Begitu
beberapa orang berpendapat mengenai diskusi di grup facebook maupun statusnya, bahkan diperkuat dengan statement katanya berdebat juga dilarang dalam
keyakinan kami. Saya penasaran apa betul
kita tidak boleh berdebat. Lalu apa
diskusi juga dilarang dimana debat termasuk didalamnya? Lalu bagaimana kita bisa mengolah diri dan
berbagi pengetahuan dalam perbedaan?
Saat itu juga saya surfing mencari link yang berkaitan dengan masalah tersebut. Rupanya
banyak juga tulisan yang mengangkat tentang ‘larangan berdebat’, dasar-dasar,
sebab akibat hingga etika berdebat. Seperti juga diungkapkan panjang lebar dalam link ini.
Saya tertarik
untuk mencari makna debat dan apa hubunganya dengan diskusi, karena dibalik diskusi selalu menimbulkan debat. Sepanjang yang saya
tahu diskusi itu memang bisa membuat kita bertukar pikiran, dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak yakin menjadi teryakinkan. Kegiatan diskusi, berdebat dan bertukar
pendapat itu bisa menjadi menyenangkan atau sebaliknya tergantung bagaimana kita menyikapinya. Karena kegiatan ini secara tidak langsung sebagai salah satu proses untuk mengenal dan mempelajari ragam budaya,
sosial, politik dan perbedaan lainnya untuk mencapai satu titik
pemahaman.
Berdasarkan info
umum dari wikipedia, Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih/kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka/kelompok tersebut berupa salah satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar. Diskusi bisa berupa apa saja yang
awalnya disebut topik. Dari topik inilah diskusi berkembang
dan diperbincangkan yang pada akhirnya akan menghasilkan suatu pemahaman dari
topik tersebut. Sekarang mari kita lihat
deskripsi dari debat, Debat adalah
kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan
maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan.
Secara formal, debat banyak dilakukan dalam institusi legislatif seperti parlemen, terutama di negara-negara yang
menggunakan sistem oposisi. Dalam hal ini, debat dilakukan
menuruti aturan-aturan yang jelas dan hasil dari debat dapat dihasilkan melalui voting atau keputusan juri. Ada link
yang menjelaskan panjang lebar tentang debat, klik link ini.
Dari beberapa
info dan pengalaman, perdebatan dalam diskusi tidak sedikit memang berujung
pada pertengkaran, namun tidak sedikit juga berujung pada pemahaman,pencerahan
dan membuka wawasan. Pertengkaran sering biasanya berawal dari diri yang paling
benar, tidak bisa mengendalikan diri dalam berkomunikasi sehingga sering
melibatkan emosi. Jika emosi sudah keluar seringkali pola pikir menjadi gagap
dan tidak jernih. Jika debat yang dilengkapi
dengan keingintahuan yang tinggi, mau belajar, dilengkapi bekal ilmu dan kerendahan hati tentu akan membuka ilmu yang berguna. Namun kebanyakan jika diskusi yang merasa
diri paling benar dan ogah membuka diri, ini biasanya yang akan menimbulkan
yang namanya debat kusir. Lalu muncul ego yang melibatkan perasaan dan ingin dihargai, saya kira hal ini yang bisa membuat sudut pandang
semakin sempit.
Facebook sebagai
jaringan sosial online merupakan fasilitas yang menarik untuk melibatkan siapapun
untuk berkomentar. Sekarang semua
kalangan masyarakat semakin berani, mereka berani mengungkapkan sudut
pandangnya mengenai kebenaran maupun pembenaran berdasarakan pengetahuannya
masing-maisng. Dulu, wilayah diskusi
hanya di ruang-ruang seminar, gallery, atau komunitas tertentu. Kini
ruang-ruang diskusi semakin meluas dalam hal ini banyaknya opini-opini publik yang dilemparkan di wilayah dunia maya memancing interaksi sosial yang lebih cepat, interaktif dan tak berbatas.
Cara
mengungkapkan pendapat dan tanggapan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan,
agama, sosial, dan pekerjaan. Di jejaring sosial kita bisa bertemu dengan orang-orang yang sama sekali asing, dengan gaya komunikasi yang berbeda, mental, sudut pandang dan banyak lagi. Perbedaan inilah yang sering menimbulkan banyak kasus komunikasi di jejaring sosial online sering menimbulkan salah
persepsi, hal paling sulit dalam diskusi di ruang tersebut bisa jadi karena
tidak melihat secara langsung baik ekspresi, intonasi maupun emosi lawan bicara. Apalagi jika pokok pembahasan seputar yang
berbau ras, seperti aturan agama, gender, kesukuan dan diskusi-diskusi lainnya
yang sifatnya prinsipil bisa menimbulkan persepsi yang beragam bahkan bisa dipengaruhi pula oleh kondisi si pembacanya.
Keterbatasan berinteraksi
dalam bahasa tulisan bisa berawal dari salah dalam memilih kata maupun cara
bertutur. Namun perdebatan dan kemarahan
sering juga ditimbulkan karena masalah teknis seperti koneksi yang macet. Selain itu karakrer perorangan cukup mempengaruhi gaya berkomunikasi, seperti ada yang selalu bercanda ditanggapi
dengan serius, begitupun sebaliknya, ada yang sulit memahami, kalimat-kalimat
singkat yang cukup sering menimbulkan persepsi yang ambigu. Sepertinya cukup penting memilih kata,
menyusun kalimat, penggunaan tanda baca, ukuran huruf, karena hal-hal tersebut
memberi kesan dan mewakili ekspresi-ekspresi tertentu. Fasilitas ikon komunikasi juga bisa sangat membantu sebuah ekspresi dalam perbincangan tulisan. Tapi itu pilihan masing-masing, jadi diri
sendiri atau jadi orang asing bagi diri sendiri.
Masih mau
berdebat (berdiskusi)? Saya kira tidak masalah selama memiliki niat untuk menjadi tahu, kemauan untuk mempelajari, memiliki dasar ilmunya, bertanggung jawab, mau minta maaf jika salah, berusaha mendengar dan memahami lawan bicara. Bukankah kita hidup diantara keberagaman yang tak terhingga, dari warna kulit, bahasa, agama, aturan hidup dan banyak lagi. Melalui diskusi sekalipun melalui proses "debat" terlebih dahulu alih-alih akan menimbulkan keakraban.
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan komentar Anda. adv