Film yang Membius: Aach... Aku Jatuh Cinta



Judul Film: Aach… Aku Jatuh Cinta

Penulis naskah dan Sutradara: Garin Nugroho

Produksi: Multivision Plus (MPV)

Pemain:

Pevita Pearce

Chicco Jericho

Nova Eliza

Joko Kamto

Annisa Hertami

Gati Andoko

Rukman



“Hidup adalah kisah masa depan, hari ini dan masa lampau.” –Garin Nugroho

Dalam film ini, penonton akan dibawa pada beberapa masa peralihan budaya; romantik, rock and roll dan gruge. Pas baca judul dan distorsi warna merah jambu dan jenis huruf yang dipilih pada poster itu, sungguh tampak norak juga seperti sengaja dibuat over. Pas tertulis sutradarannya Garin Nugroho, saya makin penasaran, bagaimana Garin meracik filmnya. Setelah nonton, hati dan tubuh saya tertancap di film itu dan memainkan banyak imajinasi saya. Secara keseluruhan, menonton film Aach… Aku Jatuh Cinta ini, seperti makan kue lapis legit dengan lelehan mentega dan tebaran kismis. Legit, berlapis-lapis manisnya dan memberi banyak energi. Ini film Garin banget: detil, ekploratif irama puitis dalam sebuah visual. Biasanya filmnya seringkali simbolik, sehingga dalam mengapresisi filmnya selalu memancing nalar untuk memahami setiap adegan. Kali ini jalan cerita beragam tapi eksekusinya sangat manis, teatrikal dan membuat dada bergemuruh. Aku jatuh cinta pada cerita, adegan, visual, adegan yang dramatis, dan… masa lalu saya.


Rumi dan Yulia

Berawal dari kisah masa kecil Rumi dan Yulia, persahabatan masa kecil yang menumbuhkan kisah cinta ambigu, antara benci, sayang dan takut yang kerap mengganggu kegelisahan mereka. Saat mereka kecil, Rumi dan Yulia punya cara berbagi kisah hidup masing-masing, yaitu menuliskannya dalam secarik kertas lalu dimasukan ke dalam botol dan disimpan di tempat rahasia, hanya mereka berdua yang tahu. Saat mereka tidak bertemu, cerita dalam botol-lah yang menghubungkan mereka tetap berbagi hidup dan berkomunikasi. Botol bekas limun peninggalan orang tua Rumi, menjadi jantung hidup keduanya. Sebuah kisah cinta dengan tanda tanya, mereka terikat dalam bentuk cinta yang gagap dan abstrak. Saling bertukar cerita melalui botol limun berlangsung hingga dewasa dan mengikat hati mereka.

“Cinta itu tidak mudah, cinta itu penuh kekacauan.” –Dikutip dari dialog Yulia.

Rumi menanggung kisah masa kecilnya yang berat dan tumbuh menjadi Rumi yang absurd, meletup-letup, nakal, selalu membuat chaos. Berawal dari kondisi usaha Ayahnya yang bankrupt, melahirkan Ayah yang berkarakter keras dan sang Ibu yang depresi lalu pergi meninggalkan rumah. Dia tumbuh menjadi laki-laki yang tidak tahu cara menunjukan rasa cinta. Sementara, Yulia lahir dari pasangan Jawa dan Belanda, anak perempuan indo yang tumbuh menjadi remaja yang menarik, punya sifat lembut, logis dan sensitif, membuat komunikasi mereka seperti ombak. Naik-turun dan sulit untuk difahami. Mereka hidup bertetangga, dan saling menunjukan perhatian dengan caranya masing-masing. Sehingga cinta mereka penuh kekacauan.

Sumber Foto: Disini.

Kerumitan cerita diramu menjadi penuh kegelisahan, romantis, berikut kaya pengolahan bentuk adegan. Karena tidak melulu menceritakan cinta mereka yang menggebu, tapi justru komplesitas cinta mereka dipengaruhi dengan kondisi sosial disekitar pertumbuhan mereka. Seperti kondisi ekonomi keluarga, perubahan jaman, suasana latar kereta angkut pohon tebu, reruntuhan candi juga bangunan tua lainnya berusaha menuturkan efek/memberi pengaruh pada sudut pandang kehidupan mereka saat itu.


Suguhan Film yang Lezat

Dalam film ini, penonton akan disuguhi setting film yang menarik emosi kita menuju masa ke masa, suasana perumahan sisa peninggalan Belanda, musik khas, pakaian, kendaraan, acara film, mobil pada jamannya. Saat Rumi dan Yulia kecil, kita akan tahu bahwa mereka berada di tahun 70-an, dengan simbol musik Indonesia tahun 70-80-an dengan mengangkat lagu klasik Indonesia menggiring emosi penonton. Artistik lainnya yang memperkuat suasana film ini, dapat dilihat dari jenis televisi seukuran kardus, layar berwarna hitam putih dan program televisi hanya TVRI dan poster film layar lebar Indonesia karya Teguh Karya berjudul Cinta Pertama yang fenomenal di jamannya dan menjadi animo remaja saat itu. Pun terlihat dari kostum pemain saat gaya hidup saat itu, para remaja terkontaminasi gaya celana cutbray dan jenis lagu rock and roll seperti band The Doors. Ketertarikan pada sastra roman saat itu pun mempengaruhi gaya berpuisi dalam mengungkapkan kegelisahan jiwa.

Perubahan jaman dan budaya, mempengaruhi transisi sosial komuni kecil yaitu keluarga. Berawal dari kondisi ekonomi yang tak menentu, serangan usaha asing yang mau tidak mau melahirkan gaya hidup berbeda, sehingga menumbuhkan orang-orang gelisah dan cinta yang datang-pergi.

Dalam beberapa scene, kita bisa menikmati adegan drama komedi yang manis, memancing tawa yang rumit. Kadang beberapa adegan yang dibuat hiperbola dengan kadar yang pas dan enak dinikmati seperti manisan setup jambu. Jenis kelucuan yang sederhana, sedikit dan menghangatkan. 

Sumber Foto: Disini
Adegan paling suka yaitu ketika Yulia dewasa dan berkuliah, dia ikut sebuah latihan teater di kampusnya. Ketika dia lupa dialog, ternyata yang jadi juru pembisiknya adalah Rumi. Teman masa kecil-remaja yang sudah lama tak ada kabarnya. Lalu, mereka malah beradu dialog dibalik panggung, si sutradara teater malah membuat gimik dengan memberi cahaya, sihuet bunga-bunga dan musik romantis. Ini adegan paling lucu, keren, juga satir. Artistik panggung pun berupa ranjang besi di tengah panggung itu mengingatkan saya pada pertunjukan teater Inggit Garnasih beberapa tahun lalu.

Tidak hanya adegan itu yang bagus, banyak lagi kekayaan rasa dalam gaya mengambilan gambar dalam memainkan film ini terlihat asik, legit dan melonjak-lonjak. Kamu harus nonton dan rasakan akibatnya. Kalau saya merasa harus menonton satu kali lagi, mungkin beli CD nya ketika saat kangen, bisa ditonton ulang. Ini salah satu film Indonesia yang bagus dan harus di koleksi.


Bandung I 6 Februari 2016

Imatakubesar

6 komentar:

  1. Belum pernah nonton.. jadi pengen nyari filmnya dan nonton. Kayaknya bikin happy ya mba

    BalasHapus
    Balasan
    1. Happy dan kerasa bandel2 yang Indonesia banget dari Rumi kecil sampe dewasa. Bahagia, sedih, ketawa, semua jadi satu,Mba. Keren, pokonya kereeeen.

      Hapus
  2. Suka Baca review-nya

    BalasHapus
  3. Pengambilan gambarnya bagus, suka sama film itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama, Niq, bagus bangeeeeet. Apa ima berlebihan, ya, ah, engga, emang asik banget, nuansanya, jiwanya, beberapa ada yang mengganggu, tapi banyak bagusnya.

      Hapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv