Foto: Imatakubesar |
Pagi ini saya membaca dongeng di rubrik Nusantara Bertutur, judulnya “Hutan Donoloyo” karya Fransiska Rina Miliansi. Isinya bagus, tentang warga yang terbuai oleh seorang laki-laki kota yang berani membeli pohon dengan bayaran yang mahal. Sampai tak disadari hutan itu gundul dan saat musim kemarau tiba, mereka kurangan air. Air sumur tak keluar dan udara terasa sangat panas. Padahal selama ini mereka tidak pernah kekurangan air. Sampai akhirnya disadari keputusan mereka menjual pepohonan adalah sebuah bentuk kesarakahan yang bisa merugikan diri mereka sendiri. Akhirnya, penduduk Donoloyo menanam kembali hutan gundulnya.
Dikaitkan dengan kondisi alam yang sudah berlangsung lama
seolah tidak ada solusi. Dari banjir,
kekeringan, longsor terajadi di kondisi alam tropis. Alam yang mestinya stabil. Banjir di Jakarta seolah sudah biasa dan
dianggap reaksi alam saja. Padahal kalau
mau mengkoreksi diri sediri, kepemimpinananya, bisa jadi bencana terjadi karena kurangnya penyerapan pohon, selokan-selokan
tidak terawat, bangunan yang semakin padat dan tata ruang tak terkontrol. Seolah pembangunan hanya terpusat pada pembangunan fisik yang menghasilkan keuntungan materi seperti mall, apartemen, perumahan,
dll. Pembangunan yang menyeimbangkan
alamnya diabaikan, dianggap hal yang klise, tidak menarik dan tidak memberi
keuntungan.
Sering saya temukan saat harus ke luar kota, pegunungan yang dilewati pohonnya jarang-jarang.
Mesin-mesin traktor tengah mengggerogot tanah sehingga sudah tak lagi berbentuk
gunung. Di satu sisi manusia butuh hidup
layak, tapi di sisi lain ada yang dikorbankan: alam. Tapi kalau materi tidak menjadi tujuan, tentu
sifat pembangunan ini akan jauh lebih arif. Ada yang dihilangkan, ada yang ditumbuhkan, ada yang dirawat. Oke, kita butuh materi, tapi bukan berarti mengorbankan banyak hal
sehingga kita sendiri yang akan kena imbasnya.
Padahal dalam karya, dalam materi, dalam ilmu, dalam setiap nafas yang
kita hirup, ada hak orang lain disana.
Hak berbagi untuk keseimbangan.
Seringkali kita lupa, bahwa manusia dan alam saling
bergantung. Kalau mau ingat-ingat lagi
pelajaran saat sekolah dulu di SD, SMP, SMA mata pelajaran IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam), manusia dan alam saling terkait dengan rantai makanan. Rantai makanan
ini sangat berperan kuat membuat manusia bertumbuh sehat, sehat tubuh dan sehat
psikis. Baik dalam bergerak dalam bentuk
fisik maupun dalam berfikir sehat dalam menjalani tiap rantai sosialnya. Alam dan manusia adalah kesatuan yang membuat
kita seimbang.
Cerita yang sederhana ini mengandung banyak makna dan penyadaran. Buat orang tua yang membacakannya maupun buat
anak yang diberi pemahaman sejak dini.
Bahwa kita harus menjaga dan memelihara lingkungan. Meskipun, menjaga dan memelihara lingkungan
ini tidak semudah penuturannya, butuh kolaborasi antara ketangguhan mental, ilmu
pengetahuan, penyadaran yang penuh dan cinta pada kehidupan. Ilmu pengetahuan kunci utama merawat dan hidup bersama dengan alam. Manusia dan alam satu kesatuan, menyelamatkan alam, menyelamatkan diri sendiri.
@imatakubesar
15 Februari 2015
#TantanganMenulisHariKe2
Sya Tersentuh dengan tulisan ini. Betapa bnyk orang yg masa bodoh dg alam.
BalasHapusTerima kasih, Riski. Kadang bingung, apa yang bisa kita lakukan, kecuali dgn menuangkannya pada tulisan.
BalasHapusAda yang bilang, kalau alam 'sakit' bisa bikin manusia jadi sakit. Padahal yang bikin alam jadi sakit, ya manusia juga
BalasHapusBaca ini jadi inget film Kingsman: The Secret Service tentang manusia adalah virus bagi alam. Apabila manusia tidak musnah oleh alam, manusia akan dimusnahkan oleh manusia itu sendiri.
BalasHapus