Silaturahmi Pembuka Jalan Kebaikan



Beberapa hari lalu, Kayana Tour and Consultant  mengadakan acara silaturahmi dengan anggota Blogger Bandung. Kami berkumpul di kantornya di jalan Cikutra Baru VI Bandung. Acara ini merupakan bentuk membuka wawasan para pecinta travelling. Traveling yang dikaitkan dengan proses silaturahmi akan terjalin hubungan yang lebih dekat dengan Maha Pencipta.

Rupanya di acara ini, kami mengikuti pengajian dan silaturahmi dengan tema kajian Wisata Hati bersama Ustdz. Evie Efendi. Tema yang diangkat yaitu Silaturahmi Sebagai Salah Satu Jalan Pembuka Jalan Kebaikan. Sebuah acara yang sederhana di ruang utama Kayana, dihadiri oleh para pemilik, pengelola, tetangga sekitar, blogger, berkumpul, mendengarkan tuturan dan sesi tanya jawab bersama ustadz atas tema yang dibahas.

Uniknya, Ustd. Evie Efendi mengarahkan silaturahmi yang paling utama yaitu silaturahmi dengan orang tua kita. Ya Ibu, ya Ayah. Jadi beliau membahas bahwa silaturahmi itu adalah perbaikilah hubungan dengan orang tua. Selain mendoakan dalam setiap sujud kita, maka sering-seringlah menengok dan menghiburnya.

Awalnya, saya agak ngahuleng (arti: bingung, dll) kajian silaturahmi ini diarahkan kemana. Ternyata semakin dituturkan, diurai, bahwa sumber segala sumber silaturahmi itu dengan memperbaiki hubungan baik dengan orang tua. Terutama Ibu. Kajian kali ini seperti menohok hati, tepat di ulu hati.

Lanjutnya, tengoklah ibumu, karena Ibu adalah sumber doa, sumber keikhlasan, maka jalan hidup kita pun akan jadi jauh lebih barokah. Kalau ibunya ustads Evie bilang,”Ibu mah ngan hayang Evie soleh, kitu hungkul.” (artinya: Ibu hanya ingin Evie soleh, itu saja). Ternyata dengan memperbaiki, hijrah dan membangun hubungan baik dengan ibu. Jalan hidup pun menjadi jauh lebih baik dan tenang.

Saya punya seorang sahabat, namanya Iskandar. Dia sahabat kami dari zaman kuliah hingga masing-masing mempunyai keluarga sendiri. Melaluinya saya belajar banyak tentang silaturahmi. Dia sangat rajin silaturahmi ke teman-teman dan keluarga teman-temannya.

Jika Iskandar dan istrinya ke Bandung bisa dipastikan mampir ke rumah untuk menengok Amih. Amih adalah ibu semua sahabat-sahabat saya. Dia selalu bilang, kalau saya ke Bandung saya upayakan mampir, karena silaturahmi itu baik. Ia sering bilang bahwa silaturahmi itu sangat penting, memanjangkan umur dan rezeki. Tentu dengan arti yang luas, dengan silaturahmi memberi efek domino pada berbagai usur kehidupan. Seringkali dengan silaturahmi, kita akan kembali terhubung pada banyak hal.

Saya satu rumah dengan Amih pun kadang tidak seantusias Iskandar jika harus bertemu Amih. Itu karena saya anak bungsu dan mendapat amanat untuk tinggal serumah dengan Amih dari sebelum menikah hingga kini beranak 2. Mundur maju 3 meter saja kami akan bertemu. Di dapur, di meja makan, di teras, di kamar tidurnya. Makan satu meja, dapat oleh-oleh dimakan bersama, ada tamu saya yang menghadapi, kadang kami saling berdiskusi atau kami mendengarkan nasehat Amih. Mungkin inilah hikmah besar berada dalam satu rumah bersama Ibu.

Dahulu, bukannya tidak mau pisah rumah setelah menikah. Sejak awal akan menikah, saat itu calon suami, diminta untuk tinggal dan menemani Amih. Alhamdulillah, dia setuju dan suami termasuk orang yang eazy going dan mudah beradaptasi. Jadi, tak ada kekhawatiran yang membuat Amih dan suami merasa tidak nyaman.

Balik lagi ke uraian ustadz Evie dengan pentingnya silaturahmi , beliau bilang bahwa silaturahmi yang paling utama adalah dengan Ibu. Sering-seringlah mengengok dan bahagiakan hatinya. Jika itu sudah terjadi, maka segala urusan akan dimudahkan. Kalau perlu minta maaf tiap bertemu, sujud dan cium kakinya. 




Cukup gelisah mendengarkan tuturan ini. pasalnya, setiap hari saya bertemu. Hidup satu rumah bukan berarti selalu nyaman, tentram, atau enak bisa hidup gratisan (kata seseorang mah). Tapi ada saja beberapa nilai-nilai hidup kami berbeda. Dari urusan masak, beres-beres, dalam menghadapi anak-anak, dll. Bisa jadi ini terjadi karena masalah sudut pandang, Amih kadang tetap melihat saya sebagai anak yang terlihat masih “anak” (kecil), padahal sekarang saya telah memiliki suami dan beranak 2. Juga pandangan saya bisa jadi tidak sanggup melakukan hal yang diharapkan.

Bahkan sempat kepikiran, bagaimana kalau saya keluar dari rumah ini agar tidak terjadi proses-proses yang membuat Amih kesal sama saya. Sebab saya takut jika Amih kesal itu akan membuat dosa dan berakibat buruk pada kehidupan saya. Saya beranggapan seandainya seminggu sekali ketemu, mungkin tidak terlalu muncul masalah. Itu dalam pikiran sempit saya.

Suami saya yang selalu mengingatkan kalau saya sedang berbeda pendapat dengan Amih. Begitupun ketika pertanyaan ini dilontarkan dan Ustadz Evie bilang kalau Nabi Ibrahim tidak meninggalkan orang tuanya sekalipun orang tuanya adalah pembuat berhala. Tentunya Amih saya beda, beliau adalah panutan. Orang tua yang sudah berusia 90-an, fisik masih kuat, soleh, sangat. Rupanya, silaturahmi yang harus saya kerjakan adalah bersikap baik dalam keseharian dengan Amih. Perkuat sabar, sabar, sabar. Ya, sabar. 




Bagaimanapun, Ibu haruslah dihormati apalagi Amih-ibu yang sangat baik. Nabi Ibrahim saja orang tuanya menyembah berhala tapi tetap bersikap baik apalagi Amih.

Dari sini saya faham, silaturahmi saya dengan Amih adalah dengan memperbaiki sikap. Sikap sehari-hari saat bicara, bersentuhan, lebih perhatian apa yang dibutuhkan Amih tanpa perlu diminta, tanpa perlu bilang tolong tapi saya harus lebih peka dalam menghadapi Amih. 



Melalui acara yang diselenggarakan oleh Kayana tour and event consultant, saya seperti diberi kekuatan (biasanya malu) untuk bertanya dan mendapat jawab dari kegelisahan saya selama ini. Lebih dari itu sepertinya saya mendapat petunjuk dari Allah untuk melunakkan hati. Saya beruntung bisa datang ke acara ini meski agak terlambat sedikit. Terima kasih Kayana tour and consultant karena sudah mengadakan acara yang penuh hikmah.

Bandung, 3 Maret 2018

Ima

3 komentar:

  1. tulisan yang menarik mbak..memang betul, silaturahmi dengan orang tua kdang tidak seantusias dengan orang lain

    BalasHapus
  2. Wah sudah dapat solusinya ya teh Ima. Untung ada ustad Evie dan Kayana yah 😄 salam baktos kangge Amih.

    BalasHapus
  3. Makasih sharingnya teh, jd pengingat buat saya... Tempat tinggal ortu cuma berjarak bbrp rmh, tp enggak tiap hr nyempetin main ke sana...

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv