You Learn


You live you learn, you love you learn
you cry you learn, you lose you learn
you bleed you learn, you scream you learn
you learn-Alanis Morissette

Setiap mendengar lagu ini, hati berdegup kencang lalu memunculkan sarkastik pada diri tentang pembenaran atas proses sikap ogah-ogahan dan kebodohan yang sering merajalela pada diri.

Suatu hari saya mengantar seorang teman laki-laki, dia mau membelikan buku bacaan untuk adiknya yang tinggal di kota lain. Sebuah buku cerita yang manis, dia berharap adiknya menjadi pecinta buku.    Ada perasaan spontan yang membuat hati saya perih, ingin sekali mempunyai kakak yang membelikan buku.  Perasaan ini hanya sebentar, dilama-lama rasanya tidak enak dan menimbulkan sarang kemarahan yang meluas.  Tentunya tidak menyelesaikan persoalan dan semakin terpuruk, karena berada dalam situasi tidak enak pasti ada maksudnya.  Seperti di Film Narnia 3 yang menyertakan Eustance sebagai tokoh sepupu yang menyebalkan, salah satunya tidak mempercayai adanya negeri Narnia. Ternyata Eustance ikut masuk ke dunia itu bersamaan dengan Lucy dan Edmund. Di Narnia-pun dia selalu menyepelekan orang-orang sekitarnya.    Disini Eustance mendapatkan pelajaran menjadi seekor Naga atas tingkahnya sendiri.  Beberapa situasi mendidik dia menjadi seorang yang berani hingga berjasa mengumpulkan pedang, situasi ini membuat Eustance berubah menjadi orang yang terbuka. Saya percaya, selalu saja ada pembelajaran sikap jika mau mengerti arti proses yang bersentuhan dengan hidup kita.  Baik situasi yang menyenangkan atau sebaliknya.  Hanya saja sering tidak tahu bahwa beragam situasi pasti akan memberikan pelajaran.  Jawaban itu bisa didapatkan selama kita mau menyelesaikan & mencarinya, bisa dari bacaan, film, situasi yang tidak terduga, pertemuan dengan teman atau obrolan singat orang di angkot bisa memberikan titik terang.

Dari kecil saya suka bacaan, bacaan pertama yang membuat saya ketagihan adalah majalah bobo.  Dengan uang harian yang diberi Amih selalu disisihkan agar bisa membeli majalah tersebut setiap hari Kamis.  Sayangnya, saat itu kebanyakan kakak-kakak sudah menikah dan mempunyai anak.  Hal ini tidak bisa dihindari karena jumlah keluarga yang banyak dengan rentang usia yang sangat jauh.  Ini salah satu ingatan tersisa saat itu, seorang kakak laki-laki dengan ringan membawa beberapa majalah bobo dan dia bilang untuk anaknya yang masih kecil.  Barangkali dia fikir saya sudah cukup besar untuk bersikap toleran, dewasa dan bisa dengan mudah mendapatkan apapun diinginkan.  Salah besar. Beberapa usia keponakan hanya beda beberapa tahun lebih muda, saya sama sekali tidak bisa menolak padahal hati kecil saya terluka.  Perasaan itu masih tersisa jika tidak sengaja mengingatnya. 

Berdasarkan ingatan saya yang  pendek, kegemaran ini tidak tahu dari mana dimulainya.  Bisa jadi awalnya karena sering lewat kios Koran pinggir jalan dan warna warni kover majalah menarik perhatian.  Kegemaran membaca majalah bobo menjadi kesenangan tersendiri, dari majalah itu menjadi tahu beberapa bacaan lain.  Satu-satunya toko buku yang menarik hanya swalayan Borma, toko serba ada termasuk buku anak-anak.  Disinilah kenakalan dimulai, beberapa kali saya sering mencuri  uang lalu nekat pergi sendiri ke toko itu agar bisa beli buku bacaan seperti Casper, Cinderella dan bacaan-bacaan lainnya.  Buku dikumpulkan dalam plastic besar, disimpan di bawah dipan karena masih sekamar dengan Amih.  Lama-lama rasa bersalah saya semakin besar karena sering mencuri uang untuk membeli buku, dengan kekuatan hati  kelakuan ini dihentikan karena takut menjadi keterusan.  Lama-lama buku-buku itu satu persatu hilang, bisa jadi bukan hilang tapi dipinjam dan tidak dikembalikan.  Barangkali juga karena didapatnya dari uang tidak halal jadi usianya tidak lama.

