Sabtu. Sore. Kopi

Sabtu kemarin, di Dago, saya bertemu lagi dengan kopi.  Dengan seribu ketekatan untuk mengurangi minum kopi.  Tapi hari itu, saya akan melepas rindu dengan rasa, harum, kehangatan, keakraban dengan kopi.  Cinta dan kopi, buku dan kopi, keakraban dan kopi, ketenangan dan kopi, sahabat dan kopi.  Kopi menjadi bagian imajinasi dan kehangatan buat saya.  Tapi, jangan tanya kenapa sekarang saya mengurangi kopi selain faktor usia dan tubuh yang semakin banyak protes.  

Kopi Cappuchinno, Foto: Ima



Saya punya kesan sendiri dengan kopi.  Waktu kecil sering memanjat pohon kopi di halaman rumah dan memakan buahnya.  Kadang diambil untuk dipakai buat main masak-masakan dengan teman-teman.  Beranjak remaja, SMA, kopi selalu menemani saat harus belajar hingga larut sambil mendengarkan musik di radio.  Kopinya tidak serius, paling kopi sachet hitam.  Kadang-kadang minum kopi serius karena adik nenek saya pun (Aki Uar) penjual kopi, dia mencari biji-biji kopi terbaik ke berbagai belahan perkebunan dan mengolah sendiri.  Setiap pagi, saya selalu menemani Abah, bapaknya Ibu, meminum kopi dengan gelas bening, airnya di tuangkan ke pisin agar lekas dingin lalu di sruput.  Dinikmati dengan roti kadet isi susu kental manis.  Itu, sedap sekali.  Keluarga saya semua penggemar kopi, tidak terkecuali, kakak laki-laki juga perempuan termasuk saya.  Sekarang Aki Uar sudah meninggal, tak ada yang meneruskan usahanya, padahal saya selalu kangen bau kopinya kalau Ibu saya mengajak ke warungnya di terminal Ledeng.  Warungnya persis seperti warung kopi yang saya temukan di pasar modern BSD.  Bedanya, disana selain bisa beli bubuknya tapi bisa duduk-duduk dan menikmati pagi dengan beragam kopi pilihan. 



Di Kopi Panggang yang saya kunjungi dengan teman-teman, kemasannya berbeda.  Bukan lagi warung kopi yang bisa sekonyong-konyong mengendus aroma kopi, riuh rendah terminal dan pasar tradisional.  Tapi suasana di Kafe Kopi Panggang ini memberi kesan tenang karena ruang minum kopi yang ditata nyaman, terbuka, sendu, cocok menikmati diri dan proses hidup yang panjang.  Sepertinya, orang-orang datang ke tempat ini ada kesungguhan untuk menikmati kopi, mencari inspirasi dan berbagi pikiran.  Kopi kerap menjadi teman asik dan membangun ruang imajinasi, membangun ide-ide kreatif. 


Kopi Vietnam.  Foto: Ima
Ada kesungguhan dari penjual minuman kopi ini, ia melakukan riset untuk menghasilkan rasa terbaik dari beragam olahan kopi.  Sampai akhirnya mengambil kesimpulan bahwa cara memanggang kopi akan memberi pengaruh pada rasa kopi.  Nah, sepertinya ini yang membuat Café Coffee ini bernama Kopi Panggang.  Saya fikir ada olahan tertentu yang membut kopi sudah jadi lalu dipanggang, sungguh tolol diriku!.  Saya mencoba pesan kopi cappuccino, standar pisan. Tepatnya kopi susu tapi busanya lebih banyak, teman makannya dipadu dengan roti selai strawberry.  Bedanya saya tidak menuangkan kopi ke pisin, agar air kopinya tidak lekas dingin.  Lalu saya coba kopi punya teman saya, Ratri, dia memesan Kopi Vietnam.  Satu gelas itu tidak penuh, dilengkapi dengan susu kental. 
Rasa kopi yang ini ternyata dahsyat, asem, tajam, manis, enak.  Tapi saya tidak berani menghabiskannya, karena kopi yang saya pesan saat itu jenis kopi serius, maksudnya saya khawatir malam itu saya tidak bisa tidur.  Jadi saya minum sekedarnya padahal enak.

Banyak pilihan olahan minuman kopi disini, tapi jangan khawatir, buat yang tidak suka kopi ada beragam minuman lain yang bisa dinikmati.  Harganya beragam bahkan cukup murah buat kantong pembeli dengan rasa kopi yang serius, makanan yang enak dan tata ruang yang nyaman.  Kadang kita suka malu-malu segan mau suk ke tempat seperti ini, padahal harga kopi tidak terlampau mahal, dari Rp. 15.000 - Rp 17.000 dengan kualitas pengolahan kopi yang serius dan tempat yang bagus.  Ah, Bandung, selalu begitu.  Enak, nyaman, murah.  Apalagi tempatnya sangat terkenal, di Dago, pinggir jalan tepatnya di Jl. Ir. H. Juanda 391, percis setelah hotel Jayakarta dari arah simpang Dago.  Kopi Panggang, jadi salah satu tempat yang saya simpan untuk tempat pertemuan yang asik selanjutnya.  Kamu?


@imatakubesar
14 September 2015


9 komentar:

  1. Kopi. Dago. Persahabatan. Kenangan.
    Aku selalu suka kopi :)

    BalasHapus
  2. Aku juga punya kenangan tentang kopi. Nenek saya suka membuat kopi sendiri. Menyangrai biji kopi, menumbuk hingga menjual. Suka kangen sama aroma sangit saat biji kopi disangrai.

    BalasHapus
  3. kopi selalu meninggalkan cerita dlm setiap tegukan.

    BalasHapus
  4. seru seruan ya kemaren itu.. sambil kelaparan nunggu makanan dateng hahaha

    BalasHapus
  5. cintapucino. ah jadi kangen deh

    BalasHapus
  6. Kopi itu Bapakku. Aku suka kopi gara-gara waktu kecil nyobain kopi hitam di gelas belimbing gede punya Bapak. Jadi sampe dewasa aku suka kopi. Sekarang sudah mengurangi minum kopi karena pacar mulai cerewet dgn kesehatanku. Tapi suka kangen sama kopi. Aromanya seperti kangen pada cinta pertama. *Halah* :)

    BalasHapus
  7. Kopi, ingat abah/bapakku. Di kebunnya ada beberapa gelintir pohon. Saat SD aku suka ikut memetik. Mencium aroma bunganya dan memakan buah kopi yang masih segar, sebuah kenangan yang menyenangkan dengan abah.

    BalasHapus
  8. mantab ni ngoffie nya :D hehe

    BalasHapus
  9. Kalau saya lebih suka kopi yang dingin, menurut saya lebih membuat mata melek sih.

    BalasHapus

Silakan meninggalkan komentar Anda. adv