Bahaya Adiksi Games Pada Anak

Games itu menyenangkan, setiap unsurnya membuat penasaran, asik dan memicu adrenalin. Ketika kita menang, kita merasa paling berarti dan hebat. Ketika kita menjadi tokoh hebat dan mendapat pengakuan dari lingkungan orang-orang pemain games, kita merasa dihargai. Rasa dihargai dan mendapat pengakuan ini memberi kebahagiaan ilusi, sementara di dunia nyata, kondisinya berbanding terbalik. Adiksi di dunia games ini terjadi karena kurangnya perhatian dan kehangatan orang tua sehingga si anak merasa sunyi, merasa kesepian, kurang dipahami sehingga anak mencari penghargaan dan kesenangannya di dunia games.

Paparan ini saya dengar begitu gamblang oleh anak muda bernama Mumu di acara launching Gerakan Gadget Sehat (GGS), pada hari Kamis tanggal 14 Januari 2016, di ruang Auditorium FK UNPAD Jl, Eyckman Bandung. Gerakan ini sebuah upaya untuk menyelamatkan generasi berikut dari dampak games. Melalui acara GGS ini, didatangkan 2 (dua) orang pembicara untuk menguatkan pentingnya perhatian orang tua pada anak ketika mereka mulai tertarik atau mungkin sudah adiksi pada games. Mereka adalah Mumu panggilan dari Muhamad Nur Awaludin, S.Kom (Co founder Kakatu) dan Ibu Elly Risman, Psy (dari Yayasan Kita dan Anak), keduanya menjelaskan pentingnya orang tua memahami dan melindungi anak dari bahaya dibalik kecanduan game. Kang Mumu, nama panggilan dari pembicara pertama, menceritakan dari sisi sebagai mantan adiksi games dan kini dia menjadi penggagas dan creator aplikasi untuk melindungi anak dari konten aplikasi berbahaya. Dia sangat runut menjelaskan proses mengenal game hingga menjadi adiksi dan merusak mentalnya selama belasan tahun. Sementara Bu Elly Risman, Psy. sebagai pakar parenting dan keluarga, menjelaskan efek dan solusi permasalahan game yang meracuni perkembangan pola hidup anak.

Jenis-jenis Games yang Perlu Ortu Tahu


Sebelum melangkah pada kenapa dan bagaimana cara melindungi anak dari bahaya games, kita sebagai orang tua dan orang sekeliling anak-anak, mau tidak mau harus mengetahui beragam jenis games. Kalau bisa kita pelajari dulu, browsing dulu, dan lihat ada label dewasa atau tidak, biasanya di ujung cover ada tulisn 17+ dan dewasa. Dengan semakin tinggi tingkat teknologi kini, maka kreatifitas pembuat games pun pesat dan melahirkan beragam games, tapi kita tidak bisa membatasi dan hak mereka membuat kretaifitas itu. Tinggal kita yang harus menanamkan pola didik di rumah dan pengontrolan jenis games yang dimainkan. Ini dia jenis alat games yang biasa digunakan oleh para gamers, diantaranya:

1. Console Games (biasanya dihubungkan ke TV), seperti, nintendo, nintendo wifi, sega, playstation, Xbox.

2. PC Games, seperti, PC, laptop.

3. Mobile Games, seperti, hanphone atau PDA.

4. Handled Games (dimainkan di Console Portable/bisa dibawa kemana-mana), seperti, N-Gage, PSP, Nintendo DS, dsb.

Dibawah ini diurai tingkat adiksi dikaitkan dengan jenis games yang digunakannya. Daftar jenis game ini bisa jadi perhatian orang tua agar anak-anak tetap bisa terkendali tingkat penggunaan game-nya. Berikut jenis-jenis games dengan tingkat adiksi buat para pemainnya:

1. Level adiksi tingkat tinggi:

a. RPG (Role Playing Games), contoh: DOTA 2, World or Warcraft, Regnarok, League of Legend, Final Fantasy, dll.

b. RTS (Real Time Strategy), contoh: Age of Empires, COC (Clash of Clans), Warcraft, Command & Conquer, dll.

c. Game Shooter, contoh: Point Blank, Counter Strike, Call of Duty, Conflict Vietnam, dll.



2. Level adiksi tingkat sedang:

a. Game Adventure, contoh: GTA, Devil My Cry, Assasins Creed, Tomb Raider, God of War, Resident Evil.

b. Game Racing, contoh: Need for Speed, Burnout, DIRT 2, Asphalt.

c. Fighting Game, contoh: Street Fighter, Smack Down, Mortal Kombat.

d. Arcade, contoh: Tetris & Zuma, Temple Run, Angry Birds, Flappy Bird.

e. Sport Games, contoh: Sepak bola, Winning Eleven, PES, FIFA, Tenis, Basket.