Seterusnya, sejak saat itu saya tidak pernah beli bacaan lagi dari hasil mencuri tapi pinjam punya kakak seperti tintin, smurf, asterix, nina, storm.  Semua bacaan bergambar, yang selalu dibaca berulang-ulang dan saya bahagia sekali.  Saat masuk SMP, majalah bobo tidak menarik lagi.  Beralih pada majalah Gadis.  Artikel yang paling saya suka yaitu psikologi, bahasanya seperti yang sedang ngobrol, biasanya setelah membaca ini otak saya menjadi riang gembira dan pandangan seolah tebuka lebar-lebar.  Bekal ini memudahkan saat bertemu dengan teman, dan menganalisa beberapa situasi.  Begitupun dengan artikel tentang kebersihan, kesehatan bahkan saya belajar banyak cara mengatur ruangan, etika di wc ,etika menginap bahkan perawatan saat sedang datang bulan, banyak yang bisa dipelajari.

Selain dari hasil membaca, dengan membaca pola kebiasaan teman-teman yang menarik banyak mempengaruhi dan membangun kepribadian saya.  Dari introvert jadi extrovert, dari tidak bisa mengungkapan sesuatu jadi berani, bahkan dalam mengungkapkan rasa iri, berbagi kebahagiaan, mengungkapkan kekaguman dan semakin lama semakin banyak yang bisa dimengerti hingga menjadi sarang curhatan teman-teman. Padahal sayapun banyak mengadopsi pola hidup mereka.  

Kebiasaan ini ternyata mempengaruhi saat membuat tugas bahasa Indonesia yaitu membuat cerpen.  Sampai suatu hari dipanggil ke ruang BP saat SMA (lupa kepanjanganya apa) lalu petugas BP itu memberi arahan tentang tulisan, yang menurut mereka kebisaan ini berpotensi menjadi lebih bagus. Saya, tidak tahu teman lain yang ikut dipanggil, bingung harus bagaimana selanjutnya, malah merasa kehilangan jalan dan gugup. 

Saya belajar banyak dari isi bacaan majalah dan lingkungan teman-teman yang cukup banyak memberi referensi hidup pada kepribadian saya.  Terutama saat masuk kuliah, disinilah seolah-olah segala sesuatunya dimulai.  Saya belajar banyak cara mendengar, mengungkapkan pemikiran, rasa suka, mewujudkan ide, toleransi, penghargaan yang tidak didapat dari keluarga. Bagaimanapun keluarga dan teman-teman saling melengkapi kelebihan dan kekurangan yang membuat hati saya terasa hidup.  Disinilah pengenalan pada bahan bacaan mulai semakin meluas.  Barangkali mestinya dibaca saat dulu-dulu karena memang beli buku saat itu terasa mahal.  Jadi aktifitas membaca itupun dilakukan di perpustakaan kampus.  Kebiasaan ini berlangsung lama dan sering menarik perasaan yang sedang kacau menjadi enak.  Benar-benar seperti meminum jus jeruk dingin di tengah hari yang panas. 

Sampai pada suatu hari, saya merasa banyak ketinggalan bacaan saat terlibat dalam berbagai kegiatan tobucil (toko buku kecil).  Rasanya ingin berlari dan sembunyi, malu sekali.  Tapi kemudian saya memutuskan berkompromi dengan kondisi yang serba terbatas, jadi biarkan saja terlambat membaca daripada tidak sama sekali. Jadi saya percaya, setiap apapun yang kita baca dan dengan siapa kita berhubungan, pasti ada maksud dibalik perjalanan itu yang menjadikan kita mampu menghadapi lingkungan yang dinamis dan kompleks. Dimana kamu berada, maka disitu kamu diberi kesempatan untuk mempelajarinya; menggali, mengolah, mengolesnya agar menjalani kehidupan lebih terasa hidup penuh makna.

Ima, 25 Februari 2011

2 komentar:

  1. Aq masi introvert...,

    gpp lah...,xD

    salam...,

    BalasHapus
  2. Enjoy aja do... nuhun udah mampir hehehe...

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv