27 April 2012
Sudah lama melirik sebuah tempat yang nyaman di sudut jalan
Lamping, tepatnya di wilayah Cipaganti Bandung. Namanya kopi lamping,
dari nama tempatnya bisa diduga itu sebuah tempat nongkrong, ngobrol maupun
diskusi sambil menikmati kopi panas dan makananan hangat. Menariknya,
tempat itu sederhana, memanfaatkan bangunan klasik rumah Belanda, tidak terlalu
luas bahkan berkesan cozy, dipercantik dengan ornamen ukiran jawa, kursi kayu
dan kap lampu yang unik. Ada yang unik
lagi, di depan pintu gerbang dihiasi sado, delman model lama.
Setelah sekian lama menunggu waktu yang tepat, akhirnya
kami tidak lagi melirik tapi memasuki gerbangnya lalu duduk dengan nyaman di
kursi kayu gaya kuno. Warna lampu dan kayu-kayu menggugah selera
dan menciptakan suasana yang tenang. Pelayan cantik berkerudung datang
dengan membawa buku menu, disana tercantum beragam kopi olahan, beragam cita
rasa teh, camilan hingga makanan berat. Diantara sederet menu kopi, mata
saya tertuju pada kopi aceh dan roti bakar keju. Sementara suami saya
memilih teh jahe sereh, mengingatkannya pada wedang secang yang ada di kedai kebun
seni.
Rasa penasaran terhadap kopi
ini akhirnya harus berkompromi lagi dengan rasa sabar. Rupanya setelah
menunggu kopi datang, kita harus menunggu kopi menetes ke dalam gelas. Kopi
Aceh disajikan diatas saringan yang diletakkan di atas gelas kaca.
Didalam gelas berisi susu kental manis. Untuk menikmati kopi ini, kita
menunggu semua kopi menetes ke dalam gelasnya lalu baru diaduk perlahan.
Proses menunggu ini ternyata tidak sia-sia, karena rasanya benar-benar enak
sehingga mampu menyembuhkan ketidaksabaran saat menunggu datangnya kopi. Dari proses kopi ini seolah-olah menyimpan makna, bahwa hidup itu bertahap, tidak tergesa-gesa dan dijalani dengan penuh kepastian sehingga mampu menorehkan keabadian. Seperti proses pengolahan kopi
ini, hmmm…
Kopi aceh salah satu kopi terkenal dari Indonesia yang
mampu mendunia. Di Aceh sendiri kopi diseduhkan dengan cara yang unik
yaitu kopi dididihkan lalu disaring oleh kain hingga beberapa kali
penyaringan. Semakin kental, kopinya
makin terasa lezat. Cara pengolahan ini,
kedai Sorong merupakan salah satu alasan saya ingin datang ke Aceh selain
mempunyai sejarah pahlawan Tjut Nyak Dien yang melegenda itu. Bagaimana bisa Starbuck mengakui rasa kopi
Aceh, sementara saya sebagai orang Indonesia sendiri belum pernah merasakan sisi
kenikmatanya. Rasanya tidak adil kita
harus membeli kopi Aceh di Starbucks dengan harga selangit, sementara kita
hidup di negeri sumber penghasil kopi tersebut.
Akhirnya berkunjung ke kopi lamping menjawab rasa penasaran itu. Dan rasanya? Tak terkatakan.
Indonesia salah satu surganya kopi, dengan berbagai cita
rasa dan cara penyajian yang unik.
Bahkan ada kopi hasil pengasaman di perut binatang, you know what, it’s
luwak. Yup, rasanya? Selangit, nyam!
Sungguh beruntung tinggal di Indonesia, jadi harus jaga kesehatan, pola makan,
olah raga, apalagi kalu bukan untuk menikmati hidup, minum kopi, menjelajah
pegunungan dan menikmati berbagai makanan dan keindahan alam yang tidak ada
duanya.
Mari ngopi...
Makasih banget bro imatamorfosa buat kunjungannya
BalasHapusdan really appreciate untuk reviewnya.
Datang lagi ya...
Sama-sama kopi lamping, saya dan suami kalau sedang butuh re-fresh otak memang selalu datang kesana ko. Kopi acehnya memang memanjakan banget ko :)
BalasHapus