Rezeki Sakit

Bagi saya, 2 tahun ini sebuah keadaan yang drama sekali, seolah tangan-tangan malaikat bergerombol menolong kami keluar dari satu per satu kesulitan dengan cara penuh kejutan. Pas butuh pas ada, melalui jalan yang tak diduga-duga. Masalah utama memang tetap ada, tapi cara Allah menghibur dan membuat saya tetap sabar, yakin, tenang itu sangat unik.

Ketika salah satu keluarga kita sakit, yang difikirkan adalah masalah uang. Karena akan berhubungan dengan makanan sehat, bayar dokter, obatnya, bahkan jika harus ada tes lab hingga rawat inap. Tabungan yang tadinya buat kebutuhan ini itu, sering tertunda karena dikeluarkan untuk biaya kesehatan. Mending kalau ada tabungan, ini tidak sama sekali punya tabungan. Anehnya, ketika kita merasa berat untuk biaya berobat maka rezeki itu semakin tumpul, tapi ketika hati kita membebaskan dan menganggap rezeki yang saat itu ada, memang sudah dipersiapkan untuk pengobatan itu. Selalu saja ada pengganti dari arah yang tak terduga, asal yakin bahwa rezeki yang kita gunakan untuk pengobatan sebuah bentuk ibadah dan selalu diganti dengan cara yang ajaib.

Kalau mau meresapi satu kejadian demi kejadian, bisa jadi, setiap masalah yang kita lewati sebuah upaya Allah meluaskan pandangan kita tentang kehidupan. Sebuah caraNya menyusun hati kita semakin tertata. Ketika suami saya sakit, beberapa teman saya bertanya dengan sangat hati-hati, saya faham, karena saya bukan pekerja dan hanya punya penghasilan dari kontrakan saja. Jadi tak perlu tersinggung:

”Ima, kamu kerja apa sekarang.” Atau,

“Kamu usaha apa, gimana kondisi anak-anak.” Atau,

“Ima, temen-temen pada khawatir sama kamu, tapi ragu-ragu mau nanya tentang “kondisi” kamu.”

“Ima, kamu harus bikin percepatan.”

Semua pertanyaan ini bentuk perhatian yang maksudnya mempertanyakan keuangan saya.

Jawab saya:

“Langsung dari Allah, Cholis teh dikasih sakit dilengkapi dengan rezekinya."



Ke beberapa orang saya cerita tentang rezeki dari langit ini, pertolongan Allah melalui bala tentara malaikatnya. Saya selalu ingat para sahabat yang datang seperti debur obak, satu persatu bahkan berombongan datang menengok dan memberi banyak perhatian sehingga kami bisa berobat dan menggunakan uang ini untuk kebutuhansehari-hari. Saya mau menceritakan satu per satu rezeki datang ketika suami saya sakit, pas kami tidak punya uang, pas kami harus bayar rumah sakit, pas bingung terhadap pertanyaan ada yang memberi nasehat, support ini itu, Subhanallah… cara Allah menolong saya (kami) sungguh ajaib. Allah seperti tengah memperlihatkan keindahan kehidupan dari sudut yang lain, menata diri, keindahan cinta, tolong menolong, keindahan kota-kota yang kami datangi saat harus berobat. Semua kejadian seperti mimpi, saya seperti masuk ke sebuah daratan baru dengan beragam bentuk dan kehidupannya. Jadi ingat obrolan saya dan Cholis-suami pada suatu hari dalam postingan saya disini.

Ketika Cholis-suami- mulai sakit. Kami tidak punya uang. Catat! Hanya sedikit tabungan, sangat sedikit. Karena dia sedang cuti mengajar (dosen luar biasa/tidak tetap) dan sedang menjalani kuliah S2 Seni Rupa di ITB. Baru melewati semester pertama Cholis sakit. Jadi penghasilan utama bergantung pada studio desain (Devdan Grafis) yang kami tata di pojok rumah, yaitu membuat website dan desain grafis, tapi semua masih dilakukan sendiri. Anak kami dua, saat itu anak pertama 4 th, anak kedua 13 bulan. Saya cerita ini ingin membuktikan, bahwa setiap 1 kesulitan akan dilengkapi dengan 2 kemudahan. Allah mengajarkan kehidupan dengan cara yang ajaib. Ini beberapa pengalaman rezeki yang kami dapatkan, baik berupa uang, nasehat, maupun kebaikan lain yang diberikan oleh sahabat-sahabat kami:

