27 April 2012
Pernah baca novel trilogy Dukuh Paruk karya Achmad Tohari? Dalam
novel ini kita diajak berimajinasi ke sebuah daerah yang kering dan mereka
percaya bahwa kesuburan tanahnya bergantung pada ritual tari ronggeng. Keberadaan tarian rongeng dipercaya mempunyai
daya mistis untuk mengawinkan langit dan bumi lalu melahirkan hujan dan mampu
menyuburkan tanah. Lalu dengan
berkembang dan percampuran budaya modern barat yang bersifat sekuler,
rasionalistik dan empirik, makna ronggeng menjadi terkikis dan terpinggirkan
lalu melahirkan konotasi berbeda.
Ada referensi yang
berkaitan tentang proses panjang mengenai peradaban tanah Sunda yang memiliki
keterkaitan kuat dengan keberadaan ronggeng, judulnya ‘Perempuan dan Ronggeng’. Dari buku terbitan Pusat Kajian Lintas Budaya
& Pembangunan Berkelanjutan (LBPB) ini, kita diajak untuk mengenal, memahami
proses makna bersejarah ronggeng di tanah Sunda. Penulis, Dr. Endang Caturwati, M.S. menuturkan dengan lugas dari fungsi ronggeng
yang spiritual sampai dimanfaatkan keberadaanya oleh kolonial Belanda sebagai
alat prostitusi terselubung yang mampu mempengaruhi runtuhnya gaya hidup individu
atau kelompok di daerah perkebunan. Sapai dituturkan pula upaya yang dilakukan para pecinta
seni tari untuk merubah citra ronggeng mewujud dengan nama baru yang kita kenal
sekarang adalah jaipongan. Sebuah proses
tidak sederhana dan penuh kretivitas yang menarik.
Rasanya sulit menerima kenyataan saat menyusur sejarah kita
yang begitu kelam, banyak intrik dan eksploitasi dari berbagai sudut. Memang seolah penguasa saat itu menciptakan situasi
yang serba salah bagi penduduk lokal dalam mempertahankan stabilitas
hidupnya. Para perempuan merangkap
sebagai kuli perkebunan dan partner seks yang dibayar untuk melayani kebutuhan
domestic penduduk laki-laki di daerah perkebunan. Hal ini terjadi karena
kebijakan upah bagi kuli perempuan saat itu 50% dari upah laki-laki. Sementara agar para kuli laki-laki betah
menjadi pekerja diperkebunan, didatangkanlah hiburan ronggeng, disediakan minuman
keras, judi dan ketiga kebisaan ini semakin melilit mereka pada
jurang kemiskinan karena memaksa mereka berhutang agar bisa saweran dan
berjudi.
Buku ini tidak melulu membicarakan proses panjang sejarah
ronggeng, namun diceritakan pula sisi lain kehidupan ronggeng sebagai manusia
biasa. Pada bab Ronggeng sebagai
perempuan biasa, kita diajak untuk memahami bisikan dari hati kecil perempuan
yang mendapatkan pelecehan dari para lelaki maupun suaminya. Keinginnanya sebagai perempuan yang ingin
dihargai, disayangi dihormati dari pasangannya seolah hanya menjadi sebuah
harapan, sangat terbalik kondisinya ketika begitu banyak laki-laki yang memuja
disaat ia diatas pentas pertunjukan.
Buku ini semakin membuat kita tersadar bahwa proses panjang pembersihan nama
baik yang kini menjadi seni tari, tidaklah sesederhana yang kita fikirkan. Dengan melewati sejarah panjang dan kelam,
keindahan tariannya disalah arti dan disalahgunakan. Kini tari sunda dalam hal ini jaipongan,
ditangan orang yang kreatif dan strategi yang cantik mampu menarik hati banyak
kalangan bahkan mampu mendunia.
pernah baca novel ahmad tohari itu zaman kuliah dulu, tp yang membekas diingatan saya lebih ke cara bercerita atau tuturan ahmad tohari yang membuat saya ketagihan karya-karyanya...btw, sulit memisahkan ronggeng dan keidentikannya dgn prostitusi karen apola pikir lelaki penikmat ronggeng masih banyak yang ke arah situ hehehe
BalasHapuspostingan yang bagus tentang Perempuan dan Ronggeng
BalasHapusSkripsi saya berhubungan dengan ronggeng teh dan butuh buku ini kira - kira dimana ya saya bisa beli bukunya ?
BalasHapusHi there everyone, it's my first visit at this website, and piece of
BalasHapuswriting is in fact fruitful designed for me, keep up posting these content.
Take a look at my web page :: visit my web site