya hebat, mereka bisa mempertahankan karya seni itu dan
memelihara sejarahnya. Disudut belakang,
ada ruang baca yang unik. Ada rak dengan
susunan kata ‘ART’ yang menarik, dipermanis dengan meja bulat dan kursi untuk
baca membuat kita nyaman bisa duduk-duduk dan baca. Suasananya terbangun dan mendukung untuk membaca
dan berkarya. Ruang baca buka dari dari
hari Rabu-Jumat jam 10.00-16.00 WIB.
Banyak koleksi buku terjemahan bahasa Inggris dan Belanda, siapapun bisa
menjadi anggota raung baca dan bisa baca di tempat. Kalau ingin memilikinya, katanya kita boleh
foto kopi buku tersebut.
Salah satu sudut ruang baca griya seni Popo Iskandar. Foto: Ima |
Di tengah menjamurnya pertumbuhan hotel-hotel, tempat makan,
ruang wisata di sepanjang jalan Setiabudhi belakangan ini, Griya Popo semacam
salah satu oase yang menghidupkan aura pendidikan. Menyadarkan perlunya suasana pendidikan yang
membangun semangat berkarya bukan semangat konsumtif. Karena di lingkungan Setiabudhi, sebetulnya
seolah sudah terbangun suasana pendidikan yang cukup kental dengan adanya
kampus UPI, UNPAS, ENHAII, Telkom dan beberapa sekolah lainnya. Sehingga banyak pendatang dari penjuru
Indonesia datang ke Bandung untuk menggali ilmu. Ruang pendidikan dan wisata ini menjadi tarik
menarik di lingkungan ini.
Bandung, 28 Juni 2015
@Imatakubesar
#CatatanRamadhan2015
Waktu sma suka maen ke daerah UPI (dulu namanya IKIP) buat latihan softball. Rada familiar dikit sama kawasan ini, tapi aku tuh orangnya suka lupa sama yang detil. Hihihi Lagi bayangin posisi griya ini. Setingannya apik dan cantik ya, teh. Hommy deh.
BalasHapusIyah, kayanya tadinya emang rumah keluarga Pa Popo.
HapusMupeng sama rak bukunya :)
BalasHapusItu rak bukunya duuuh, bikin kepengin.
BalasHapusKapan yaa bisa ke Bandung
Dydie & Bu Yanti: Samaaaaa... keren banget, yah. Bu Yanti, hayu dianter, sekalian nginep di rumah Ima :)
BalasHapus