1. Tadinya saya mau mulai cerita dari pas masuk ICU RS Rajawali Cimahi, tapi tidak, sebaiknya dari awal sakit di rumah. Ketika… kedua kali suami terserang kejang. Teman kami-Awan ikut mengantar ke RS Advent dan menemani kami dari pagi sampai sore. Karena saat itu Alif tidak bisa ditinggalkan sendiri di rumah, jadi dia yang mengajak main Alif saat di rumah sakit. Sementara kami keluar masuk ruang praktek dokter dan tempat tes CT Scan Kepala.

2. Sudah kami bilang, kami hanya punya sedikit tabungan. Sementara banyak sekali tes yang harus kami lakukan: tes darah, CT Scan dan harus mengeluarkan banyak uang. Jadi kami pinjam ke kakak kedua suami-Teh Embay. Tak lama langsung di transfer dan semua digunakan untuk tes kepala. Esok harinya, Cholis masih harus menjalani tes, solusinya saya kembali pinjam ke Amih dan suami pun bisa melakukan tes CT Scan Contras dan EEG. Disitulah dipastikan, bahwa ada benjolan berupa tumor di kepala suami. Dokter menjelaskan, tak ada cara lain untuk membersihkan tumor ini yaitu dengan melakukan operasi kepala.

3. Kami akhirnya memutuskan pengobatan herbal, harganya lumayan ternyata. Sekali datang harus ditebus seharga Rp. 250.000, dan kami harus datang 5 hari sekali mengingat jenis penyakitnya yang berat dan efek dari benjolan ini membuat suami terserang kejang. Setiap kami kehabisan uang untuk kontrol ke herbalis, selalu ada teman yang datang menengok dan memberi amplop. Isinya sangat cukup untuk membeli obat herbal ini. Begitu seterusnya sehingga kadang-kadang kami bingung sendiri. Efek setelah konsumsi herbal ini bagus, tubuhnya kembali segar dan bugar. Sampai suatu hari suami saya memutuskan tidak makan phenitoyn (obat anti kejang yang diberi dokter), sehingga dia terserang kejang berulang-ulang. Pendengarnya jadi sensitif, dia tidak bisa mengeluarkan nafas, hanya bisa menarik nafas tapi sulit dihembuskan lagi dan ini membuat tubuhnya gontai.

4. Setiap saat kondisi tubuhnya melemah dan melemah. Entah kekuatan dari mana, suami saya tidak mau ke rumah sakit, dia merasa bisa mengendalikan kejangnya dengan cara merebahkan diri, mengatur nafas dan serangan kejang itu akan berangsur pulih. Terutama ketika ada hal yang menyenangkan dan mengharukan, fisiknya akan kembali melemah lalu mulut, mata dan tangannya bergerak otomatis. Beberapa orang mengatakan bahwa penyakitnya ini sebuah penyakit “kiriman” dari orang-orang yang tidak menyukainya, menambah suasana tampak mistis dan horor. Sehingga setiap suami terserang kejang, melemah dan kejadian ini berulang-ulang, membuat suasana rumah menjadi muram, tegang, menakutkan terutama ketika sore tiba dan malam. Ditambah cuaca dingin di musim hujan meperparah kondisi. Saya menjadi tidak bisa tidur, anak-anak pun tak tenang. Maka, setiap malam, saya selalu minta Kang Awug (kakak ke-8) dan Teh Ida (kakak ke-9) untuk menginap di rumah. Dan mereka selalu mau menemani, meskipun datang hampir larut malam atau subuh udah pulang lagi. Sungguh ini bisa membuat saya tidur. Pas Kang Awug atau Teh Ida datang, saya pun bisa tidur tenang.

5. Ketika kami mulai berfikir untuk titirah*, tiba-tiba Teh Bibo menelepon ke rumah mengajak kami untuk pindah sementara ke rumahnya. Malamnya, kakak suami-Teh Embay datang sambil bawa Alif yang diajak pergi ke Pandeglang. Besokmya, kami pun pergi ke rumah Teh Bibo.

