Hari besar
Lorong panjang kami lewati langkah perlangkah, suara kursi roda terdengar lebih kencang dari biasanya. Saya mengikuti kursi roda didorong petugas menuju ruang pembedahan pusat RSCM Jakarta. Kami berpegangan, sekali-kali lepas jika berpapasan dengan orang berlawanan arah, lalu langkah kaki saya pindah ke belakang, mendekat lagi dan berpegangan, saling melemparkan senyum. Di rautnya tak ada gelisah, hanya udara dingin yang sering mengganggu kondisi fisiknya menjadi terlihat lebih lemah dan mengantuk. Sebelumnya, jam 03.20 WIB saya bangun, rupanya Cholis tidak bisa tidur sejak seorang suster membuka cukup kasar tirai kamar perawatan, dia datang maksudnya memastikan tindakan operasi yang akan dijalankan suami esok hari, sayangnya suaranya itu lantang dan cukup mengagetkan,”Besok mau tindakan apa?” Tanpa ada basa basi. Suami terbangun tiba-tiba dengan mata yang memerah, menarik nafas lalu berusaha menenangkan diri.Fotograph: Imatakubesar |
Kursi roda pun sampai di ruang tunggu operasi, beberapa pasien lain sudah memenuhi ruang tunggu operasi. Disana ada anak kecil dengan kaki yang diperban, ibunya menggendong dan bapaknya memegang tasnya. Mereka pasangan dari Irian Jaya, datang ke RSCM Jakarta untuk berobat atas rujukan rumah sakit dari Irian. Di dekat pintu masuk operasi, seorang Ibu terlentang di atas ranjang beroda, dibantu suster mengganti pakaian khusus operasi. Di tengah hiruk pikuk ruang tunggu pembedahan, seorang suster memberi pengumuman,”Pengantar di ruang ini hanya satu orang, yang lain tunggu di luar.” Ruangan hiruk pikuk dengan pasien, pengantar, suster, petugas admin, hilir mudik dokter,dan gundah.
Tak lama kemudain, seorang dokter perempuan berteriak,
”Ahmad Nurcholis.”
Kami memberi tanda dengan senyum dan mengangkat tangan.
“Halo, saya dokter xxx, sudah dijelaskan proses operasinya
seperti apa?”
“Iyah, sudah tahu.”
Saya memegang pundak suami.
“Nanti operasinya dalam keadaan bangun, lalu Pak Ahmad harus
mengikuti petunjuk-petunjuk dari kami. Ketika
dibangunkan, jangan kaget, tetap tenang ya.”
“Iyah, dok, terima kasih.”
“Biasanya operasi berlangsung hingga 5 jam, tapi itu hanya
perkiraan, jadi bisa berlangsung lebih lama.”
Kami mengangguk, Cholis tersenyum.
“Lalu tugas untuk ibu dan keluarga yang menunggu adalah
harus tetap di tempat, karena dikhawatirkan terjadi pendarahan dan kami butuh
ibu untuk mencari darah. Ibu bisa ke gedung
RSCM bagian anak. Lalu, kami butuh ibu
ketika harus ada tes darah, dan saat kami beri sample darah ibu bisa bawa
sample itu ke lantai 6.” Saya sempat
“takut” harus terlibat dalam aksi ini, tapi kembali saya berbisik pada diri
sendiri,
“Tenang Ma, kamu pasti mampu.”
“Berdoa dan syahadat, semoga semua prosesnya berjalan
lancar, yuk kita masuk.” Ajakannya
menentramkan.
“Sebentar Dok, boleh saya peluk dulu, katanya kalau pelukan
30 detik bisa menenangkan.” Saya meminta
waktu sebentar. Kami pun berpelukan,
Cholis diatas kursi roda, saya menunduk.
“Aduh, jadi pengen pulaaang.” Dokter menyeru.
Setelah berpelukan, menguatkan dan melemparkan senyum,
Cholis berdiri dan melangkah menuju garis kuning. Di pintu kaca dia berbalik arah sambil
setengah berteriak.
“Sampai ketemu di Makkah semua!”
“Aaaaamiiiiin…”
Orang-orang yang ada di ruang itu ikut mengaminkan.
“Memang harus begitu, harus bersemangat.” Bapak yang dari Irian tadi menanggapi dengan
semangat. Cholis melangkah menuju kamar
operasi, pintu kaca tertutup. Semua di
tangan Tuhan. Pilihan saya? Hanya berdoa
dan berusaha tetap tenang. Serahkan Cholis
pada kehebatan kedokteran, dengan ijin Tuhan menggerakan pengetahuan untuk
kehidupan. Perbaikan, pengobatan, harga
sebuah nyawa.
Langkah.
Keputusan. Bismillah. Antara hidup dan mati. Tangan-tangan dokter. Pengetahuan.
Hari besar itu tiba, Selasa tanggal 24 Maret 2015 jam 08.00 WIB. RSCM Jakarta.
Keputusan dan kekuasaan Tuhan, Pemilik Bumi, Pemilik Langit, Pemilik
Manusia.
Fotograph: Imatakubesar |
Keputusan telah dibuat, langkah telah dilakukan. Aku keluar dari ruang tunggu operasi, sendiri,
keluar dari batas kemampuan, berdoa, menenangkan diri, bebaskan hati, mencari
tempat duduk yang damai. Seorang ibu tak
jauh dari bangku tak berhenti bicara dan gelisah, wajah-wajah tegang
menyelimuti penunggunya dengan cinta tentu.
Hening. Selalu ingat Amih yang
duduk di balkon di tengah kesepiannya, kerinduannya pada anak-anaknya dengan
menumpahkan perasaan dengan mengaji. Malu-malu,
akhirnya berani juga, saya keluarkan Al Quran orange kecil pemberian Asy
Syamiil hadiah dari nge-blog. Hari itu,
dan hari-hari lalu, kemanapun, saya meniru hal yang sama. Ya, Allah.
Hanya Dia penolongku.
Teman
Tak lama kemudian, sepupunya Cholis –Kang Aeng dan Pamannya
Cholis-Kang Asep datang. Kejutan. Setelah kami saling menyapa, dia memberi
kabar bahwa suster di ruang perawatan memberi tahu bahwa barang-barang yang ada
di ruang rawat harus segera diangkut keluar kamar karena kamarnya akan diisi
pasien lain. Saya terkejut, diluar
kebiasaan rumah sakit yang biasa saya tempati.
Saya agak bingung karena harus stand by di ruang tunggu ICU, akhirnya
saya minta tolong sama Ka Aeng menunggu di ruang tersebut dan saya beri nomor
telepon saya kalau-kalau ada panggilan dari dokter mereka bisa segera nelepon
saya. Kedua, barang-barang sangat
banyak, harus disimpan dimana? Berarti
harus diangkut setidaknya 2 kali balikan.
Saya redam kepala yang sedikit berontak, let it be, tenang, tarik nafas,
saya pun kembali ke ruang inap di lantai 5 lalu bereskan semua barang satu per
satu, jalani saja, angkut. Lahaola
walakuata Illabillah, pasti ada jalan kemudahan, Allah penolongku, sambil tak
henti dzikir.
Seperti datang seorang malaikat, tiba-tiba datang seorang
laki-laki dengan kaos “Lived”. Benakku,
ini pasti temannya Cholis, betul saja.
Didit namanya. Dia bahkan menawarkan
bantuan mengangkut barang ke ruang tunggu ICU.
Ilmu melepaskan beban ini selalu memberi ruang pada orang lain menolong
kita. Saya pun tertolong oleh
Didit. Kedua masalah selesai, kami
kembali duduk-duduk di ruang tunggu ICU.
Saudara dan sahabat Cholis, Foto: Imatakubesar |
Tak lama kemudian, datang tiga orang temannya Cholis –sesama
pengajar dari UNIKOM Bandung. Ada Pa
Ivan, Doddy, dan Pa Topan, rupanya mereka pergi dari Bandung jam 04.30 WIB dan
terjebak macet sampai akhirnya tiba di RSCM Jakarta jam 10.30 WIB. Padahal, tadinya mau ketemu dulu dengan
Cholis sebelum operasi. Kemudian Teh Embay menelepon, Ka Udong sedang
dalam perjalanan sambil bawa mobil Abah. Lalu saya jelaskan tentang barang-barang yang
harus dikeluarkan, Alhamdulillah, rencananya mobil bisa stand by di rumah sakit
dan barang-barang bisa di simpan sana. Pagi
yang menegangkan tapi juga penuh kejutan dengan kedatangan satu per satu
keluarga dan teman-teman baik Cholis.
Saya berhitung waktu operasi selama 5 jam, artinya masuk jam
08.00 WIB, mestinya kalau operasi langsung dilakukan artinya jam 13.00 atau jam
14.00, Cholis harus sudah keluar. Satu
per satu keluarga pasien di panggil untuk mendampingi pasien yang telah di
operasi menuju ruang ICU. Angin makin kencang sore itu, Didit pamit pulang
karena motor temannya akan di pakai begitu pun dengan Kang Aeng dan Kang
Asep. Sementara Pa Ivan, Pa Topan dan
Doddy yang tetap bertahan, rupanya mereka memang niat menunggu proses operasi
ini. Jadinya, waktu menunggu jadi lebih
berisi melalui obrolan-obrolan tentang pelayanan kesehatan dan analisa mereka
tentang sign system di wilayah RSCM.
Selain mereka melihat sendiri cara suster dan bruder berkomunikasi
dengan pasien dan keluarga pasien yang kurang baik, saya pun cerita tentang
proses bersentuhan langsung dengan pihak admin maupun pelayanan kesehatan
disini. Kajian budaya kesehatan masing-masing
kelas ternyata berpengaruh pada proses pelayanannya, sangat seru untuk
dikaji. Obrolan ini, nanti saya coba
catat juga di file yang berbeda. Pikiran
kembali teralih pada waktu, saya terus berusaha berfikir positif, kalau memang
ketelitian ini membuat proses operasi memakan waktu lama dan membuat Cholis
selamat dan sehat lagi, saya tak apa-apa.
Saya di panggil dokter untuk mengirimkan sample darah ke
laboratorium ke lantai 6. Bolak balik
kesana ternyata ada yang salah antara orderan dokter dengan botol yang
digunakannya. Sampai akhirnya jam Jam
16.00 WIB saya tertahan karena bertemu dengan dr. Setyo Widi, beliau memberi kabar tentang proses
operasi. Katanya, hasil operasinya baik,
syaraf-syaraf penting pasien aman, semua tubuhnya berfungsi baik. Sekarang kulit dan tengkoraknya sedang di
pasang oleh asistennya. Dia pun
memperlihatkan dokter-dokter dari Amerika itu dan bagaimana sistem kerja
pemetaan syaraf otak pun berlangsung lancar.
Tentang dokter-deokte Amerika ini, nanti saya ceritakan.
Saya akhirnya bisa duduk tenang, sampai akhirnya lewat jam
18.30 WIB, saya agak gelisah, saya pamit pergi ke mushola untuk shalat
magrib. Membebaskan hati, melepaskan
diri, membebaskan pikiran, berdoa dan berdoa.
Saya selalu ingat Cholis memperlihatkan satu ayat di dalam Qur’an, kurang
lebih begini:”Jika saja Nabi Yunus tidak
berdoa dengan sungguh-sungguh. Maka dia
akan terus berada dalam perut ikan paus hingga hari kiamat.” Rukuk, sujud, salam, berdoa, selamatkan,
selamatkan, selamatkan, sembuhkan, sembuhkan, sembuhkan, salam. Misscall dari Pa Ivan, pasti tentang Cholis. Dia sudah masuk ruang ICU.
Ngebaca ini jadi pengen nangis, dulu waktu aku DBD dan parah mungkin sama perasaannya kayak Mbak Ima. Salut untuk dirimu dan mas Cholisnya Mbak. Semangat terus ya :)
BalasHapusYa ampun, makasih perhatiannya, putriiiii... sehat-sehat terus, yah ;')
HapusYa Alloh Mba, aku terharu bacanya. Moga habis ini sehat terus ya mbaa, aamiin
BalasHapusMakasih atas apresianya Mak Rahmi, cuma mau berbagi aja Mba. Kalau-kalau ada yang mengalami hal yang serupa, semoga bisa menambah semangat dan bertahan. Kita engga sendirian. ;)
Hapusbener banget ya Mbak, kekuatan doa sangat dahsyat...
BalasHapussemoga suami segera pulih dan sehat terus ya Mbak, aamiin :)
Dahsyat bangt Mba, banyak kejadian yang luar biasa sampai saya aneh sendiri bis amengalami hal ini.
HapusDuhh sampek deg-degan baca ceritanya :D
BalasHapusHatur nuhuuuun...
Hapus*Terharu + Meneteskan air mata*
BalasHapusThe Power of Do'a
*SaHaTaGo (Salam Hangat Tanpa Gosong) pojok Bumi Kayong, Ketapang-Kalimantan Barat
Mbaaaa yang kuat dan aku yakin kamu bisa :)
BalasHapusBener2 peristiwa penting ini Mba, kekuatan benar2 diuji dari segala sisi.
*peluk Mba Ima
Teh Aniiiiii... *peluk jauh*
Hapusterharu saya bacanya. Peluk Mbak Irma. Tegar banget
BalasHapusBe strong, Mbak.. In Shaa Allah bisa segera pulih dan diberi kesembuhan. Aamiiin..
BalasHapusnice post
BalasHapustegang baca'y mak... smg cpt pulih ya suami'y yaa...
BalasHapus