Pernah jalan kaki di daerah
Babakan Siliwangi Bandung? Saya pernah,
dari jaman masih ada restoran, pembakaran karya seni, sampai terjadi tarik
menarik kepentingan untuk dijadikan apartemen.
Tapi pada akhirnya Babakan Siliwangi dijadikan hutan kota. Saya sebagai warga bandung, khususnya dari
jaman sekolah SMP sampai SMA, melewati jalan ini dari Ledeng menuju sekolah di
daerah Jl. Panatayuda, kini merasa senang.
Setelah proses cukup alot yang dilakukan kelompok pecinta lingkungan
hidup, seniman-seniman, wilayah ini dijadikan hutan kota bahkan menjadi hutan
kota pertama di Indonesia. Urang Bandung patut bangga dan bernafas
lega karena di tengah pembangunan mall yang tak terbendung serta polusi mesin
bermotor, ada paru-paru kota menyeimbangkan situasi kota yang semakin ruwet. Ini diakibatkan Bandung memiliki daya pikat belanja
dan kuliner yang lezat, sehingga memancing orang-orang memburu Bandung sebagai kota
tujuan wisata.
Itu yang terjadi di
Bandung, sangat berbeda dengan kondisi Bandung pada tahun 90-an. Kita bisa merasakan udara Bandung yang sejuk,
pagi-pagi halimun menyelimuti setiap sudut kota. Bahkan kendaraanpun seolah
masih bisa dihitung oleh jari dan sangat jarang ditemukan jalan yang macet. Tentunya kondisi sekarang sangat jauh
berbeda, semakin semrawut, tidak tertata. Khususnya pembangunan pertokoan,
rumah makan, apartemen, perumahan seolah kota ini tidak mempunyai rencana kota yang
rapi. Bagi saya, sangat malas keluar
rumah pada hari Sabtu, Minggu, apalagi jika ada hari libur panjang. Jangan
harap perjalanan akan lancar, setiap belokan pasti macet karena terpotong orang-orang
yang menuju tempat hiburan. Disitu ada
tempat wisata, perjalanan pasti terhambat.
Barangkali kondisi ini
yang menjadi alasan para aktivis peduli lingkungan dari berbagai komunitas
memperjuangkan Babakan Siliwangi sebagai hutan kota. Tidak mudah tentunya, karena berhubungan
dengan berbagai kepentingan pemilik “modal”.
Minggu lalu, kami
sekeluarga (bertiga, maksudnya) jalan-jalan ke hutan kota ini. Di belokan Babakan Siliwangi ini ada tempat parkir
sepeda, lalu ada logo “bdg” yang simple dan mampu mencuri mata. Lalu ada pagar yang manis membuat kita bisa
berdiri sejenak menikmati dedaunan rindang yang menentramkan hati. Lebih menarik lagi, disana ada perpaduan
tangga dan jembatan yang dibuat berkelok, menelusuri lorong pepohonan besar. Seolah kita menelusuri lorong pepohonan, sayangnya
jaraknya hanya sedikit tapi cukup memberi kejutan dan menentramkan hati. Sambil berdiri diatas, kita melihat beberapa
orang yang berjalan di bawah sambil bersepeda dan sekelompak anak-anak yang
dipandu gurunya untuk menanam pohon.
Bagi sekelompok orang
yang sadar bahwa alam dan manusia saling bergantung sehingga harus saling
menjaga. Usaha ini merupakan berita yang
menyenangkan, ada kebahagiaan yang sulit diucapkan. Dulu sempat ada nada pesimis karena
pemerintah kita kurang memahami pentingnya melestarikan lingkungan, sekarang saya
merasa takjub dan kagum atas upaya teman-teman aktivis yang tidak pernah lelah
kini membuahkan hasil.
Keep Bandung Beautifull
Waah asyiknya kalau di kota saya ada yang seperti ini juga ...
BalasHapusDi Makassar, semakin tahun semakin penuh dengan ruko, rukan, dan kendaraan. Dulu waktu jaman kuliah belum macet, sekarang macet di banyak tempat krn kendaraan semakin banyak.
Tapi lumayan juga sih, walau belum ada hutan kota, yang ada pohon2 yg sudah tumbuh besar di beberapa tempat (seperti kampus2), yang membuat udara sejuk di sekelilingnya.
Waah ... orang Bandung patut berbangga .. hutan kotanya pertama di Indonesia ...