just be happier



Saya tidak tahu harus memulai dari mana.  Setelah sekian lama tidak menulis untuk blog, (seperti biasa) laptop rusak lagi untuk kesekian kalinya.  Setiap ada projek (yang diciptakan sendiri) akan dimulai atau sedang berjalan selalu saja ada masalah dengan alat teknologi yang satu ini.  Untuk kesekian kalinya, keyboard harus diganti atau diperbaiki karena kebanyakan dieksplor sama anak saya.  Ya, saya engga bisa menyalahkan mahluk yang baru kenal dunia 3 tahun, ini keteledoran dan saya fikir anak saya udah mengerti ternyata masih juga uji coba.

Anehnya, setiap mau melangkah selalu saja ada masalah.  Jangan-jangan ini pertanda bukan jalan saya untuk serius di dunia kepenulisan, tapi suami saya bilang bukan begitu, itu artinya kamu harus lebih semangat.  Baiklah, jangan-jangan selama ini saya sering mengabaikan kesempatan, ketika ada alat dan lingkungan yang mendukung, kesempatan itu kurang digunakan.  Dengan rusaknya laptop saya merasa kehilangan waktu dan kesempatan hidup.  Bisa jadi begitu ya, ketika ada fasilitas kadang orang mengabaikan dan merasa baik-baik saja.  Tapi ketika fasilitas itu tidak ada, semakin kita tersadar kemarin kita kurang mengoptimalkan fungsinya.
Tapi setelah melewati kekecewaan, saya rasa ini kesempatan saya untuk kembali mengolah tangan alat tulis dan buku untuk menuangkan pertanyaan-pertanyaan dan kegelisahan yang tiba-tiba muncul.  Menggerakan jari lagi ternyata tidak mudah, agak kaku dan malu-malu.  Lama-lama rupanya ada sensasi sendiri ketika menulis secara konvensional: asik dan romantis.  Lalu mulai memaksakan dan mencoba-coba menulis di note handphone sambil menyusui Bayan.  Adaptasi dari layar lebar ke layar kecil tadinya mengganggu sekali, ribet dan mengecilkan imajinasi, lama kelamaan rasa itu memudar.  Akhirnya mulai menikmati berbagai alat lain untuk menulis.  Saya bukan penulis professional yang super canggih dan menghasilkan banyak buku maupun artikel-artikel di media masa, tapi ketika tulisan itu selesai ada keriangan tersendiri.   Dan efek riang ini memberi pengaruh saat mengurus berbagai pekerjaan utama sebagai ibu rumah tangga (cieee… ibu euuuy). 

Hidup di rumah itu ternyata tidak sederhana.   Banyak keriuhan dan pergulatan batin.  Kendali ada di sini, di jiwa.  Saat saya merasa bahagia, anak-anak dan suasana rumah terasa riang dan begitu sebaliknya.  Suasana hatipun bisa tertular pada rasa makanan, kalau makanannya kurang menggairahkan bisa jadi karena suasana hati sedang tidak mendukung.  Tapi bukan berarti beli makanan ke warung sedang tidak bahagia, bisa saja karena sedang ribet, cape dan… malas, he… he…  Setiap Ibu punya cara sendiri untuk menciptakan keriangannya, ada yang jalan-jalan, pergi ke salon , ketemu teman, menjalankan hobi-hobinya seperti  merawat bunga, merajut, memasak, menjahit, naik gunung dan lain sebagainya.  Kadang saya suka merasa seorang Ibu yang sekaligus bekerja di sebuah perusahaan tentu menjadi Ibu yang bahagia, karena selain mengurus anak dirinya tetap berdaya untuk orang lain. Tapi ternyata, kebahagiaan dan keriangan itu bisa diciptakan sendiri, tergantung masing-masing menyadari bahwa dirinya merasa beruntung dan mengembangkan kesempatan itu. 

Terimakasih, karena telah membuat laptop rusak dan saya bahagia (menyadari) tidak kehilangan gairah menulis.

2 komentar:

  1. Pasti bisa nulis terus kok, Teh. Semangat Teh Ima :)

    BalasHapus
  2. Anonim4:33 AM

    Aura happy-nya terasa ditulisan ini :)

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv