Hari ini tidak sengaja mendengar nasihat perkawinan Ibas-Aliya. Acara akad nikah disiarkan langsung di
beberapa televisi nasional. Ibas adalah
anak presiden Indonesia, Soesilo Bambang Yudhiyono sementara Aliya adalah anak
dari Hatta Rajasa merupakan mentri menko perekonomian. Disinyalir hubungan mereka disebut sebagai
hubungan koalisi politik diikat olah sebuah pernikahan. Itu hanya pendapat orang selewat yang senang
membuat situasi tidak enak. Kita tidak
tahu kebenaranya, aku hanya tertarik pada nasihat pernikahan oleh Bapak. Prof.
DR. Arief Rahman. Dua kata, sangat indah. Kalimat-kalimatnya membuka sudut pandang
tentang pernikahan yang selalu menekankan kewajiban perempuan. Seolah ketika menikah, budaya patriarki menjadi sebuah kebenaran. Bahwa perempuan itu mempunyai tiga fungsi “sumur”,
“dapur” dan “kasur”.
Sementara beliau menuturkan bahwa,
”Pernikahan adalah saling mencintai. Makna saling disini sangatlah dalam.”
Kalimat ini bersemayam hangat dalam hatiku, seperti daun jatuh di rantingnya lalu perlahan jatuh perlahan tertahan oleh alunan angin, menyatu sempurna dengan tanah berbalutkan sisa hujan.
Sementara beliau menuturkan bahwa,
”Pernikahan adalah saling mencintai. Makna saling disini sangatlah dalam.”
Kalimat ini bersemayam hangat dalam hatiku, seperti daun jatuh di rantingnya lalu perlahan jatuh perlahan tertahan oleh alunan angin, menyatu sempurna dengan tanah berbalutkan sisa hujan.
Saat kalimat ini dengan lembut dituturkan melalui suaranya
yang terasa semakin tua, membuka semua ingatan tentang perempuan-perempuan yang
sering diperlakukan “tidak ramah” oleh pasanganya menghujam tepat
dijantungku. Masih ingat setiap kalimat yang
meluncur dari mulut mereka dengan nada gamang, getir dan selalu merasa
bersalah. Seolah perempuan itu tidak
mempunyai otak dan bebas diperlakukan apa saja. Diperlakukan kasar, bisa diperintah seenak
perut, maksudnya menegur tapi dengan cara yang kasar/amarah, bahkan ada yang sampai
dipukul hingga babak belur. Aku tidak
mengerti apa yang ada dalam otak mereka, aneh, apa bagi mereka perempuan itu
hanya seonggok daging?
Tapi aku hanya bisa terdiam di depan layar monitor, ditemani
hangat air mata yang ikut mengintip pada setiap sisi kelopak mataku tanpa bisa
melakukan apapun. Tak ada yang
lain.
i.am.ima, 24 November 2011
hai, mba ima ini aku marisa, risablogedia.blogspot.com.
BalasHapusaku follow ya, jika berkenan please follow me back ^^
hai, mba ima .. ini aku marisa, risablogedia.blogspot.com.
BalasHapusaku follow ya, jika berkenan please follow me back ^^
wanita punya hak utk "melawan" ketika di tindas kaum laki, hanya saja tkadang sbagian dr mrk memilih jalan "diam" dgn berbagai alasan yg menyertai, nice posting mba:) salam. http://ronaruangalbanna.wordpress.com
BalasHapus@marisa: hai risa :)
BalasHapus@Nur: memang,beda2 sikap setiap perempuan menghadapi teman hidupnya. semoga kita selalu dilindungi yah dan punya sikap yang proporsional, menghormati diri dan mengormati teman hidup kita :)