3. Level adiksi tingkat kurang:

a. Duolingo bahasa

b. Toddler kids puzzles puzzingo

c. Game belajar mewarnai

d. Mengenal binatang-binatang

Daftar jenis game ini diurai dengan sangat detil oleh pembicara yaitu Muhamad Nur Awaludim, S. Kom (Mumu), karena dia adalah mantan korban pecandu game. Dia mengalami sendiri pertama kali mengenal dan pelaku game dari sejak SD hingga SMA dan 2 tahun setelah SMA, seluruh waktunya digunakan untuk main games tanpa kuliah. Setiap hari menghabiskan waktu di kamar pribadi hanya untuk main game, bahkan untuk makan pun dia melakukannya di kamar. Dia merasakan efek adiksi ini membuat dia menjadi sosok pembohong, pencuri, berjudi, adiksi pornografi dan kesehatannya menurun.



Kenapa Adiksi Game Harus Diatasi?

Seperti yang telah diurai diatas, game ini beragam, ada yang memberi dampak baik tapi banyak pula memberi dampak buruk. Pengaruhnya jangka panjang dapat terasa pada perkembangan mental dan merambat pada kondisi fisik, sayangnya games yang berbahaya bagi anak lebih banyak, bisa merusak mental anak dan menimbulkan adiksi. Makin kesini, jenis game bertambah banyak dan berkembang, semua unsur creator bisa jadi profesi termasuk pemainnya. Tidak ada salahnya dengan para pembuat games ini, hanya saja, sebagai orang tua hasus bisa menyortir konten games yang akan dimainkan oleh anak dan membatasi waktunya. Sifat anak selalu penasaran dan cepat bosan, jadi jika dia sudah addict, dia akan mencari games yang baru dan bisa jadi mendapatkan games yang mengandung konten tak sesuai. Bahkan, saat ini banyak sekali game yang mengandung kekerasan, saling bunuh bahkan mengandung konten dewasa. Selain itu, beberapa game online bisa menjadi kesempatan mendapatkan uang, karena dibeberapa games jika kita menang akan mendapat hadiah dengan nilai dollar. Jika orang tua membiarkan, tidak dikendalikan dan pengaruhnya menguasai setiap unsur syaraf otak, maka semua orientasi hidup bisa berantakan dan ini berbahaya buat perkembangan mental.

Ini mitos yang sering terjadi dalam pikiran orang tua ketika mereka membiarkan anak main game:

1. Daripada anak mabuk, stress, ga jelas, mending main game aja di rumah.

2. Cuma main game doing ini kok.

3. Di rumah ini, kok, jadi bisa diawasi setiap saat.

4. Mana bisa anak lepas dari gadget

5. Benar kan anteng kalau dikasih game.

Alasan ini semua adalah MITOS. Karena, anak bisa bersunyi diri di depan computer/laptopnya dan bisa saja mengakses segala hal dibalik permainan game racingnya. Ketika si anak main game yang seru, tiba-tiba muncul iklan dengan ikon dengan tampilan dewasa dibalik karakter kartunnya. Banyak jebakan yang membuat anak selalu mencari dan dibuat penasaran sehingga masuk pada jarring laba-laba dunia games yang membuatnya tak bisa lepas. Dampaknya, ia tidak bisa membedakan dunia nyata dan ilusi dari game. Bahkan, masalah yang timbul lainnya, dia tidak punya kecakapan etika dan bersosialisasi.

Sementara di era sekarang, semua kebutuhan aplikasi tersedia di smartphone. Gadget yang kita miliki mudah diakses -termasuk anak kita- untuk mendapatkan beragam aplikasi games tanpa batasan. Dengan ikon yang menarik, anak yang belum bisa membaca pun asal melihat gambar dan warna yang sesuai dengan kesukaan mereka, semua berlangsung dengan cepat dan mudah. Sementara anak adalah manusia yang ngulik dan mudah mempelajari tanpa rasa takut sehingga dia bisa download sembarangan. Selama ini, saya sebagai orang tua sering merasa gelisah ketika anak-anak mulai ngulik smartphone dan dengan mudah mendowload beragam aplikasi game tanpa ada sensor. Meskipun setiap saat kita bersamanya, tingkat kecerdasan anak-anak itu sangat cepat, tiba-tiba mereka sudah bisa klik sana klik sini dan menemukan banyak hal. Smartphone kita menjadi bentuk yang berbeda di tangan mereka.

Di acara ini, menjawab semua kegelisahan saya, bahkan saya tidak menyangka bahwa adiksi games bisa merusak mental menjadi sejauh itu, mereka akan tumbuh menjadi pribadi pembohong, pencuri, perjudian dan adiksi pornografi. Kerusakan mental ini berakar kemana-mana, lebih jauh lagi bisa menimbulkan kejahatan yang lebih berbahaya seperti perampokan. Bagaimana ini bisa terjadi? Misalnya, ketika si anak mulai suka dan ingin meneruskan permainannya, sementara dia kehabisan uang sementara harus menyewa, bayar warnet, membeli alat, membeli CD. Jika sudah adiksi, semua bisa dilakukan, seperti keberanian mencuri uang untuk memenuhi keinginannya main game. Lalu perjudian bisa terjadi baik di tempat warnet maupun di dunia online, ketika dia menjadi sangat jago, biasanya kumpul orang-orang untuk memasang taruhan dan terjadilah perjudian. Satu per satu game menjadi petualannya sendir dan lebih berbahaya lagi ketika si anak di dunia mudanya menemukan game yang mengandung konten pornografi.

Ketika anak-anak sudah kena BLAST, maka ia bisa melakuan hal ini:

1. Pornografi

2. Seks suka sama suka

3. Pacaran

4. Masturbasi

5. Oral Seks

6. Merokok

7. Miras

8. Narkoba

9. Pornografi



Lalu, Apa yang Harus dilakukan Orang Tua?


Di era digital, segala paparan konten positif maupun negatif saling berkejaran, orang tua lah mau tidak mau harus mau belajar, berdamai dengan perkembangan teknologi dan memperbaiki pola asuh pada anak. Karena seringkali orang tua tidak menyadari bahaya yang mengancam anak adalah orang tua sadari bahwa itu adalah bahaya. Agar anak-anak kenal teknologi tapi kebutuhan batin yang paling tuama adalah kekuatan keluarga, kita harus menyeimbangkan gizi fisik, jiwa dan spiritual anak. Hubungan Ayah, Ibu dan Anak tetap terjaga, kita harus dekat dengan anak kita, memberi perhatian, memberi kehangatan dalam keluarga dan tentu saja selalu memantau aktifitasnya. Sebagai orang tua, kita harus pintar membaca tubuh anak, fahami kebutuhannya lalu ciptakan kegiatan-kegiatan bersama seperti piknik, trekking ke alam. Lakukan kegiatan-kegiatan bersama yang menyenangkan, jika sedang bersama, usahakan kurangi ketergantungan kita dari gadget sendiri.

Lalu, bagaimana tindakan kita sebagai orang tua ketika anak sudah teramat kecanduan dan baru disadari. Ingatlah, bahwa keluarga adalah the best therapist. Langkah orang tua dalam mengatasi pengasuhan anak yang sudah adiksi game:

1. Berunding dengan pasangan.

2. Lihat kebelakang bersama: temukan akar masalahnya bagaimana awalnya anak mulai kecanduan games.

3. Minta maaf dan jelaskan kepada anak dengan hati tentang kekeliruan pengasuhan selama ini.

4. Hargai pikiran dan perasaannya.

5. Perbaiki komunikasi agar bisa diselesaikan dulu masalah yang menyangkut harga dan kepercayaan diri anak.

Lakukanlah “HELP, HEAL, HOPE”, maksudnya cari cara dan cari pertolongan yang bisa menyembuhkan anak kita dari adiksi game. Sebagai orang tua, terima amanah Allah dan penuhi tugas dan tanggung jawab kita sebagai orang tua, benahi kehidupan spiritualnya, lalu rumuskan ulang tujuan pengasuhan anak dan sepakati, seimbangkan gizi fisik-jiwa-spiritual anak kita dan pulangkan ayah ke rumah dan hadirkan ayah dalam pengasuhan. Sadari, sudah berapa tahun anak kecanduan, sudah berapa banyak info tentang kekerasan, pornografi, judi, berbohong, mungkin masturbasi dan pekerjaan maksiat lainnya yang sudah dilakukan anak harus ditemukan pelan-pelan dan atasi. Orang tua, tetaplah menjadi orang tua, kita harus faham dan siap mendampingi, meluruskan. Tingkatkan diri, carilah ilmu dan tingkatkan keterampilan lalu jelaaskan tentang kerusakan otak dan aturan agama dengan cara penyampaian yang sangat ramah. Lakukan penyembuhan jiwanya bersama-sama, dan teruslah berharap, jangan putus harapan atas rahmat Allah.

Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan oleh orang tua:

1. Harus ada kekuatan kehendak anak untuk: SEMBUH.

2. Sepakati frekuensi dan intensitas anak bermain games.

3. Kurangi secara bertahap waktu bermain games.

4. Usahakanhanya bermain dalam waktu yang terbatas.

5. Minta bantuan lingkungan terdekat untuk membantu menjauh dari games.

6. Ganti kegiatan dengan yang lebih bermanfaat.

7. Lakukan kegiatan bersama: piknik, pecinta alam

8. Bicarakan dan minta tolong keluarga dekat.

9. Benar-benar kurangi sementara kedekatan dengan gadget

Langkah ini harus dilakukan secara konsisten, hindari mengasuh anak tergesa-gesa, sanati dengan beban sekolah anak, susun langkah bersama, tentukan konsekuensi, libatkan sekolah dan anak untuk mencapai sebuah harapan.


Pengalaman Mumu Menjadi Manfaat

Berdasarkan pengalaman Mumu, akhirnya Mumu dan teman-teman, membuat dan mengembangkan sebuah aplikasi yang membantu orang tua bernama Kakatu. Kakatu ini sebuah aplikasi untuk smartphone yang bisa jadi sahabat para orang tua yang dapat membantu dan bermanfaat mengendalikan anak-anak dalam mengakses aplikasi dengan konten yang tidak sesuai. Selain itu, orang tua bisa mengatur waktu penggunaanya dan memberi kunci yang hanya orang tua saja yang tahu.

Cara mendapatkannya aplikasi Kakatu sangat mudah, sama seperti kita mendapatkan aplikasi yang lain. Kita tinggal masuk ke google play, lalu cari kata kunci “Kakatu” lalu tinggal pasang. Ini salah satu upaya dan bentuk perang terhadap paparan aplikasi game yang merusak mental anak. Dengan ada aplikasi ini, smartphone/gadget kita akan lebih sehat, karena kita bisa mengendalikan jenis aplikasi yang didownload oleh anak-anak. Apalagi yang kita tunggu, selamatkan generasi kita dari paparan aplikasi game yang tidak sehat agar mereka menjadi pribadi yang tangguh.

@imatakubesar
Bandung, 19 Januari 2016


18 komentar:

  1. Wow... Mantaps mak :)

    BalasHapus
  2. Serius mbak? Ada selipan iklan pornografi juga? Aduh... anakku suka cox, nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu dia, Mba. Ima juga baru tau dari Mumu.

      Hapus
  3. Sebagai orang tua memang harus pinter memilih dan memilah game/aplikasi yang baik untuk anaknya. Tidak semua game/aplikasi buruk, banyak juga pengembang game/aplikasi edukasi yang bisa di download secara bebas.

    Masalahnya adalah, banyak orang tua yang "malas" untuk mempelajari/mengenali game/aplikasi yang di minati oleh anak-anaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang sibuk dan ga nyempetin ngurus yg begini karena dianggap wajar2 aja tea.

      Hapus
  4. Itulah kenapa, saya batasi juga anak saya main games. Meskipun toh hanha main games puzzle atau mengenal hewan2. Nice info, mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasiiiih udah baca-baca. Saya blom tega narik semuanya, paling diatur waktunya aja.

      Hapus
  5. mba ima syg...boleh kasih saran?.. tulisannya di gedein dong mak.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hihiii... iyah, ini baru ganti template, Mba Desi. Kalau liat laptop saya font nya udah gede, tapi kalo di mobile masih kecil dan ga bisa ditarik2 sama pembaca. Entar masih di ulak ulik. Makasih banyak, yah, mba. Cum, cum...

      Hapus
    2. Hihiii... iyah, ini baru ganti template, Mba Desi. Kalau liat laptop saya font nya udah gede, tapi kalo di mobile masih kecil dan ga bisa ditarik2 sama pembaca. Entar masih di ulak ulik. Makasih banyak, yah, mba. Cum, cum...

      Hapus
  6. Kakatu ya.. wah.. nice info.. jd lbh ngerti gmn spy anak tdk sampe adiktif thd game. Tp memang yg terpenting anak ga boleh dicuekkin ya.. diajak ngobrol, komunikasi penuh dgn cinta. Makasih sharenya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih banyak Mba Ristin, selamat bersenang-senang ;)

      Hapus
  7. Iya sepakat sama mbak desi kekecilan font sizenya mbak.

    Anak saya 4bulan kalau lihat tablet dah jelalatan mbak. Duh saya harus siap siaga ya dalam mendidik Ghifa di era digital ini. Jgn sampai gila gadget. Thanks for sharing mbak.

    Oya yg game mewarnai ternyata berbahay juga ya meskipun tingkatannya ringan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Mba Ika. Baru ganti template soalnya, kalo di laptop ukurannya udah gede,tapi ga tau nih di mobile masih diulik, katanya sih harus ngulik css nya.

      Mungkin ga berbahaya, tapi anak betah berlama2. Katanya sih masih batas aman, asal didampingi.

      Hapus
  8. Waaa, nice info. Nanti langsung download kakatu. .

    BalasHapus
  9. Iklan game2 online gitu emang kadang aneh2 ya Mba, jadi musti "sedikit" diawasi kalau anak2 yg main itu. Ternyata DOTA level adiksinya tinggi ya, teman2 saya banyak yg main game itu :D

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv