Beberapa hari lalu kami dapat kabar tentang pengumuman
pemenang sebuah lomba. Saya kalah
(lagi). Dalam beberapa saat saya kecewa
karena kalah, ada perasaan sedih tapi itu hanya sebentar. Saya fikir wajar saja kecewa dan sedih,
berani ikut lomba artinya siap menghadapi kemenangan juga siap menghadapi kekalahan. Kondisi ini bisa disembuhkan dengan mengakui
atas kepiawaian mereka dalam menulis, dan saya selalu percaya Allah menjamin
rezeki semua mahluk bernyawa di bumi. Tidak hanya yang percaya Allah sebagai
Tuhannya, tapi mahluk yang tidak percaya pun diberi rezeki selama ia mau
bergerak.
Alasan lain kenapa saya agak kecewa karena tidak menang
lomba, karena persediaan uang saya mulai menipis, sementara anak kos banyak yang
nunggak. Saya mulai tanya-tanya ke teteh
siapa tahu ada yang bayar, ternyata mereka tidak memberi kepastian, mungkin
malu tapi kondisi mereka memang sedang tidak dalam keadaan baik. Ya, sudahlah, saya pupuk keyakinan pasti
nanti juga ada, saya bebaskan pikiran dan hati dan memaksimalkan yang ada. Buat orang-orang logis, keyakinan seperti ini
kurang bisa diterima, karena bagaimana mungkin orang yang “tidak bekerja” akan
mendapatkan uang. Saya tetap berusaha
dengan menulis di blog, menggali ilmunya, mencari kesempatan dan sedang
menjalankan proses menjadi blogger yang konsisten. Seperti nasehat suami saya, katanya jangan
takut teruslah berusaha dan konsisten.
Sedikit demi sedikit, nanti juga sampai.
Saya percaya, selama kita berusaha uang itu akan datang meskipun bukan
dari lubang yang sedang kita gali.
Dalam keadaan sedikit gelisah, di radio ada dialog dengan
tema besar menjaga hati. Volumenya saya
besarkan, rupanya isinya tentang “Hati-Hati dengan Dengki”. Katanya, dengki itu sering muncul ketika
seseorang mendapatkan rezeki, sementara kita tidak mendapatkannya. Kita jadi iri dan benci atas keberhasilan
seseorang. Ini , katanya, bahaya. Karena Dengki ini sifatnya seperti api, bisa
melahap dan menghancurkan semuanya bahkan bisa menjatuhkan fitnah pada
seseorang yang kamu dengki. Biasanya,
sifat iri dan dengki mudah masuk pada hati perempuan, timbul ghibah, menjelekan
seseorang itu dan menghilangkan rasa syukur atas nikmat yang sudah kamu
dapatkan. Ini bahaya, karena bisa
menimbulkan permusuhan. Lalu bagaimana
cara menghilangkan dengki? Katanya, cari
ilmunya, perbanyak dzikir, bersyukur atau memaksimalkan kesempatan dan lihatlah
rezeki yang kita peroleh pun sebetulnya cukup dan memenuhi kebutuhan kita. Bisa jadi, perasaan kecewa saya tadi
berbatasan tipis dengan dengki.
Untuk menambah keyakinan itu, saya ngobrol dengan
suami. Suami saya bilang, jangan iri,
jangan dengki, karena itu memang haknya dia mungkin dia pantas mendapatkannya,
ketika ada yang berhasil kita harus ikut senang. Karena Allah sudah membagikan rezeki sesuai
kebutuhan masing-masing orang. Kita
tidak boleh membandingan rezeki diri sendiri dengan orang lain, misal, ketika
teman kita sudah punya mobil, punya ini itu, menang ini itu, bisa jadi karena
dia mampu mendapatkannya.
Nah, kembali pada cerita saya, lalu akhirnya setelah
mendengar dialog di radio itu dan meyakinkan diri bahwa uang itu pasti ada. Karena, pengalaman saya selama ini, uang itu datang
pas saya butuh, pas ada dengan cara yang ajaib.
Nah, ceritanya saya sudah membebaskan hati dan menikmati rezeki yang ada
dengan membuat makanan yang enak dan sehat untuk anak-anak, suami dan Amih
(Ibu). Saya harus merasa tenang, tetap
asik, dan memaksimalkan rezeki yang ada, toh saya masih enak makan, anak-anak pun
senang dan hari itu bisa diajak kerjasama.
Lagi seru masak, tiba-tiba teteh datang dengan ceria, katanya ada yang
bayar kosan dari mahasiswa yang gak disangka-sangka akan bayar. Ya, ampun, seneng bangeeeeet! Jumlahnya lebih dari hadiah lomba hari
itu. Jangan-jangan, usaha saya ikut
lomba nulis di blog di “bayar” langsung oleh Allah melalui jalan yang
lain. Ah, lagi-lagi, cara Allah memang
unik dalam membagi rezekinya. Saya
sampai sujud syukur karena bahagia. Saya
selalu percaya, Allah akan memberi rezeki disaat yang tepat asal kita tetap
berdoa, berusaha, tetap tenang, dan memaksimalkan hidup yang ada.
Cerita rezeki ini belum selesai, sorenya, untuk membagi
kebahagiaan, saya bawa anak-anak ke mini market di seberang rumah. Alif dan Bayan saya belikan mainan,
masing-masing dapat satu lalu kami pulang dengan ceria. Pas sampai rumah, suami saya bilang, katanya
tadi adiknya suami transfer untuk dia.
Rupanya suami saya bilang bahwa kami mulai kehabisan uang dan direspons
dengan cepat. Saya kaget dan merasa tak
enak karena saya punya, tapi suami saya menenangkan agar saya tak perlu malu
dan khawatir. Akhirnya saya tenang. Lalu malamnya, kakak saya datang dan
berencana menginap di rumah. Rupanya,
dia datang sambil berbagi kebahagiaan tentang usahanya yang banyak menarik
minat pembeli. Dia perlihatkan HSU
(hasil sisa usaha) dengan jumlah tertentu.
Dengan ringan, ia ambil beberapa untuk Amih dan beberapa lembar untuk
saya. Sebuah hari yang mengejutkan,
senang sekali.
Jadi, ketika kamu gelisah dengan hidup diri lalu dibandingkan
dengan keberhasilan seseorang, gelisah dengan rezeki orang lain. Sebaiknya hati-hati, bisa jadi itu yang akan
menghambat nikmat rezeki yang sudah ada atau yang akan sudah dipersiapkan untuk
kamu. Ketika hati kamu dibebaskan kepada
Allah semata, maka semua jalan rezeki akan ia buka dengan caranya yang
unik.
Hal yang penting, kita tidak putus
berusaha, berdoa, konsisten dan bahagialah dengan apa yang kita dapatkan. Dengan bahagia, apapun terasa nikmat dan hati
tenang.
Bandung, 16 Januari 2016
Wah pas banget dengan suasana hatiku mbak.Saya juga percaya kok bahwa rejeki itu datangnya di saat yang pas,pas butuh pas ada :)
BalasHapusSuka banget bagian yang ini:Saya percaya, selama kita berusaha uang itu akan datang meskipun bukan dari lubang yang sedang kita gali.
Adem Mbak baca yang begini.
Makasih, Mba Tatit, katanya, jangan pernah takut rugi ketika kita melakukan usaha, karena Allah tidak tidur, Dia pasti mengapresiasi apa yang kita lakukan. Salam kenal, maksih, yah sudah bacabaca :]
HapusHarus kupraktekkan langsung nih, biar rejeki makin ngalir...
BalasHapusKalau hati tenang dan ikhlas, segala unsur alam pun akan ikut ikhlas mencintai kita.
HapusAhhh...jadi ikutan tenang ini hati.
BalasHapusGak bs bohong, sy pun kadang2 ada rasa "semacam ga rela" pas kalah lomba.
Apalagi klo sy kepedean bakal menang hahaha.
Tp smakin sering ikut lomba dan mengasah mental dgn prinsip "tulis, submit, dan lupakan" saat ikutan lomba. Lama2 mulai bs kalem aja pas kalah.
Bahkan belajar berbesar hati dgn ikut berbahagia dg mengucapkan selamat saat ada yg menang. Bail sy ikutan maupun enggak lomba tsb.
Bener banget sbnrnya rezeki kt udah disiapkn sm Allah sesuai kebutuhan bukan keinginan.
TFS Yaa
Betul banget Mbak, rezeki kita ini sudah ada tinggal bagaimana kita berusaha untuk mendapatkannya tentunya dengan tidak dengki juga iri hati pada keberhasilan orang lain. Saya juga semakin tenang setelah membaca tulisan ini, dan semakin ikhlas lagi untuk terus menulis, makasi ya mbak sudah mau berbagi. Salam kenal dari saya Riska :)
BalasHapusBaca tulisan Teh Ima hati jadi tenang..
BalasHapusYakin kalau takdir itu akan berjumoa dengan ikhtiar kita, hanya dari pintu mana rezeki itu akan mengetuk, hanya Allah yang mengetahuinya.
BalasHapusDengan begitu, hati jadi tenang
Setuju mak...rasa kecewa kalo gak terkendali bisa naik level jadi dengki. Rejeki juga kian jauh
BalasHapusBener banget dan saya selalu percaya memberi tidak akan mengurangi,kadang kalau rejeki kita saat tiriss banget usahakan memberi kepada org lain dan tidak di sangka2 kita akan mendapat balasan berkali kali lipat dari Allah.
BalasHapusIya benar Allah memberikan rejekinya dengan cara unik. Penting tidak putus asa dan terus berikhtiar. Anak saya punya mimpi ke Legoland, dari sisi keuangan kami tidak memungkinkan berangkat. Ia semangat menyuruh saya mengirim bungkus biskuit. Karena kebanyakan saya bagi dengan teman di tempat saya kerja (semoga tidak mengurangi amal karena diceritakan). Giliran pengumuman saya bingung nyari di media mana. Yo wes lupakan, belum rejeki. Allah rupanya mendengar doa anak kecil dan teman saya. Akhir tahun kemaren anak saya bisa berangkat dengan rejengki yang tidak disangka-sangka. Rasanya kami bermimpi. Sebab beberapa tahun yang lalu ketika saya belum bekerja, saya pernah mengajak dia jualan di pasar malam. Belum laku jualan ia minta belikan mainan di sebelah lapak.
BalasHapusbetul sekali, aku setuju deh
BalasHapusOOh... keren Teh....
BalasHapusSalam kenal