Rasanya sulit menerima
kenyataan bahwa saat ini, abad 2000, masih terjadi perbudakan di London. Istilah perbudakan ini bukan hanya sekedar
kiasan tapi benar-benar terjadi. Film drama
berjudul “I am Slave” menuturkan sebuah kisah nyata seorang perempuan bernama
Mende Nazer, kini akhirnya diketahui terdapat 5000 orang yang menjadi budak di
London dan 20.000 orang di Sudan.
Malia adalah seorang
putri Bah Annur hidup di pegunungan Nubar, tanah raja-raja. Dia adalah seorang putri dari pemenang gulat,
sebuah pertaruangan yang bergengsi di sukunya.
Sampai suatu hari desanya dirampok, dibakar, terjadi penculikan dan
dihancurkan. Saat itu dia berusia 12
tahun, di culik lalu di jual ke Khartoum oleh jaringan perdagangan
manusia. Bekerja sebagai pembantu namun
tidak dibayar dan diperlakukan tidak manusiawi.
Malia adalah seorang putri dari golongan terhormat, tapi bagi dunia luar
desanya dia bukanlah siapa-siapa.
Cerita berjalan secara
apik, banyak adegan mampu menangkap mental Malia saat dia menghadapi banyak
situasi yang membuat kita seringkali mencoba menahan nafas. Saat dia cemburu
terhadap anak-anak lain, dipukuli karena bermain dengan anak majikan, berusaha
untuk kabur dan keinginanya untuk bebas. Perbudakan ini di kemas begitu halus
dan tumbuh subur diantara kalangan tertentu.
Film ini sangat
dianjurkan untuk ditonton, mengingat kenyataan banyaknnya persamaan hak yang
didengungkan namun dibalik itu ternyata ditengah zaman dengan kemasan modern-seolah
moderat ternyata menyembuyikan banyak ketidakadilan dan pelecehan ras tertentu. Jangan-jangan memang yang terjadi di
kenyataan bahwa Negara ketiga selalu dilecehkan. Tidak hanya tertekan oleh kebijakan
internasional namun juga terjadi pelecehan yang melekat pada proses sosial.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan komentar Anda. adv