Jaga Prokes Menjaga Pola Hidup


Sejak pandemi, prokes (protokol kesehatan) menjadi proses yang wajib dilakukan.  Selama ini kita selalu abai dan kurang memperhatikan kebersihan tangan dan kebersihan lainnya.  Lihat saja lingkungan masyarakat kita yang masih seenaknya membuang sampah, kurang memperhatikan pola hidup sehat, makan sembarangan lalu merasa pola hidup selama ini dianggap baik-baik saja.

Sampai akhirnya kita "ditegur" dengan cara yang sangat ekstrim: pandemi covid 19 yang penularannya sangat mudah.  Ternyata untuk mencegahnya dengan cara menjaga prokes yang selama ini sering dikampanyekan, yaitu: cuci tangan pakai sabun.  Oh, well!  

Cuci tangan pakai sabun udah mesti deh tidak ada tawar-tawar lagi kalau kamu tidak mau tertular oleh mahluk super duper kecil yang lincah ini.  Mahluk kecil yang memporak porandakan sistem hidup sosial manusia.  Sistem hidup paling dasar: bertemu, berbicang, berpelukan, berpegangan, bersalaman, bersentuhan, berkumpul.  

Tentu proses sosial ini tidak hanya menghentikan aktifitas silaturahmi secara tatap muka tapi berbagai aktifitas yang berkaitan dengan kesehatan, kegiatan keagamaan, kegiatan pendidikan, kegiatan kesehatan, kegiatan perdagangan dan banyak lagi.

Meski begitu, saya tetap baik-baik saja lalu membangun perasaan dengan menjaga prokes adalah aktifitas baik dan barsahabat.  Semua ini mudah kok, seperti:

1.  Keluar rumah dengan memakai masker, membawa sabun cair, dan hand sanitizer.
2.  Begitu sampai di rumah, menggantung masker di tempatnya sesuai nama pemiliknya.
3.  Membeli masker kain dan masker medis.
4. Membuat gantungan khusus masker yang sudah dipakai agar tidak disimpan dimana saja.
5. Membuat tempat cuci tangan dari galon dan menyediakan sabun tangan.
6. Menyediakan sabun tangan di tempat cuci piring.
7. Segera melepas dan mencuci baju bekas pakai dari luar.  Bila tempat yang didatangi beresiko tinggi penularan.  Seperti: rumah sakit, pasar dan tempat latihan.
8. Setiap hari mengepel lantai rumah menggunakan cairan yang mengandung disinfektan.
9. Setiap barang yang dibeli, bungkusnya segera dipisahkan ke dalam tempat sampah.
10. Mencuci tangan dengan sabun setiap habis memegang barang yang beresiko tinggi penularan.  
11. Tamu dipersiapkan kursi di teras rumah.
12. Buat tamu yang tetap masuk rumah, disiapkan hand sanitizer dan masker sekali pakai.  Karena ada saja tamu yang tidak percaya virus covid lalu biasa saja peluk dan salam sama Amih.  
13. Menemani (baca: menjaga) Amih (89 tahun) ketika ada tamu yang langsung masuk dan bersikap seenaknya.  Biasanya saya rapikan masker Amih lalu berusaha bersikap biasa.  Ketika tamu pulang, segera tangannya saya beri hand sanitizer.
14. Anak-anak tetap bermain dan belajar di rumah/halaman rumah.
15. Jika harus keluar dan jajan, harus pakai masker walaupun teman-temannya abai prokes.  
16. Bungkus jajan harus dicuci terlebih dahulu atau segera dipindahkan isinya ke tempat yang lain lalu bungkusnya dibuang ke tempat sampah.
17. Tangan dan kaki sesampai di rumah harus dicuci pakai sabun.
18. Menjemur jaket atau baju yang kiranya tidak terlalu berinterakasi dengan lokasi yang beresiko.
19. Memperhitungan frekuensi keluar rumah dengan prinsip "kalau harus keluar mesti sekalian sambil melakukan yang penting" dan kalau tidak penting, cari solusi lain.
19. Segitu saja lalu jalani dengan baik-baik saja.


Sebetulnya prokes ini mengubah pola hidup baik yang bisa memelihara kesehatan kita.  Kalau virus ini dapat teratasi, saya fikir pola hidup ini bagus juga terus dijalani, terutama masalah cuci tangan dan kaki, mencuci barang-barang dari luar, menjemur jaket.  Ini sebagai bentuk keramahan pada diri sendiri.  

Lalu, apakah kita bisa betul-betul berhenti, rebahan, duduk-duduk santai selama di rumah saja?  Tentu tidak, setidaknya kita tetap harus menunggu tukang sayur lewat dan pergi ke ATM untuk melakukan bayar listrik dan beli roti untuk teman ngopi.  

Demi menikmati hidup ditengah pandemi, ya saya nikmati saja.  Meski sudah biasa di rumah saja, tentu beradaptasi menjadi merasa biasa berproses juga.  Ya, berproses mengendalikan rasa takut, rasa khawatir, rasa lebih hati-hati dalam melakukan aktifitas yang mengharuskan keluar rumah dan menyentuh beberapa barang yang berada di ruang publik, seperti di mini market, supermarket, apotek, ATM, duduk dan bayar ongkos angkot, mendapatkan paket dari ekpedisi.  

Saya pribadi betul-betul mengolah situasi ini menjadi "baik-baik saja" dengan beradaptasi dari situasi yang "tidak baik-baik saja".  Artinya prokes ini sebagai fase yang bersahabat dan sebagai bentuk berdamai dengan keadaan.  

Jadi berbagai situasi di rumah dinikmati saja, menyaring berbagai informasi dengan melakukan apa yang paling saya bisa.  Membuka mata lebar-lebar, mengingat-ingat kembali apa yang bisa dilakukan, sentuh lagi hati apa yang ingin dipelajari, diolah, tapi selama ini dilupakan atau bahkan ditumpuk oleh rasa malas. 

0 komentar:

Posting Komentar

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv