Kubuka Desember pada tanggal 11. Selalu ada harap pada setiap detiknya. Kamu dibalik doamu, aku dibalik doaku. Setiap benda bergerak pada intinya masing-masing. Begitupun kita: aku dan kamu. Semua terjadi mengikuti setiap langkah dan doa-doa kita. Ada saatnya tak yakin tapi kamu selalu tenang seperti… sekuntum bunga yang jatuh ke laut, tenang dan menyatu.
Kadang, saya terusik pada beberapa kejadian yang tak juga selesai. Pertanyaan selalu muncul untuk langkah-langkah kita selanjutnya. Hidup kita, kamu, anak-anak kita. Tak ada yang tahu setiap kejadian yang akan terjadi, tapi kita harus tetap punya rencana dan terus mengikuti setiap musim. Kalau dingin, pakai jaket, kalau panas gunakan baju yang menyerap keringat, halau haus ya minumlah. Kadang lelah menyergap dan ingin rasanya segera terbang, kembali berlari, tapi punggung ini terlampau berat. Langkah ini selalu tersangkut setiap ilalang yang memenuhi jalan.
Ya, kita kini seperti di tengah laut, bermain dengan air dan perahu, menunggu angin membawa ke daratan. Sesekali ku harus berenang mendapatkan ikan segar dan menyuling air. Ketika di tengah laut, tanpa bahan bakar. Gelisah sering menyergap, tapi perasaan itu bahaya, karena kita akan mati kutu. Beradaptasi menjadi warga laut adalah sebuah solusi, menikmati langit yang luas, debur ombak, angin, desing suara burung-burung, berenang menikmati isi laut, memancing ikan dan sambil tetap memelihara harap. Kita manusia yang pandai beradaptasi dengan apapun, tinggal lepaskan ego, dan berbaurlah. Pelihara untuk tetap sadarkan diri dan mengenal setiap unsur laut. Mungkin kita terlampau lupa dengan daratan, sehingga anginnya menarik kita ke tengah laut agar setiap unsur di daratan terlihat lengkap, sempurna dan indah.
Sudah, hangatkan hatimu. Ini waktunya untuk mengenal dan menghargai diri. Tak mungkin kamu menari di atas awan, tapi menarilah di atas tanah. Tak mungkin kamu berjalan di atas air, tapi melangkahlan di atas rerumputan, kenali pasir, kerikil, bebatuan, semua unsur yang menghidupkan dirimu, yang dekat dengan kamu. Kenali senyum, tangis, tawa, uluran tangan dari orang-orang sekitarmu agar semakin faham bahwa kamu bagian dari hidup mereka. Tetaplah tenang, tetaplah bahagia, tetapkan hati.
Love you as always,
Ima
Ya, kita kini seperti di tengah laut, bermain dengan air dan perahu, menunggu angin membawa ke daratan. Sesekali ku harus berenang mendapatkan ikan segar dan menyuling air. Ketika di tengah laut, tanpa bahan bakar. Gelisah sering menyergap, tapi perasaan itu bahaya, karena kita akan mati kutu. Beradaptasi menjadi warga laut adalah sebuah solusi, menikmati langit yang luas, debur ombak, angin, desing suara burung-burung, berenang menikmati isi laut, memancing ikan dan sambil tetap memelihara harap. Kita manusia yang pandai beradaptasi dengan apapun, tinggal lepaskan ego, dan berbaurlah. Pelihara untuk tetap sadarkan diri dan mengenal setiap unsur laut. Mungkin kita terlampau lupa dengan daratan, sehingga anginnya menarik kita ke tengah laut agar setiap unsur di daratan terlihat lengkap, sempurna dan indah.
Sudah, hangatkan hatimu. Ini waktunya untuk mengenal dan menghargai diri. Tak mungkin kamu menari di atas awan, tapi menarilah di atas tanah. Tak mungkin kamu berjalan di atas air, tapi melangkahlan di atas rerumputan, kenali pasir, kerikil, bebatuan, semua unsur yang menghidupkan dirimu, yang dekat dengan kamu. Kenali senyum, tangis, tawa, uluran tangan dari orang-orang sekitarmu agar semakin faham bahwa kamu bagian dari hidup mereka. Tetaplah tenang, tetaplah bahagia, tetapkan hati.
Love you as always,
Ima
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan meninggalkan komentar Anda. adv