6. Pas mau pergi ke rumah Teh Bibo ternyata datang Aa (kakak Ima yang ke-4) membawa mobil dan dia langsung mengantar kami (saya, suami, anak-anak, Teh Embay). Rupanya yang terjadi, suami saya kejang berulang-ulang, tadinya sekian jam sekali dan durasinya beberapa detik saja. Tetapi yang terjadi jarak kejangnya semakin sering, tapi Cholis tetap pada keyakinannya, tubuhnya bisa menyembuhkan sendiri. Pertolongan Allah datang jam 02.00 WIB suaminya Teh Embay (Wa Alwis) datang untuk menjemput Teh Embay. Suami saya masih bisa diajak bicara, lalu tak lama kemudian kejang lagi dengan durasi yang semakin lama, lalu kuat lagi. Dia hanya minta bubur kacang hijau agar tubuhnya kembali bugar. Sampai setelah subuh dia tak sadarkan diri lalu segera dibawa ke RS Rajawali karena rumah Teh Bibo lebih dekat ke RS Rajawali. Disana suami dirawat di ICU selama 3 hari.

7. Selama dirawat, Teh Imas (kakak ke-5) selalu menelepon, dia bilang,”Ima, baca yasisin terus menerus, atau 1 juz 1 hari.” Sayapun melakukan itu, bolak balik wc untuk wudhu dan shalat sunat, selama di kursi penunggu pasien atau pas penunggu boleh masuk ke ruangan. Al Quran adalah teman hati yang paling tepat. Pada titik itu, setiap waktu luang digunakan untuk baca quran terus menerus. Dan membiarkan Allah yang menentukan jalan yang terbaik. Keluarga dan teman-teman menengok satu persatu. Rata-rata semua menitipkan “amplop” untuk saya. Ada yang sengaja datang dari Jakarta, teman mengajar, teman teater, teman blogger. Ini sangat berarti buat saya, jadi saya bisa makan dan beli minum bekal di rumah sakit. Setiap amplop itu saya kumpulkan dan disimpan hati-hati.

8. Sementara anak-anak, selama di rumah sakit, Alif dibawa Kang Iman (kakak ke-10), namun hari ke-3 dititip ke Teh Bibo (kakak ke-11) karena di CCL mau ada acara. Sementara Bayan dititip di Amih dan Teh Ida. Mereka pasti sangat sibuk mengurus kedua anak saya.

9. Ketika suami harus di tes MRI dan MRI Contras dan kebetulan ada di RS Borromeus, jadi kami sekalian keluar dari rumah sakit Rajawali dan pindah ke RS Borromeus. Pas mengurus-urus administrasi, tiba-tiba datang teman SMA dan dia ikut menemani saya selain Wa Alwis. Ketika saya harus membayar sejumlah tertentu, uang yang saya kumpulkan ini pas dengan jumlah yang harus saya bayar. Dan tiba-tiba teman saya ini mengeluarkan kartu ATM-nya,”Ima, saya tambah Rp.500.000,00, ya.” Saya cuma melihat dia dan bilang,

”Gustin, gapapa.”

“Eh, jangan, saya udah niat.”

Hati saya tak menentu, rasa bahagia dan terharu begitu menghangatkan.

10. Ketika harus ke RS Borromeus, Ka Udong dapat pinjaman mobil dari temannya yang ada di Bandung. Begitupun dengan kakak saya datang dengan membawa mobil, jadi kami berombongan ke RS Borromeus dengan masuk pintu UGD. Saat di UGD, suster bilang bahwa kondisi kamar penuh. Wa Alwis membisikan sesuatu,”Banyakin Al Fatihah.” Saat itu saya tak berhenti membaca Al Fatihah berulang-ulang. Hanya selang 3 jam dari menunggu di UGD, kamipun akhirnya mendapat kamar, mengingat kondisi suami yang tak bisa berhubungan dengan terlalu banyak orang dan suasana ramai, akhirnya sama mengambil kelas 2.

11. Ketika di RS Borromeus, saya tahu, biaya disini tidak akan murah, bisa dipastikan diatas 10 juta, bahkan lebih. Tapi Amih sudah bilang, jangan khawatir masalah biaya yang penting Cholis ditangani oleh yang ahli. Meskipun Amih sudah bilang begitu, saya tak tenang karena tak enak sama Amih. Lagi-lagi Amih, lagi-lagi Amih. Tapi saya iya kan, karena memang saya butuh. Saat dirawat inap, satu per satu sahabat datang dengan membawa keceriaan dan kegembiraan yang mereka berikan. Selain memberi kegembiraan dan semangat, mereka selalu menitipkan amplop untuk Cholis. Ada yang dari Adik suami, Abah, Kakak Ima, tetangga di Ledeng, alumni Asy Syidiqiyyah, alumni teman-temannya Teh Embay dan Wa Alwis, teman-teman dosen di UNIKOM dan UMN, teman-teman UNIKOM, teman-teman STUBA, ada yang dari kelompok pemuda Kadupandak (Pandeglang) datang kesini. Entahlah, banyak sekali. Sampai hati saya terasa penuh, penuh sekali. Semua amplop itu saya kumpulkan dan jumlahnya menjadi sangat banyak, banyak sekali. Pikiran saya, dimasukan ke tabungan untuk biaya rumah sakit dan biaya selanjutnya.

12. Benar saja, 9 hari Cholis di rawat di Borromeus menghabiskan biaya diatas 10 juta. Ketika tangan saya mengeluarkan lembar demi lembar bayar rumah sakit, yang terbayang muncul wajah satu per satu sahabat dengan ribuan ketulusannya. Mata saya terasa hangat, hati tak berhenti terharu. Sepertinya tangan-tangan malaikat datang berduyun menolong kami melalui keluasan hati teman dan saudara. Ini belum selesai, setelah dari RS Borromeus, Cholis langsung di boyong ke BSD, rumah teteh yang baru saja beres dibangun. Rumah baru, komplek baru dan ada 4 kamar. Semua serba pas, pas butuh, pas ada.

13. Karena suami dan saya masih belum merasa nyaman harus pulang ke Ledeng, suasana dan kegelisan berada di rumah ini masih ada. Jadi setiap seminggu sekali kami melakukan kontrol ke RS Borromeus kami jalani dari BSD menuju Bandung, lalu kami istirahat dulu di wisma dekat rumah sakit. Baru setelah itu kembali ke BSD. Biaya yang kami keluarkan untuk melakukan ini masih terpenuhi dari uang itu, ini luar biasa. Pernah suatu hari ketika pas harus bayar biaya dokter dan obat, saya lagi ngantri, ada seorang teman suami yang inbox minta nomor rekening. Seperti biasa, mereka minta dengan sangat hati-hati karena khawatir saya tersinggung, saya beri. Dan tak disangka, jumlah yang dia berikan sama dengan jumlah yang harus saya bayarkan hari itu. 


14. Setelah keluar dari RS Borromeus, saya, Teh Embay dan Wa Alwis tak berhenti diskusi dan mencari informasi untuk mengobati penyakit ini. Dari medis, hingga beragam alternatif. Sampai akhirnya menemukan pengobatan herbal Jeng Ana di Jakarta. Harganya mahal, untuk penyakit sejenis yang diidap Cholis harganya Rp. 7.000.000/paket untuk 2,5 bulan. Bulan kedua pun kami tetap membeli herbal. Tabungan ini cukup untuk memenuhi kebutuhan beli obat herbal ini. Tapi pas paket ke-3, uang tabungan ini mulai habis jadi minta ditambah ke Abah. Ya, dari pemberian tangan-tangan malaikat itu.

15. Tangan-tangan malaikat itu membuat kami begitu berarti, yaitu ketika Pa Ivan dan teman-teman UNIKOM meminta izin membuat acara solidaritas untuk sahabat.  Mereka menggelar pameran, jual beli barang, musik, sampai seminar, semacam "menggalang dana" untuk membantu kami.  Bukan bermaksud tidak sopan, tapi ini sebuah bentuk pembelajaran dan arti sebuah persahabatan.  Acara ini sangat berarti dan membuat kami speachless, ga tahu harus berkata apa lagi.  Allah sangat baik sama Cholis.

16. Akhir Ramadhan, uang kami benar-benar habis, untuk pengobatan, tes ini itu, biaya hidup, transportasi dan banyak lagi. Kebetulan ada yang bayar kos, tapi tak lama hari terakhir Ramadhan, uang ini pun digunakan untuk membeli obat Cina dan akupunktur di Pandeglang, jumlahnya Rp. 1.500.000. Entahlah, karena niat kami untuk berobat dan yakin pasti ada gantinya, benar saja, di malam takbiran, Ka Udong datang memberi amplop titipan dari sepupunya, ketika amplopnya di buka, jumlahnya sama percis dengan uang yang sudah kami keluarkan siang itu untuk akupunktur.

17. Begitupun ketika bulan-bulan pertama dan selanjutnya, hingga satu tahun lamanya, ada seorang teman yang tak henti mentransfer. Kadang jumlahnya Rp. 1000.000, kadang Rp. 500.000.

18. Masih banyak lagi cerita rezeki sakit yang ajaib ini, tak habis disini.

Jadi, jangan pernah takut dan risau, disaat keluarga kita sakit, lepaskan semua pada Allah dan menanamkan pikiran-pikiran positif, ini sangat penting untuk pasien maupun yang mengurusnya.

Sejak awal sakit, beberapa yang datang, rata-rata selalu bilang:”Ima, cing sabar ya menghadapi musibah ini.” Kata “musibah” ini sebenarnya sungguh menekan, memberi energi yang negatif dan menekan. Seolah sesuatu yang terjadi pada kita sudah di”pastikan” hukuman dari Allah. Padahal, semua itu diluar kuasa kita.  Jadi saya cepat balik dengan menjawab,”Ya, semoga kejadian ini menjadi barokah buat saya dan suami, sepertinya Allah sedang menginstall ulang tubuh dan hati kami. Insya Allah Cholis mah sembuh lagi.” Entah ada keberanian dari mana, mengira kejadian besar seperti ini sebuah bentuk cara baik Tuhan memperlihatkan kehidupan. Meskipun saat itu saya sangat takut dan traumanya menempel sampai sekarang.

Dalam keadaan berat seperti ini, sangat perlu membiarkan pikiran tetap berfikir postif karena ini bisa menciptakan sugesti baik pada setiap detil kehidupan kita yang diluar perhitungan kita yang sering absurd. Bisa jadi sakitnya Cholis sebuah jalan hidup yang lebih berkah, kami diajarkan banyak hal, Allah tengah mengolah kami entah untuk apa. Kita jalani saja.

Terima kasih semua, tanpa kalian, mungkin kami tak akan bisa bertahan hingga sekarang.


@imatakubesar

Bandung, 22 Nopember 215

11 komentar:

  1. Ngga ada bantahan dengan tulisan Ima ini, karena saya juga mengalami saat sakit kemarin. Banyak 'keajaiban' yang Allab kasih.
    Saat Tuhan memberi satu kesulitan, ada kemudahan yang sebenernya jauhh lebih banyak dari kesulitan itu sendiri.

    Semangat, Ima ! Saya banyak belajar dari Ima tentang arti keikhlasan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Typo, Allah maksudnya.

      Hapus
    2. Teh deeey... Ima nulis ini biar tetap merasa bersyukur dan tidak lupa sama kebaikan orang2 yang pernah kasih ke saya. Teh Dey juga, dulu pertama ketemu, keluatan baik2 saja. Baiiiiik banget, makin sehat, ya!

      Hapus
  2. Semangat terus ya untuk Teh Ima sekeluarga.. Peluk jauh :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Teh... Ima nulis ini ga sadar nyampe 2000 kata lebih. Tadinya masih banyak yg pengen diceritain, keindahan orang2 yang teramat indah.

      Hapus
  3. Sing sabar, sing tegar, teh Ima. Saya jadi carinakdak baca ini. Allah memberikan ujian sesuai dengan kemampuan umatnya. *hug*

    BalasHapus
  4. Nuhun udah carinakdak, meuning urang ngaleeut cempedak. Heheheee... eta carinakdak, asa udah lama teu ngadangu. Hahahaa... jadi buyar waas na.

    BalasHapus
  5. Subhanallah. Saya pun semakin meyakini bahwa tidak Allah berikan kesulitan melainkan bersama dengan kemudahannya ya teh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Insya Allah, rezeki Allah itu tak terbatas. :) Ikhlas, lepaskan, yakin, terbaik, apapun yang terjadi.

      Hapus
  6. Tulisan ini mengingatkan saya, bahwa sakit yg saya keluhkan biayanya ternyata gak ada apa2 nya dibandingkan ujian yg mbak alami. Terimakasih sudah menginspirasi. 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gapapa mengeluh, itu bagian dari proses pencarian jawaban dari ketidakmengertian. Nanti lama-lama merasa malu mengeluh.

      Hapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv